• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.4 Adaptasi Teman Sebaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adaptasi teman sebaya tidak memiliki hubungan signifikan dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.328 (p>0.05).Untuk dapat diterima oleh kelompoknya remaja harus dapat menyesuaikan diri (adaptasi) dengan kelompok teman sebaya tersebut.Kemampuan remaja dalam beradaptasi akan berpengaruh kepada tingkat kepopuleran remaja dikalangan teman sebayanya. Majeres (dalam Sarwono, 2011) mengemukakan bahwa banyak anggapan populer tentang remaja yang berarti remaja tersebut bernilai, dan sayangnya banyak diantaranya yang bersifat negatif.

Menurut Santrock (2007) kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya akan memberikan umpan balik bagi remaja mengenai bagaimana seharusnya bersikap dan mengevaluasi diri dan orang lain. Kepopuleran tersebut akan memberikan beberapa keuntungan bagi remaja tersebut misalnya dalam berkomunikasi dan

memperoleh teman. Hal ini sulit dilakukan di rumah karena saudara biasanya berusia lebih tua atau lebih muda. Rentang umur ini dapat menyebabkan remaja sulit untuk beradaptasi di lingkungan keluarga dan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya di sekolah.

Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijis et al. (2010) mengenai keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja, yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan dapat diterima dan beradaptasi di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan menjadi anak yang popular. Menjadi anak yang popular dapat membantu anak dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu kelompok teman sebaya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan membantu mereka menjalin hubungan pertemanan dengan kata lain anak tersebut harus dapat beradaptasi dengan teman sebayanya. Namun jika anak tersebut beradaptasi dengan lingkungan peer group yang salah maka hal ini akan berdampak negatif bagi remaja seperti terjun ke dunia free sex.

Dapat dilihat pula pada tabel 4.23. bahwa sebagian besar responden menjawab “ya” pada pertanyaan “Anda selalu berusaha menyesuaikan sikap Anda dengan sikap teman-teman Anda dalam segala hal” yaitu sebanyak 46 responden atau 51.1%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila remaja tersebut memilki teman yang baik maka hal tersebut akan berdampak positif pada perilakunya, namun apabila remaja tersebut memiliki teman yang memberikan dampak buruk baginya besar kemungkinan ia akan terpengaruh dan ikut terjun ke hal-hal negatif seperti seks bebas.

Dalam teman sebaya sekumpulan individu membentuk suatu kelompok yang terdiri dari teman-teman seperkembangan atau sebaya yang memiliki pola perilaku (kebiasaan) dan tujuan yang sama, dimana individu memiliki kecenderungan untuk berusaha mengikuti dan menerima segala keputusan yang dibuat oleh kelompok, sehingga persepsi individu diabaikan untuk dapat menerima persepsi kelompoknya (Taimiyah dan Utomo, 2011). Seperti dalam tabel 4.23. dapat kita lihat bahwa sebagian besar responden menjawab “ya” pada pertanyaan “Anda mengikuti gaya teman-teman Anda dalam berpenampilan” yakni sebanyak 49 responden atau 45.6%. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi remaja untuk dapat mengikuti gaya teman sebayanya dalam berpenambilan agar tidak dibilang ketinggalan jaman.

Remaja selalu berusaha untuk menemukan konsep dirinya di dalam kelompok teman sebaya. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, dimana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh kelompok teman sebaya tersebut misalnya dalam hal seks bebas (free sex).

Peneliti berasumsi bawah remaja memang cenderung untuk mengikuti atau beradaptasi dengan teman sebayanya agar dianggap sejajar, tidak ketinggalan jaman dan diterima atau diakui oleh anggota kelompok sebaya lainnya.

5.5. Perilaku Seks Bebas

Perilaku seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama maupun negara (Sarwono, 2011). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa 54 responden (60%) berada dalam perilaku seks bebas kategori berat, sebanyak 29 responden (32.2%) berada dalam perilaku seks bebas kategori sedang, dan sebanyak 7 responden (7.8%) berada dalam perilaku seks bebas kategori ringan.

Pada pertanyaan “Apakah anda dan pacar pernah atau selalu berpelukan ketika pacaran?”. Responden yang menjawab “ya” mengatakan bahwa berpelukan adalah hal yang biasa/normal, menunjukkan kesungguhan hati karena saling cinta. Sedangkan responden yang menjawab “tidak” mengatakan bahwa dilarang orang tua, dilarang agama, takut dosa, takut keterusan menjadi hal-hal yang negatif. Berpelukan saat pacaran termasuk dalam perilaku seks bebas kategori ringan. Pelukan biasanya diartikan sebagai rasa sayang. Hal ini sejalan dengan penelitian Carthi (2009) yang mengatakan bahwa pelukan dapat diartikan sebagai pernyataan sayang namun dorongan seksual yang lebih besar mengakibatkan perasaan sayang dan cinta dapat berubah menjadi nafsu birahi yang mendorong mereka melakukan hubungan seksual sebelum waktunya.

Sebagian besar responden menjawab “ya” pada pertanyaan “Apakah anda berciuman bibir/mulut dan lidah dengan pacar saat berpacaran?”. Responden yang menjawab “ya”mengatakan bahwa dengan berciuman bibir/mulut dan lidah tandanya ia sayang dan cinta pada pasangannya dan menganggap hal tersebut normal dilakukan

dalam berpacaran dan mengaku responden dan pacar hanya pernah melakukan hal sebatas berciuman saja dalam berpacaran. Sedangkan responden yang menjawab “tidak” mengatakan bahwa berciuman bibir/mulut dan lidah dilarang agama, takut dosa, takut keterusan, bukan hal yang wajar dalam berpacaran, dan takut kebablasan melakukan hubungan seksual.

Untuk responden yang menjawab “tidak” pada pertanyaan “Apakah anda meremas/diremas payudara oleh pacar saat pacaran?”mengatakan bahwa dalam berpacaran tidak boleh memegang/meremas payudara, takut dosa, dilarang agama, bukan hal yang wajar dalam berpacaran, takut kena kanker payudara, takut keterusan kalau dikasih mau minta yang lebih. Sedangkan responden yang menjawab “ya” mengatakan kalau kita sudah meremas payudara cewek rasanya melayang, tandanya pasangan sayang sama kita, dan bukti bahwa dia sangat cinta dengan pasangannya.

Mayoritas responden menjawab “tidak” pada pertanyaan “Apakah anda saling meraba alat kelamin pasangan (melakukan masturbasi) saat pacaran?”. Responden yang menjawab “tidak” mengatakanbahwa melakukan hal tersebut dilarang agama, takut dosa, jijik, belum boleh melakukan hal tersebut kalau masih pacaran, dan tidak wajar kalau meraba alat kelamin pacar. Sedangkan responden yang menjawab “ya” mengatakan itu tandanya sayang sama pacar, biar pacaran lebih seru, dan ingin mencoba.

Untuk pertanyaan “Apakah anda dan pacar saling merangsang dari daerah leher ke bawah (necking)?” sebagian besar responden menjawab “tidak”. Responden yangmenjawab “tidak” mengatakan bahwa merangsang di daerah leher (necking) tidak boleh dilakukan karena dilarang agama, takut dosa, takut keterusan, dilarang

orang tua, hal tersebut tidak wajar dalam berpacaran, takut kebablasan melakukan seks bebas. Sedangkan responden yang menjawab “ya” mengatakan hal tersebut menandakan rasa sayang kepada pacar, ingin mencoba, dan agar pacaran lebih seru.

Pada pertanyaan “Apakah anda dan pacar saling menggesek/menempelkan kelamin (petting) ketika pacaran?” kebanyakan menjawab “tidak”. Responden yang menjawab “tidak” mengatakan bahwa dengan menggesek/menempelkan kelamin (petting) kita bisa hamil, takut dosa, dilarang agama, tidak wajar, bisa keterusan minta yang lebih. Sedangkan responden yang menjawab “ya” mengatakan bahwa hal tersebut bukti cinta kepada pasangan, nafsu, dan ingin mencoba.

Kebanyakan responden menjawab “tidak” pada pertanyaan “Apakah anda dan pacar sekarang ataupun pacar sebelumnya pernah melakukan seks oral (berhubungan alat kelamin dengan mulut)?”. Responden yangmenjawab “tidak” mengatakan takut dosa, dilarang agama, tidak wajar dalam berpacaran, jijik, jorok, dan hal tersebut dilakukan setelah menjadi suami istri. Sedangkan responden yang menjawab “ya” mengatakan hal tersebut dilakukan sebagai bukti cinta, penasaran, ingin mencoba, dan sama-sama menikmati.

Mayoritas responden menjawab “tidak” ” pada pertanyaan “Apakah anda dan pacar sekarang ataupun pacar sebelumnya pernah melakukan hubungan seksual (berhubungan badan)?”. Responden yangmenjawab “tidak” mengatakan melakukan hubungan seks pada masa pacaran bukan hal yang wajar, takut dosa, dilarang agama, dilarang orang tua, bisa menyebabkan hamil, takut dimintai tanggung jawab sama pacar dan keluarganya, dan takut terkena HIV/AIDS. Sedangkan responden yang

menjawab “ya” mengatakan hal tersebut merupakan tanda cinta pada pacar, sebagai ikatan kalau mereka berpacaran, penasaran, dan ingin mencoba.

Responden yang menjawab “ya” pada pertanyaan-pertanyaan diatas beralasan bahwa seks bebas merupakan hal yang wajar, sebagai ungkapan rasa cinta, nafsu, penasaran, dan sama-sama menikmati. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Myke (2014) bahwa adanya rasa penasaran dan keingintahuan yang begitu besar terhadap seks apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya sumber informasi yang tidak terbatas untuknya. Maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkan.

Daniawati dalam Utari (2009) juga mengungkapkan alasan seorang remaja melakukan hubungan seksual dipengaruhi oleh faktor tekanan yang datang dari teman pergaulannya (konformitas), adanya tekanan dari pacarnya, kebutuhan badaniah, rasa penasaran, dan pelampiasan diri. Hal yang sama dikemukakan oleh Myke (2014) bahwa seks merupakan kebutuan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi wajar saja jika semua orang tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dengan resiko yang dihadapi.

Pergaulan remaja yang tidak sehat dan sangat memprihatinkan ditambah lagi dengan kemudahan untuk mengakses informasi seksual dari media sosial mendorong rasa ingin tahu remaja untuk mencoba hal-hal yang dapat berdampak negatif bagi masa depan remaja tersebut. Sifat remaja sekarang yang cenderung permisif (serba boleh) mengakibatkan melakukan seks bebas tidak lagi dipandang tabu meski usia

masih belasan tahun. Mereka melakukan seks bebas tanpa ada beban moral dan mengesampingkan risiko yang akan didapat di masa depan akibat dari perbuatannya tersebut seperti kemungkinan putus sekolah dan aborsi. Untuk itu sekolah dapat bekerja sama dengan orang tua sehingga mampu membekali anak dengan pendidikan seks sejak dini dan lebih mengawasi teman-teman sepermainan serta lingkungan sekitar anak agar risiko untuk terjun ke perilaku seks bebas dapat diminimalkan.

Dokumen terkait