• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Activity Based Costing

Sistem Activity Based Costing (ABC) merupakan salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari sistem akuntansi biaya konvensional.

Activity Based Costing adalah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.

Activity Based Costing menyediakan informasi perihal aktivitas-akrivitas dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut (Islahuzzaman, 2011:39).

ABC (Activity Based Costing) sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan Hongren (2008).

` Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:

1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective

2. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.

3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy Sistem ini dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan dalam suatu perusahaan, sehingga wajar bila pengalokasian biaya-biaya tidak langsung dilakukan berdasarkan aktivitas tersebut.

Activity Based Costing memiliki perbedaan dengan sistem akuntansi biaya tradisional, menurut Garrison dan Noreen (2000 : 343) perbedaan activity based costing dengan sistem akuntansi biaya tradisional antara lain :

1) Biaya produksi dan non-produksi dibebankan ke produk.

Dalam akuntansi tradisional, hanya biaya produks i yang dibebankan ke produk. Beban penjualan, administrasi dan umum diperlakukan sebagai beban periodik dan tidak dibebankan ke produk.

Komisi tenaga penjualan dapat dengan mudah ditelusuri ke produk, oleh karena itu dalam activity based costing biaya non produksi tersebut dibebankan ke produk.

2) Beberapa biaya produksi tidak dimasukkan ke biaya produk.

Dalam akuntansi tradisional semua biaya produksi dibebankan ke produk bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk.

Sebagai contoh, upah untuk keamanan pabrik dialokasikan ke produk meskipun upah penjaga keamanan tersebut tidak terpengaruh apakah

perusahaan berproduksi atau tidak. Dalam activity based costing hanya biaya yang mempengaruhi produk yang akan dibebankan ke produk

3) Ada sejumlah pool biaya overhead, setiap pool dialokasikan ke produk dan objek costing lainnya dengan menggunakan ukuran aktivitas masing-masing yang khususus.

Dalam activity based costing setiap pool dialokasikan ke produk dengan menggunakan ukuran aktivitas yaitu dengan mengidentifikasi aktivitas utama seperti batch set up, pemrosesan order pembelian dan aktivitas lainnya yang mengkonsumsi overhead pabrik.

4) Basis alokasi biasanya berbeda dengan basis alokasi dalam sistem akuntansi biaya tradisional.

Dalam akuntansi biaya tradisional pembebanan biaya overhead pabrik menggunakan cost driver yang berbasis volume atau cost driver berlevel unit seperti jam kerja langsung, jam mesin dan unit output.

Sedangkan dalam activity based costing, sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang dilakukan dihubungkan ke objek biaya seperti produk.

5) Tarif overhead atau tingkat aktivitas disesuaikan dengan kapasitas aktivitas dan bukannya dengan kapasitas yang dianggarkan.

Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead yang ditentukan di muka dihitung dengan membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan. Hal ini akan mengakibatkan pembebanan kapasitas yang menganggur ke produk dan juga akan menyebabkan biaya produksi per unit yang tidak stabil. Berbeda dengan

activity based costing, dimana produk hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak dibebani oleh biaya kapasitas yang tidak digunakan. Pendekatan ini menyebabkan biaya per unit yang lebih stabil dan konsisten dengan tujuan pembebanan biaya ke produk yang menyebabkan aktivitas

Garrison menambahkan ABC biasanya digunakan sebagai pelengkap bukan sebagai pengganti sistem biaya yang biasa dipakai perusahaan.

Kebanyakan perusahaan yang menggunakan ABC memiliki dua sistem biaya, sistem biaya resmi yang disiapkan untuk laporan keuangan eksternal dan ABC yang digunakan untuk pengambilan keputusan internal dan untuk menjalankan aktivitas.

Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan menjual produk digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:

a. Facility sustaining activity cost - biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci

b. Product sustaining activity cost - biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk.

c. Bacth activity cost - biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya setup mesin.

d. Unit level activity cost - biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja.

Dari definisi-definisi diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.

2. Kriteria Penerapan Activity Based Costing System Pada Perusahaan a. Prosedur Activity Based Cosring

Dalam penerapannya, terdapat beberapa kriteria penerapan Activity Based Costing pada perusahaan, antara lain :

1. Product diversity

Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman product families yang ditawarkan. Dalam hal ini semakin banyak produk yang dihasilkan, maka semakin cocok menggunakan analisis ABC. Hal ini dikarenakan jika semakin banyak beragam produk yang dihasilkan akan berakibat semakin beragam pula aktivitasnya sehingga semakin tinggi pula tingkat distorsi biaya.

2. Support diversity

Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas yang mengakibatkan tingginya pengeluaran biaya overhead. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead.

Jadi, semakin banyak jumlah dan keanekaragaman aktivitas maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

3. Common processes

Menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk menghasilkan produk-produk tertentu sehingga biaya periode masing-masing produk sulit dipisahkan.

Kegiatan bersama tersebut misalnya : kegiatan manufacturing, engineering, marketing, distribution, accounting, material handling dan sebagainya. Banyaknya departemen yang diperlukan dalam menjalankan operasi perusahaan akan menyebabkan banyaknya common cost. Hal itu berdampak pada sulitnya alokasi biaya per produk. Jadi, semakin tinggi tingkat common processes maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

4. Period cost allocation

Menunjukkan kemampuan sistem akuntansi biaya yang ada mengalokasikan biaya periode secara akurat. Biaya periode merupakan biaya uang diidentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlukan untuk memperoleh barang atau produk yang akan dijual.

Untuk dapat memperkecil biaya produk maka lebih disarankan biaya

agar biaya periode menjadi proporsi yang paling besar dalam produk. Perusahaan yang telah menerapkan hal tersebut maka cocok untuk menggunakan analisis ABC.

5. Rate of growth of period costs

Menunjukkan tingkat kecepatan pertumbuhan biaya periode sepanjang tahun. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat akan akan sulit untuk mengalokasikan biaya, dan sehingga tingkat kemungkinan untuk terjadinya distorsi biaya menjadi tinggi. Maka perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat, cocok dalam penggunaan analisis ABC.

6. Pricing freedom

Menunjukkan tingkat independensi perusahaan dalam menentukan harga sehingga menghasilkan product profitability.

Perusahaan yang memiliki ketidakbebasan dalam menentukan harga biasanya disebabkan adanya persaingan dengan kompetitor dalam pasar. Persaingan tersebut berdampak pada penentuan biaya yang tepat bagi perusahaan. Maka perusahaan yang tidak memiliki tingkat independensi untuk menentukan harga maka perusahaan tersebut cocok dengan menggunakan analisis ABC.

7. Period expense ratio

Menunjukkan kemungkinan terjadinya distorsi biaya produk secara material. Ini berkaitan dengan seberapa tingkat pengaruh penurunan ataupun kenaikan biaya dengan proporsi laba. Jika laba

perusahaan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.

8. Strategic considerations

Menunjukkan seberapa penting informasi biaya dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan manajemen.

Keputusan yang diambil oleh manajemen berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan, tidak hanya terbatas pada strategi pemasaran. Sehingga semakin penting informasi biaya dalam pengambilan keputusan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.

9. Cost reduction effort

Menggambarkan seberapa penting akurasi pelaporan alokasi biaya periode untuk pengambilan keputusan internal manajemen.

Adanya keakuratan pelaporan alokasi biaya periode juga berkaitan dengan evaluasi bagi internal manajemen. Pihak manajemen dapat menggunakan informasi yang disajikan dalam laporan tersebut untuk membuat kebijakan yang lebih tepat pada kemudian hari. Jadi, semakin tinggi tingkat kepentingan akurasi maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

10. Analysis of frequency

Menunjukkan tinggi rendahnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis biaya pada produk. Banyak kegiatan berkaitan dengan frekuensi kebutuhan informasi biaya. Semakin tinggi

tingkat frekuensinya maka tingkat keakuratan alokasi biaya pun juga semakin dibutuhkan. Maka semakin tinggi tingkat frekuensinya, perusahaan semakin cocok menggunakan analisis ABC.

1. Cost drive dan cost pool

Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur dan digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk, atau jasa. Cost driver menurut Rudianto (2006 : 275) adalah faktor –faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Dua jenis pemicu biaya yang dikenal adalah :

a. Pemicu sumber daya (resource driver)

Adalah ukuran kuantitas sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas. Pemacu sumber daya digunakan untuk membebankan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas ke cost pool tertentu.

b. Pemicu aktivitas (activity driver)

Adalah ukuran frekuensi dan intensitas permintaan terhadap suatu aktivitas terhadap objek biaya. Pemicu biaya aktivitas digunakan untuk membebankan biaya dari cost pool ke objek biaya.

Ada dua hal mendasar yang harus dipahami sebelum kemungkinan penerapan metode ABC, yaitu :

a. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan

overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisional pun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sistem ABC kehilangan relevansinya. Artinya, Activity Based Costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.

b. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem ABC justru tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisonal atau sistem ABC membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama.

Jadi, perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.

b. Manfaat, Kelebihan dan Keterbatasan Sistem Activity Based Costing 1. Manfaat Sistem Activity Based Costing

Manfaat sistem activity based costing sebagai berikut :

- Membantu mengidentifikasikan ketidakefisienan yang terjadi dalam

proses produksi, baik per departemen, per produk ataupun per aktivitas. Hal ini mungkin dilakukan dengan dengan proses Activity Based Costing, mengingat penerapan sistem Activity Based Costing harus dilakukan melalui analisis atas aktivitas yang terjadi diseluruh perusajaan. Sehingga perusahaan/manager dapat mengetahui dengan jelas tentang biaya yang seharusnya dikeluarkan dan biaya yang seharusnya tidak di keluarkan.

- Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya asas suatu objek biaya menjadi lebih akurat, hal ini, disebabkan karena perusahaan lebih mengenalperilaku biaya overhead pabrik dan dapat membantu mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk objek biaya yang lebih menguntukan.

- Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya overhead pabrik) kepada level individual dan level departemental. Hal ini dapat dilakukan mengingat Activity Based Costing lebih fokus pada biaya per unit dibandingkan biaya total.

2. Kelebihan Sistem Activity Based Costing

Kelebihan dari sistem Activity Based Costing sebagai berikut :

- Biaya produk yang lebih akurat, baik pada industri manufaktur maupun industri jasa lainnya khususnya jika memiliki proporsi

biaya overhead pabrik yang lebih besar.

- Biaya activity based costing memberikan perhatian pada semua aktivitas, sehingga semakin banyak biaya tidak langsung yang dapat ditelusuri pada objek biayanya.

- Sistem activity based costing mengakui bahwa aktivitas penyeban timbulya biaya sehingga manajemen dapat menganalisis aktivitas dan proses produksi tersebut dengan lebih baik (fokus pada aktivitas yang memiliki nilai tambah) yang pada akhirnya dapat melalukan efesiensi dan akhirnya menurunkan biaya.

- Sistem activity based costing memberi pengukuran yang lebih akurat atas biaya-biaya pemacu aktivitas, yang membantu manager memperbaiki produk dan proses menilai dengan keputusan desain produk yang lebih baik, pengendalian biaya yang lebih baik dan membantu mempertinggi berbagai nilai prijek.

- Sistem Activity based costing membantu manjer lebih mudah mengakses informasi tentang biaya-biaya yang relevan dalam membuat keputusan bisnis.

3. Keterbatasan Sistem Activity Based Costing

Walaupun Activity Based Costing memberi penelususran biaya yang lebih baik untuk produk-produk individu, tetap mempunyai keterbatasan : - Pengalokasian. Sekalipun data aktivitas tersedia, banyak biaya-biaya mungkin perlu alokasi ke produk-produk yang didasarkan atas ukuran volume berubah-ubah karena secara praktis tidak dapat

ditentukan suatu aktivitas khusus yang menyebabkan timbulnya biaya-biaya tidak menjadi muda. Misalnya, beberapa dari biaya facility-sustaining seperti membersihkan pabrik dan mengatur proses produksi.

- Biaya-biaya yang diabaikan. Banyak biaya produk-produk khusus yang dihilangkan dari analisis. Aktivitas-aktivitas tersebut menyebabkan biaya-biaya seperti pemasaran, pengiklanan, riset dan pengembangan, teknik produk dan klaim jaminan. Biaya-biaya tambahan sederhana dapat ditelusuri ke produk individual dan ditambahkan pada biaya-biaya manufaktur untuk menentukan biaya total produk.

- Biaya dan waktu yang digunakan. Sistem Activity Based costing sangat mahal untuk dikembangkan dan diterapkan. Hal ini juga sangat memakan waktu. Seperti kebanyakan manajemen inovasi atau sistem akuntansi, seringkali memerlukan lebih dari setahun untuk mengembangkan dan melaksanakan activity based costing.

c. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing

Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari

pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional.

Dengan ABC, biaya overhead pabrik dibebankan keobjek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasikan sumber daya, aktivitas dan biayanya serta kuantitas aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi output (Islahuzzaman, 2011:40).

Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional.

Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:

1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.

2. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.

3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen,

aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.

Sistem biaya Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu sistem biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk yang dihasilkan. Dalam sistem biaya Activity Based Costing juga dikenal adanya prosedur pembebanan biaya aktivitas kepada produk berdasarkan aktivitas- aktivitas yang dikonsumsi oleh produk yang dihasilkan tersebut.

Pembebanan sumber daya ke aktivitas dilakukan dengan cara : 1. Direct tracing

Sumber daya yang dikonsumsi langsung oleh suatu aktivitas dibebankan ke aktivitas yang bersangkutan dengan menggunakan direct tracing.

Misalkan supplies kantor yang digunakan untuk aktivitas desain dan pengembangan dibebankan langsung ke aktivitas tersebut berdasarkan bill of materials.

2. Alokasi

Sumber daya yang dikonsumsi tidak langsung mempunyai hubungan sebab akibat dengan perubahan aktivitas dibebankan ke aktivitas dengan basis sembarang (arbitary).

3. Driver tracing

Sumber daya yang dikonsumsi dan mempunyai hubungan sebab akibat dengan perubahan aktivitas tertentu dibebankan ke

aktivitas yang bersangkutan dengan menggunakan driver tracing.

Untuk membebankan sumber daya tersebut dengan driver tracing perlu ditempuh langkah berikut :

a. Pengidentifikasian resource driver sumber daya sebagai basis pembebanan sumber daya ke aktivitas

b. Penghitungan total resource yang akan dibebankan ke aktivitas c. Penghitungan resource driver quantity

d. Penghitungan resource driver rate

Pembebanan sumber daya ke aktivitas ditujukan untuk menghasilkan pembebanan sumber daya secara adil, sesuai dengan konsumsi aktivitas atas sumber daya yang bersangkutan. Sumber daya yang secara langsung dikonsumsi oleh suatu aktivitas dibebankan kepada aktivitas yang bersangkutan dengan direct tracing. Sedangkan untuk membebankan konsumsi sumber daya tidak langsung dikonsumsi oleh suatu aktivitas dapat dibebankan dengan menggunakan driver tracing atau alokasi.

Prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem ABC melalui dua tahap kegiatan:

a. Tahap Pertama

Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen, terdiri dari 4 langkah :

1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas .

2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity costing, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility sustaining activity costing.

Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)

Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi.

b. Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)

Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel batch.

c. Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)

Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau

unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.

d. Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)

Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.

3. Mengidentifikasikan Cost Driver

Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver.

4. Menentukan tarif/unit Cost Driver

Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas.

b. Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini, biaya setiap kelompok biaya (cost pool) ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan dikalikan dengan jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produk. Tolak ukur ini merupakan kuantitas pemacu biaya yang digunakan oleh setiap produk.

Dokumen terkait