• Tidak ada hasil yang ditemukan

49003 A 4 A 5 A 8 A 9 A 12 A 14 A 16 A

Kelimpahan Komunitas Aktinobakteri pada Tanah Rizozfer dan Endofit

Centella asiatica.

Sebanyak 1 spesies dari 16 spesies aktinobakteri yang diperoleh, hanya ditemukan pada tanah yaitu pita yang memiliki kemiripan 98% dengan Gordonia otitidis IFM 10032 (Gambar 8A). Hasil DGGE ini juga diperoleh 8 spesies yang hanya ditemukan sebagai endofit C. asiatica, 1 spesies diantaranya hanya ditemukan pada akar yaitu, S. acidiscabies ATCC 49003. Tiga spesies endofit lainnya hanya ditemukan pada daun dan stolon yaitu 1 spesies teridentifikasi sebagai unculturable (Uncultured bacteriumclone 7N227hH82), Streptomyces sp. SPMA 134 dan S. acidiscabies ATCC 4900346. Spesies S. atacamensis C60,

23 Uncultured bacterium isolate DGGE gel band sxvpb21 dan Uncultured bacterium clone B03_294 pada penelitian ini juga ditemukan hanya sebagai endofit yang tersebar pada bagian daun, stolon, dan akar C. asiatica. Tujuh spesies dari famili Micromonosporaceae dan Streptomycetaceae dapat ditemukan ditanah dan sebagai endofit pada penelitian ini (Gambar 8A dan 8B), diantaranya adalah C. caeruleus SCC 1014, M. schwarzwaldensis HKI0641, V. wenchangensis 234402T, A. brasiliensis IFO13938, S. graminilatus JL-6, S. acidiscabies ATCC 49003 dan S. rapamycinicus ATCC 29253.

(A) (B)

Gambar 8 Kelimpahan komunitas aktinobakteri. A) kelimpahan aktinobakteri tanah rizosfer (T) dan endofit Centella asiatica (E). B) Kelimpahan aktinobakteri endofit pada organ tanaman Centella asiatica. Stolon (S), akar (A), dan daun (D).

Profil Gen Penyandi Inhibitor α-Glukosidase.

Deteksi gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor α-glukosidase diamplifikasi menggunakan primer gen vldA (2-epi-5-epi-valiolone synthase) yang didesain oleh Sigh et al. (2006). Hampir semua sampel seperti tanah rizosfer, akar, dan daun C. asiatica serta isolat kontrol Streptomyces sp. BWA 65 memberikan hasil positif terhadap amplifikasi gen tersebut, kecuali stolon. Hal ini ditandai dengan adanya produk amplifikasi berukuran ~500 pb (Gambar 9). Profil Pita DGGE Dibandingkan dengan Aktinobakteri yang Memiliki Gen

Penyandi Inhibitor α-Glukosidase Berdasarkan Analisis SNP.

Hasil BLAST.N dari analisis gen 16S rRNA ditemukan 5 pita DGGE (pita 2, 3, 7, 11, dan 15) yang memiliki kemiripan 98-99% dengan Actinoplanes sp. SE50/110 dan 4 pita DGGE (pita 4, 8, 9, dan 14) yang memiliki kemiripan 98-99% dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (Tabel 7). Terkait dengan keberadaan gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor α-glukosidase (antidiabetes) Actinoplanes sp. SE50/110 diketahui memiliki gen acbC (sedoheptulosa-7-fosfat siklase) yang menyandikan senyawa acarbose (inhibitor

24

memiliki gen valA (2-epi-5-epi-valiolone synthase) yang homolog dengan gen vldA yang digunakan sebagai primer dalam penelitian ini.

Gambar 9 Elektroforegram hasil PCR gen inhibitor α-glukosidase. Sumur dari kiri ke kanan; marker 1kb, tanah rizosfer (T), akar (A), daun (D), Streptomyces sp. BWA 65 (Bw).

Tabel 7 Homologi sekuen 9 pita DGGE dari analisis gen 16S rRNA aktinobakteri tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica.

Famili Pita Referensi Strain

(GenBank) Query cover (%) Similarity (%) Total Basa (GenBank/ DGGE Band) Range No.Akses Microm onospora ceae 2 Actinoplanes sp. SE50/110 99 99 160/162 336-497 NR_074431.1 3, 7, 15 Actinoplanes sp. SE50/110 99 99 161/162 336-497 NR_074431.1 11 Actinoplanes sp. SE50/110 99 98 159/162 336-497 NR_074431.1 Streptom ycetace ae 4, 9 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 99 162/163 337-499 NR_074563.1 8 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 98 160/163 337-499 NR_074563.1 14 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 98 159/163 337-499 NR_074563.1

25 Lima pita DGGE (pita 2, 3, 7, 11, dan 15) memiliki kemiripan dengan Actinoplanes sp. SE50/110 yang berada pada urutan basa 336-497 dari total 1505 pasang basa (Gambar 10). Analisis SNP pada lima pita DGGE terhadap Actinoplanes sp. SE50/110 mendeteksi adanya beberapa perbedaan basa pada urutan ke 30, 39, 105, 106, dan 137 (Tabel 8, Lampiran 8). Perbedaan basa tersebut dapat berpengaruh terhadap nilai persentase kemiripan strain pembandingnya. Pita 11 dengan perbedaan basa yang lebih banyak terlihat memiliki persentase kemiripan yang lebih rendah (98%) terhadap Actinoplanes sp. SE50/110 dibandingkan keempat pita lainnya (99%) (Tabel 7).

Gambar 10 Ordinal sekuen basa 5 pita DGGE yang mirip dengan Actinoplanes sp. SE50/110.

Tabel 8 Single Nucleotide Polymorphism pada 5 pita dengan strain pembanding Actinoplanes sp. SE50/110.

Keterangan Perbedaan Urutan Basa Nukleotida (Basa ke-)

30 39 105 106 137 Actinoplanes sp. SE50/110 G T C A C Pita 2 G T T G C Pita 3 G T T A C Pita 11 A C T A C Pita 7 G T C A T Pita 15 G T C A T

Empat pita DGGE (pita 4, 8, 9, dan 14) memiliki kemiripan dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 yang berada pada urutan basa 337-499 dari total 1514 pasang basa (Gambar 11). Hasil analisis SNP pada 4 pita DGGE terhadap S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 mendeteksi perbedaan beberapa basa yang mempengaruhi nilai persentase kemiripannya (Lampiran 9). Semakin tinggi jumlah basa yang sama maka semakin tinggi pula persentase kemiripannya. Pita 14 memiliki jumlah basa yang sama lebih sedikit (2 basa) dibandingkan ketiga pita lainnya, sehingga pita 14 memiliki nilai persentase kemiripan yang lebih rendah terhadap S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (98%). Pita 14 memiliki 4 basa yang berbeda dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008, yaitu pada basa ke-30, 105, 123, dan 152. Pada S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 basa ke-30, 105, 123, dan 152 yaitu A, A, G, A, sedangkan pada pita 14 diganti dengan G, T, T, C, secara berurutan (Tabel 9).

26

Gambar 11 Ordinal sekuen basa 4 pita DGGE yang mirip dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008.

Tabel 9 Single Nucleotide Polymorphism pada 5 pita dengan strain pembanding S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008.

Keterangan Perbedaan Urutan Basa Nukleotida (Basa ke-)

30 35 92 105 123 152 S. hygroscopicus A C C A G A Pita 4 A C C C G A Pita 8 G A T A G A Pita 9 G C C A G A Pita 14 G C C T T C Pembahasan

Efektifitas Sterilisasi Permukaan dan Profil Ekstrak DNA Genom Total Mikrob endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang telah disterilisasi permukaan. Sterilisasi ini bertujuan untuk menghilangkan mikrob epifit yang berada di permukaan tanaman (Coombs dan Franco 2003). Evaluasi sterilisasi permukaan dilakukan untuk memastikan bahwa DNA aktinobakteri yang terekstraksi berasal dari dalam jaringan tanaman. Uji kontrol negatif pada media HV telah menunjukkan bahwa protokol sterilisasi permukaan yang dilakukan efektif dalam menghilangkan semua mikrob epifit (Lampiran 4). Media HV mengandung antibiotik sikloheksamida yang dapat menekan pertumbuhan cendawan dan asam nalidiksat untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram negatif. Sehingga media ini sangat efektif digunakan untuk mengkonfirmasi keberhasilan sterilisasi permukaan (Coombs dan Franco 2003). Selain itu, asam humat dalam media HV dapat digunakan oleh aktinobakteri sebagai sumber nutrisi untuk proses sporulasi (Seong et al. 2001).

Kuantitas dan kualitas ekstrak DNA genom sangat menentukan keberhasilan suatu analisis molekuler. Konsentrasi dan kemurnian DNA pada keseluruhan sampel masing-masing berkisar 16.4-35.2 ng/µL dan 0.77-1.86 (Lampiran 5). Menurut Sambrook dan Russel (2001), ekstrak DNA yang baik digunakan untuk berbagai tujuan analisis adalah molekul DNA murni dengan nilai rasio A260/A280 yang berada di kisaran 1.8-2.0. Nilai rasio A260/A280 yang lebih kecil dari 1.8 menandakan bahwa DNA mengalami kontaminasi oleh protein dan senyawa organik, seperti asam humat yang banyak terdapat di tanah. Akan

27 tetapi hal tersebut tidak menjadi kendala dalam proses amplifikasi. Sampel tanah dengan kemurnian 0.77 dapat di amplifikasi dengan baik.

Komunitas Aktinobakteri Tanah Rizosfer dan Endofit Centella asiatica

Penerapan teknik biologi molekuler untuk mendeteksi dan mengidentifikasi mikroorganisme oleh penanda molekuler tertentu, seperti 16S rRNA atau gen pengkode lainnya, saat ini lebih sering digunakan untuk mengeksplorasi keragaman mikroba dan menganalisis struktur komunitas mikroba (Muyzer dan Smalla 1998). Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariot subunit 30S yang umum digunakan untuk menentukan hubungan filogenetik antar spesies prokariot. Gen 16S rRNA aktinobakteri dari tanah rizosfir dan jaringan tanaman C. asiatica dianalisis menggunakan 2 set primer spesifik untuk mendeteksi aktinobakteri (Martina et al. 2008). Primer 27F di desain untuk mengamplifikasi seluruh domain bakteri dan primer 16Sact1114R didesain dari 202 aktinobakteri dengan misspriming sebesar 1.3%. Sedangkan primer P338F dan P518R didesain untuk mengamplifikasi seluruh daerah V3 dari bakteri (Overeas et al. 1997). Daerah V3 merupakan daerah hipervariabel pada gen 16S rRNA yang mampu menyediakan informasi filogenetik yang memadai mengenai bakteri yang terdapat pada sampel (Huse et al. 2008). Primer ini juga telah digunakan oleh Primanita et al. (2015) untuk mempelajari keragaman aktinobakteri endofit dari tanaman obat Tinospora crispa, dengan PCR-DGGE.

Berdasarkan analisis BLAST.N terdapat 4 pita yang diindikasikan sebagai novel spesies, karena keempat sekuen DNA tersebut memiliki homologi < 97.5% dengan sekuen strain pembanding yang terdapat pada GenBank database. Menurut Stackebrandt dan Goebel (1994), sekuen gen 16S rRNA yang memiliki homologi < 97.5% dapat dinyatakan sebagai spesies yang berbeda atau novel spesies. Adanya indikasi novel spesies membuka peluang besar untuk mendapatkan novel gen yang potensial, yang dapat dipelajari dan dikembangkan lebih lanjut.

Pola distribusi pita DNA pada gel DGGE menunjukkan bahwa komunitas aktinobakteri di jaringan tanaman sedikit lebih beragam daripada tanah rizosfer (Gambar 5A). Hal ini juga didukung oleh hasil analisis alpha diversity (Tabel 3). Tingginya tingkat kolonisasi mikrob endofit pada daun diduga berhubungan dengan posisi daun C. asiatica yang rendah dan dekat dengan tanah. Kondisi ini akan memfasilitasi penetrasi dan kolonisasi endofit dalam jaringan daun (Rakotoniriana et al. 2007). Mikrob endofit menemukan tanaman inangnya dapat melalui mekanisme kemotaksis, elektrotaksis, atau kontak langsung, dan akan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka, stomata, lentisel, dan zona akar (Tan dan Zou 2012). Adanya kompetisi antar komunitas mikrob diduga menjadi penyebab rendahnya komunitas aktinobakteri di rizosfer. Populasi dan keragaman endofit berhubungan dengan berbagai faktor seperti kondisi lingkungan dan tanah, lokasi, jenis tanaman, umur tanaman dan jenis jaringan atau organ (Rafat et al. 2012). Hasil penelitian Primanita et al. (2015) juga memperoleh kelimpahan dan keragaman aktinobakteri endofit T. Crispa yang lebih besar dibandingkan dengan tanah rizosfer (non-endofit).

28

Kluster kemiripan komunitas aktinobakteri dan hasil dari analisis beta diversity mengindikasikan bahwa terdapatnya perbedaan pola komunitas aktinobakteri pada setiap sampel (Tabel 3, Gambar 6). Meskipun demikian, beberapa komunitas aktinobakteri yang sama juga ditemukan pada sampel yang berbeda (Gambar 8A, B). Khususnya pada tanaman, mikrob endofit dapat bermigrasi ke bagian organ lain melalui ruang interseluler dan berkas pembuluh (Tian et al. 2007). Distribusi endofit dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengkolonisasi dan ketersediaan sumber nutrisi dalam jaringan tanaman. Hal ini mengakibatkan komposisi komunitas endofit pada setiap jaringan tanaman berbeda (Zakria et al. 2007). Tingginya kolonisasi endofit pada jaringan daun C. asiatica diduga juga terkait dengan ketersediaan sumber nutrisi yang berupa fotosintat dalam jaringan tersebut. Hasil penelitian Surette et al. (2003) menunjukkan bahwa komposisi komunitas endofit pada area crown dari Daucus carota lebih tinggi dibandingkan pada area jaringan metaxylem. Keberadaan fotosintat yang lebih tinggi pada area crown, akan menyediakan lebih banyak sumber nutrisi bagi komunitas endofit untuk berkembang biak.

Perbedaan pola komunitas ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap keragaman aktinobakteri, tetapi hanya memberikan pengaruh terhadap dominansi masing-masing komunitas aktinobakteri pada setiap sampel. Dominansi komunitas dan ketebalan setiap pita DGGE menunjukkan kelimpahan relatif suatu komunitas aktinobakteri (Nimnoi et al. 2010). Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa pita 10 (Uncultured bacterium clone B03_294 (99%)) memiliki kelimpahan tertinggi dan ditemukan pada seluruh jaringan tanaman (daun, akar, dan stolon) (Gambar 5A). Kemungkinan pita ini adalah komunitas aktinobakteri endofit yang mampu membentuk asosiasi dengan tanaman inangnya, yaitu C. asiatica. Adanya kompetisi yang kuat dengan mikrob rizosfer lainnya, diduga menjadi penyebab tidak ditemukannya komunitas tersebut di rizosfer. Mikrob Unculturable memiliki potensi besar sebagai sumber senyawa bioaktif yang penting di berbagai bidang (Zeyaullah et al. 2009).

Profil DGGE pada penelitian ini, menunjukkan bahwa struktur komunitas aktinobakteri endofit pada tanaman C. asiatica terdiri atas 3 famili yaitu, Gordoniaceae, Streptomycetaceae, dan Micromonosporaceae. Komunitas famili Gordoniaceae hanya ditemukan pada sampel tanah rizosfer. Genus Gordonia dapat diisolasi dari lingkungan seperti tanah dan area tumpahan minyak yang diketahui berperan penting dalam bioremediasi dan biodegradasi polutan (Xue et al. 2003). Dalam bidang kesehatan spesies Gordonia yaitu Gordonia cholesterolivorans dikenal mampu mendegradasi kolesterol (Drzyzga et al. 2011). Famili berikutnya adalah Streptomycetaceae. Beberapa spesies Streptomyces juga ditemukan di tanah dan sebagai endofit pada penelitian ini. Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sama bahwa Streptomyces adalah genus yang paling sering ditemukan pada tanah rizosfer, akar, dan batang tanaman padi (Mahyarudin et al. 2015; Tian et al. 2007). Streptomyces bersifat ubiquitus dan dikenal sebagai genus aktinobakteri yang distribusinya paling luas dialam. Spesies-spesies dari famili Streptomyceae telah banyak dilaporkan mampu memproduksi berbagai senyawa bioaktif yang berperan penting dalam bidang kesehatan, pertanian dan industri. S. acidiscabies telah diketahui mampu memproduksi senyawa siderofor yang dapat memacu pertumbuhan tanaman Vigna unguiculata (Dimkpa et al. 2008). Dochhil et al. (2013) juga melaporkan bahwa Streptomyces. sp endofit C.

29 asiatica mampu memproduksi indole asetic acid (IAA) yang dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit Phaseolus vulgaris. Streptomyces sp. endofit Leucas ciliata dan Rauwolfia densiflora mampu menghasilkan

senyawa inhibitor α-amilase yang juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes melitus (Akshatha et al. 2013).

Komunitas famili Micromonosporaceae dapat ditemukan pada semua sampel baik tanah rizosfer maupun jaringan tanaman C. asiatica. Genus Micromonospora tersebar luas di alam termasuk tanah dan baru-baru ini diketahui bahwa genus tersebut mampu membentuk asosiasi dengan tanaman. Genus ini telah ditemukan sebagai endofit pada akar padi oleh Tian et al. (2007). Dalam bidang kesehatan spesies Micromonospora endofit juga dikenal mampu menghasilkan banyak antibiotik, seperti adalah antrakuinon dan lupinacidins A dan B yang memiliki aktivitas antitumor (Igarashi et al. 2007). M. schwarzwaldensis HKI0641yang terisolasi dari sampel tanah di Black Forest, Jerman juga diketahui mampu memproduksi antibiotik telomycin (Gurovic et al. 2013). Genus Verrucosispora dilaporkan dapat diisolasi dari sedimen laut dalam, rawa gambut, dan tanah bakau (Xie et al. 2012), dan sebelumnya tidak ada yang melaporkannya sebagai endofit. V. wenchangensis 234402T telah terisolasi dari tanah bakau di Wenchang, Cina (Xie et al. 2012). Genus tersebut berpotensi besar dalam menghasilkan sumber senyawa bioaktif baru, seperti senyawa proximicins yang bersifat antibakteri dan antitumor (Fiedler et al. 2008). Genus Actinoplanes juga banyak dilaporkan mampu memproduksi berbagai senyawa bioaktif penting yang berperan dalam bidang kesehatan seperti, antibakterial dan antifungal (Kasai et al. 2000). Spesies Actinoplanes sp. SE50/110 diketahui mampu menghasilkan

senyawa inhibitor α-glukosidase yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2 (Zhang et al. 2003).

Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Region V3 Sekuen Pita DGGE

Proses amplifikasi menggunakan primer P338F dan P518R pada tahap 2 menghasilkan amplikon berukuran ~ 180 pb. Amplikon ini merupakan region V3 dari gen 16S rRNA yang bersifat konservatif dan variatif (Overeas et al. 1997). Variasi sekuen DNA yang ada pada region V3 tersebut, dapat menentukan perbedaan famili, genus, dan spesies tertentu dari suatu komunitas mikrob. Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) merupakan tipe analisis yang umun digunakan untuk mendeteksi adanya variasi sekuen tersebut dan memberikan gambaran bagaimana perbedaan suatu sekuen basa berperan sebagai regulator pengelompokkan suatu komunitas mikrob.

PCR-DGGE merupakan salah satu teknologi berbasis molekuler yang dapat digunakan untuk mendukung analisis SNP (Kwok dan Chen 2003). Dalam prinsip DGGE, sekuen DNA dari suatu komunitas mikrob akan terpisah pada gel denaturan bergradien berdasarkan Tm (melting temperature). Perbedaan satu pasang basa nukleotida pada sekuen DNA akan sangat berpengaruh terhadap Tm-nya. Oleh karena itu, sekuen-sekuen DNA (pita) yang berbeda akan muncul pada posisi yang berbeda pada gel DGGE (Muyzer dan Smalla 1998). Dengan demikian, secara teoritis DGGE dapat mendeteksi semua variasi sekuen DNA dari suatu genom komunitas mikrob dan pita DNA yang terpisah dapat dipotong untuk

30

analisis SNP (Kwok dan Chen 2003). Analisis SNP dalam penelitian ini telah berhasil mendeteksi adanya perbedaan sekuen basa pada urutan basa ke-99. Pita DGGE yang dikelompokkan kedalam famili Gordoniaceae memiliki basa T pada urutan tersebut, sedangkan pada famili Streptomycetaceae dan Micromonosporaceae memiliki basa A dan C masing-masingnya.

Analisis SNP juga dilakukan terhadap 9 sekuen pita DGGE dari analisis gen 16S rRNA yang diketahui memiliki kemiripan 98-99% dengan spesies aktinobakteri penghasil gen penyandi inhibitor α-glukosidase yaitu, Actinoplanes sp. SE50/110 dan dari S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008. SNP yang ditemukan pada 9 sekuen pita DGGE terhadap sekuen DNA strain pembanding tersebut, memberikan pengaruh terhadap nilai persentase kemiripannya. Semakin banyak sekuen basa tunggal yang berbeda, maka persentase kemiripannya akan semakin rendah. Hasil ini memberikan informasi penting mengenai ciri khusus spesies aktinobakteri endofit C. asiatica asal Indonesia berdasarkan sekuen pita DGGE dengan strain pembanding yang berasal dari tempat berbeda.

Profil Gen Penyandi Inhibitor α-Glukosidase

Deteksi keberadaan gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor α -glukosidase dilakukan dengan amplifikasi gen vldA (2-epi-5-epi-valiolone synthase) dari S. hygroscopicus var. limoneus KCCM 12704 (Sigh et al. 2006). Gen vldA adalah salah satu gen yang terlibat dalam biosintesis valienamine yang merupakan prekursor agen antidiabetes voglibose dan acarbose (Bai et al. 2006; Singh et al. 2006). Valienamine dapat diproduksi oleh dua subspesies dari S. hygroscopicus, yaitu subsp. limoneus (gen vldA) dan subsp. jinggangensis (gen valA) (Bai et al. 2006; Singh et al. 2006). Gen vldA dari S. hygroscopicus var. limoneus KCCM 12704 homolog atau memiliki kemiripan 100% dengan gen valA dari S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (Bai et al. 2006). Sementara, gen vldA dari S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 homolog atau memiliki kemiripan 65% dengan gen acbC (sedoheptulosa-7-fosfat siklase) dari Actinoplanes sp. SE50/110 (CAA77208) yang berperan dalam biosintesis senyawa acarbose (antidiabetes) (Bai et al. 2006).

Berdasarkan analisis gen 16S rRNA ditemukan 5 pita (pita 2, 3, 7, 11, dan 15) yang memiliki kemiripan 98-99% dengan Actinoplanes sp. SE50/110 dan 4 pita (pita 4, 8, 9, dan 14) yang memiliki kemiripan 98-99% dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (Tabel 7). Komunitas aktinobakteri tersebut dapat ditemukan pada seluruh sampel jaringan tanaman C. asiatica, baik pada daun, stolon maupun akar (Gambar 8B). Hal ini mengindikasikan bahwa bagian-bagian tanaman C. asiatica mengandung aktinobakteri yang punya potensi sebagai antidiabetes.

Pada proses amplifikasi gen vldA, digunakan isolat Streptomyces sp. BWA65 sebagai kontrol positif. Isolat ini merupakan aktinobakteri endofit tanaman T. crispa yang telah diketahui memiliki gen penyandi enzim inhibitor α -glukosidase (Pujiyanto et al. 2012). Hampir semua sampel seperti tanah rizosfer, akar, dan daun C. asiatica serta isolat kontrol Streptomyces sp. BWA 65 memberikan hasil positif terhadap amplifikasi gen vldA (Gambar 5), kecuali sampel stolon. Hal ini, diduga bahwa aktinobakteri endofit yang mengkolonisasi

31 pada jaringan stolon tidak mempunyai gen tersebut. Menurut Rahman et al. (2012), setiap organ dari tanaman C. asiatica mengandung jumlah senyawa fitokimia yang berbeda. Faktor-faktor seperti kondisi lingkungan dan tanah, lokasi, jenis tanaman, umur tanaman dan jenis jaringan atau organ diduga juga dapat mempengaruhi konsentrasi produksi senyawa fitokimia pada C. asiatica. Konsentrasi senyawa fitokimia tertinggi pada C. asiatica relatif ditemukan di daun (Zainol et al. 2008). Namun investigasi tentang efektivitas gen vldA dalam mengidentifikasi kemampuan aktinobakteri sebagai antidiabetes masih perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis keragaman aktinobakteri endofit C. asiatica berdasarkan gen 16S rRNA dengan PCR-DGGE berhasil dilakukan. Hasil DGGE berdasarkan gen 16S rRNA menunjukkan bahwa komunitas aktinobakteri di jaringan tanaman sedikit lebih beragam dibandingkan dengan tanah rizosfer. Teknik DGGE memberikan gambaran keragaman komunitas aktinobakteri dari 16 pita DNA yang berhasil dipotong terdiri dari 6 genus (83-100%), yaitu Streptomyces, Micromonospora, Verrucosispora, Actinoplanes, Couchioplanes, dan Gordonia. Berdasarkan hasil BLAST.N beberapa spesies telah banyak dilaporkan mampu memproduksi berbagai senyawa bioaktif penting dan diduga sebagai spesies baru. Amplifikasi

PCR gen inhibitor α-glukosidase menunjukkan hasil positif baik pada sampel tanah rizosfer, akar, daun C. asiatica maupun isolat kontrol positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beragam aktinobakteri endofit dapat ditemukan berasosiasi dengan C. asiatica dan membuka peluang besar untuk mengeksplorasi lebih lanjut potensial aktinobakteri endofit C. asiatica asal Indonesia.

Saran

Saran penelitian ini yaitu perlu kajian lebih lanjut tentang analisis keragaman aktinobakteri endofit yang dapat dikulturkan (culturable) dari tanaman C. asiatica, sehingga didapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai struktur komunitas aktinobakteri endofit C. asiatica. Hasil tersebut dapat dibandingkan dengan hasil analisis menggunakan pendekatan metagenomik ( culture-independent). Perlu dikaji aktivitas inhibitor α-glukosidase dari gen vldA yang merupakan gen penyandi inhibitor α-glukosidase yang telah terdeteksi pada aktinobakteri endofit tanaman C. asiatica.

32

DAFTAR PUSTAKA

Abdelmoaty MA, Ibrahim MA, Ahmed NS, Abdelaziz MA. 2010. Confirmatory studies on the antioxidant and antidiabetic effect of quercetin in rats. Ind J Clinic Biochem. 25(2):188-192.doi: 10.1007/s12291-010-0034-x. Akshatha VJ, Nalini MS, D’Souza C, Prakash HS. 2013. Streptomycete

endophytes from antidiabetic medicinal plants of the Western Ghats inhibit alpha-amylase and promote glucose uptake. Lett Appl Microbiol. 58:433-439. doi: 10.1111/lam.12209.

Bai L, Li L, Xul H, Minagawa K, Yul Y, Zhang Y, Zhoul X, Floss HG, Mahmud T, Deng Z. 2006. Functional analysis of the validamycin biosynthetic gene cluster and engineered production of validoxylamine A. Chem Biol. 13(4):387-397. doi: 10.1016/j.chembiol.2006.02.002.

Caruso M, Colombo AL, Fedeli L, Pavesi A, Quaroni S, Saracchi M, Ventrella G. 2000. Isolation of endophytic fungi and actinomycetes taxane producers. Ann Microbiol. 50:3-13.

Castillo U, Strobel G, Ford E, Hess W, Porter H, Jensen JB, Albert H, Robison R, Condron MA, Teplow DB, et al. 2002. Munumbicins, wide- spectrum antibiotics produced by Streptomyces NRRL 30562, endophytic on Kennedia nigriscans. Microbiol. 148:2675-2685. doi: 10.1099/00221287-148-9-2675.

Castillo U, Harper JK, Strobel GA, Sears J, Alesi K, Ford E, Lin J, Hunter M, Maranta M, Ge H, et al. 2003. Kakadumycins, novel anti biotics from Streptomyces sp. NRRL 30566, an endophyte of Grevillea pteridifolia. FEMS Microbiol Lett. 224(2):183-190. doi: 10.1016/S0378-1097(03)00426-9.

Coombs JT, Franco CMM. 2003. Isolation and identification of actinobacteria from surface sterilized wheat roots. J Appl Environ Microbiol. 69(9):5603-5608. doi: 10.1128/AEM.69.9.5603–5608.2003.

[CDA] Canadian Diabetes Association. 2008. Clinical practice Guidelines for the prevention and management of diabetes in Canada. Cand J Diab. 32:29. Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 2 Cetakan ke-IV.

Jakarta: Trubus Agriwidya.

de Sousa E, Zanatta L, Seifriz I, Creczynski-Pasa TB, Pizzolatti MG, Szpoganicz B, Silva FRMB. 2004. Hypoglycemic effect and antioxidant potential of kaempferol-3,7-O-(alpha)-dirhamnoside from Bauhinia forficata leaves. J Nat Prod. 67(5):829-832.doi: 10.1021/np030513u.

Dimkpa C, Svatos A, Merten D, Buchel G, Kothe E. 2008. Hydroxamate siderophores produced by Streptomyces acidiscabies E13 bind nickel and promote growth in cowpea (Vigna unguiculata L.) under nickel stress. Can J Microbiol. 54(3):163-72. doi: 10.1139/w07-130.

Dochhil H, Dkhar MS, Barman D. 2013. Seed germination enhancing activity of endophytic Streptomyces isolated from indigenous ethno medicinal plant Centella asiatica. Int J Pharm Bio Sci. 4(1):256-262.

Drzyzga O, Heras LF, Morales V, Llorens JMN, Perera J. 2011. Cholesterol degradationby Gordonia cholesterolivorans. App Environ Microbiol. 77(14): 4802-4810. doi: 10.1128/AEM.05149-1.

33 El-Gendy MMA, EL-Bondkly AMA. 2010. Production and genetic improvement

of a novel antimycotic agent, saadamycin, against dermatophytes and other clinical fungi from endophytic Streptomyces sp. Hedaya48. J Ind Microbiol Biotechnol. 37(8):831-841. doi: 10.1007/s10295-010-0729-2. Ezra D, Castillo UF, Strobel GA, Hess WM, Porter H, Jensen JB, Condron MAM,

Teplow DB, Sears J, Maranta M, Hunter M, Weber B, Yaver D. 2004. Coronamycins, peptide antibiotics produced by a verticillate Streptomyces sp. (MSU-2110) endophytic on Monstera sp. Microbiol. 150:785-793. doi: 10.1099/mic.0.26645-0.

Fiedler HP, Bruntner C, Riedlinger J, Bull AT, Knutsen G, Goodfellow M, Jones AL, Maldonado L, Pathom-aree W, Beil W et al. 2008. Proximicin A, Band C, novel amino furan antibiotic and anticancer compounds isolated from marine strains of the actinomycete Verrucosispora. J Antibiot.

Dokumen terkait