• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MEDIA SOSIAL DAN TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA SMA NEGERI 1 BANDAR

KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh : DEWI SARAH

(101000154)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN MEDIA SOSIAL DAN TEMAN SEBAYA

DENGANPERILAKU SEKS BEBASPADA SISWA SMA NEGERI 1 BANDAR KABUPATENSIMALUNGUN

TAHUN 2014

SKRIPSI

DiajukanSebagai Salah SatuSyarat UntukMemperolehGelar SarjanaKesehatanMasyarakat

Oleh :

DEWI SARAH (101000154)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Perilaku seks bebas yang remaja lakukan memang tidak terlepas dari pengaruh lingkungan terutama pengaruh dari media sosial dan teman-teman sebayanya. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bersama dengan teman teman sebayanya dibanding dengan keluarga ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan era globalisasi yang membawa remaja pada fenomena maraknya penggunaan media sosial.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Bandar yang berjumlah 1098 siswa dengan sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner sebagai panduan.

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan Uji Chi Square dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian penggunaan media sosial berada dalam kategori lemah (82.2%) dan ada hubungan signifikan penggunaan media sosial dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.043 (p<0.05). Konformitas teman sebaya sebagian besar berada dalam kategori kuat (64.4%) dan ada hubungan signifikan konformitas dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.001 (p<0.05). Sebagian besar adaptasi teman sebaya berada dalam kategori lemah (71.1%) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara adaptasi teman sebaya dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.328 (p>0.05).

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak sekolah SMA Negeri 1 Bandar hendaknya dapat melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk dapat memberikan penyuluhan tentang pendidikan seksual kepada siswa dan siswinya, serta diharapakan peran aktif orang tua siswa dan siswi untuk meningkatkan pengawasan dalam penggunaan media sosial dan teman sebaya anak-anaknya untuk meminimalisir bahaya perilaku seks bebas.

(4)

ABSTRACT

Adolescence free sex cannot be separated from environmental influences especially the influence of social media and the peer group. That is because teenagers spend more of their time to be together with their peer group compared with the family, the era of globalization also brings teenagers on the use of social media phenomenon.

This reseach is descriptive analytic based on cross sectional design. Population in this study were all students of SMA Negeri 1 Bandar that amounting to 1098 students with the number of sample in this study were 90 respondents. The sample technique using purposive sampling. The data was collected by interviews using questionnaire as a guide.

The research results data were analysed using Chi Square test with the results showed that the use of social media mostly located in the weak category (82.2%) and there is significant relations between the use of social media with free sex behaviour with p value 0.043 (p<0.05). Peer group conformity mostly located in the strong category (64.4%) and there is significant relations between conformity with free sex behaviour with p value 0.001 (p<0.05). Most of peer group adaptation located in the weak category (71.1%) and there is not significant relations between peer group relationship with free sex behaviour with p value 0.328 (p>0.05).

Based on the results of this research, SMA Negeri 1 Bandar are expected to make a collaboration with the related parties to make counseling on sex education for the students, and parents are expected can play an active role to monitoring their children in the use of social media dan their peer group to minimize the dangers of free sex.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dewi Sarah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 02 Agustus 1992

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Orang Tua

Ayah : Drs. Kasim

Ibu : Wardiah Lubis (Alm.)

Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) orang

Alamat Rumah : Jl. Amal No. 5 Perdagangan, Kec. Bandar,

Kab. Simalungun

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-1998 : TK. ABA (Aisyiyah Bustanul Athfal) Perdagangan

Tahun 1998-2004 : SD Negeri No. 091618 Perdagangan

Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 1 Bandar

Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 1 Bandar

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat

kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi. MKM dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen pembimbing yang telah meluahkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

(7)

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rommel, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bandar dan seluruh staf pegawai SMA Negeri 1 Bandar.

6. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Drs. Kasim dan Ibunda Wardiah Lubis (Alm) untuk cinta kasih, do’a, dukungan dan kepercayaannya kepada penulis. Dan Ibunda Ema Janiar Kirana yang senantiasa mendoakan, mendukung dan mengingatkan penulis.

7. Bapak Warsito selaku staf administrasi Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

8. Untuk sahabat-sahabatku (Zeri Winda Ayu, Fanry Maulana, Dina Mustika, Imam Khusnan Syafii, Cut Tatiana Rosa dan Anggi Mutiah Sakdiyah) terima kasih untuk semua bantuan dan motivasinya.

9. Untuk saudari-saudariku (Aina Krizelle Santos, Nur Ardila, Nuzulia Rahayu, Febe Liana, Julia Betty dan Resham Masood) yang selalu mendukung dan membuat hari-hari penulis lebih berwarna.

10. Teman-teman peminatan PKIP 2010 (Bernike Sofia, Effi Janiarti, Lidya

Situmorang, Asnija Sinambela, dan Siti Kurniawati) terima kasih banyak untuk semangat yang kalian berikan.

(8)

12. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja

sama dan do’anya.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada

kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Desember 2014

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Remaja ... 9

2.1.1 Pengertian Remaja ... 9

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja ... 10

2.1.3 Tahap Perkembangan Remaja ... 11

2.1.4 Perkembangan Fisik ... 12

2.2 Perilaku Seks Bebas ... 14

2.2.1 Pengertian Perilaku ... 14

2.2.2 Perilaku Seks Bebas pada Remaja ... 16

2.2.3 Perkembangan Perilaku Seks Bebas Remaja ... 17

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas ... 18

2.3 Media Sosial ... 21

2.3.1 Defenisi ... 21

2.3.2 Karakteristik Media Sosial ... 23

2.4 Teman Sebaya ... 25

2.4.1 Defenisi ... 25

2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya ... 27

2.4.3 Konformitas ... 29

2.4.5 Adaptasi... 30

2.5 Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan waktu penelitian ... 34

(10)

3.2.2 Waktu Penelitian... 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2 Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data... 36

3.4.1 Data Primer... 36

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.5 Uji Validitas dan Reabilitas ... 36

3.6 Instrumen Penelitian ... 37

3.7 Defenisi Operasional ... 37

3.8 Metode Pengukuran... 38

3.8.1 Variabel Independen ... 38

3.8.2 Variabel Dependen ... 39

3.9 Metode Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.2 Analisis Univariat... 42

4.2.1 Distribusi Karakteristik Identitas Responden ... 42

4.2.2 Media Sosial ... 43

4.2.3 Konformitas ... 48

4.2.4 Adaptasi... 53

4.2.5 Perilaku Seks Bebas ... 58

4.3 Analisis Bivariat ... 63

4.3.1 Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya (Konformitas & Adaptasi) dengan Perilaku Seks Bebas ... 63

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Identitas Responden ... 65

5.2 Penggunaan Media Sosial ... 66

5.3 Konformitas (Tekanan Teman Sebaya) ... 68

5.4 Adaptasi Teman Sebaya ... 70

5.5 Perilaku Seks Bebas ... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

(11)

LAMPIRAN :

Lampiran 1 : Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Master Data

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Keadaan Siswa SMA Negeri 1 Bandar Per Oktober 2014 ... 40

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Indentitas Responden Berdasarkan Umur, Jenis

Kelamin, Tinggal dengan, dan Uang Saku Per Minggu ... 41

Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden tentang Penggunaan Media Sosial ... 42

Tabel 4.4. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda sering mengakses media sosial”... 43

Tabel 4.5 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda mem-follow situs informasi seks di media sosial” 44 Tabel 4.6 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda menerima informasi seksual dari media sosial”.... 44

Tabel 4.7 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda dan teman sering berbagi dan menyebarluaskan

informasi seksual di media sosial”... ... 45

Tabel 4.8 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Informasi seksual tersebut membuat Anda terangsang”... 45

Tabel 4.9 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Informasi seksual tersebut mempengaruhi tindakan seksual

Anda”... ... 46

Tabel 4.10 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda dan pacar pernah melakukan chat sex (percakapan

(13)

Tabel 4.11 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda dan pacar pernah mengaplikasikan informasi seksual

yang anda peroleh di media sosial”... 47

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Media Sosial... 47

Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden tentang Konformitas... 48

Tabel 4.14 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman mengejek Anda karena Anda belum pernah

melakukan hubungan seks”... 49

Tabel 4.15 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda dan pacar Anda melakukan mastrubasi jika

terangsang”... 49

Tabel 4.16 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda melakukan hubungan seks dengan

pacarnya”... 50

Tabel 4.17 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda pernah menonton video porno bersama-

sama”... 50

Tabel 4.18 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda menganggap bahwa untuk menjadi

anggota geng mereka harus melakukan hubungan seks.”... 51

Tabel 4.19 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda menawari Anda untuk mencopy video

(14)

Tabel 4.20 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda memberitahu situs-situs porno (situs dewasa)

kepada Anda”... 52

Tabel 4.21 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda pernah mengajak Anda untuk melakukan

hubungan seks dengan pelacur sebagai eksperimen”... 52

Tabel 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Konformitas Teman Sebaya 53

Tabel 4.23 Distribusi Jawaban Responden tentang Adaptasi... 53

Tabel 4.24 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda mengikuti gaya teman-teman Anda dalam

berpenampilan”... 54

Tabel 4.25 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman dekat Anda sering membicarakan

seks saat berkumpul”... 54

Tabel 4.26 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman dekat Anda pernah bercerita pada Anda

bahwa dia pernah melakukan hubungan seks.”... 55

Tabel 4.27 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda selalu berusaha menyesuaikan sikap Anda dengan

sikap teman-teman Anda dalam segala hal.”... 55

Tabel 4.28 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Teman-teman Anda terbuka membicarakan masalah

(15)

Tabel 4.29 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda menyesuaikan kebiasaan teman-teman Anda

dengan kebiasaan Anda dalam berpacaran”... 56

Tabel 4.30 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda mengikuti gaya teman-teman Anda dalam

berpacaran.”... ... 57

Tabel 4.31 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Anda menerima ajakan teman-teman Anda kepada

kegiatan yang mengarah kepada pemuasan birahi, seperti di

kafe remang-remang, clubbing, dan lain-lain.”... 57 Tabel 4.32 Distribusi Responden Berdasarkan Adaptasi Teman Sebaya.. 57

Tabel 4.33. Distribusi Jawaban Responden tentang Perilaku Seks Bebas 58

Tabel 4.34 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah anda dan pacar pernah atau selalu

berpelukan ketika pacaran?”... 59

Tabel 4.35. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah Anda berciuman bibir/mulut dan lidah

dengan pacar saat berpacaran?”... 59

Tabel 4.36. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah anda meremas/diremas payudara oleh

pacar saat pacaran?”... 60

Tabel 4.37. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

(16)

(melakukan masturbasi) saat pacaran?”... 60

Tabel 4.38. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah anda dan pacar saling merangsang dari daerah

leher ke bawah (necking)?”... 61

Tabel 4.39. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah anda dan pacar saling menggesek/

menempelkan kelamin (petting) ketika pacaran?”... 61

Tabel 4.40. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan

Pertanyaan “Apakah anda dan pacar sekarang ataupun pacar

sebelumnya pernah melakukan seks oral (berhubungan alat kelamin

dengan mulut)?”... 62

Tabel 4.41. Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan Pertanyaan

“Apakah anda dan pacar sekarang ataupun pacar sebelumnya pernah

hubungan seksual (berhubungan badan)?”... 62

Tabel 4.42. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seks Bebas... 63

Tabel 4.43. Tabulasi Silang Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya (Konfirmasi

(17)

ABSTRAK

Perilaku seks bebas yang remaja lakukan memang tidak terlepas dari pengaruh lingkungan terutama pengaruh dari media sosial dan teman-teman sebayanya. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bersama dengan teman teman sebayanya dibanding dengan keluarga ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan era globalisasi yang membawa remaja pada fenomena maraknya penggunaan media sosial.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Bandar yang berjumlah 1098 siswa dengan sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner sebagai panduan.

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan Uji Chi Square dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian penggunaan media sosial berada dalam kategori lemah (82.2%) dan ada hubungan signifikan penggunaan media sosial dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.043 (p<0.05). Konformitas teman sebaya sebagian besar berada dalam kategori kuat (64.4%) dan ada hubungan signifikan konformitas dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.001 (p<0.05). Sebagian besar adaptasi teman sebaya berada dalam kategori lemah (71.1%) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara adaptasi teman sebaya dengan perilaku seks bebas dengan nilai p sebesar 0.328 (p>0.05).

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak sekolah SMA Negeri 1 Bandar hendaknya dapat melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk dapat memberikan penyuluhan tentang pendidikan seksual kepada siswa dan siswinya, serta diharapakan peran aktif orang tua siswa dan siswi untuk meningkatkan pengawasan dalam penggunaan media sosial dan teman sebaya anak-anaknya untuk meminimalisir bahaya perilaku seks bebas.

(18)

ABSTRACT

Adolescence free sex cannot be separated from environmental influences especially the influence of social media and the peer group. That is because teenagers spend more of their time to be together with their peer group compared with the family, the era of globalization also brings teenagers on the use of social media phenomenon.

This reseach is descriptive analytic based on cross sectional design. Population in this study were all students of SMA Negeri 1 Bandar that amounting to 1098 students with the number of sample in this study were 90 respondents. The sample technique using purposive sampling. The data was collected by interviews using questionnaire as a guide.

The research results data were analysed using Chi Square test with the results showed that the use of social media mostly located in the weak category (82.2%) and there is significant relations between the use of social media with free sex behaviour with p value 0.043 (p<0.05). Peer group conformity mostly located in the strong category (64.4%) and there is significant relations between conformity with free sex behaviour with p value 0.001 (p<0.05). Most of peer group adaptation located in the weak category (71.1%) and there is not significant relations between peer group relationship with free sex behaviour with p value 0.328 (p>0.05).

Based on the results of this research, SMA Negeri 1 Bandar are expected to make a collaboration with the related parties to make counseling on sex education for the students, and parents are expected can play an active role to monitoring their children in the use of social media dan their peer group to minimize the dangers of free sex.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

pengggunaan media sosial. Media sosial merupakan media yang dapat diperoleh dari

internet. Media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube digunakan mulai untuk

sekadar berkomunikasi hingga mengakses informasi dan data yang penting. Namun

kegunaan dari media sosial tersebut sekarang banyak disalah gunakan untuk

menyebarkan hal-hal atau informasi negatif seperti penyebarluasan situs video porno

yang mendukung remaja untuk melakukan free sex atau seks bebas (Rosmawati, 2014).

Selain media sosial, perilaku seks bebas pada remaja biasanya juga

dilatarbelakangi oleh pengaruh pergaulan dengan teman sebaya. Teman sebaya

adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang

sama.Teman sebaya sangatlah menentukan perilaku-perilaku yang sering ditunjukan

remaja dalam keseharian mereka bergaul dengan teman-temannya (Santrock, 2007).

Bentuk-bentuk perilaku seks bebas yang tampak dalam aktivitas kehidupan

remaja yang dapat kita lihat selama ini adalah aktivitas-aktivitas yang berhubungan

dengan kedekatan remaja dengan lawan jenisnya. Dalam usia remaja, mengenal

lawan jenis lebih dekat sudah umum terjadi dan sering kita kenal dengan istilah

(20)

Saat ini pacaran sudah dikonotasikan dengan “menjamah pacar”. Banyak

remaja yang berpikir kalau pacaran tidak seru bila tidak dibumbui dengan berciuman,

pegangan tangan, pelukan, saling menjamah, dan bila kebablasan maka hubungan

seks bebas pun bisa terjadi. Pemaparan diatas diperkuat oleh hasil penelitian Dwi

Putri Apriyanthi (2011) “Seks bebas dilatarbelakangi oleh pengaruh lingkungan

pergaulan dengan teman, dan kurangnya komunikasi orang tua di dalam keluarga”.

Menurut Papalia (2008) ada 2 (dua) aspek dalam interaksi teman sebaya yang

dapat dirumuskan sebagai berikut: Tuntutan Konformitas dan Penyesuaian diri

terhadap teman (adaptasi). Konformitas adalah kondisi dimana remaja mengadopsi

sikap atau perilaku remaja lain (teman sebaya) dalam kelompoknya karena tekanan

dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut.Adaptasi adalah

proses penyesuaian diri remaja dengan remaja lain (teman sebaya).

Kristy Juing (2004) yang menyatakan “Peran teman sebaya sangatlah tinggi

dalam mempengaruhi perilaku remaja”. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja

memang sangatlah menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu

dalam persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Sebagai akibatnya, mereka

akan merasa senang apabila diterima (Adaptasi) atau sebaliknya akan merasa tertekan

dan cemas apabila di keluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya

(Konformitas). “Bagi remaja pandangan teman-teman terhadap dirinya merupakan

hal yang paling penting”. (Santrock, 2007). Maka, dapatlah dimengerti bahwa peran

teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar

daripada peran keluarga.(Hurlock, 2003).Bukan hanya itu remaja merasakan bahwa

(21)

menyenangkan dibanding harus bercerita dengan orang tua. Hal ini dapat

mengakibatkan anak memperoleh informasi yang salah mengenai seks yang diperoleh

dari teman sebayanya serta muculnya permasalahan seksual pada remaja.

Menurut (Sarwono, 2011) ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam

munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya:Perubahan-perubahan

hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja, penyebaran

informasi melalui media sosial (Facebook, Twitter, Youtube) dan rangsangan seksual

melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (VCD, Video, internet),

remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa

yang dilihat atau di dengarnya dari media massa. Khususnya karena merekapada

umumnya belum pernahmengetahui masalah seksual secaralengkap dari orang tuanya

hal itu disebabkan karena orang tuamenganggap tabu masalah seksual.

Berdasarkan hasil survey di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan

Informatika (Kemenkominfo) pada tahun 2013 menyatakan bahwa pengguna internet

di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang dimana 75 persennya adalah remaja.

Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring

sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi

Publik (IKP), Selamat Sembiring mengatakan, situs jejaring sosial yang paling

banyak diakses adalah facebook dan twitter. Indonesia menempati peringkat 4

pengguna facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.

Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya

(22)

Betapa remaja yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual

tanpa merasa ada beban moral. Hal ini terjadi dikarenakan sikap remaja sekarang

cenderung permisif (serba boleh) terhadap perilaku seks bebas. Melakukan seks tidak

lagi dipandang tabu meski usia masih belasan tahun (Masyithah, 2010).

Sebuah survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survey (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2006 mendapati bahwa 47,8% pelajar yang

duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks sebelum menikah, 35% pelajar

SMA telah aktif secara seksual (Daili,2009).

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah

dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam

usia relatif muda. 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%

dilakukan oleh remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang

berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud.

Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2010),

diketahui sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

(JABODETABEK) telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari kota-kota lain di

Indonesia juga didapatkan data remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat

54% di Surabaya, 47% di Bandung, dan 52% di Medan (BKKBN, 2010).

Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan

setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di

antaranya berakhir dengan kematian. Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman

(23)

aman. Angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar

750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja (Soetjiningsih, 2004).

Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada

tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada 2006 naik menjadi

193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditaksir menjadi 270.000 orang.

Salah satu penyebab peningkatan ini adalah perilaku seks bebas yang didominasi oleh

kelompok usia remaja (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Simalungun tahun 2008 jumlah remaja

laki-laki 16.940 jiwa dan perempuan 16.400 jiwa. Jumlah HIV/AIDS di Kabupaten

Simalungun mencapai 102 kasus dimana pada tahun 2010 terdapat 99 kasus dan di

tahun 2011 terdapat 3 kasus. (Harian Sumut Pos, 1 Juni 2011).

Berdasarkan Survey Sumber Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)

ditahun 2002-2003 (dalam www.news.okezone.com diakses pada tanggal 14 maret

2012), remaja mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19

tahun, perempuan 34,7 %, laki-laki 30,9 %. Sedangkan pada usia 20-24 tahun

perempuan 48.6 % dan laki-laki 46.5 %. SKRRI pun melanjutkan analisisnya pada

tahun 2003 dengan menetapkan beberapa faktor yang paling mempengaruhi remaja

melakukan hubungan seksual antara lain : pertama karena pengaruh teman sebaya

atau pacar, kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks bebas (free sex). Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks bebas.

Rangsangan dari berbagai kemajuan modernisasi seperti media sosial dan

budaya permisif tidak mungkindapat dihindari oleh remaja, akibatnya dalam diri

(24)

timbul gejala-gejala yang mengakibatkan pergaulan seks bebas, aborsi, hamil diluar

nikah serta kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja. Dari survei

kesehatan reproduksi menunjukkan: dari 19.173 responden, 92% remaja sudah

berpacaran, dan pada saat berpacaran melakukan pegang-pegangan tangan, 82%

berciuman, 62% melakukan petting, dan 10,2% sudah melakukan seks bebas (Myke,

2014).

Dalam penelitian ini peneliti mengambil objek SMA Negeri 1 Bandar. SMA

Negeri 1 Bandar merupakan SMA yang terletak di Kota Perdagangan, Kabupaten

Simalungun dengan jumlah siswa keseluruhan adalah sebanyak 1098 siswa. Di SMA

Negeri 1 Bandar ini peneliti menemukan masalah seperti siswa yang menyimpan dan

menonton film porno dari hand phonenya. Menyimpan dan menonton film porno

merupakan salah satu bentuk dari kegiatan yang berhubungan dengan perilaku seks

bebas. Dengan kebiasaan menonton video porno, akan memancing seseorang untuk

mencoba melakukan kegiatan seksual. Di lapangan juga peneliti melihat maraknya

fenomena penggunaan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Hampir seluruh

siswa memiliki akun jejaring sosial mereka masing-masing. Sekarang video porno

sangat mudah diakses oleh remaja melalui media sosialdan kemudian

menyebarkannya bahkan berbagi dengan teman sebayanya. Peneliti juga menemukan

adanya kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang berujung aborsi pada tahun

2012 sejumlah 3 kasus dari jumlah siswa yang ada, dimana kasuss ini terulang

(25)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul “HubunganMedia Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku

Seks Bebaspada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian

ini yaitu “Apakah ada hubunganmedia sosial dan teman sebaya dengan perilaku seks

bebas pada siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun tahun 2014.”

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran perilaku seks bebas pada siswa SMA.

b. Faktor-faktor pendukung perilaku seks bebaspada siswa SMA.

c. Mengetahui apakah ada hubungan media sosial dengan perilaku seks

bebas di SMA Negeri 1 Bandar.

d. Mengetahui apakah adahubungan teman sebaya dengan perilaku Seks

Bebasdi SMA Negeri 1 Bandar.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi instansi terkait dalam upaya peningkatan mutu

pendidikan

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah

(26)

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubunganmedia sosial dan teman

sebaya terhadap perilaku seks bebas pada remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Bandar

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik dan

psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan

psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan

kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi

sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2011). Hal

senada diungkapkan oleh Santrock (2007) bahwa adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Muangman (1980) dalam Sarwono (2011) mendefinisikan remaja berdasarkan

defenisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) criteria, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia

menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan

seksual

2. Remaja adalah suatu masa ketiaka individu mengalami perkembangan psikologis

dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan

(28)

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode

sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak

jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang

berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan

dirinya

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi, perubahan

tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada

nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha

untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang

membuat banyak orang tua menjadi takut

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih

(29)

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaaan pada usia sebelumnya dan di

dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan

merokok, minum-minuman keras, meggunakan obat-obatan dan terlibat dalam

perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra

yang mereka inginkan.

Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,

kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan

dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung

antar umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian usia 12 – 15 tahun adalah remaja awal,

15 – 18 tahun adalah remaja pertengahan, 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir

(Monks, et al. 2006).

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12 – 15 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Lebih dekat dengan teman sebaya

b. Ingin bebas

c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir

(30)

2. Masa remaja tengah (15 – 18 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Mencari identitas diri

b. Timbulnya keinginan untuk kencan

c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak

e. Berkhayal tentang aktifitas seks

3. Masa remaja akhir (18 – 21 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Pengungkapan identitas diri

b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Dapat mewujudkan rasa cinta

e. Mampu berfikir abstrak

2.1.4 Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam

perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer

dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal

tersebut.

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri

(31)

1. Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah

mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja

laki-laki usia antara 10-15 tahun.

2. Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi). Menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak

mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2011), ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai

berikut:

1. Remaja laki-laki

a. Bahu melebar, pinggul menyempit

b. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan

kaki

c. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d. Produksi keringat menjadi lebih banyak

2. Remaja perempuan

a. Pinggul lebar, bulat, dan membesar, putih susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih

(32)

b. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori

bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih

aktif lagi.

c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu,

lengan, dan tungkai.

d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2 Perilaku Seks Bebas 2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk

respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

(33)

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakn nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner

dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan

hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon,

respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relative tetap.

Responden respon (Respondent behavior) mencakup juga emosi respon dan emotional behavior.

2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun

dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat

berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi

dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari

penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.

Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan.

Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono,

(34)

2.2.2 Perilaku Seks Bebas pada Remaja

Menurut Sarwono (2011), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan

Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi

dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah

merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang

resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

(Mu’tadin, 2002).

Daniawati dalam Utari (2012) menyatakan remaja melakukan berbagai

macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu

dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang

atau meraba bagian sensitive, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

L”Engle et.al. dalam Tjiptaningrum (2009) mengatakan bahwa perilaku

seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan; 3) menghayal; 4)

berpegangan tangan. Yang termasuk dalam seksual sedang mencakup: 1) berciuman

kening dan pipi; 2)memeluk, sedangkan yang termasuk dalam kategori berat adalah:

1) berciuman bibir/mulut dan lidah; 2) meraba dan mencium bagian sensitive seperti

payudara, alat kelamin; 3) menempelkan atau menggesekkan alat kelamin; 4) oral

(35)

2.2.3 Perkembangan Perilaku Seks Bebas Remaja

Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta

peningkatan kadar hormone reproduksi atau hormone seks baik pada laki-laki

maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja

secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual

mempunyai pengaruh kuat dalam minta remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh factor

perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2007).

Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi

remaja laki-laki, demikian pula remaja laki-laki tubuhnya menjadi kekar yang

menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004). Pada masa remaja rasa

ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan

yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul

pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian

besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan

jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja

melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan

kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual

(Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004).

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada

remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara

(36)

adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki.

Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap “benar” apabila orang-orang yang

terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan

tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa

mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan,

lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alas an utama mereka aktif secara

seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2007).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwi PutriApriyanthi(2011) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah,

(1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap

layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan

terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas

sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal

(kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma

sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu).

Berdasarkan hasil penelitianKristyJuing (2004)sebanyak 450 sampel tentang

perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui

secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai

dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks

sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan dan tidak melanggar nilai

(37)

agama berpengaruh terhadap perilaku seks bebas (free sex) (Media Indonesia, 27 Januari 2005).

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah

seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti

teman atau media sosial (Gultom, 2011). Beberapa kajian menunjukkan bahwa

remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi.

Remaja seringkali memeperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari

teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua

(Soetjiningsih, 2006).

Faktor lingkungan yang sangat mendukung perilaku reproduksi remaja

diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual

sebelum menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau

pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua

yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap

perkembangan kepribadian anak dan sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar

akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan akan “melarikan diri” dari

keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan

keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi

perkembangan jiwa anak (Rumini dan Sundari S, 2004)

Faktor-faktor pendukung perilaku seks bebas pada remaja yang paling tinggi

adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman

sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006). Beberapa

(38)

hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa,

tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas

antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2011).

Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja,

diantaranya sebagai berikut :

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan

marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seks bebastersebut diantaranya dapat

menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilakuseks bebas yang dilakukan sebelum

saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang

hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat

yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011).

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah berkembangnya

penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita

penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi

penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis

(39)

2.3 Media Sosial 2.3.1 Defenisi

Menurut “What is”, media sosial adalah “saluran komunikasi online kolektif

yang didedikasikan untuk input, interaksi berbagai konten, dan kolaborasi berbasis

masyarakat”. Situs web dan aplikasi yang didedikasikan untuk forum, microblogging,

jaringan sosial, bookmark sosial, kurasi sosial, dan wiki adalah salah satu jenis media

sosial (Laksono, dkk, 2014).

Social media atau dalam Bahasa Indonesia disebut media sosial adalah media yang didesain untuk mempermudah interaksi sosial yang bersifat interaktif atau dua

arah. Media sosial berbasis pada tegnologi internet yang mengubah pola penyebaran

informasi dari yang sebelumnya bersifat satu ke banyak audiens, banyak audiens ke

banyak audiens (Paramitha, 2011).

Menurut Juju (2010), Media sosial adalah sebuat media online yang

memungkinkan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan

menciptakan suatu karya. Dewasa ini jenis media sosial yang berkembang saat ini

antara lain Facebook, Twitter, Google+, Tumblr, Youtube, Blogger, dan lain lain.

Media sosial mengusung kombinasi antara ruang lingkup elemen dunia maya, dalam

produk-produk layanan online seperti blog, forum diskusi, chat rooms, email, website

dan juga kekuatan komunitas yang dibangun melalui jejaring sosial. Juju juga

mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam media sosial memberikan efek

kekuatan (power) tersendiri karena berbasis pembangunannya berupa teknologi dan

(40)

maupun video. Tambahan pula, elemen jejaring sosial yang memang ditujukan untuk

terus terkoneksi, berkomunikasi bahkan saling berbagi (sharing).

Media sosial dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar, yaitu:

1. Social Networks, media sosial untuk bersosialisasi dan berinteraksi (Facebook,

Myspace, Hi5, Linked in, Bebo, dan sebagainya)

2. Discuss, media sosial yang memfasilitasi sekelompok orang untuk melakukan

obrolan dan diskusi (Google Talk, Yahoo! M, Skype, Phorum, dan sebagainya)

3. Share, media sosial yang memfasilitasi kita untuk saling berbagi file, video,

music (Youtube, Slideshare, Feedback, Flickr, Crowdstorm, dan sebagainya)

4. Publish, (Wordpress, Wikipedia, Blog, Wikia, Digg, dan sebagainya)

5. Social Game, media sosial berupa game yang dapat dilakukan atau dimainkan

bersama-sama (Koongregate, Doof, Pogo, Café.com, dan sebagainya)

6. MMO (Kartrider, Warcraft, Neopets, Conan, dan sebagainya)

7. Virtual Worlds (Habbo, Imvu, Starday, dan sebagainya)

8. Livecast (Y! Live, Blog TV, Justin TV, Listream TV, Livecastr, dan

sebagainya)

9. Livestream (Socializr, Friendsfreed, dan sebagainya)

10. Micro Blog (Twitter, Plurk, Pownce, Ttwirxr, Plazes, Tweetpeek, dan

(41)

2.3.2 Karakteristik Media Sosial

Media sosial paling baik dipahami sebagai sekelompok jenis baru media online

dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Partisipasi

Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari semua orang yang

tertarik. Ini mengaburka batas antara media dan khalayak

2. Keterbukaan

Kebanyakan layanan media sosial yang terbuka untuk umpan balik dan

partisipasi. Mereka mendorong voting, komentar dan berbagi informasi.

Hamper tidak ada hambatan untuk mengakses dan memanfaatkan kontensandi

melindungi konten disukai

3. Percakapan

Sedangkan media tradisional adalah tentang “broadcast” (konten

ditransmisikan atau didistribusikan kepada khalayak) media sosial lebih baik

dilihat sebagai dua arah percakapan.

4. Komunitas

Media sosial memungkinkan masyarakat untuk membentuk cepat dan

berkomunikasi secara efektif. Masyarakat berbagi kepentingan bersama,

seperti kecintaan terhadap fotografi, isu politik, acara TV favorit, atau bahkan

(42)

Kemunculan media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negatif

dari penggunaan media sosial adalah mendorong remaja untuk melakukan free sex. Penelitian yang dilakukan Carthi (2009), menunjukkan bahwa sebagian besar

pengetahuan seksual pada seseorang banyak diperoleh dari media sosial seperti

Facebook, Twitter, dan Youtube. Rasa keingintahuan remaja yang begitu besar akan

mendorong remaja untuk lebih jauh mengakses informasi seks dan melakukan

berbagai percobaan sesuai dengan informasi yang didapatkannya.

Setiap remaja kini dapat menciptakan akun pribadi mereka sendiri di Facebook,

Twitter, dan Youtube dan dapat dengan mudah mengakses informasi tentang seks di

media sosialnya. Saat ini handphone menjadi sarana yang sangat sering digunakan

remaja untuk menggunakan jejaring sosial.

Selain itu media juga dapat digunakan sebagai alat interaksi antar individu

seperti anatara remaja dengan teman sebaya diantarannya dengan lawan jenisnya.

Kegiatan saling merangsang juga dapat terjadi melalui chat room antar remaja dengan

pacar. Hal ini dapat mendorong untuk terjadinya seks bebas.

Media sosial juga memiliki peran sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial oleh

media sosial ini begitu ekstenstif dan efektif yang memiliki kekuatan sangat besar.

Media sosial dapat mengubah opini individu serta menghaluskan paksaan sehingga

tampak sebagai bujukan. Video-video porno sudah sangat mudah diakses melalui

media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mengakibatkan pergeseran

(43)

2.4 Teman Sebaya 2.4.1 Defenisi

Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat

kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Salah satu fungsi teman sebaya adalah

untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar

keluarga.

Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang umum

dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak.

Padahal menurut Sarwono (2011), komunikasi orang tua dan anak dapat

menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan

seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar

kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999) dalam

Sarwono (2011), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional

individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya

juag merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual,

sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah. Teman

sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali

dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam Hurlock (2003),

mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif oleh teman

sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang

aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut

untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin

(44)

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement (penguat), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal

masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas

total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan

masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik

yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua

memiliki peran yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan

rencana pendidikan.

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya. Disini

ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa.

Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat

melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan

oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seuisianya. Inilah letak berbahayanya

bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok

sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari

kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan

kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan

gaya hidup kelompoknya.

Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah

(45)

masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun.

Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12 – 15 tahun, masa remaja

pertengahan usia 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 – 21 tahun (Monks,

et al.2006). Masa remaja tersebut juga sebagai periode perubahan, tingkat

perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan

fisik (Hurlock, 2003).

2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja

terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan

remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek :

1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran

tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri

sekunder.

2. Psikomotorik, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan

secara aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajari bahasa asing, menggemari literature yang bernafaskan dan

mengandung segi erotic, fantastic, dan estetik.

4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat

temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya

(46)

5. Perilaku kognitif

a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika

formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak,

meskipun relative terbatas.

b. Kecakapan dasar intelektual menjalani lajuperkembangan yng terpesat.

c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan

kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.

6. Moralitas

a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang

tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah

atau system nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh

para pendukungnya.

c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan

tipe idolanya.

7. Perilaku keagamaan

a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai

dipertanyakan secara kritis dan skeptic.

b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas

(47)

8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian

a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan

aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labih dan belum

terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih

dapat berubah-ubah dan silih berganti.

c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang

sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk

kepribadiannya.

d. Kecenderungan kearah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomi, estetis,

sosial, politis, dan religious), meski masih dalam taraf eksplorasi dan

mencoba-coba.

2.4.3 Konformitas

Santrock (2007) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi

dimana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam

kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh

kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan

konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga

sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk.

(48)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, & Bronffenbrenner,

1968 (Santrock, 2007) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya

merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu,

remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak

dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.

Skala konformitas dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek

konformitas yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu menuruti keinginan

kelompok dan internalisasi. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui

berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala konformitas terhadap perilaku seks

bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan konformitas teman sebaya

terhadap perilaku seks bebas.

2.4.4 Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri responden dengan remaja lain (teman

sebaya). Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negative pada remaja.

Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula

(Santrock 2007). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi

ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008).

Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok

teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu

proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan,

sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat,

(49)

Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya (ego), dimana

dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah

masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat

dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan

yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri.

Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakakan

Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memiliki dan

mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampila-ketrampilan dalam melakukan

identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi

dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai

ancaman dan kecemasan.

Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls,

kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif

bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada masa remaja, untuk

kemudian nantinya diitegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial

sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993).

Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati

dengan baik masa-masa sulit dan periode transisi dan pembentukan identitas tersebut.

Dalam pergaulan sehari-sehari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya,

dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan

sebayanya. Dikemukakan oleh Ballatine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini

(50)

khusus remaj (youth sub-culture), dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan-ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.

Skala adapatasi dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek

adapatsi yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu kemampuan penyesuaian diri

dan pengakuan dari kelompok. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui

berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala adaptasi terhadap perilaku seks

bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan adapatasi teman sebaya

terhadap perilaku seks bebas

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka Konsep

(51)

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:Media

sosial (Faceboo, Twitter, Youtube) dan Teman sebaya (konformitas dan adaptasi)

akan mendapat perhatian kemudian dimengerti dan diterima oleh individu. Setelah itu

individu akan mengolah stimulus (media sosial, teman sebaya) tersebut sehingga

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden tentang Penggunaan Media Sosial
Tabel 4.4 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan
Tabel 4.6 Distribusi Alasan “Ya” dan “Tidak” Responden Berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya atas pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dimaksud, antara lain dengan implementasi layanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun pelajaran

Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor produk, periklanan dan proses cepat terhadap keputusan menjadi nasabah kredit modal

Respon output sistem saat dalam keadaan beban minimum, nominal maupun maksimum telah dibahas pada bab sebelumnya, dimana saat terjadi pembebanan pada generator maka

Dalam kenyataan yang terlihat, tidak semua lulusan universitas manapun dapat seratus persen (100%) menghasilkan tenaga kerja yang matang dan berpontensial

g. Perkembangan diri yaitu: keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi. Altruism, yaitu: membantu

Sesungguhnya Allah ta’ala tidaklah menghendaki kesempurnaan dalam hidup ini. Sehingga wajar jika tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan. Dunia adalah

Faktor ektern atau usaha-usaha yang dilakukan untuk mendukung terlaksananya pembelajaran aswaja dalam peningkatan iman dan taqwa di SMK Al Falah Salatiga anatara lain:..

Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam