• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACARA SEL DARAH MERAH

Dalam dokumen laporan praktikum fisiologi ternak Bogor (Halaman 31-40)

Tinjauan Pustaka

Volume total darah mamalia umumnya berkisar antara 7 sampai 8% dari berat badan. Bahan antar sel atau plasma darah, berkisara antara 45 sampai 65% dari seluruh isi darah, sedangkan sisanya 35 sampai 55% diisi sel darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan kepingan darah (trombosit) Jumlah total sel darah merah yang dinyatakan dalam 1mm3 darah merefleksikan perbedaan ukurannya. Perbedaan bangsa, kondisi, aktivitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaaan dalam jumlah eritrosit (Hartono, 1995). Hartadi et al (2004) menyatakan bahwa darah tersusun dari plasma darah sebanyak 45%, sel darah putih sebanyak 0,2% dan sel darah merah sebanyak 54%. Sel darah merah normal kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Dari samping eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram dengan kedua permukaannya cekung (biconcav disk). Kelainan eritrosit biasanya dinyatakan dengan perubahan ukuran, bentuk, dan warnanya atau derajat hemoglobinnya.

Sel darah merah membawa haemoglobin dalam sirkulasi. Sel darah merah berbentuk piring yang biconcave. Mamalia sel darah merah tidak bernukleus kecuali pada awal dan pada hewan - hewan tertentu. Sel darah merah pada unggas mempunyai nukleus dan berbentuk elips. Sel darah merah ini terdiri dari air (65%), Hb (33%) dan sisanya terdiri dari sel stroma, lemak, mineral, vitamin,dan bahan organik lainnya dan ion K (Kusumawati, 2004).

Haemoglobin merupakan zat padat dalam eritrosit yang

menyebabkan warna merah. Dibanding dengan sel lain dalam jaringan eritrosit kurang mengandung air. Lipid yang terdapat pada sel darah merah ialah stromatin, lipoprotein, dan elimin. Beberapa enzim yang terdapat dalam eritrosit antara lain anhidrase karbonat, peptidase,

kolinesterase, dan enzim pada sistem glikolisis (Poedjiadi, 2006). Ali et al (2013) menyatakan bahwa sel darah merah pada hewan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis kelamin, penyakit, temperatur lingkungan, keadaan geografis, dan aktivitas fisik.

Tabel 10. Jumlah eritrosit darah pada hewan dan manusia Jenis species RBC (sel/mm3x106) Hb (g/100ml) Diameter RBC(um) Sapi 5 -10 (7) 8 -15 (11) 4.5 – 8 Kuda 6,5 -12.5 (9.5) 11-19 (15) 5.5 -8 Domba 8 -16 (12) 8 -16 (12) 3.2 – 6 Kambing 8 -18 (13) 8 -14 (11) 2.5 -3.9 Babi 5 -8 (6.5) 10 -16 (13) - (Ganong, 2003)

Materi dan Metode Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum sel darah merah antara lain mikroskop, pipet haemocytometer, dan kamar hitung Neubauer.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum sel darah merah adalah darah ternak ayam dan larutan hayem.

Metode

Sampel darah yang akan diperiksa atau dipakai disiapkan, setelah itu dihisap dengan pipet haemocytometer sampai skala 0,5 kemudian dibersihkan ujung pipet dengan kapas atau tissue. Larutan Hayem dihisap sampai sakala 101 kemudian ditutup ujung pipet dengan ujung jari sedangkan ujung yang lain dengan jari tengah dan dikocok selama 3 menit. Cairan yang tidak mengandung SDM dibuang dan yang ada SDM diteteskan pada kamar hitung neubauer yang sudah diberi kaca penutup. Sampel kemudian diperiksa dengan mikroskop dan diamati dengan perbesaran 10x kemudian 40x.

Hasil dan Pembahasan

Praktikum sel darah merah yang telah dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui jumlah sel darah merah tiap mm3 darah ternak dan mengetahui kondisi kesehatan ternak. Sel darah merah adalah salah satu komponen dari unit seluler dalam darah terbagi atas tiga bagian, yaitu trombosit, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (keping darah).

Berdasarkan hasil dan perhitungan yang diperoleh, jumlah sel darah merah pada kambing adalah 2.630.000/mm3. Jumlah sel darah merah tersebut menunjukkan bahwa sel darah merah pada ayam sudah mencapai kisaran normal, yaitu kisaran 2,5 juta sampai 3,2 juta sel/mm3. Widjajakusuma et al (2012) menyatakan bahwa sel darah merah (eritrosit) pada unggas berbentuk lonjong (oval) dan berinti dengan kisaran 2,5 juta sampai 3,2 juta sel/mm3. Hal ini menunjukan bahwa ternak dalam keadaan sehat, pemberian nutrisi pakan pada ayam tersebut sudah mencukupi kebutuhan ternak dan faktor lingkungan yang sangat mendukung ternak tersebut. Jumlah sel darah merah yang terdapat dalam darah ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, keadaan stress, penyakit, parasit, kerja otot, aktivitas hewan, kondisi tubuh, makanan, iklim, spesies hewan, ukuran tubuh, dan ketinggian tempat. Jumlah sel darah merah yang terdapat dalam darah ternak akan mempengaruhi kesehatan ternak. Jumlah sel darah merah jika berada diatas kisaran normal dapat mengakibatkan eritrositosis, sedangkan jika sel darah merah berada dibawah kisaran normal akan mengalami anemia (Brooker, 2005).

Widjajakusuma et al (2012) menyatakan bahwa sel darah merah (eritrosit) pada unggas berbentuk lonjong (oval) dan berinti dengan kisaran 2,5 juta sampai 3,2 juta sel/mm3. Campbell et al (2011) menyatakan bahwa, sel darah merah memiliki struktur cakram kecil bikonkaf yang berdiameter 7 hingga 8 , bagian tengahnya lebih tipis daripada bagian tepinya dan mengandung protein hemoglobin, pada manusia sel darah

merah tidak memiliki nukleus. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah berada di bawah rata-rata normal. Bentuk eritrosit pada unggas mempunyai inti sedangkan mamalia tidak mempunyai inti. Kusumawati (2004) menyatakan bahwa pada mamalia sel darah merah tidak bernukleus kecuali pada awal dan pada hewan hewan tertentu. Yuwanta(2004) menyatakan bahwa sel darah merah ayam mempunyai inti yang mengandung hemoglobin dan pembawa pigmen darah.

Campbell et al (2011) menyatakan bahwa, sel darah merah tersusun oleh protein yaitu hemoglobin, hemoglobin ini memiliki fungsi untuk mentranspor O2 dalam tubuh, sel darah merah memiliki fungsi utama yaitu sebagai transport O2, hal ini karena dalam sel darah merah memiliki protein hemoglobin yang mengandung besi dan mentranspor O2 dalam tubuh. Bloom dan Fawcett (2002) menjelaskan bahwa, sel darah merah adalah korpuskel-korpuskel kecil yang memberi warna merah pada darah. Sel darah merah pada ternak dewasa berkembang dalam sumsum tulang sebagai sel sejati, tetapi sebelum memasuki darah, sel darah merah kehilangan nukleusnya, sehingga tidak dapat lagi mensintesis protein yang memerlukan pengarahan DNA, sedangkan pada janin pembentukan terjadi di hati, limpa, nodula, lymphatica dan thymus. Sel darah merah dikhususkan untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan, dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sel darah merah pada mamalia tidak mempunyai inti.

(Kusuawati, 2004) Gambar 4. Eritrosit Ayam

Sel darah merah mengandung protein hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen dari paru-paru ke sel-sel di seluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel darah merah diproduksi di dalam sumsum tulang yang berespon terhadap faktor pertumbuhan hemopoietik, terutama eritropoietin dan memerlukan zat besi, asam folat, serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis. Saat sel darah merah hampir matang, sel akan dilepaskan keluar dari sumsum dan mencapai fase matang di dalam aliran darah dengan masa hidup sekitar 120 hari. Sel ini, selanjutnya akan mengalami disintegrasi dan mati (dalam sampai darah), persentase darah yang diambil adalah sel darah merah yang disebut hematokrit, yang biasanya memiliki perkiraan rentang dari 36% sampai 52% tergantung usia dan jenis kelamin. Konsentrasi hemoglobin dalam sampel darah (gram per 100 mL) biasanya kira-kira satu per tiga hematokrit (Corwin, 2009).

Sel darah merah terdiri atas haemoglobin dan Fe komplek. Handayani dan Hariwibowo (2008) menyatakan bahwa eritrosit terdiri atas membran eritrosit, enzim G6PD (Glucose 6-phosphatedehydrogenase) dan sekitar 300 molekul haemoglobin. Sel darah merah berfungsi mengangkut serta mengedarkan oksigen dan karbondioksida. Hemoglobin pada eritrosit berfungsi mengikat oksigen dan menyerap karbondioksida serta mengalami pertukaran dan dilepaskan di paru-paru.

Hematopoiesis merupakan proses pembentukan darah. Tempat hematopoiesis pada manusia berpindah-pindah, sesuai dengan usianya yaitu dapat di yolk sac untuk usia 0 sampai 3 bulan intrauriteri, hati dan lien untuk usia 3 sampai 6 bulan intrauriteri, dan sumsum tulang belakang usia 4 bulan intrauriteri sampai dewasa. Kelangsungan hematopoiesis membutuhkan beberapa komponen yaitu sel induk hematopoietik, lingkungan mikro sumsum tulang, kolagen dan peptidoglikan. lingkungan mikro sangat penting dalam hematopoiesis karena untuk menyediakan nutrisi, komunikasi antar sel, dan menghasilkan enzim yang mengatur hematopoiesis. Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah

dan pelepasan sel darah merah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum tulang belakang dapat merespon dengan cepat kebutuhan tubuh. Zat-zat yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi yaitu sitokinin, hormon hemapoietik spesifik meliputi eritropoietin, hormon non spesifik meliputi androgen, estrogen, tiroksin, dan growth hormone, dan faktor pertumbuhan hematopoiesis meliputi thrombopoitein, stem cell factor, dan lain-lain (Wiwik, 2008). Berikut gambar mekanisme hematopoiesis.

(Handayani dan Hariwibowo, 2008) Gambar 5. Mekanisme Hematopoiesis

Produksi sel darah merah diatur oleh eritropoietin, yakni suatu hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. Kecepatan produksi eritropoietin berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan. Faktor apapun yang menyebabkan jaringan menerima volume oksigen dalam jumlah kecil (anoksida) akan mengakibatkan peningkatan produksi eritropoietin, sehingga semakin menstimulasi produksi sel darah merah. Tinggal di dataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah dan gagal jantung (Sloane, 2004). Pratiwi (2000) menyatakan bahwa sel darah merah berada di atas rata-rata atau kelebihan, maka dapat mengalami eritrositosis. Eritrositosis

disebabkan karena dehidrasi,sedangkan sel darah merahnya berada di bawah rata-rata, maka dapat mengalami anemia. Corwin (2009) menyatakan bahwa, anemia dapat juga disebabkan karena luka, rusaknya eritrosit, dan polusi udara. Jumlah sel darah merah berada pada rata-rata, maka baru dikatakan, ternak tersebut berada dalam kesehatan yang stabil. Kelebihan ataupun kekurangan sel darah merah berakibat buruk bagi kesehatan ternak, sehingga ternak harus dapat menghasilkan eritrosit yang cukup, agar kesehatan ternak dapat terkendali.

Brooker (2005), menyatakan bahwa terdapat beberapa penyakit yang menyerang sel darah merah, diantaranya adalah talasemia (gangguan pada sel darah merah untuk mengangkut oksigen), anemia (kekurangan sel darah merah), penyakit sel sabit (bentuk eritrosit seperti bulan sabit), hemolisis (penghancuran sel darah merah), dan hemoragi (kehilangan darah dari pembuluh darah).

Kesimpulan

Hasil praktikum perhitungan sel darah merah pada ayam adalah 2.630.000 sel/mm3. Hal ini menunjukan bahwa hasil perhitungan sel darah merah di bawah literatur yang ada. Faktor yang mempengaruhi sel darah merah adalah jenis kelamin, umur, ketinggian tempat dan kondisi probandus. Bentuk sel darah pada mamalia berbentuk biconcave sedangkan pada unggas berbentuk elips.

Daftar Pustaka

Ali, A. S., Ismoyowati, dan Diana I. 2013. Jumlah Eritrosit, Kandungan Hemoglobin, dan Hematokrit pada Berbagai Jenis Itik Lokal terhadap Penambahan Probiotik dalam Ransum. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3): 1001-1013.

Bloom and Fawcett, D. W. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Brooker, C. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Campbell, N.A., J.B Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, R.B. Jackson. 2011. Biology. Pearson Education Inc. San Francisco.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Ganong,WP.2003. Review of Medical Physiology . Long Medical Publishing Los Atos. California.

Handayani, W., Hariwibowo, A.S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Hartadi, D., Sumardi., dan Rizal I.R. 2004. Simulasi Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah. Vol. 8, No. 2.

Hartono, R. 1995. Buku Teks Histologi Veteriner. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Kusumawati,Diah. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba.Yogyakarta: Gadjah. Mada University Press

Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar - dasar Biokimia. Indonesia University Press. Jakarta

Sloane, G. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Kedokteran EGC. Jakarta.

Hall, John E.,Tanzil, Antonia, dan Widjajakusuma, M. Djauhari. 2012. Guyton dan Hall buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.

Wiwik, S. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta.

Lampiran

Setelah sampel darah ayam diamati melalui mikroskop, terlihat sel darah pada setiap bilik, hasil dan pengamatan tersebut adalah sebagai berikut :

Bilik kiri atas : 71 Bilik kanan atas : 50 Bilik Kanan bawah : 39 Bilik kiri bawah : 61 Bilik tengah : 42 Jumlah : 263 Jumlah SDM / mm3 adalah : = x . 1 , 0 200 . 80 400 = 263 . .2000 80 400 = 2.630.000 sel/mm3 Keterangan :

X = Jumlah SDM pada kelima bilik 400 = Jumlah seluruh bilik kecil

80 = Jumlah bilik kecil dari kelima bilik 200 = pengenceran.

BAB VI

Dalam dokumen laporan praktikum fisiologi ternak Bogor (Halaman 31-40)

Dokumen terkait