• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Evaluasi Sterilisasi Permukaan dan Profil DNA Genom Total

Uji kontrol negatif terhadap air bilasan terakhir dari proses sterilisasi menunjukkan bahwa tidak ada aktinobakteri yang tumbuh pada media HV (Humic Acid - Vitamin B Agar) (Lampiran 4). Hasil ini membuktikan bahwa proses sterilisasi permukaan berhasil dilakukan dan menguatkan dugaan bahwa DNA aktinobakteri yang berhasil diekstraksi berasal dari aktinobakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman (endofit). Hasil evaluasi kuantifikasi konsentrasi dan kemurnian dari ekstrak DNA tanah rizosfer dan jaringan tanaman C. asiatica dapat dilihat pada Lampiran 5. Konsentrasi DNA dari hasil NanoDrop pada sampel tanah rizosfer sebesar 16.4 ng/µL, sedangkan pada sampel jaringan tanaman berkisar 31.1-35.2 µg/µL. Konsentrasi DNA tertinggi diperoleh pada sampel daun sedangkan yang terendah diperoleh pada sampel stolon. Tingkat

kemurnian DNA diketahui dengan mengukur absorbansi sampel pada λ 260 nm dan λ 280 nm, kemudian menghitung besar rasio A260 terhadap A280. Rasio A260/A280 dari ekstrak DNA total keseluruhan sampel yang diperoleh berkisar 0.77-1.86 dengan rasio terendah ditunjukkan oleh sampel tanah.

Profil Gen 16S rRNA Aktinobakteri Tanah dan Endofit Centella asiatica

Analisis PCR gen 16S rRNA aktinobakteri dilakukan secara 2 tahap (nested-PCR) menggunakan 2 set primer spesifik untuk mendeteksi aktinobakteri. Produk PCR tahap pertama menggunakan primer 27F dan 16Sact1114R diperoleh ukuran target DNA ~1087 pb, hasil ini dijadikan cetakan DNA untuk proses PCR tahap kedua. Hasil tahap kedua menggunakan primer P338F-GC dan P518R diperoleh produk berukuran ~180 pb (Gambar 4).

Profil DGGE Gen 16S rRNA Aktinobakteri

Hasil nested-PCR gen 16S rRNA sebesar ~180 pb dielektroforesis dengan metode DGGE, untuk melihat keragaman aktinobakteri. Pita-pita yang terpisah pada gel DGGE merupakan pita yang berukuran sama (~180 pb) dengan komposisi basa nitrogen yang berbeda. Hasil separasi pada gel DGGE diperoleh 16 pita dominan dari tanah rizosfer dan tanaman C. asiatica (Gambar 5A). Berdasarkan pola distribusi pita menunjukkan bahwa pola komunitas aktinobakteri pada setiap sampel bervariasi. Dominansi komunitas dapat dilihat dari ketebalan pita yang muncul pada gel poliakrilamid. Interpretasi dari program Phoretix 1D terhadap gel DGGE menunjukkan bahwa komunitas aktinobakteri pada jaringan tanaman lebih beragam dibandingkan dengan tanah rizosfer. Pada

17 bagian daun terdapat 16 pita, stolon 14 pita, akar 12 pita dan terendah terdapat pada tanah rizosfer yaitu 10 pita (Gambar 5B). Data ini juga didukung oleh nilai index dari hasil analisis alpha diversity (Shannon-Wienner/He) (Tabel 2).

Gambar 4 Elektroforegram hasil PCR gen 16S rRNA aktinobakteri. A) Tahap 1 (kiri; ~1087 pb). B) Tahap 2 (kanan;~180 pb). Sumur dari kiri ke kanan; marker 1kb (M), tanah rizosfer (T), akar (A), stolon (S) dan daun (D).

(A) (B)

(C)

Gambar 5 Profil DGGE gen 16S rRNA aktinobakteri hasil nested-PCR (~180 pb). A) Elektroforegram DGGE gen 16S rRNA. B) Pita DGGE dari program Phoretix ID. C) re-PCR 16 pita hasil DGGE. Sumur dari kiri ke kanan; tanah rizosfer (T), akar (A), stolon (S), dan daun (D).

18

Sebanyak 16 pita DNA yang dominan telah berhasil dipotong dari gel DGGE. Pita-pita tersebut dipurifikasi dan diamplifikasi menggunakan primer yang sama (P338F dan P518R) akan tetapi tanpa GC-clamps. Proses PCR ini menghasilkan produk berukuran ~180 pb (Gambar 5C). Hasil PCR tersebut kemudian disekuensing untuk mengetahui urutan basa nukleotida sehingga dapat dianalisis dan dibuat pohon filogenetiknya.

Analisis Diversitas Aktinobakteri Berdasarkan Gen 16S rRNA

Pada penelitian ini, analisis Shannon-Wiener (He) digunakan untuk memperkirakan keanekaragaman mikroba pada setiap sampel berdasarkan hasil analisis intensitas pita menggunakan software Phoretix 1D (Lampiran 6). Nilai indeks yang tinggi menunjukkan keragaman spesies (pita) yang tinggi dalam sampel. Meskipun, nilai indeks He tidak berbeda nyata (2.176-2.57) pada masing- masing sampel, tetapi keragaman aktinobakteri pada jaringan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanah rizosfer. Nilai indeks He pada sampel daun, stolon dan akar secara berturut-turut adalah 2.57, 2.406, dan 2.261. Sementara, nilai indeks He tanah rizosfer adalah 2.176 (Tabel 3).

Tabel 3 Nilai indeks alpha diversity (Shannon-Wiener) aktinobakteri tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica.

Nilai Indeks Tanah Rizosfer Jaringan Tanaman C. asiatica Akar Stolon Daun

Shannon He 2.176 2.261 2.406 2.57

Tabel 4 Nilai indeks beta diversity (Dice similarity coefficient) aktinobakteri tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica.

Sampel Tanah Rizosfer Akar Stolon Daun Tanah Rizosfer

Akar 0.636

Stolon 0.583 0.846

Daun 0.538 0.786 0.933

Analisis beta diversity (Dice similarity coefficient/SD) digunakan untuk menjelaskan kemiripan komposisi spesies (pita) antar sampel. Nilai indeks SD yang mendekati 1 menunjukkan adanya kemiripan yang tinggi dari komposisi spesies (pita) antar sampel yang dibandingkan. Hasil untuk aktinobakteri endofit menunjukkan bahwa struktur komunitas antar sampel memiliki kemiripan yang relatif tinggi dengan nilai indeks SD yaitu, 0.786-0.933. Nilai indeks tertinggi ditemukan pada sampel daun dengan stolon (0.933). Sedangkan, struktur komunitas pada jaringan tanaman (daun, stolon, dan akar) dan tanah rizosfir memiliki kemiripan yang relatif rendah dengan nilai indeks SD 0.538-0.636 (Tabel 4). Data ini juga didukung oleh analisis kluster (Gambar 6).

Analisis kluster dengan data biner digunakan untuk melihat kemiripan serta hubungan antar sampel. Analisis kluster kemiripan komunitas berdasarkan

19 pola sebaran pita DGGE menunjukkan bahwa aktinobakteri di tanah dan endofit memiliki kemiripan <75%. Hal tersebut mengindikasikan terdapatnya perbedaan pola komunitas antara endofit (jaringan tanaman) dengan non-endofit (tanah rizosfer). Pola komunitas aktinobakteri endofit pada daun memiliki kemiripan 95% dengan stolon dan keduanya berbeda 10% dengan akar (Gambar 6). Hasil ini juga dikonfirmasi oleh data analisis Dice similarity coefficient/SD (Tabel 4). Sampel akar berada pada kluster yang terpisah dari sampel daun dan stolon.

Gambar 6 Kluster kemiripan komunitas aktinobakteri di tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica.

Pohon Filogenetik Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA

Hasil BLAST.N menunjukkan 16 pita memiliki hubungan kekerabatan dengan identitas maksimum berkisar 83-100% terhadap 3 famili dari aktinobakteri. Sebanyak 7 pita diketahui berkerabat dengan famili Streptomycetaceae, 5 pita adalah famili Micromonosporaceae dan 1 pita termasuk ke dalam famili Gordoniaceae. Tiga pita lainnya yaitu pita 6, 10, dan 13 masih dinyatakan sebagai unculturable (Tabel 5). Dari famili-famili tersebut diperoleh 6 genus, yaitu Streptomyces, Verrucosispora, Actinoplanes, Couchioplanes, Micromonospora, dan Gordonia. Streptomyces merupakan genus yang paling sering ditemukan pada hampir seluruh sampel baik tanah rizosfer maupun jaringan tanaman.

Famili Streptomycetaceae terdiri atas 5 spesies yaitu Streptomyces graminilatus JL-6, S. rapamycinicus ATCC 29253, S. acidiscabies ATCC 49003, S. atacamensis C60, dan Streptomyces sp. SPMA 134. Pada famili Micromonosporaceae terdapat 4 spesies dan genera yang diperoleh, diantaranya adalah Verrucosispora wenchangensis 234402, Couchioplanes caeruleus SCC 1014, Micromonospora schwarzwaldensis HKI0641, dan Actinoplanes brasiliensis IFO13938. Famili Gordoniaceae hanya ditemukan 1 spesies yaitu Gordonia otitidis IFM 10032. Tiga spesies yang masih dinyatakan sebagai Unculturable yaitu, Uncultured bacterium isolate DGGE gel band sxvpb21, Uncultured bacterium clone B03_294, dan Uncultured bacterium clone 7N227hH82 (Tabel 4).

Berdasarkan analisis BLAST.N pita 6, 12, 13, dan 16 memiliki identitas maksimum kemiripan <97% dari total sekuen sepanjang ~160 pb (Tabel 5, Lampiran 3). Analisis filogenetik menunjukkan bahwa secara umum keseluruhan sekuen pita yang diperoleh memiliki konsistensi dengan sekuen strain pembanding dari hasil BLAST.Ndan terpisah dari kluster outgroupPseudomonas aeruginosa RJ 16 (bakteri Gram negatif ) (Gambar 7).

18

Tabel 5 Homologi sekuen gen 16S rRNA aktinobakteri tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica. Famili Pita Referensi Strain (GenBank) Query cover

(%) Similarity (%) Total Basa (GenBank/ DGGE Band) Range No.Akses Gordoniaceae 1 Gordonia otitidis IFM 10032 100 99 161/163 328-490 NR_040988.1

Micromonosporaceae

2 Verrucosispora wenchangensis 234402 99 100 162/162 336-497 NR_117920.1 3 Couchioplanes caeruleus SCC 1014 99 100 162/162 305-466 NR_037054.2 11 Micromonospora schwarzwaldensis HK10641 99 99 161/162 319-480 NR_118561.1 7, 15 Actinoplanes brasiliensis IFO13938 99 100 162/162 319-480 NR_115628.1

Streptomycetaceae

4 Streptomyces graminilatus JL-6 100 100 163/163 321-483 NR_125579.1 5 Streptomyces rapamycinicus ATCC 29253 100 99 161/163 290-452 NR_044199.1 8 Streptomyces acidiscabies ATCC 49003 100 99 161/163 325-487 NR_116534.1 9 Streptomyces acidiscabies ATCC 49003 100 100 163/163 325-487 NR_116534.1 12 Streptomyces sp. SPMA 134 100 83 137/166 255-418 HQ_340166.1 14 Streptomyces acidiscabies ATCC 49003 100 98 160/163 325-487 NR_116534.1 16 Streptomyces atacamensis C60 98 94 154/163 314-476 NR_108859.1

Unculturable

6 Unculturable bacterium isolate DGGE gel band sxvpb21 100 87 141/162 19-180 KC_961605.1 10 Unculturable bacterium clone B03_294 100 99 159/160 252-411 KM_498329.1 13 Unculturable bacterium 7N227Hh82 100 96 155/161 252-411 KJ_853606.1 *Keterangan: ATCC= American Type Culture Collection, IFM= Research Center for Pathogenic Fungi and Microbial Toxicoses, Chiba

University, Japan, IFO= Institute for Fermentation, Osaka, Japan.

19

Gambar 7 Pohon filogenetik 16 sekuen pita berdasarkan gen 16S rRNA aktinobakteri hasil analisis DGGE (metode Neighbour Joining, model Kimura 2-paramater (K2), nilai bootstrap 1000×).

22

Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Sekuen Basa dari 13 Pita DGGE yang Membagi Kedalam 3 Famili Aktinobakteri.

Tiga belas pita DGGE terbagi atas 3 kluster famili aktinobakteri yaitu Gordoniaceae, Micromonosporaceae dan Streptomycetaceae. Perbedaan kelompok famili dalam suatu komunitas mikrob dapat ditentukan oleh perbedaan sekuen basa nukleotidanya. Hasil analisis SNP dari 13 pita DGGE tersebut menunjukkan bahwa diantara daerah konservatifnya ditemukan sekuen basa tunggal yang berbeda pada urutan basa ke-99 (Tabel 6, Lampiran 7). Satu pita DGGE yang termasuk kedalam famili Gordoniaceae memiliki basa T yang diganti dengan basa C pada 5 pita DGGE yang termasuk kedalam famili Micromonosporaceae, sedangkan 7 pita DGGE yang termasuk kedalam famili Streptomycetaceae diganti dengan basa A.

Tabel 6 Single Nucleotide Polymorphism pada 13 pita yang mengelompokkan keseluruhan sekuen pita kedalam 3 famili.

Famili Referensi Strain

(GenBank) Pita

Perbedaan Urutan Basa Nukleotida

Basa 99 Gordoniaceae Gordonia otitidis IFM 10032 C

1 T Micromonosporaceae Verrucosispora wenchangensis 234402 C 2 C 3 C 11 C 7 C 15 C Streptomycetaceae

Streptomyces acidiscabies ATCC

49003 A 4 A 5 A 8 A 9 A 12 A 14 A 16 A

Kelimpahan Komunitas Aktinobakteri pada Tanah Rizozfer dan Endofit

Centella asiatica.

Sebanyak 1 spesies dari 16 spesies aktinobakteri yang diperoleh, hanya ditemukan pada tanah yaitu pita yang memiliki kemiripan 98% dengan Gordonia otitidis IFM 10032 (Gambar 8A). Hasil DGGE ini juga diperoleh 8 spesies yang hanya ditemukan sebagai endofit C. asiatica, 1 spesies diantaranya hanya ditemukan pada akar yaitu, S. acidiscabies ATCC 49003. Tiga spesies endofit lainnya hanya ditemukan pada daun dan stolon yaitu 1 spesies teridentifikasi sebagai unculturable (Uncultured bacteriumclone 7N227hH82), Streptomyces sp. SPMA 134 dan S. acidiscabies ATCC 4900346. Spesies S. atacamensis C60,

23 Uncultured bacterium isolate DGGE gel band sxvpb21 dan Uncultured bacterium clone B03_294 pada penelitian ini juga ditemukan hanya sebagai endofit yang tersebar pada bagian daun, stolon, dan akar C. asiatica. Tujuh spesies dari famili Micromonosporaceae dan Streptomycetaceae dapat ditemukan ditanah dan sebagai endofit pada penelitian ini (Gambar 8A dan 8B), diantaranya adalah C. caeruleus SCC 1014, M. schwarzwaldensis HKI0641, V. wenchangensis 234402T, A. brasiliensis IFO13938, S. graminilatus JL-6, S. acidiscabies ATCC 49003 dan S. rapamycinicus ATCC 29253.

(A) (B)

Gambar 8 Kelimpahan komunitas aktinobakteri. A) kelimpahan aktinobakteri tanah rizosfer (T) dan endofit Centella asiatica (E). B) Kelimpahan aktinobakteri endofit pada organ tanaman Centella asiatica. Stolon (S), akar (A), dan daun (D).

Profil Gen Penyandi Inhibitor α-Glukosidase.

Deteksi gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor α-glukosidase diamplifikasi menggunakan primer gen vldA (2-epi-5-epi-valiolone synthase) yang didesain oleh Sigh et al. (2006). Hampir semua sampel seperti tanah rizosfer, akar, dan daun C. asiatica serta isolat kontrol Streptomyces sp. BWA 65 memberikan hasil positif terhadap amplifikasi gen tersebut, kecuali stolon. Hal ini ditandai dengan adanya produk amplifikasi berukuran ~500 pb (Gambar 9). Profil Pita DGGE Dibandingkan dengan Aktinobakteri yang Memiliki Gen

Penyandi Inhibitor α-Glukosidase Berdasarkan Analisis SNP.

Hasil BLAST.N dari analisis gen 16S rRNA ditemukan 5 pita DGGE (pita 2, 3, 7, 11, dan 15) yang memiliki kemiripan 98-99% dengan Actinoplanes sp. SE50/110 dan 4 pita DGGE (pita 4, 8, 9, dan 14) yang memiliki kemiripan 98- 99% dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (Tabel 7). Terkait dengan keberadaan gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor α-glukosidase (antidiabetes) Actinoplanes sp. SE50/110 diketahui memiliki gen acbC (sedoheptulosa-7-fosfat siklase) yang menyandikan senyawa acarbose (inhibitor

24

memiliki gen valA (2-epi-5-epi-valiolone synthase) yang homolog dengan gen vldA yang digunakan sebagai primer dalam penelitian ini.

Gambar 9 Elektroforegram hasil PCR gen inhibitor α-glukosidase. Sumur dari kiri ke kanan; marker 1kb, tanah rizosfer (T), akar (A), daun (D), Streptomyces sp. BWA 65 (Bw).

Tabel 7 Homologi sekuen 9 pita DGGE dari analisis gen 16S rRNA aktinobakteri tanah rizosfer dan endofit Centella asiatica.

Famili Pita Referensi Strain

(GenBank) Query cover (%) Similarity (%) Total Basa (GenBank/ DGGE Band) Range No.Akses Microm onospora ceae 2 Actinoplanes sp. SE50/110 99 99 160/162 336-497 NR_074431.1 3, 7, 15 Actinoplanes sp. SE50/110 99 99 161/162 336-497 NR_074431.1 11 Actinoplanes sp. SE50/110 99 98 159/162 336-497 NR_074431.1 Streptom ycetace ae 4, 9 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 99 162/163 337-499 NR_074563.1 8 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 98 160/163 337-499 NR_074563.1 14 Streptomyces hygroscopicus subsp. Jinggangensis 5008 100 98 159/163 337-499 NR_074563.1

25 Lima pita DGGE (pita 2, 3, 7, 11, dan 15) memiliki kemiripan dengan Actinoplanes sp. SE50/110 yang berada pada urutan basa 336-497 dari total 1505 pasang basa (Gambar 10). Analisis SNP pada lima pita DGGE terhadap Actinoplanes sp. SE50/110 mendeteksi adanya beberapa perbedaan basa pada urutan ke 30, 39, 105, 106, dan 137 (Tabel 8, Lampiran 8). Perbedaan basa tersebut dapat berpengaruh terhadap nilai persentase kemiripan strain pembandingnya. Pita 11 dengan perbedaan basa yang lebih banyak terlihat memiliki persentase kemiripan yang lebih rendah (98%) terhadap Actinoplanes sp. SE50/110 dibandingkan keempat pita lainnya (99%) (Tabel 7).

Gambar 10 Ordinal sekuen basa 5 pita DGGE yang mirip dengan Actinoplanes sp. SE50/110.

Tabel 8 Single Nucleotide Polymorphism pada 5 pita dengan strain pembanding Actinoplanes sp. SE50/110.

Keterangan Perbedaan Urutan Basa Nukleotida (Basa ke-)

30 39 105 106 137 Actinoplanes sp. SE50/110 G T C A C Pita 2 G T T G C Pita 3 G T T A C Pita 11 A C T A C Pita 7 G T C A T Pita 15 G T C A T

Empat pita DGGE (pita 4, 8, 9, dan 14) memiliki kemiripan dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 yang berada pada urutan basa 337-499 dari total 1514 pasang basa (Gambar 11). Hasil analisis SNP pada 4 pita DGGE terhadap S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 mendeteksi perbedaan beberapa basa yang mempengaruhi nilai persentase kemiripannya (Lampiran 9). Semakin tinggi jumlah basa yang sama maka semakin tinggi pula persentase kemiripannya. Pita 14 memiliki jumlah basa yang sama lebih sedikit (2 basa) dibandingkan ketiga pita lainnya, sehingga pita 14 memiliki nilai persentase kemiripan yang lebih rendah terhadap S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 (98%). Pita 14 memiliki 4 basa yang berbeda dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008, yaitu pada basa ke-30, 105, 123, dan 152. Pada S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008 basa ke-30, 105, 123, dan 152 yaitu A, A, G, A, sedangkan pada pita 14 diganti dengan G, T, T, C, secara berurutan (Tabel 9).

26

Gambar 11 Ordinal sekuen basa 4 pita DGGE yang mirip dengan S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008.

Tabel 9 Single Nucleotide Polymorphism pada 5 pita dengan strain pembanding S. hygroscopicus subsp. jinnggangensis 5008.

Keterangan Perbedaan Urutan Basa Nukleotida (Basa ke-)

30 35 92 105 123 152 S. hygroscopicus A C C A G A Pita 4 A C C C G A Pita 8 G A T A G A Pita 9 G C C A G A Pita 14 G C C T T C Pembahasan

Efektifitas Sterilisasi Permukaan dan Profil Ekstrak DNA Genom Total Mikrob endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang telah disterilisasi permukaan. Sterilisasi ini bertujuan untuk menghilangkan mikrob epifit yang berada di permukaan tanaman (Coombs dan Franco 2003). Evaluasi sterilisasi permukaan dilakukan untuk memastikan bahwa DNA aktinobakteri yang terekstraksi berasal dari dalam jaringan tanaman. Uji kontrol negatif pada media HV telah menunjukkan bahwa protokol sterilisasi permukaan yang dilakukan efektif dalam menghilangkan semua mikrob epifit (Lampiran 4). Media HV mengandung antibiotik sikloheksamida yang dapat menekan pertumbuhan cendawan dan asam nalidiksat untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram negatif. Sehingga media ini sangat efektif digunakan untuk mengkonfirmasi keberhasilan sterilisasi permukaan (Coombs dan Franco 2003). Selain itu, asam humat dalam media HV dapat digunakan oleh aktinobakteri sebagai sumber nutrisi untuk proses sporulasi (Seong et al. 2001).

Kuantitas dan kualitas ekstrak DNA genom sangat menentukan keberhasilan suatu analisis molekuler. Konsentrasi dan kemurnian DNA pada keseluruhan sampel masing-masing berkisar 16.4-35.2 ng/µL dan 0.77-1.86 (Lampiran 5). Menurut Sambrook dan Russel (2001), ekstrak DNA yang baik digunakan untuk berbagai tujuan analisis adalah molekul DNA murni dengan nilai rasio A260/A280 yang berada di kisaran 1.8-2.0. Nilai rasio A260/A280 yang lebih kecil dari 1.8 menandakan bahwa DNA mengalami kontaminasi oleh protein dan senyawa organik, seperti asam humat yang banyak terdapat di tanah. Akan

27 tetapi hal tersebut tidak menjadi kendala dalam proses amplifikasi. Sampel tanah dengan kemurnian 0.77 dapat di amplifikasi dengan baik.

Komunitas Aktinobakteri Tanah Rizosfer dan Endofit Centella asiatica

Penerapan teknik biologi molekuler untuk mendeteksi dan mengidentifikasi mikroorganisme oleh penanda molekuler tertentu, seperti 16S rRNA atau gen pengkode lainnya, saat ini lebih sering digunakan untuk mengeksplorasi keragaman mikroba dan menganalisis struktur komunitas mikroba (Muyzer dan Smalla 1998). Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariot subunit 30S yang umum digunakan untuk menentukan hubungan filogenetik antar spesies prokariot. Gen 16S rRNA aktinobakteri dari tanah rizosfir dan jaringan tanaman C. asiatica dianalisis menggunakan 2 set primer spesifik untuk mendeteksi aktinobakteri (Martina et al. 2008). Primer 27F di desain untuk mengamplifikasi seluruh domain bakteri dan primer 16Sact1114R didesain dari 202 aktinobakteri dengan misspriming sebesar 1.3%. Sedangkan primer P338F dan P518R didesain untuk mengamplifikasi seluruh daerah V3 dari bakteri (Overeas et al. 1997). Daerah V3 merupakan daerah hipervariabel pada gen 16S rRNA yang mampu menyediakan informasi filogenetik yang memadai mengenai bakteri yang terdapat pada sampel (Huse et al. 2008). Primer ini juga telah digunakan oleh Primanita et al. (2015) untuk mempelajari keragaman aktinobakteri endofit dari tanaman obat Tinospora crispa, dengan PCR-DGGE.

Berdasarkan analisis BLAST.N terdapat 4 pita yang diindikasikan sebagai novel spesies, karena keempat sekuen DNA tersebut memiliki homologi < 97.5% dengan sekuen strain pembanding yang terdapat pada GenBank database. Menurut Stackebrandt dan Goebel (1994), sekuen gen 16S rRNA yang memiliki homologi < 97.5% dapat dinyatakan sebagai spesies yang berbeda atau novel spesies. Adanya indikasi novel spesies membuka peluang besar untuk mendapatkan novel gen yang potensial, yang dapat dipelajari dan dikembangkan lebih lanjut.

Pola distribusi pita DNA pada gel DGGE menunjukkan bahwa komunitas aktinobakteri di jaringan tanaman sedikit lebih beragam daripada tanah rizosfer (Gambar 5A). Hal ini juga didukung oleh hasil analisis alpha diversity (Tabel 3). Tingginya tingkat kolonisasi mikrob endofit pada daun diduga berhubungan dengan posisi daun C. asiatica yang rendah dan dekat dengan tanah. Kondisi ini akan memfasilitasi penetrasi dan kolonisasi endofit dalam jaringan daun (Rakotoniriana et al. 2007). Mikrob endofit menemukan tanaman inangnya dapat melalui mekanisme kemotaksis, elektrotaksis, atau kontak langsung, dan akan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka, stomata, lentisel, dan zona akar (Tan dan Zou 2012). Adanya kompetisi antar komunitas mikrob diduga menjadi penyebab rendahnya komunitas aktinobakteri di rizosfer. Populasi dan keragaman endofit berhubungan dengan berbagai faktor seperti kondisi lingkungan dan tanah, lokasi, jenis tanaman, umur tanaman dan jenis jaringan atau organ (Rafat et al. 2012). Hasil penelitian Primanita et al. (2015) juga memperoleh kelimpahan dan keragaman aktinobakteri endofit T. Crispa yang lebih besar dibandingkan dengan tanah rizosfer (non-endofit).

28

Kluster kemiripan komunitas aktinobakteri dan hasil dari analisis beta diversity mengindikasikan bahwa terdapatnya perbedaan pola komunitas aktinobakteri pada setiap sampel (Tabel 3, Gambar 6). Meskipun demikian, beberapa komunitas aktinobakteri yang sama juga ditemukan pada sampel yang berbeda (Gambar 8A, B). Khususnya pada tanaman, mikrob endofit dapat bermigrasi ke bagian organ lain melalui ruang interseluler dan berkas pembuluh (Tian et al. 2007). Distribusi endofit dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengkolonisasi dan ketersediaan sumber nutrisi dalam jaringan tanaman. Hal ini mengakibatkan komposisi komunitas endofit pada setiap jaringan tanaman berbeda (Zakria et al. 2007). Tingginya kolonisasi endofit pada jaringan daun C. asiatica diduga juga terkait dengan ketersediaan sumber nutrisi yang berupa fotosintat dalam jaringan tersebut. Hasil penelitian Surette et al. (2003) menunjukkan bahwa komposisi komunitas endofit pada area crown dari Daucus carota lebih tinggi dibandingkan pada area jaringan metaxylem. Keberadaan fotosintat yang lebih tinggi pada area crown, akan menyediakan lebih banyak sumber nutrisi bagi komunitas endofit untuk berkembang biak.

Perbedaan pola komunitas ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap keragaman aktinobakteri, tetapi hanya memberikan pengaruh terhadap dominansi masing-masing komunitas aktinobakteri pada setiap sampel. Dominansi komunitas dan ketebalan setiap pita DGGE menunjukkan kelimpahan relatif suatu komunitas aktinobakteri (Nimnoi et al. 2010). Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa pita 10 (Uncultured bacterium clone B03_294 (99%)) memiliki kelimpahan tertinggi dan ditemukan pada seluruh jaringan tanaman (daun, akar, dan stolon) (Gambar 5A). Kemungkinan pita ini adalah komunitas aktinobakteri endofit yang mampu membentuk asosiasi dengan tanaman inangnya, yaitu C. asiatica. Adanya kompetisi yang kuat dengan mikrob rizosfer lainnya, diduga menjadi penyebab tidak ditemukannya komunitas tersebut di rizosfer. Mikrob Unculturable memiliki potensi besar sebagai sumber senyawa bioaktif yang penting di berbagai bidang (Zeyaullah et al. 2009).

Profil DGGE pada penelitian ini, menunjukkan bahwa struktur komunitas aktinobakteri endofit pada tanaman C. asiatica terdiri atas 3 famili yaitu, Gordoniaceae, Streptomycetaceae, dan Micromonosporaceae. Komunitas famili Gordoniaceae hanya ditemukan pada sampel tanah rizosfer. Genus Gordonia dapat diisolasi dari lingkungan seperti tanah dan area tumpahan minyak yang diketahui berperan penting dalam bioremediasi dan biodegradasi polutan (Xue et al. 2003). Dalam bidang kesehatan spesies Gordonia yaitu Gordonia cholesterolivorans dikenal mampu mendegradasi kolesterol (Drzyzga et al. 2011). Famili berikutnya adalah Streptomycetaceae. Beberapa spesies Streptomyces juga ditemukan di tanah dan sebagai endofit pada penelitian ini. Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sama bahwa Streptomyces adalah genus yang paling sering ditemukan pada tanah rizosfer, akar, dan batang tanaman padi (Mahyarudin et al. 2015; Tian et al. 2007). Streptomyces bersifat ubiquitus dan dikenal sebagai genus aktinobakteri yang distribusinya paling luas dialam. Spesies-spesies dari famili Streptomyceae telah banyak dilaporkan mampu memproduksi berbagai senyawa bioaktif yang berperan penting dalam bidang kesehatan, pertanian dan industri. S. acidiscabies telah diketahui mampu memproduksi senyawa siderofor yang dapat memacu pertumbuhan tanaman Vigna unguiculata (Dimkpa et al. 2008). Dochhil et al. (2013) juga melaporkan bahwa Streptomyces. sp endofit C.

29 asiatica mampu memproduksi indole asetic acid (IAA) yang dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit Phaseolus vulgaris. Streptomyces sp. endofit Leucas ciliata dan Rauwolfia densiflora mampu menghasilkan

senyawa inhibitor α-amilase yang juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes melitus (Akshatha et al. 2013).

Komunitas famili Micromonosporaceae dapat ditemukan pada semua sampel baik tanah rizosfer maupun jaringan tanaman C. asiatica. Genus Micromonospora tersebar luas di alam termasuk tanah dan baru-baru ini diketahui bahwa genus tersebut mampu membentuk asosiasi dengan tanaman. Genus ini telah ditemukan sebagai endofit pada akar padi oleh Tian et al. (2007). Dalam bidang kesehatan spesies Micromonospora endofit juga dikenal mampu menghasilkan banyak antibiotik, seperti adalah antrakuinon dan lupinacidins A dan B yang memiliki aktivitas antitumor (Igarashi et al. 2007). M. schwarzwaldensis HKI0641yang terisolasi dari sampel tanah di Black Forest, Jerman juga diketahui mampu memproduksi antibiotik telomycin (Gurovic et al. 2013). Genus Verrucosispora dilaporkan dapat diisolasi dari sedimen laut dalam, rawa gambut, dan tanah bakau (Xie et al. 2012), dan sebelumnya tidak ada yang melaporkannya sebagai endofit. V. wenchangensis 234402T telah terisolasi dari tanah bakau di Wenchang, Cina (Xie et al. 2012). Genus tersebut berpotensi besar dalam menghasilkan sumber senyawa bioaktif baru, seperti senyawa proximicins yang bersifat antibakteri dan antitumor (Fiedler et al. 2008). Genus Actinoplanes juga banyak dilaporkan mampu memproduksi berbagai senyawa bioaktif penting yang berperan dalam bidang kesehatan seperti, antibakterial dan antifungal (Kasai et al. 2000). Spesies Actinoplanes sp. SE50/110 diketahui mampu menghasilkan

senyawa inhibitor α-glukosidase yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2 (Zhang et al. 2003).

Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Region V3 Sekuen Pita DGGE

Dokumen terkait