• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk

melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin

banyak pula alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari

berbagai macam sarana transportasi yang ada, seperti transportasi laut, udara, dan

darat, transportasi darat merupakan transportasi yang dominan digunakan oleh

masyarakat. Hal tersebut dikarenakan sarana transportasi darat lebih mendukung

mobilitas orang serta barang. Sarana transportasi darat memegang peranan yang

sangat penting dalam memperlancar pembangunan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan

jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dalam rangka mendukung pembangunan

ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah,

serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Lalu lintas dan angkutan jalan

mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi

nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.1

1

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)

Sejak beberapa tahun terakhir bahkan sudah menjadi hal yang biasa kita

melihat anak mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya. Dimana-mana,

khususnya di kota-kota besar, kendaraan sudah menjadi kebutuhan bagi anak.

Anak sudah mulai mengendarai kendaraan untuk pergi ke sekolah, ke tempat

bimbingan belajar, dan ke tempat-tempat umum lainnya.

Masalah lalu lintas merupakan salah satu masalah yang berskala nasional

yang berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Pertumbuhan

kepemilikan kendaraan bermotor berkembang dengan sangat pesat tetapi apabila

tidak diimbangi panjang jalan yang memadai, keterampilan berkendara, dan

disiplin berlalu lintas bagi pengemudi kendaraan bermotor dan pengguna jalan

lainnya maka akan menambah masalah dalam bidang lalu lintas. Tingginya

pelanggaran lalu lintas dan tingkat kecelakaan lalu lintas menunjukkan kondisi

yang sangat memprihatinkan. Berkaitan dengan itu masalah yang kita hadapi

dewasa ini adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya, terutama di

kota-kota besar yang mana pergerakan arus kendaraannya sangat padat.

Data WHO tahun 2011 menyebutkan, terdapat sekitar 400.000 korban di

bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya akibat kecelakaan lalu lintas,

dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya.

Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di

dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.2

(3)

Menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metropolitan Jakarta Raya,

sepanjang tahun 2010 angka kecelakaan sepeda motor mencapai 7.806 kejadian.

Celakanya, dari angka itu 10% anak menjadi korban atau sebanyak 780 anak.

Data ini baru wilayah Jakarta dan sekitarnya. Itupun korban yang dilaporkan

secara resmi dan bila ditambah angka tak resmi bisa melebihi perhitungan itu.3 Dari berbagai kejadian kecelakaan dapat diketahui bahwa salah satu faktor

kelelahan dan kurang berhati-hatinya pengemudi adalah pemicu kecelakaan.

Faktor manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas di

jalan raya. Hal tersebut terjadi karena adanya kelalaian atau kealpaan pengemudi

khusunya anak dalam mengemudikan kendaraannya.4

Kasus kecelakaan berikut merupakan kasus yang marak diperbincangkan

di berbagai media massa yang mana mengakibatkan banyak korban meninggal

dunia. Kasus kecelakaan ini terjadi pada hari Minggu, 8 September 2013 sekitar

pukul 01.45 WIB oleh AQJ alias Dul yang mengemudikan mobil Mitsubitshi

Lancer B 80 SAL menabrak mobil Daihatsu Gran Max B 1349 TEN, dan Toyota

Avanza B 1882UZJ di Tol Jagorawi KM 8 arah selatan dan mengakibatkan tujuh

orang meninggal dunia dan belasan orang mengalami luka termasuk Dul dan Kelalaian tersebut tidak

jarang menimbulkan korban, baik korban menderita luka ringan, luka berat atau

meninggal dunia bahkan tidak jarang merenggut jiwa pengemudinya sendiri.

diakses tanggal 12 Februari 2014, pukul 22.03 WIB

4

(4)

Noval, teman yang bersamanya di mobil. Pengemudi, Dul mengemudikan mobil

tersebut tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi.5

Data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa sepanjang tahun

2010, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

sebanyak 31.234 jiwa dengan kerugian ekonomi yang diderita akibat kecelakaan

yang menelan korban jiwa mencapai Rp35,8 triliun.

Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara

nasional diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadai dasar

dan pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan

mengenai pidana terhadap pengemudi dalam kecelakaaan lalu lintas secara jelas

telah diatur dalam undang-undang tersebut.

6

Pada tahun 2013, terdapat

93.578 kasus Lakalantas dengan korban meninggal dunia sebanyak 23.385 orang,

sedangkan tahun 2012 sebanyak 29.544 orang, yang artinya menurun 20,84%.

Korban luka berat dalam kecelakaan lalu lintas di tahun 2013, sebanyak 27.054

orang yang artinya menurun 31,66% dibanding tahun 2012 yang mencapai 39.704

orang. Korban luka ringan selama tahun 2013, yakni sebanyak 104.976 orang,

sedangkan di tahun 2012 mencapai 128.312 orang, yang artinya menurun 18,18%.

Kerugian materiil selama tahun 2013 sebesar Rp. 233.842.283.566. Turun dari

tahun 2012 sebesar Rp.298.627.130.430. Meski jumlah angka kecelakaan dan

6

(5)

korban meninggal dunia masih tinggi, namun jika dibandingkan beberapa tahun

lalu, terjadi penurunan. Angka kecelakaan lalu lintas pada tahun 2013 memang

mengalami penurunan sebesar 20,66% dibanding tahun 2012 yang mencapai

117.949 kasus tetapi, tidak menutup kemungkinan akan meningkat di tahun

selanjutnya.

Meski UU Lalu lintas dan angkutan jalan telah diterapkan sampai dengan

sekarang tapi tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kecelakaan masih tetap terjadi.

Dengan banyaknya kasus kecelakaan di jalan raya setidaknya itu bisa

menggambarkan cerminan masyarakatnya, betapa minimnya kesadaran hukum

pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor. Karena masih banyak

orang-orang yang mengemudikan kendaraannya dengan tidak tertib dan tidak taat pada

rambu-rambu lalu lintas.

Meningkatnya jumlah korban dalam suatu kecelakaan merupakan suatu hal

yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak, mengingat betapa berharganya nyawa

seseorang yang sulit diukur dengan sejumlah uang dalam satuan. Orang yang

mengakibatkan kecelakaan tersebut harus mempertanggung-jawabkan

perbuatannya dengan harapan pelaku menjadi jera dan lebih berhati-hati. Bahkan

berhati-hatipun tidaklah cukup untuk menghindari kecelakaan, faktor kondisi juga

sangat mempengaruhi ketika mengendarai kendaraan serta kesadaran hukum

berlalu lintas yang harus dipatuhi sebagaimana mestinya.

Kecelakaan merupakan sebuah kelalaian, yang mana kelalaian juga

merupakan sebuah tindak pidana tentunya ada pertanggungjawaban pidana.

(6)

lain meninggal dunia, ketika banyak pertimbangan jika anak harus dipidana.

Sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk memberikan pembinaan dan

perlindungan terhadap anak, baik menyangkut kelembagaan maupun menyangkut

perangkat hukum yang lebih memadai. Adanya undang-undang tentang anak tentu

menunjukkan anak memang perlu untuk dilindungi. Aturan hukum yng mengatur

tentang anak antara lain: Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

Anak yang tanpa sengaja melakukan kesalahan sehingga menyebabkan

orang lain mati merupakan suatu tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan

oleh anak tersebut sebenarnya merupakan suatu tindak pidana yang ringan, bagi

orang dewasa tindak pidana ini hanya diancamkan pidana penjara paling lama

enam tahun atau pidana denda paling banyak dua belas juta rupiah, sehingga bagi

anak diancamkan maksimal seperdua ancaman orang dewasa. Hal ini didasarkan

pada Pasal 26 Undang-Undang Pengadilan Anak. Di lain pihak, berdasarkan asas

yang dianut di Indonesia bahwa ancaman pidana hanya diterapkan kepada anak

sebagai upaya terakhir dan apabila masih dapat dilakukan upaya lain maka hal

tersebut dapatlah ditiadakan.

Kenakalan yang dilakukan oleh anak bukan hanya perbuatan melawan

hukum yang menggangu keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata akan

(7)

generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Untuk itu, diperlukan

pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan,

perkembangan fisik, mental dan social serta perlindungan dari segala

kemungkinan yang membahayakan diri mereka sendiri dan bangsa di masa depan.

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan

mengkaji dan membahas lebih jauh mengenai bagaimana posisi hukum

pengemudi anak dalam kasus kelalaian berlalu lintas yang menyebabkan orang

lain meninggal dunia dan bagaimana penerapan hukum dalam putusan perkara

Nomor 579/PID.SUS/2013/PN.DPS. Apakah sudah sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, timbul rasa tertarik untuk menuangkan

tulisan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA KELALAIAN

BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 579/PID.SUS/2013/PN.DPS)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dijelaskan bahwa kelalaian berlalu

lintas yang dilakukan oleh anak menjadi masalah yang perlu diperhatikan

mengingat anak adalah generasi penerus bangsa. Maka penerapan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan

peraturan hukum lainnya memegang peranan penting dalam upaya mencegah dan

(8)

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini,

yaitu:

1. Bagaimana ketentuan pidana mengatur tentang kelalaian berlalu lintas yang

menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak?

2. Faktor-faktor apakah yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas

yang dilakukan oleh anak?

3. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana kelalaian berlalu lintas yang

menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak (studi putusan

nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah

yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang

hukum yang mengatur tentang penerapan sanksi serta mampu memberikan

masukan bagi pembaruan hukum pidana di Indonesia. Adapun yang menjadi

tujuan dalam penulisan skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA KELALAIAN

BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 579/PID.SUS/2013/ PN.DPS)”

sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain dapat diuraikan sebagai

(9)

a. Untuk mengetahui ketentuan hukum yang mengatur tentang tindak pidana

kelalaian berlalu lintas yang menyebabkan kematian orang lain yang

dilakukan oleh anak;

b. Untuk mengetahui faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang dilakukan

oleh anak;

c. Untuk mengetahui pertanggungjawaban tindak pidana kelalaian berlalu lintas

yang menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak (studi

putusan nomor 579/Pid.Sus/2013/ PN.DPS)

2. Manfaat Penulisan

Bertolak dari rumusan dan tujuan penelitian sebagaimana dikemukakan di

atas, maka kegunaan dan manfaat penulisan yang diharapkan dari penelitian ini,

adalah:

1) Manfaat Teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu

bahan bacaan di dalam menguraikan perspektif hukum pidana terhadap

penerapan sanksi yang dijatuhkan terhadap anak yang melakukan kelalaian

berlalu lintas yang menyebabkan kematian orang lain.

2) Manfaat Praktis, diharapkan dengan dikemukakannya tentang bagaimana

penerapan sanksi dalam kasus kelalaian berlalu lintas yang menyebabkan

kematian orang lain yang dilakukan oleh anak dalam pandangan hukum

pidana baik itu menyangkut efektifitasnya, eksistensinya, implementasinya,

faktor hingga sampai pada upaya mencegah serta menanggulangi kecelakaan

(10)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA KELALAIAN

BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 579/PID.SUS/2013/PN.DPS)”

adalah hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan belum pernah

ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang diuraikan di

bawah ini, dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan

demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung-jawabkan secara

ilmiah.

Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di

Perpustakaan Fakultas Hukum USU juga telah dilakukan dan dapat dilewati,

maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang

Fakultas Hukum yang mirip adalah:

1. Nama : Ridha Rahmatan Hafiz

NIM : 070200369

Judul : Kajian hukum pidana terhadap kelalaian pengemudi yang

mengakibatkan korban dalam lalu lintas dan jalan raya berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan (studi kasus di Satlantas Polresta Medan)

2. Nama : Ferdinan Ace Cecar Tarigan

(11)

Judul : Penerapan pidana denda dalam kasus pelanggaran lalu lintas di

Medan (studi pelanggaran lalu lintas di Medan)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Tindak Pidana

Para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah

menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal

sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa

memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan

dengan perkataan strafbaar feit tersebut.7

Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan

sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan

sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap

pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya

kepentingan umum.8

Simons telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh

undang-undang yang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.9

7

PAF. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 181.

8

Ibid, hlm. 182.

9

Ibid, hlm. 185.

Alasan dari Simsons, apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan seperti di

(12)

a. untuk adanya suatu strafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu harus terdapat

suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang,

dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah

dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus

memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam

undang-undang, dan

c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban

menurut undang-undang, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan

melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan

beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa

melanggar larangan tersebut.10 Ia tidak menyetujui apabila kata straf

diterjemahkan menjadi “hukuman” dan dari kata wordt gestraf diartikan

“dihukum”. Selanjutnya ia mengalternatifkan terjemahan lain, yaitu “pidana”

untuk kata straf dan ‘diancam dengan pidana” untuk kata wordt gestraf.

Pertimbangannya adalah apabila kata straf diartikan “hukuman”, maka kata

strafrecht harus mengandung artihukuman-hukuman”.11

Kata straf dalam penggunaanya akan sangat tergantung dengan situasi

dalam kerangka apa istilah tersebut dipergunakan, karena istilah ini tidak memiliki

10

Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), hlm. 71.

11

(13)

arti yang pasti. Berikut beberapa penjelasan tentang arti “pidana” dan “hukum

pidana”, berikut ini beberapa kutipan definisi para ahli:12

1. Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan

hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan umum mengenai

perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.

2. Moelyatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar untuk,

menentukan perbuatan mana yang dilarang, kapan, dan bagaimana pengenaan

pidana dilaksanakan.

3. Sudarto mendefinisikan bahwa yag dimaksud dengan pidana adalah

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

4. Roeslan Saleh mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah

reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan

negara pada pembuat delik.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif.13

Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu

12

Ibid, hlm. 3.

13

(14)

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu

tindak pidana itu adalah:

1. kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam

kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan

lain-lain.

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat

di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya

dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan

dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana

itu adalah:14

1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri”

keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di

dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

3. kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan

sesuatu kenyataan sebagai akibat.

14

(15)

Moeljatno menyatakan suatu perbuatan dapat dikataan sebagai tindak

pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:15 1. Subjek

2. Kesalahan

3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh

undang-undang/perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan

pidana;

5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsure objektif lainnya).

C.S.T Kansil menyatakan, tindak pidana atau delik ialah tindakan yang

mengandung 5 unsur yakni:16

Undang-undang (KUHP) tidak memberi definisi apakah kelalaian itu,

hanya dalam Memorie van Toelichting mengatakan, bahwa kelalaian (culpa)

adalah terletak antara sengaja dan kebetulan. 1. Harus ada suatu kelakuan (gedraging);

2. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wattelijke

omschrijving);

3. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;

4. Kelakuan itu dapat diberatkn kepada pelaku;

5. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.

2. Pengertian Kelalaian

17

15

Ibid, hlm. 211.

16

C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), hlm. 276.

17

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta, Rineka Cipta, 1994), hlm. 125.

(16)

dimana batas antara sengaja dengan kebetulan ini. Mungkin keterangan yang

diberikan pemerintah (Belanda) dalam bentuk Memorie van Antwoord (MvA)

dapat memberi sedikit petunjuk. “Siapa yang melakukan kejahatan dengan

sengaja berarti menggunakan salah kemampuannya sedangkan siapa karena

salahnya (culpa) melakukan kejahatan berarti tidak menggunakan kemampuannya

yang ia harus mempergunakannya.”18

Umumnya para pakar sependapat bahwa “kealpaan” adalah bentuk

kesalahan yang lebih ringan dari “kesengajaan”. Itulah sebabnya, sanksi atau

ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma pidana yang dilakukan dengan

“kealpaan”, lebih ringan. Kealpaan menurut bahasa pada dasarnya ialah kekurang

hati-hatian atau lalai, kekurang waspadaan, kesembronoan atau keteledoran,

kurang menggunakan ingatannya atau kekhilafan atau sekiranya dia hati-hati, Istilah schuld dalam arti luas sebagaimana terdapat dalam asas tiada

pidana tanpa kesalahan (geen straft zonder schuld), sering diterjemahkan dengan

“kesalahan” yang terdiri atas kesengajaan (opzettelijk) dan kealpaan (culpa).

Kesengajaan adalah kesalahan yang berlainan jenis dengan kealpaan. Meskipun

dasarnya adalah sama yaitu adanya perbuatan yang dilarang dan diancam pidana,

adanya kemampuan bertanggung jawab, dan tidak adanya alasan pemaaf. Akan

tetapi bentuknya lain. Kedua hal tersebut dibedakan, “kesengajaan” adalah

dikehendaki, sedang “kealpaan” adalah tidak dikehendaki. Dalam kealpaan,

kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan

suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.

18

(17)

waspada, tertib atau ingat, peristiwa itu tidak akan terjadi atau akan dapat

dicegahnya.19

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak

disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai

jalan, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda

Meskipun pada umumnya dalam rumusan delik kejahatan-kejahatan

diperlukan adanya unsur kesengajaan seperti yang tercantum dalam pasal 338

KUHP, tetapi terhadap sebagian dari padanya ditentukan bahwa di samping

kesengajaan itu seseorang juga dapat dipidana bila kesalahannya berbentuk

kealpaan. Misalnya pasal 359 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa karena

salahnya menyebabkan kematian orang akan diancam dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-selama-lamanya satu tahun.” Pasal 359 KUHP

tersebut mengandung unsure culpa yang berbunyi “barangsiapa karena salahnya

(Hij aan wiens schuld) menyebabkan matinya orang”, mati orang disini tidak

disengaja dan tidak dimksudkan sama sekali oleh pelaku, akan tetapi kematian

tersebut hanya merupakan akibat dri pada kurang hati-hati, lalai, atau alpanya

pelaku tersebut.

20

19

S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikutnya Uraiannya, (Jakarta, Alumni AHMPTHM, 1983), hlm. 511.

20

Definisi kecelakaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, pasal 93.

. Oleh karena

itu kecelakaan lalu lintas sangat identik dengan adanya kelalaian, dalam hal ini

adalah kelalaian manusia yang pada umumnya merujuk pada kelalaian

(18)

Ada 2 (dua) unsur sehingga suatu perbuatan tersebut dapat dikatakan

kelalaian (culpa) yaitu pertama seseorang tidak dapat melihat ke depan yang akan

terjadi dan yang kedua adalah unsur kekurang hati-hatian.21 Karena itu maka kita harus melihat pada teori atau ilmu pengetahuan untuk memberi pengertiannya ini.

Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu: 22 1) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Guna memahami dengan seksama tentang kealpaan, tidak berlebihan jika

dicermati contoh yang diutarakan oleh Satochid Kartanegara di dalam Leden

Marpaung berikut : 23

3. Pengertian Lalu Lintas

Seorang pengemudi mobil di jalan kota menabrak orang maka diselidiki apakah

opzet atau culpa yang ada pada si pengemudi. Dalam hal ini harus ditinjau pula

masalah-masalah yang meliputi perbuatan si pengemudi. Misalnya apakah

pengemudi tadi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi di tempat itu

karena remnya rusak ataukah karena ia sedang mabuk. Contoh yang diutarakan

oleh Satochid Kartanegara ini memberikan pemahaman bahwa kelalaian itu bisa

beragam. Artinya kelalaian ini bisa bermacam-macam perwujudannya.

Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan disebutkan beberapa pengertian mengenai istilah-istilah yang

dipergunakan dalam undang-undang tersebut. Berikut beberapa terminologi yang

tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum UU LLAJ. Pasal 1 angka 1

21

Andi Hamzah, loc.cit.

22

Moeljatno, op.cit. hlm. 217.

23

(19)

menyebutkan bahwa: LLAJ adalah kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas,

Angkutan Jalan, Jaringan LLAJ, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta

pengelolaannya.

Apabila diuraikan satu persatu terminologi yang terdapat dalam pengertian

LLAJ di atas maka dapat kita rincikan sebagai berikut:

a. Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan.

b. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

c. Jaringan LLAJ adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang

saling terhubungkan untuk penyelenggaraan LLAJ.

d. Prasarana LLAJ adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan

yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali

dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta

fasilitas pendukung.

e. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

f. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

yang telah memiliki surat izin mengemudi.

g. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.

Kecelakaan lalu lintas di jalan raya adalah dua rangkaian kata yang terdiri

dari kata kecelakaan lalu lintas dan jalan raya. Kata kecelakaan lalu lintas

(20)

disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,

mengakibatkan korban mausia atau kerugian harta benda.24

Berdasarkan Pasal 93 PP No. 43 Tahun 1993 menyatakan bahwa korban

kecelakaan lalu lintas dapat berupa:

Kecelakaan lalu lintas merupakan bahaya potensial akibat meningkatnya

kegiatan dalam sektor ekonomi, khususnya perhubungan darat. Kerugian yang

ditimbulkan akibat dari kecelakaan lalu lintas tidak saja kerugian materil tetapi

juga menyebabkan luka ringan, luka berat, cacat tubuh yang permanen, bahkan

meninggal dunia.

25

1. Korban mati sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

2. Korban luka berat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, adalah orang yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

3. Korban luka ringan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf c, adalah korban yang tidak termasuk dalam ayat (3) dan ayat (4). Jalan raya adalah tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan dan

sebagainya; perlintasan dari satu tempat ke tempat lain.26 Bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan

kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan persatuan dan kesatuan

bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan

kepentingan umum.

24

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Pasal 93.

25 Ibid 26

(21)

4. Pengertian Anak

Beberapa definisi anak di bawah ini dapat memberikan batasan pemikiran

tentang konsep anak itu sendiri, di antaranya ada:

a) Nicholas Mcbala dalam buku Juvenile Justice System mengatakan anak yaitu

periode di antara kelahiran dan permulaan kedewasaan. Masa ini merupakan

masa perkembangan hidup, juga masa dalam keterbatasan kemampuan

termasuk keterbatasan untuk membahayakan orang lain.27

b) Poerwadarminta, memberikan pengertian anak sebagai manusia yang masih

kecil.28

c) Made Sadhi Astuti menyimpulkn, bahwa yang dimaksud dengan pengertian

anak adalah mereka yang masih muda usia dan sedang menentuan identitas,

sehingga berkibat mudah kena pengaruh lingkungan sekitar.29

d) Ter Haar menyatakan, bahwa menurut hukum adat, masyarakat hukum kecil

itu yaitu saat orang yang menjadi dewasa ialah saat (laki-laki dan perempuan)

sebagai seorang yang sudah berkawin meninggalkan rumah ibu bapaknya atau

ibu bapak mertuanya untuk berumah tangga lain sebagai laki-laki bini muda

yang merupakan keluarga yang berdiri sendiri.30

Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile

deliquency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkat usia, dalam arti

tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai anak. Selain itu adapula

27

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, (Bandung:Refika Aditama, 2009), hlm. 36.

28

W.J.S Poerwadadarinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Batavia: Balai Pustaka, 1976), hlm. 735.

29

Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Anak dan Perlindungan Anak, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm. 6.

30

(22)

yang melakukan pendekatan psikhososial dalam usahanya merumuskan tentang

anak.31

Menurut R.A. Koesno, yang dimaksud dengan anak adalah manusia yang

masih muda dalam umur, muda jiwa, dan pengalaman hidupnya karena

lingkungan sekitar. Shanty Dellyana berpendapat bahwa anak adalah mereka yang

belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental dan

fisik belum dewasa).

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu

sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Pasal 1 angka 3 yaitu: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang

selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,

tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak

pidana.

32

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang

bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Mahkamah Konstitusi

menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak

31

Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hlm. 2.

http://perpustakaan.bphn.go.id/index.php/searchkatalog/byId/14343.

32

(23)

terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang.

Penetapan usia minimal 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban

huku m bagi anak telah diterima dalam praktik di berbagai negara.33

Kartini mengatakan bahwa, “Anak adalah keadaan manusia normal yang

masih muda jiwanya, sehingga sangat mudah terpengaruh lingkungannya.”34

33

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan anak adalah makhluk

berakal budi yang masih akan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam

rangka menuju manusia yang utuh tersebut karena masih muda usia dan jiwanya

maka sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya.

Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 yaitu: Anak adalah dalam orang

yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Anak nakal merupakan anak yang melakukan tindak pidana atau anak

yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut

peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup

dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Pengertian anak nakal ini diambil

dari istilah asing Juvenile Deliquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan

yang dimaksud dalam pasal 489 KUHP.

April 2014, pukul 09.00 WIB.

34

(24)

Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada badan peradilan

Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu undang-undang peradilan

bagi anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang

menekankan segi pelanggaran hukumnya, ada pula kelompok yang menekankan

pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau

belum melanggar hukum. Namun semua sepakat bahwa dasar pengertian

kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial.

Paul Moedikno memberikan perumusan, mengenai pengertian Juvenile

Deliquency (anak nakal), yaitu sebagai berikut :

1. Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan,

bagi anak-anak merupakan deliquency. Jadi semua tindakan yang dilarang

oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan

sebagainya.

2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang

menimbukan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki

tidak sopan, mode you can see. dan sebagainya.

3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial,

termasuk gelandangan, pengemis, dan lain-lain.

Menurut Kartini Kartono, yang dikatakan Juvenile Deliquency (anak

nakal) adalah: perilaku jahat/dursila, atau, kejahatan/kenakalan anak-anak muda,

merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu

(25)

G.Metode Penelitian

Demi melengkapi penulisan skripsi ini dan agar tujuan dapat lebih terarah

serta dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode yang digunakan penulis

mencakup antara lain :

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian hukum pada umumnya yaitu normatif dan empiris.

Pendekatan yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan

serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Pendekatan yuridis

empiris adalah pendekatan dengan melihat suatu kenyataan hukum dalam

masyarakat.35

2. Sifat Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam skripsi ini

menitikberatkan pada penelitian hukum normatif. Hal ini dikarenakan penelitian

lebih banyak dilakukan terhadap data sekunder yang didapati dengan

menggunakan penelitian deskriptif dan penelitian kasus.

Penelitian deskriptif yakni pemaparan dengan memberikan data yang

seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran ruang lingkup tentang keadaan hukum.36

35

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 105. 36

Mahmul Siregar, EdyIkhsan, 2010, Metode Penelitian Hukum, Bahan Ajar tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, hlm. 13.

Penelitian ini

pada umumnya diadakan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu

daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

(26)

individu, institusi, atau masyarakat tertentu tentang latar belakang,

keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau interaksi sosial yang terjadi didalamnya.37

3. Sumber data

Penelitian hukum normatif yang dilakukan pada penulisan skripsi yakni

dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan

pengaturan hukum dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan sudut pandang penelitian hukum, peneliti pada umumnya

mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

diperoleh langsung melalui wawancara dan/atau survey di lapangan yang

berkaitan dengan perilaku masyarakat. Data sekunder adalah data yang diperoleh

melalui bahan pustaka.38

Berkaitan dengan data primer yang dimaksud di atas, dalam hal ini penulis

akan mengadakan wawancara kepada Polisi Lalu Lintas (Polantas) pada Satuan

Lalu Lintas (Satlantas) Kepolisian Resort Kota (Polresta) Medan atau sejajarannya

guna mendapatkan informasi mengenai kasus-kasus kecelakaan lalu lintas yang

terjadi di Kota Medan. Data sekunder diambil dengan melakukan penelitian

terhadap bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat khususnya :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang LLAJ, dan peraturan perundang-undangan lain di bawahnya yang

bersangkutan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini seperti

Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, dan lain-lain. Bahan hukum sekunder,

yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer,

37

Bambang Sunggono, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 35-36.

38

(27)

misalnya : buku-buku tentang hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari pakar

hukum, artikel, surat kabar, dan media massa lainnya, serta berbagai berita yang

penulis peroleh dari internet. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi

petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni kamus

hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.

4. Alat pengumpulan data

Ada tiga alat pengumpulan data yang lazim digunakan yakni, studi

dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara

(interview)39

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi kepustakaan dan wawancara.

Studi dokumen ini merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum

(baik normatif maupun sosiologis). Hal ini dikarenakan penelitian hukum selalu

bertolak dari premis normatif. Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi

studi bahan-bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.40 1. Bahan hukum primer (bahan hukum yang mengikat secara umum) terdiri dari:

a. Norma dasar atau kaidah dasar dalam pembukaan (preambule) UUD 1945;

b. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

c. Undang-undang No 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.

d. Konvensi-konvensi internasional di bidang hak asasi manusia.

e. Yurisprudensi yang ada hubunganya dengan pelanggaran hak asasi

manusia.

39

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, hlm. 201. 40

(28)

2. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberi Penjelasan mengenai bahan

hukum primer seperti berbagai bahan kepustakaan berupa buku, majalah,

hasil penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan

penelitian ini.

3. Bahan hukum Tertier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder yang mana terdiri:

a. Kamus hukum

b. Kamus bahasa Indonesia

c. Kamus Bahasa Inggris

d. Artikel artikel dan laporan dari media massa ( surat kabar , jurnal hukum,

majalah dan lain sebagainya ).

b. Wawancara

Studi lapangan yang dilakukan penulis dalam skripsi ini berupa

wawancara. Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to

face), ketika seseorang, yakni pewawancara, mengajukan pertanyaan-pertanyaan

kepada seorang responden dimana pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh

jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian.41

Tipe wawancara yang akan dilakukan oleh penulis yakni melalui

wawancara berencana (standardized interview) yaitu suatu wawancara yang

disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang disusun sebelumnya. Dipandang dari

sudut pertanyaannya, maka wawancara yang digunakan adalah tipe wawancara

41

(29)

terbuka (open interview). Wawancara terbuka ini dilaksanakan dengan

mengajukan pertanyaan sedemikian rupa sehingga responden tidak terbatas pada

jawaban “ya” atau “tidak” tetapi juga dapat memberikan penjelasan-penjelasan.42 5. Analisa data

Dalam penulisan skripsi ini analisis data yang dilakukan penulis adalah

menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara

lengkap kualitas dari data-data yang telah dikumpulkan dan telah diolah,

selanjutnya dibuat kesimpulan. Data yang telah diperoleh melalui studi lapangan

(wawancara) dan studi pustaka dikualifikasi dan diurutkan kedalam pola, kategori,

dan suatu uraian dasar. Keseluruhan data akan diuraikan secara deskriptif yang

kemudian akan dianalisa secara kualitatif.43

Berdasarkan hal tersebut dapatlah dikatakan, bahwa apa yang

dimaksudkan dengan metode kualitatif adalah suatu cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif-analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh

responden/informan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata,

dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. Metode kualitatif tidak hanya

bertujuan mengungkapkan kebenaran tetapi juga untuk memahami kebenaran

tersebut dan latar belakang terjadinya suatu peristiwa.44

42

Amirudin, Zainal Asikin, op.cit., hlm. 84. 43

Burhan Bungin, 2003, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm. 72.

44

Sorjoeno Soekanto, 1996, Kejahatan & Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 250.

Dalam hal ini dengan

menggambarkan suatu gejala di masyarakat melalui pengamatan yang dilakukan

oleh penulis untuk menentukan isi dan makna aturan hukum yang dijadikan

(30)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat secara sistematis agar memudahkan dalam

memahami pemaparan masalah yang terkandung dalam skripsi ini. Keseluruhan

sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang

satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi yang terdiri atas lima

bab ini di antaranya sebagai berikut :

Bab I : Bab ini berisikan pendahuluan yang memberikan gambaran umum

dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan

skripsi, diantaranya: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang mana

menguraikan tentang pengertian tindak pidana, pengertian kelalaian atau

kealpaan, pengertian LLAJ, dan pengertian anak, dan pengertian kausalitas.

Dalam bab ini terdapat pula penjelasan metode penelitian yang dipergunakan

kemudian diakhiri dengan penjabaran sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini membahas mengenai ketentuan pidana yang mengatur

tentang kelalaian berlalu lintas yang menyebabkan kematian orang lain yang

dilakukan oleh anak di jalan raya. Bab ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu subbab

pertama tentang ketentuan pidana yang berlaku terhadap pengemudi dalam

kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian orang lain menurut KUHP dan

UU LLAJ, subbab kedua tentang ketentuan pidana yang berlaku terhadap anak

pelaku kejahatan lalu lintas menurut UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

(31)

pelaku kejahatan lalu lintas menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

Bab III: Bab ini memberikan pemaparan tentang faktor penyebab

kecelakaan lalu lintas di jalan raya serta upaya pencegahan dan penanggulangan

yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas terutama yang

mengakibatkan orang lain meninggal dunia yang dilakukan oleh anak.

Bab IV : Bab ini memberikan pemaparan tentang pertanggungjawabanan

tindak pidana kelalaian berlalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain

yang dilakukan oleh anak (studi putusan Nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS).

Dalam bab ini terdapat gambaran kasus kelalaian anak yang mengarah pada tindak

pidana, maka disini juga akan dibahas mengenai kasus posisi kecelakaan lalu

lintas yang kemudian menganalisis pertimbangan hukum atas vonis yang

dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam putusan tersebut.

Bab V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang

kesimpulan atas pembahasan dari bab dua, bab tiga, dan bab empat sebelumnya

serta memuat pula saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan

pengaturan hukum dalam mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas di masa

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pardono (2009) yang menunjukkan hasil terbaik pembentukan jumlah polong tanaman kacang panjang dari kombinasi dosis pupuk organik

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Pengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah kedudukan perlindungan hukum kreditor pemegang Hak Tanggungan dan tenaga kerja apabila debitor

Menurut Luneta, et.al dalam Tanwey (2006: 110), penilaian kinerja dapat berbentuk (1) tes paper and pencil yang sasarannya adalah agar siswa dapat menampilkan

Tahap ini merupakan latihan mengajar yang mengupayakan mahasiswa dapat menerapkan kemampuan mengajar secara utuh dan terintegrasi dengan guru pembimbing yang

Nilai negatif (-) pada Z = -0,135 yang berarti bahwa nilai berarti bahwa nilai (kelompok kontrol) lebih kecil daripada nilai (kelompok perlakuan) sehingga dapat disimpulkan

Tujuan penelt ian ini adalah 1) Unt uk menget ahui pr ofesionalisme audit or dan et ika pr ofesi secar a par sial ber pengar uh t er hadap t ingkat per t imbangan mat

Pengaruh negatif tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti data penelitian merupakan data bulanan yang tidak memilahkan antara bank syariah dengan