Tinjauan Pustaka
Thermoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan integrasi dan koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu dingin atau hangat. Pengaturan suhu tubuh (termogulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis, dalam thermoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin dan hewan berdarah panas (Bickley, 2006).
Berdasarkan pengaruh suhu dan lingkungan, suhu hewan dibedakan menjadi dua golongan yaitu poikilotherm dan homoitherm. Hewan poikilotherm suhunya dipengaruhi oleh suhu lingkungan, suhu organ tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu organ luar hewan yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Perbedaan suhu pada bagian-bagian ini diakibatkan oleh adanya panas yang diproduksi, panas yang diperoleh dan panas yang dilepaskan bagian tersebut. Hewan ini disebut juga hewan berdarah dingin (Dukes, 1995). Hewan homoitherm suhunya relatif lebih stabil, hal ini diakibatkan oleh reseptor dalam otaknya, sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hal ini mengakibatkan hewan homoitherm dapat melakukan aktivitas pada lingkungan yang berbeda suhunya (Williamson dan Payne, 1996).
Penguapan air dari kulit merupakan metode penting yang digunakan tubuh untuk mengendalikan temperaturnya. Ketika temperatur darah naik diatas normal, kelenjar hypothalamus mendeteksi temperatur dan mengirimkan sinyal ke kelenjar keringat untuk menaikkan produksi kelenjar keringat. Energi yang dibutuhkan untuk penguapan air berasal dari tubuh. Hal ini yang menyebabakan tubuh menjadi dingin (Giancoli, 2001).
beberapa cara yaitu radiasi, kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik, dimana melalui cara ini tidak mengguanakn perantara apapun. Konduksi yaitu kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh dimana terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Konveksi yaitu pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit. Evaporasi yaitu kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi bentuk gas, dan dalam jumlah sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urin dan feses (Kurniawan et al., 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh terdiri atas variasi diurnal, kerja jasmani atau aktivitas fisik, jenis kelamin, dan lingkungan. Konsep core temperatur merupakan dua bagian pengaturan suhu yaitu bagian dalam pengaturan suhu yang bagian dalam inti suhu tubuh, yang benar-benar mempunyai suhu rata-rata 37⁰C dengan diukur pada daerah (mulut, membran timpani, vagina, oesophagus (Guyton, 2007).
Mekanisme kontrol yang dilakukan hypothalamus meliputi berkeringat saat suhu lebih dari 37oC dan meningkat dengan cepat jika suhu kulit meningkat di atas nilai ini. Berkeringat sebagai regulator suhu umum berfungsi sebagai penguapan melalui pori-pori di dalam mulut. Produksi panas tubuh pada kondisi ini tetap hampir konstan karena suhu kulit meningkat. Jika suhu kulit turun dibawah normal berbagai respon mulai dilakukan untuk menjaga panas dalam tubuh dan meningkatkan produksi tanah (Khaw, 2004).
Materi dan Metode Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam percobaan thermoregulasi yaitu termometer, penjepit katak, arloji (stopwatch), kapas, kendi, dan beker
glass.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam percobaan thermoregulasi yaitu katak, air panas, air es, dan probandus (manusia).
Metode Pengukuran Suhu Mulut dan Axillaris
Pengukuran pada mulut. Skala pada termometer diturunkan sampai 0⁰ C. Termometer dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam mulut, letakkan di bawah lidah, dan mulut tertutup rapat. Baca dan catat skala setelah 5 menit. Cara yang sama dilakukan dengan mulut terbuka. Tahap selanjutnya probandus berkumur dengan air es selama 1 menit dan dengan cara yang sama pula lakukan pengukuran seperti di atas.
Pengukuran axillaris. Skala pada thermometer diturunkan sampai 0⁰ C. Ujung termometer disisipkan pada fasa axillaris dengan pangkal lengan dihimpitkan. Baca dan catat skala setelah 5 menit.
Pengukuran Proses Pelepasan Panas
Katak dilentangkan pada papan dan diikat. Suhu tubuh katak diukur melalui oesophagus selama 5 menit. Katak dimasukkan dalam air es selama 5 menit dan diukur suhu tubuhnya melalui oesophagus. Selanjutnya katak dimasukkan ke dalam air panas 40⁰ C selama 5 menit dan diukur suhunya.
Kendi disiapkan sebanyak 2 buah, yang satu dicat dan yang lain tidak. Masing- masing diukur dengan air pans 70⁰ C dengan jumlah yang sama lalu diukur suhunya dengan termometer setiap 5 menit sebanyak 6 kali.
Hasil dan Pembahasan
Praktikum thermoregulasi dilakukan dengan cara mengukur suhu tubuh yaitu pada mulut dan axillaris serta proses pelepasan panas dengan mengukur suhu tubuh katak dan suhu pada kendi yang bercat maupun yang tidak. Bickley (2006) menjelaskan bahwa thermoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan integrasi dan koordinasi yang
digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu dingin atau hangat. Probandus yang digunakan saat percobaan yaitu Aji dengan umur 19 tahun dan Sofi dengan umur 18 tahun.
Pengukuran Suhu Mulut dan Axillaris
Percobaan pengukuran suhu (oC) pada mulut dan axillaris terdapat 4 pengukuran suhu antara lain, pengukuran suhu mulut tertutup, pengukuran suhu mulut terbuka, pengukuran suhu mulut setelah berkumur mulut terbuka, pengukuran suhu mulut setelah berkumur mulut tertutup, dan pengukuran suhu axillaris, didapatkan hasil yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 13. Pengukuran suhu (oC) pada mulut dan axillaris
Perlakuan Probandus I (⁰C) Probandus II (⁰C)
1.Mulut tertutup 37.6 37.1 2.Mulut terbuka 37 37 3.Berkumur air es - Mulut tertutup 37 37.2 - Mulut terbuka 36.6 37.2 4.Axillaris 36.8 36.9
Percobaan ini bertujuan untuk menguji kemampuan homoiterm dalam mempertahankan suhu tubuh. Campbell et al. (2011) menyatakan bahwa makhluk homoitherm memiliki hypothalamus yang dapat mengatur suhu tubuh agar tetap seimbang, ketika suhu lingkungan berubah maka hypothalamus akan memicu adaptasi agar suhu tubuh tidak berubah secara signifikan. Percobaan yang dilakukan menghasilkan perubahan suhu tubuh yang tidak signifikan, karena sifat homoitherm yang dimiliki manusia. Thermoregulasi pada manusia berpusat pada hypothalamus
anterior. Komponen pengatur sistem pengaturan panas yaitu
termoreseptor hypothalamus, saraf eferan, dan afektor thermoregulasi. Hewan homoitherm suhunya relatif stabil, karena terdapat reseptor di otaknya, sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hal ini mengakibatkan hewan homoitherm memiliki variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lingkungan panjang waktu siang dan malam,
makanan yang dikonsumsi, aktivitas pencernaan, dan jumlah pencernaan air (Swenson, 1997).
Mekanisme produksi panas adalah suatu sistem yang mengontrol produksi panas dalam tubuh dalam lingkungan dingin. Mekanisme produksi panas pada manusia dikendalikan oleh hypothalamus. Mekanisme produksi panas diawali dengan turunnya suhu tubuh oleh lingkungan yang dingin sehingga thermostat pada hypothalamus mengaktivasi mekanisme pemanas. Mekanisme pemanas ini akan mempengaruhi pembuluh darah supaya menyempit, mengalihkan darah dari kulit ke jaringan jaringan yang lebih dalam dan mengurangi kehilangan panas dari permukaan kulit. Mekanisme pemanas juga dapat memicu terjadinya shivering atau menggigil yang dapat membangkitkan panas tubuh (Campbell et al., 2011).
Mekanisme pelepasan panas adalah suatu sistem yang mengkontrol pengeluaran panas dalam tubuh. Mekanisme pelepasan panas pada manusia dikendalikan oleh hypothalamus. Mekanisme terjadinya pelepasan panas diawali dengan naiknya suhu tubuh oleh suatu aktivitas sehingga hypothalamus mengaktivasi mekanisme pendinginan yang dapat mempengaruhi kelenjar keringat berevaporasi sehingga dapat mendinginkan tubuh. Evaporasi bukan satu satunya efek dari mekanisme pendinginan oleh hypothalamus, pembuluh darah di kulit akan melebar sehingga kapiler darah terisi darah hangat dan panas dapat beradiasi dari permukaan kulit dan suhu tubuh menurun (Campbell et al., 2011).
Pengukuran Suhu Tubuh Katak
Suhu tubuh katak diukur berdasarkan 3 perlakuan yaitu pada keadaan normal, dingin, dan panas yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 14. Pengukuran Suhu Tubuh Katak Perlakuan Suhu lingkungan
(⁰ C)
Suhu katak (⁰ C)
Keadaan biasa 27 31
Dalam air es Dalam air panas
18 40
32 34
Tujuan dari perlakuan yang berbeda yaitu untuk mengetahui kemampuan poikilotherm katak. Berdasarkan penelitan Tracy et al. (2006) menuliskan dam penelitiannya bahwa suhu katak pada kondisi normal yaitu 30⁰ C. Hal tersebut tidak terlalu jauh dari hasil yang telah dilakukan sehingga dapat dikatakan percobaan tersebut telah sesuai dengan teori. Tracy et al. (2006) juga menuliskan bahwa suhu katak akan menurun jika kondisi juga menurun yaitu ketika suhu udara 18⁰ C maka suhu katak menjadi 20⁰ C. Hasil yang diperoleh memiliki rentangan yang jauh sehingga hasil yang diperoleh dinyatakan tidak sesuai dengan teori. Kesalahan ini terjadi karena saat praktikum, praktikkan memegang termometer tidak pada ujungnya sehingga yang terukur bukan suhu tubuh katak melainkan suhu tangan praktikkan. Perlakuan pada air panas berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu 34⁰ C, perbedaan yang tidak terlalu jauh dengan pernyataan Tracy et al. (2006) yang menjelaskan bahwa suhu tubuh katak 35⁰ C. Makhluk hidup polikiloterm adalah makhluk hidup yang suhu tubuhnya sama dengan suhu lingkungan. Campbell et al. (2011) menyatakan bahwa polikiloterm adalah memiliki suhu yang menyesuaikan dengan lingkungannya, polikiloterm cenderung memiliki bermacam macam suhu tubuh dibanding dengan homoiterm yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh.
Hewan berdasarkan lingkungan yang beraktivitas di siang hari biasanya terjadi temperatur di siang hari, sedangkan di malam hari akan terjadi temperatur minimum dan ini berlangsung hingga pagi hari.
Proses Pelepasan Panas Menggunakan Kendi
Praktikum proses pelepasan panas dilaksanakan dengan menggunakan kendi dicat dan kendi yang tidak dicat yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 15. Proses Pelepasan Panas Menggunakan Kendi
Awal I II III IV V VI
Bercat 60 58 56 54 53 52 50
Tidak
Proses pelepasan panas pada kendi yang dicat berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan kendi yang tidak dicat. Hal ini dikarenakan pada kendi yang bercat pori-pori kendinya tertutup oleh cat sehingga proses pelepasan anasnya lambat sedangkan pada kendi yang tidak bercat, proses pelepasan panasnya agak cepat karen pori-pori pada kendi yang tidak berct tidak tertutup oleh cat. Cat berfungsi sebagai isolator untuk menghambat pelepasan panas.
Cara kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu radiasi, kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik, dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara apapun. Konduksi, yaitu kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Konveksi, yaitu pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit. Evaporasi yaitu kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urin dan feses (Kurniawan et al., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi thermoregulasi suhu tubuh terdiri atas variasi diurnal, kerja jasmani atau aktivitas fisik, jenis kelamin, dan lingkungan (Guyton, 2007).
Kesimpulan
Homoiterm memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Polikiloterm memiliki suhu tubuh yang menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Proses pelepasan panas berlangsung lebih lambat pada kendi yang dicat.
Daftar Pustaka
Taking, 9th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, L.M. Cain, S.A Wasserman, P.V. Minorsky, and B.R. Jackson. 2008. Biology. Pearson Education Inc. San Francisco.
Dukes, H.H.1995.The Physiology of Domestic Animals. Publishing Inc., New York.
Giancoli, Dauglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid I. Erlangga. Jakarta. Guyton. 2007. Fisiologi, Anatomi, dan Mekanisme Penyakit Kedokteran.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khaw, P.T., P. Shah, and A.R Elkingkton. 2004. Fundamental of Human Physiologi. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Kurniawan, Eka., Ridho Hantoro, dan Gunawan Nugroho. 2013. Pengaruh jarak antar dinding terhadap distribusi temperatur pada inkubator bayi berdinding ganda. Jurnal Teknik Pomits. 2(1): 105-109.
Tracy, R.C., Keith A.C., Gregory B., and Richard T. 2006. Body temperature and resistance to evaporative water loss in tropical Australian frog. Comparative Biochemistry and Phsyiology. 150: 102- 108.
Williamson. G. W. J. A Payne.1996. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
BAB VIII PENUTUP
Kritik
Kegiatan praktikum sebaiknya praktikan ditingkatkan dalam penguasaan cara kerja tidak hanya teori praktikum, harus lebih disiplin baik waktu maupun pada saat bekerja dan pada saat praktikum hendaknya terlaksana dengan tertib dan tidak ribut
Saran
Asisten Fisiologi Ternak sebaiknya bersikap tegas jika ada kelompok yang ramai, sehingga kelompok lain tidak terganggu.