• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Helicobacter pylori

2.2.4. Adaptasi HP terhadap asiditas lambung

Dalam keadaan normal, antrum merupakan bagian lambung yang memiliki tingkat keasaman yang paling rendah dibandingkan dengan corpus gaster, dan di bagian inilah HP sering berkolonisasi. Dari observasi

didapati bahwa pada dasarnya HP tidak menyukai suasana asam lambung, di mana pada orang yang terinfeksi diberi obat untuk mengurangi produksi asam lambung terutama di bagian corpus gaster, distribusi kuman ini akan bergerak ke daerah tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam keadaan normal, corpus gaster terlalu asam untuk kuman bertahan hidup. Pada anak-anak di mana tingkat keasaman lambung tidak seasam orang dewasa, sehingga lebih mudah terinfeksi.25,26,30

Oleh karena sifatnya yang intoleransi terhadap asam, Hp hidup di

kental (viscous) dan tebal yang terdiri dari musin glikoprotein yang efektif menetralisir lingkungan asam. Lapisan ini melindungi jaringan lambung dari asam yang disekresinya sendiri.24,25

Hampir semua mikroorganisme susah berkoloni di lapisan mukosa ini oleh karena viskositas dari musin tersebut sehingga tidak dapat mempenetrasi lapisan ini, namun tidak halnya dengan HP yang memiliki 4-6 flagela yang memberi gerakan mendorong dan menarik, sehingga HP dapat berenang dalam lingkungan cairan tersebut. Gerakan ini bersamaan dengan bentuk HP seperti alur sekrup sehingga memungkinkan HP menggali sampai ke dalam lapisan mukosa lambung untuk menghindari keasaman di lambung. HP ini juga memproduksi protein yang berfungsi membantu penetrasi lapisan musin. Protein ini disebut sebagai kolagenase yang diduga berfungsi mencerna atau mencairkan sebagian musin, sehingga mengurangi kekentalannya dan mempermudah organisme untuk bergerak lebih bebas. Namun demikian, sebelum memasuki lapisan musin HP harus bertahan terhadap lingkungan yang asam. HP pada dasarnya lebih menyukai lingkungan dengan pH netral.

Untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang asam HP mengubah komposisi periplasmic spacenya dan membentuk busa di sekelilingnya disebut sebagai zona buffer. Dengan adanya zona buffer ini, HP terlindung dari lingkungan asam selama dia transit sebelum mencapai lapisan musin.24,25,33

Selain itu HP juga memproduksi urease. Urease akan mengubah urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia merupakan senyawa basa lemah yang akan menetralisir keasaman lambung. Reaksi ini berlangsung di periplasmic space, sehingga HP secara efektif diselubungi oleh larutan buffer.

Enzim lain yang diproduksi oleh HP adalah alpha-carbonic anhydrase (α-CA), yang juga berperan dalam proses deasidifikasi, di mana α-CA ini bekerjasama dengan urease dalam proses deasidifikasi dengan mengkonversi karbondioksida yang diproduksi oleh urease menjadi bikarbonat. Bikarbonat merupakan senyawa basa lemah yang juga akan menetralisir asam lambung.34,35

Gb.2.3. Mekanisme bagaimana HP menyebabkan abnormalitas sekresi gaster (Harrison’s Gastroenterology & Hepatology.

McGraw Hill 2010)

Walaupun HP berhasil menghindarkan diri dari asam lambung, namun apabila tidak ada sesuatu yang membuat HP menempel ke jaringan, maka HP ini akan terbuang ke duodenum mengikuti gerakan peristaltik, sehingga di duodenum sering kita jumpai ulkus. Supaya dapat melekat ke jaringan, HP memproduksi beberapa protein adhesif seperti adhesin. Protein ini akan melekat pada lipid dan karbohidrat yang normalnya ada pada permukaan sel-sel yang melapisi dinding lambung.

Protein adhesin diekspresikan di membran luar bakteri, berfungsi sebagai jangkar yang mengikat bakteri tersebut ke dinding permukaan lambung. Setiap adhesin yang diekspresikan pada permukaan HP mempunyai afinitas hanya terhadap molekul spesifik pada permukaan lambung. Oleh karena itulah sel-sel HP mengekspresikan adhesin yang bervariasi dalam waktu yang sama. Salah satu contoh adhesin yang diekspresikan HP adalah BabA. BabA mengenali polisakarida yang berada di permukaan sel-sel mukosa, polisakarida ini disebut sebagai Lewis b antigen. Antigen ini dapat dijumpai di sel-sel mukosa dan sel-sel

Gb.2.4. Natural History of HP infection (Harrison’s

Gastroenterology &

Hepatology. McGraw-Hill 2010)

tubuh, sehingga akan terbentuk antibodi yang akan melawan sel-sel parietal lambung sendiri (respon autoimun). Ini akan merusak jaringan lambung.27,35

2.2.5. Patogenesa

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila HP menginfeksi lambung atau duodenum yaitu HP harus mempenetrasi lapisan mukosa, melekat ke permukaan sel-sel epitel, dan mencukupi nutrisi untuk pertahanan diri.27,29

Ketika HP melekat di permukaan sel-sel mukosa, organisme ini memproduksi produk lain yang memberi konsekuensi jelek terhadap jaringan. Pada beberapa strain HP yang mengekspresikan protein CagA (cytotoxin-associated gene A) sangat berkaitan dengan timbulnya ulkus dan kanker lambung. CagA ini akan diinjeksikan oleh bakteri ke dalam sel mukosa dengan menggunakan bagian dari struktur tubuhnya yaitu pilus.32,36

Di dalam sel, CagA akan merusak epitel dengan cara merusak tight junction yang merupakan barrier (pembatas) yang impermeabel dan

berfungsi mencegah molekul-molekul besar lewat (seperti protein dan polisakarida) dari lumen lambung ke lapisan jaringan di bawahnya.

Dengan terbukanya tight junction, HP akan mengambil nutrisi seperti protein dan polisakarida yang dibutuhkannya untuk tumbuh dan bertahan hidup, dan ini akan membuat terjadinya destruksi struktur jaringan,

Gb.2.5. Patogenesa HP dan respon imunnya (Portal-Celhay,C, Perez-Perez, GM, Immune Responses of Helicobacter pylori colonization mechanism and clinical outcomes.

Clinical Science (2006) 110, 305-14)

Selain itu, HP juga memproduksi protein VacA (vacuolating cytotoxin A) . VacA ini dilepaskan di luar dari tubuh bakteri dan kemudian

akan melekat di outer membrane (membran luar) sel-sel lambung dan membentuk pori-pori sehingga nutrisi dalam sel akan keluar, atau akan membentuk struktur gelembung atau vakuola di dalam sel. Vakuola ini berisi beberapa zat yang berguna untuk bakteri, seperti protein, polisakarida, ion-ion, dan garam. VacA juga akan melewati membran mitokondria, sehingga mitokondria akan pecah dan mengeluarkan isinya dan akhirnya sel pun mati.37,38

Destruksi sel ini akan mengubah sistem imun, di mana sitokin-sitokin yang diproduksi oleh sel-sel yang rusak atau terluka, akan memberi

Jaringan ini menjadi inflamasi, di mana di jaringan yang terinfeksi menjadi merah, bengkak, dan akumulasi sel-sel imun. Kondisi ini sering kita sebut sebagai gastritis yang berpotensi menimbulkan ulkus. Sel-sel imun yang berinfiltrasi ini merupakan senjata yang kuat untuk melawan invasinya kuman ke dalam jaringan, namun seiring dengan perlawanan ini kerusakan sel epitel mukosa juga tak bisa dihindari.35

Siklus kolonisasi dan inflamasi ini akan berjalan terus-menerus dan menyebabkan hilangnya sel-sel permukaan, yang akan diikuti oleh berkurangnya lapisan protektif mukosa. Sebagai akibatnya timbul area yang lemah di lapisan epitel mukosa, sehingga zat asam dan enzim-enzim pencernaan dapat melewati sel-sel epitel. Zat asam dan enzim-enzim ini akan mengiritasi dan mendegradasi sel-sel lapisan epitel mukosa dan menyebabkan luka terbuka yang disebut sebagai ulkus.

Ulkus ini bisa terjadi di lambung ataupun di duodenum, dan apabila ulkus ini terjadi lebih dalam lagi dan hampir meliputi seluruh ketebalan dinding lambung akan timbul ulkus perforasi dan keadaan ini merupakan kasus emergensi. Pasien dengan ulkus perforasi bisa saja tidak merasakan sakit, tapi sebagai akibatnya, bakteri, asam lambung, dan enzim-enzim pencernaan akan masuk ke rongga abdomen, dan menyebabkan infeksi yang luas (peritonitis). Ulkus juga dapat terjadi di daerah yang dekat dengan pembuluh darah yang mensuplai darah ke dinding lambung dan duodenum, dan apabila dalam keadaan berat, dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah dan terjadi pendarahan

Yang terjadi setelah teinfeksi HP adalah timbulnya gastritis akut dengan infiltrasi neutrofil ke permukaan epitel dan terjadi perubahan degeneratif epitelial. Pada umumnya HP mengakibatkan infeksi persisten.

Fase akut berakhir satu sampai empat minggu dan masuk ke fase kronik.

Di fase kronik sel-sel mononuklear akan infiltrasi ke lamina propria.

Gastritis aktif ditandai dengan neutrofil bercampur dengan sel-sel mononuklear di mukosa gaster. Gastritis kronik aktif terjadi pada sebagian besar individu yang terinfeksi dan terjadi degenerasi epitel, infiltrasi neutrofil persisten di epitel dan lamina propria dan infiltrasi mononuklear (limfosit dan sel plasma) di lamina propria. Selain itu juga terjadi hiperplasia limfoid di mukosa gaster.

Antigen HP ini akan merangsang epitel gaster untuk mensekresi sitokin-sitokin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi di mukosa gaster.

Interleukin-8 (IL-8), leukotrin, komplemen, berfungsi sebagai kemoatraktan terhadap sel-sel neutrofil dan limfosit. Selain itu, infeksi HP akan menyebabkan respon imun dominan oleh T helper 1 (Th1) di mukosa gaster yang ditandai dengan adanya Interferon gamma (IFN-gamma).

Respon imun ini dihasilkan dari peran dari sitokin-aitokin proinflamasi seperti Il-12 dan Il-18 dan tumor necrosis factor alpha (TNF-).

2.2.6. Diagnosa HP

Diagnosa HP sangatlah penting, di mana proses patologi infeksi HP menyebabkan baik ulkus duodenal ataupun kanker gastrik akan berujung

pada terjadinya gastritis atrofi. Sekali pasien terinfeksi HP kronik, akan terjadi atrofi gastrik dan susah disembuhkan.

Untuk diagnosa HP, ada beberapa test yang dapat dipakai,39,40 antara lain:

1. Tes serologi

Merupakan salah satu tes non invasif. Respon sistemik berperan dalam meningkatnya IgM yang kemudian diikuti oleh peningkatan imunoglobulin spesifik yaitu IgA dan IgG yang akan bertahan selama terjadinya infeksi. Untuk mendeteksi antobodi ini menggunakan metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) atau latex agglutination. Test seperti ini biasanya

menggunakan serum, walaupun IgG juga dapat dideteksi dengan akurat di urine. Beberapa laboratorium menggunakan sampel saliva, namun deteksi IgA atau IgG dengan saliva kurang sensitif dibandingkan dengan menggunakan sampel serum. Pada meta-analisis 21 penelitian terhadap serologi ELISA didapati rata-rata sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%. Keuntungan dari test ini adalah dapat dipakai dengan mudah dengan sampel darah dari ujung jari, dan hasil selesai dalam waktu 5-10 menit.15,40,41

2. Urea Breath Test (UBT)

Test yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi infeksi HP. Namun berbalikan dengan test serologi, di mana UBT tidak dapat membedakan infeksi lama dan baru. Cocok

(4-6 minggu setelah akhir pengobatan) karena memiliki nilai prediktif yang baik untuk eradikasi bakteri. Merupakan test non invasif dan mudah dilaksanakan.40,41,43,44

3. Stool test

Pertama kali dilaporkan berhasil mendeteksi antigen HP dalam feses pada tahun 1997 dengan metode ELISA, menggunakan poliklonal anti H. pylori antibodi yang melapisi microwell untuk menangkap antigen HP. Test ini disebut sebagai Helicobacter pylori stool antigen test (HpSA). Stool antigen test ini memiliki

batasan, di mana dengan pengobatan agen mukolitik N-acetylcysteine akan menurunkan sensitifitas dan spesifisitas test ini.42,43,44,45

4. Urease test.

Merupakan test yang sederhana, cepat dan murah untuk mendeteksi infeksi HP. Untuk mempertahankan lingkungan di mukosa gaster dengan konsentrasi urea rendah, HP memproduksi enzim urease. Di spesimen biopsi yang mengandung H. pylori dimasukkan ke dalam media yang kaya urea, urease akan memecah urea menjadi karbondioksida dan amonia. Ion amonia ini akan meningkatkan pH, dan pH indikator, seperti phenol red, berubah warna, dalam hal ini dari warna kuning menjadi ungu.

Ada studi mengatakan sisi gaster yang paling baik untuk diambil sebagai spesimen adalah di angulus gaster, di mana di daerah

tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi HP dibandingkan dengan daerah peripyloric dan corpus gaster.40,41 5. Kultur

Merupakan metode yang tidak bisa diragukan, cara yang paling spesifik untuk mendiagnosa HP, namun sensitifitasnya sangat bervariasi di antara beberapa pusat penelitian. Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan teknik kultur.

Kultur HP tidak dilakukan untuk diagnosa rutin infeksi HP karena pemeriksaan invasif lain sudah bisa menegakkan diagnosa HP.

Kelebihan dari metode ini adalah dapat dilakukan bersamaan dengan uji sensitifitas terhadap obat-obat yang dipakai untuk pengobatan.

Spesimen yang diambil untuk kultur sebaiknya dari dua tempat untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengambilan sampel, yaitu biasanya dari antrum ataupun corpus gaster. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan kultur adalah transpor sampel dari ruangan endoskopi ke laboratorium. Untuk itu diperlukan media transpor khusus untuk HP.

Untuk media, dipilih media selektif yang dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan kuman dari sampel biopsi, namun dapat mensupresi bakteri kontaminan baik yang endogen maupun eksogen. Media selektif yang memiliki tingkat isolasi yang tinggi adalah agar BHI (Brain Heart Infusion) yang disuplementasi dengan

amphotericin B. Namun demikian, lebih baik kombinasi paling

sedikit satu media selektif dan satu media nonselektif, karena tidak ada satupun media kultur yang menjamin 100% pertumbuhan HP dan juga kontaminasi kultur terjadi sekitar 25% dari kasus.

Kegagalan pendeteksian HP dengan kultur mungkin disebabkan oleh kurangnya durasi inkubasi. Direkomendasikan periode inkubasi selama lebih dari 10 hari untuk mengoptimalisasi isolasi kultur, terutama paska pengobatan.40,44

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR dianggap sebagai teknik yang paling sensitif untuk mengidentifikasi mikroorganisme. Deteksi HP dengan sampel biopsi gaster ataupun aspirasi cairan lambung dengan PCR memiliki sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95% dibandingkan dengan metode invasif yang lain. Oleh karena sesitifitasnya yang tinggi, test ini sangat berguna untuk diagnosa paska pengobatan di mana mungkin pada saat itu jumlah bakteri sangat sedikit, juga memiliki peluang memberi hasil positif palsu yang kemungkinan terjadi karena residu DNA HP pada fiberoptik endoskopi karena kurang bersih setelah dipakai.41

TEST Sensitivity/Specificity, % Komentar Invasive (memerlukan endoskopi/biopsi)

Rapid urease 80-95/95-100 Sederhana, dengan pemakaian PPI, antibiotik atau bismuth akan timbul nilai positif palsu,

Histologi 80-90/>95 Memerlukan proses patologi dan pewarnaan; memberikan informasi histologi, sensitifitasnya sangat bergantung pada pengalaman

Kultur -/- Memerlukan waktu, mahal, sangat

bergantung pada pengalaman;

namun dapat dilakukan uji sensitifitas

Non-invasif

Serology >80/>90 Tidak mahal, nyaman, tidak dipakai untuk deteksi awal

Urea Breath Test

>90/>90 Sederhana, cepat; dapat dipakai untuk deteksi awal, positif palsu kalau bila bersamaan dengan terapi; terekspos dengan radiasi

14C test dosis rendah

Stool antigen >90/>90 Murah, nyaman, berguna untuk follow-up setelah terapi

Tabel 2,1. Test untuk mendeteksi H. pylori (Atherton, J.C, Blaser, M.J.

Helicobacter pylori infections, Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, McGraw-Hill 2010)

Dokumen terkait