• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ADAPTASI AIKIDOU DI INDONESIA

3.3. Adaptasi Filosofi Aikidou Yang Diterapkan Dalam Kehidupan

Indonesia terdiri dari beragam suku, agama dan ras. Dalam berbagai keragaman ini tentu saja budaya dan aturan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman yang ada, Indonesia yang dulunya hanya merupakan negara kecil lambat laun menjadi negara besar dan dikenal diberbagai negara lain. Negara-negara lainpun mulai melirik Indonesia sebagai negara yang menjanjikkan sehingga banyak negara asing tersebut membuka kerjasama dalam bermacam bidang seperti ekonomi, militer dan lain sebagainya. Kerjasama antar negara secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya pertukaran budaya, masing-masing negara mengalami ketertarikkan terhadap

budaya-budaya yang dimiliki oleh para rekan kerjasamanya dan terjadilah pertukaran budaya antar negara-negara tersebut dengan cara yang positf tentunya.

Salah satu negara yang membuka kerjasama dengan Indonesia adalah Jepang. Dapat dikatakan bahwa Indonesia dan Jepang telah mengenal satu sama lain. Tentu kita tidak bisa melupakan masa penjajahan yang terjadi dimasa lalu, yang mana selain Belanda Jepang juga ikut menjajah Indonesia namun saat ini negara tersebut sudah memulai awal baru yang positif dengan langkah memulai kerjasama yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Manga, beladiri, fashion, musik, kuliner, cosdplay merupakan beberapa contoh budaya Jepang yang telah masuk ke Indonesia dan budaya-budaya ini sangat digandrungi oleh masyarakat Indonesia terutama kaum mudanya. Dalam hal ini penulis ingin membahas salah satu budaya Jepang dari bagian beladiri yaitu aikidou.

Penulis telah menjelaskan bahwa dalam aikidou selain berisikan gerakan beladiri juga memiliki filosofi yang mencakup bagaimana seorang kesatria bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang praktisi beladiri yang tidak hanya mempelajari tapi juga mendalami dengan betul, sudah diwajibkan untuk menaati dan menerapkan peraturan yang berlaku dalam beladiri dan itu termasuk ajaran-ajaran yang terdapat didalamnya baik didalam dojo maupun diluar dojo.

Masyarakat Indonesia khususnya para aikidouka awalnya telah memiliki budaya dan pemikiran sendiri serta kebiasaan yang telah berlangsung selama berabad-abad lalu, budaya luar yang masuk mungkin dapat diterima dan pastilah telah mengalami proses adaptasi terlebih dahulu dan filosofi aikidou yang

diwajibkanpun diterima dengan persepsi masing-masing oleh para aikidouka

Indonesia.

Salah satu filosofi yang dapat diterapkan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari adalah sikap disiplin. Disipilin yang penulis bicarakan disini adalah displin dalam berterima kasih dan displin dalam memberikan pemgampunan atau memberi maaf.

Contoh kedisiplinan untuk mengucapkan terimakasih, misalnya pada saat kita akan berlatih berpasangan. Ketika berpasangan, kita akan melakukansatu atau beberapa buah teknik, misalkan teknik kuncian tangan kepada sesama teman berlatih kita. Teknik kuncian biasanya (karena tak sengaja) maka kuncianini akan menimbulkan rasa sakit kepada pasangan berlatih kita dan teknik kuncian yang menyakitkan tentu akan menimbulkan rasa yang tidak mengenakan bagi teman/ pasangan kita berlatih. Oleh karenanya uke(sipelaku teknik kuncian)harus dengan sungguh-sungguh mengucapkan rasa terimakasihnya yang mendalam kepada teman belatih, karena dengan adanya teman ini seorang uke dapatmelakukan teknik. Sebaliknya jika tak ada teman berlatih, tentu seorang uketidak akan mampu untuk melatih sebuah teknik apalagi menyelesaikannya.Pemberian ucapan terimakasih ini harus terlahir atau berasal dari hati yang paling mendalam, bukan pura-pura atau sekedar melakukan ucapan どうもありがとうございました

(doumo arigatou gozaimashita) atau dalam bahasa Indonesia kita biasa menyebutnya dengan terimakasih banyak. Mengapa kita harus mengucapkan terimakasih dari hati yangmendalam dan secara disiplin?, karena dalam berlatih

coba-coba walaupun dalam pelaksanaannyaseorang pemula harus mencoba sebuah teknik yang belum pernah ia lakukan, namun latihan ini tetaplah bukan bersifat coba-coba yang menempatkan seorang nage (orang yang menerima serangan) sebagai objekpercobaan. Ini sebuah pemikiran atau cara berlatih yang salah, karena latihan jenis ini akan menimbulkan hasil yang sia-sia (tidak berguna).

Sedangkan contoh disiplin dalam memberikan pengampunan atau memberi maaf harus dilatih sejak dini ketika seorang aikidouka masuk dan bergabung pada sebuah dojo. Memberikanmaaf harus pula berasal dari hati yang sangat mendalam. Saat aikidouka yang berpasangan mengakhiri/menyelesaikan sebuah teknik maka posisi seiza dilakukan (posisi duduk seperti diatas tatami)dan akan saling memberikan hormat (rei) dan disini pula seorang uke yang telah memberi hormatsekaligus memberikan maaf kepada pasangannya dan pemberiaan maaf ini harus pula dengan ketulusan hati yang mendalam. Pemberian maaf tidak hanya dilakukan pada saat rei namun harus pula seketika dilakukan ketika dia bergantian melakukan teknik.Jika seorang uke tidak cepat memberikan maaf kepada nage secara disiplin maka akanmuncul rasa marah, yang mengakibatkan muncul tindakan pembalasan ketika seorang uke menjadi nage. Sikap ini sangat tidak dibenarkan bagi setiap aikidouka yang berlatih pada sebuah dojo. Uke yang kemudian menjadi nage, harus telah memberikanmaaf walaupun pada saat ia menjadi uke telah terjadi ketidaksengajaan yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit ketika berlatih.

Makna atau penerapan kedua pengertian diatas sesungguhnya sangatlah sederhana. Dengan disiplin mengucapkan terimakasih artinya kita akan pula

disiplin mengucapkanterimakasih kepada siapapun orang yang telah menolong kita, baik itu pertolongan yang diminta ataupun tidak diminta. Adalah sungguh baik bagi setiap orang yang dengan ketulusan hati mengucapkan terimakasih kepada sesama manusia. Demikian pula makna disiplin dalam memberikan maaf secara mendalam, hal ini akan melatih kita untuk senantiasa memberikan maaf kepada orang lain yang sengaja atau tidaksengaja telah menyakiti atau menyinggung perasaan atau tubuh kita. Pemberian maaf yang mendalam dalam

dojo akan melatih kita menumbuhkan sikap sportif dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan memberikan maaf tentu kita tidak akan mempermasalahkan hal-hal yang telah terjadi dan berlalu.

Contoh yang lainnya adalah sikap hormat kepada orang yang lebih tua atau yang kedudukannya lebih tinggi dari kita. Sikap hormat dapat dimulai dari orangtua kita sendiri, kemudian berlanjut pada guru disekolah, dosen dikampus,

sensei dan senpai di dojo serta kepada pemimpin tempat kita bekerja. Bila kita sudah terbiasa dengan sikap hormat kepada sesama maka kitapun dapat menghargai orang lain meskipun orang tersebut kedudukannya ada dibawah kita atau yang usianya lebih muda dari kita.

Filosofi-filosofi tersebut mungkin dianggap terlalu sulit untuk diterapkan disebabkan karena pada dasarnya Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda dalam banyak hal terutama soal pemikiran dan kebiasaan. Ada filosofi yang dapat diterima dan ada juga filosofi yang masih perlu pengadaptasian agar dapat diterima oleh aikidouka Indonesia. Penyebabnya adalah karena perbedaan terhadap filsafat, agama dan dasar negara; Indonesia seperti yang diketahui berazaskan demokrasi dan ada aturan/norma dari masing-masing agama yang

dipeluk serta Pancasila sebagai dasar negara sedangkan Jepang merupakan negara dengan sistem kekaisaran, Shinto sebagai sebuah kepercayaan yang dianut tapi juga merayakan Natal dan Tahun Baru dan paham konfusius yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari kenyataan yang tertulis diatas sudah jelas sekali bahwa Jepang dan Indonesia berbeda satu sama lain, tapi karena pebedaan jugalah yang menciptakan kerjasama antar kedua negara dimana dalam perbedaan yang ada mereka saling melengkapi dan dapat membawa keuntungan yang bagus bagi kelangsungan negara dengan melibatkan pertukaran budaya yang terjadi. Seperti salah satu ucapan yang sering diucapkan oleh O-Sensei yaitu keselarasan, harmoni dan keseimbangan yang terus berkesinambungan dalam kehidupan kita.

Dokumen terkait