• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACUNG LUNG OEDEMA ( UDEMA PARU ) .1Definisi

Dalam dokumen ASKEP GAWATDARURAT KARDIOVASKULER (Halaman 33-45)

Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular.

2.4.2 Etiologi

I. Ketidak-seimbangan Starling Forces : A. Peningkatan tekanan kapiler paru :

1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion  pulmonary edema).

B. Penurunan tekanan onkotik plasma.

1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,  protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau  penyakit nutrisi.

C. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)

A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®,  NO2, dsb).

C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

D. Aspirasi asam lambung. E. Pneumonitis radiasi akut.

F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). G. Disseminated Intravascular Coagulation.

H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. J. Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik : A. Post Lung Transplant.

B. Lymphangitic Carcinomatosis. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis). IV. Tak diketahui/tak jelas

A. High Altitude Pulmonary Edema. B. Neurogenic Pulmonary Edema. C. Narcotic overdose.

D. Pulmonary embolism. E. Eclampsia

F. Post Cardioversion. G. Post Anesthesia.

H. Post Cardiopulmonary Bypass. 2.4.3 Patofisiologi

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam  plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di  paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil  pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil

yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh  banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal  jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada

sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. 2.4.4 Manifestasi Klinik  

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya  berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak  napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi  pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas  pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar 

suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

2.4.5 Komplikasi

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan  penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat

menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara  potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke

organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak. 2.4.6 Penatalaksanaan

1. Posisi ½ duduk.

2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri  bila ada.

4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 –  0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg  bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.

Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan  Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak 

memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan  perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg  pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).

6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 –  5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk  menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

2.4.7 Pencegahan

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada  penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak  sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

2.4.8 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian

Identitas :

Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda

Riwayat Masuk 

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui  pada klien

Pengkajian

1. Sistem Integumen Subyektif :

-Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi,  batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,  penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru. 3. Sistem Cardiovaskuler 

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

4. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal,

retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan 6. Sistem genitourinaria

-Obyektif : produksi urine menurun/normal, 7. Sistem digestif  

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare 8. Studi Laboratorik :

Hb : menurun/normal

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal B. Diagnosa Keperawatan.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi,  proses penyakit, kelemahan dan kelelahan

2. Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses  penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat

3. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal

2.5 SHOCK KARDIOGENIK 

Dalam dokumen ASKEP GAWATDARURAT KARDIOVASKULER (Halaman 33-45)

Dokumen terkait