• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TRADISI DAN MASYARAKAT JANJI MAUL

4.1 Adat Istiadat

Adat dan agama bukanlah dua hal yang berdiri satu di samping yang lain dan saling terikat, dan jangan juga orang menganggap bahwa agama berada di atas adat.43 Tetapi adat harus dipahami sebagai keberagaman totaliter dari manusia yang diliputi oleh tradisi mistisnya. Sifat khas keberagaman ini terdapat dalam dijaminnya keselamatan melalui kesetiaan yang kokoh kepada apa yang orang anut. Adat bukanlah agama itu sendiri, melainkan pelaksanaannya secara menyeluruh, yang diperlukan untuk memberlakukan peristiwa-keselamatan dari zaman purba kala.44

Dalam adat tetaplah orang-orang hidup dan orang-orang mati terikat satu sama lain secara sungguh-sungguh, dan mereka tetap mempunyai kewajiban- kewajiban satu sama lain.45 Oleh sebab itu adat sebagai tertib kehidupan yang disusun dalam bentuk tradisi mistis tak dapat tidak merupakan sesuatu yaang lebih tinggi dari pada suatu kejadian di bumi ini semata-mata. Bagi masyarakat, tidak cukup kalau kita menerjemahkan kata “adat” itu dengan kata-kata seperti “kebiasaan” dan “kelaziman”. Kata-kata ini tidak sanggup mengatakan bahwa adat itu pertama-tama bersangkut paut dengan agama suku, dan dengan keberagaman rakyat. Semua adat

43

Bnd. Keputusan Sinode Gereja Batak HKBP thn. 1937.

44

Lothar Schreiner, op.Cit., hal. 29.

45

Orang Batak Toba menyatakan dalam pepatah: sirang pe badanna, uhumna ndang sirang, artinya walaupun ia terpisah secara badan, tetapi secara undang-undang/hukum ia tidak terpisahkan.

pada akhirnya bersangkut-paut dengan pemujaan nenek-moyang, oleh karena adat bersangkut paut dengan kehidupan, yang hanya layak disebut kehidupan kalau dipenuhi keseimbangan dan ketertiban. Dalam tunduknya kepada adat, manusia dapat menemukan kebahagiaan dan harmoni untuk hidupnya.

Pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat Janji Mauli dilakukan berdasarkan struktur dan sistem hukum adat yang disebut dengan Dalihan na Tolu. Hal ini mengandung arti bahwa masyarakat Janji Mauli menganut sistem sosial yang tergabung dalam satu tatanan struktur yang terdiri atas kahanggi, mora, dan anak boru. Ketiga kelompok ini mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam struktur hukum adat Janji Mauli. Seseorang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini berdasarkan situasi, kondisi, dan tempat. Setiap orang secara pribadi dapat memiliki 3 kategori tersebut dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat Janji Mauli. Kedudukan seseorang dalam masyarakat Janji Mauli sangat fleksibel dalam struktur adat sehingga dapat menyesuaikan diri apabia dibutuhkan.

1. Kahanggi adalah kelompok keluarga semarga atau yang mempunyai garis keturunan yang sama satu dengan yang lainnya di dalam sebuah huta atau desa dan merupakan pendiri kampung.

2. Anak boru adalah kelompok keluarga yang dapat atau yang mengambil istri dari kelompok suhut. Anak boru juga berarti keluarga penerima anak perempuan.

Dalam upacara-upacara adat, Dalihan na Tolu mempunyai kedudukan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi yang telah diatur dalam hukum adat. Seseorang yang na pajonjongkon adat,46maka ia berkedudukan sebagai suhut. Suhut

dengan dukungan kahanggi harus melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dengan memegang prinsip Songon siala sampagul, rap tu ginjang rap tu toru, madabu rap margulu, sabara sabustak, salumpat saindage, sigaton lai-lai, yang artinya adalah mereka harus senasib sepenanggungan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Suhut dan kahanggi tidak dapat dipisahkan dan perselisihan paham harus mampu mempererat hubungan keduanya.47

Fungsi Dalihan na Tolu sangat berkaitan dengan suatu horja atau pekerjaan yang berhubungan dengan urusan adat agar didapatkan kata sepakat. Hasil kata sepakat disebut dengan Domu ni tahi dan dalam hal ini seseorang yang akan mengadakan horja harus menjelaskan apa yang menjadi hajatnya.

Masyarakat desa Janji Mauli sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat suku Angkola. Upacara adat seperti Horja Godang dan Mangupa merupakan rangkaian upacara adat perkawinan yang sampai sekarang tetap dilaksanakan secara turun temurun.48 Upacara mangupa merupakan sarana utama bagi para kerabat untuk menyampaikan doa dan harapan mereka agar pengantin yang baru memasuki gerbang

46

Artinya yang melaksanakan adat.

47

Wawancara dengan Partahian Siregar, di Janji Mauli, 17 Februari 2015.

48

pernikahan memperoleh kebahagiaan dan kesentosaan dalam hidup berumah tangga.49

Horja godang (pesta besar) merupakan ritual yang paling tinggi dan besar bagi masyarakat Angkola-Sipirok. Dalam pelaksanaan horja godang ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu martahi sabagas, martahi gondang, mandohoni, mangalo-alo mora, panaek gondang, maralok-alok, margalanggang, mambuat ipon, kehe tu tapian raya bangunan, mangupa, dan paulak anak boru.50

Jenis adat yang terdapat pada acara pesta adat masyarakat Janji Mauli tidak terlepas dari adat Angkola. Adapun upacara adat yang berlangsung saat pesta ditentukan oleh perekonomian masyarakat. Semakin seseorang punya harta yang banyak maka semakin besar jugalah upacara pesta yang di lakukannya. Jenis-jenis adat di Angkola adalah Adat Namemek (upacara secara kecil atau sederhana), Adat

Pakupangi (upacara menengah/pertengahan), Adat Nagodang (upacara adat paling besar).51

Dalam pelaksanaan upacara adat namenek masyarakat cukup hanya mengundang dongan sahuta dan keluarga dekat, dan membuat hidangan makanan seadanya, yakni ayam. Pada pelaksanaan adat pakupangi masyarakat mengundang semua keluarga yang ada di luar desa, hidangan makanannya adalah kambing. Adat

49

Parlaungan Ritonga dan Ridwan Azhar, Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan,

Medan, 2002, hal. 2.

50

Ibid., hal. 3.

51

nagodang merupakan adat yang paling besar. Dalam pelaksanaan upacara adat

nagodang ini, harus datang seluruh napa napa ni sibual-buali (masyarakat se- Kecamatan Sipirok), juga para penatua adat di Angkola-sipirok. Makanan yang dihidangkan adalah kerbau atau lembu.52

Pada umumnya masyarakat Angkola-Sipirok, secara khusus masyarakat Desa Janji Mauli mengenal holong/kasih yang diaplikasikan dengan adat, yaitu adat yang memberi kegembiran (suka cita) disebut dengan siriaon dan adat yang mendatangkan kesedihan (duka cita) sering disebut dengan siluluton. Pesta siriaon/suka cita terdiri dari tiga hal, dan kegembiraan itu wajar untuk dipestakan secara adat, yaitu anak lahir, perkawinan, dan memasuki rumah baru. Sedangkan pesta siluluton/duka cita terdiri dari tiga hal, yaitu mananom na mate, mangokkal holi, dan mangarasmihon pondom. Keenam hal tersebut jika dilaksanakan secara adat, maka pada setiap peristiwa tersebut akan nampak penerapan holong/kasih sayang atau sering disebut dengan paho.53

Anak tubu (anak lahir), adat yang dilakukan ialah adat mangupa, baik itu dengan adat panonga ataupun dengan adat penuh. Pada saat diberlangsungkannya adat ini, maka para ibu-ibu akan berdatangan dari hatobangon atau harajaon

membawa beras, kelapa, dan uang yang akan diserahkan kepada yang membuat pesta atau horja ini. Jika keluarga yang dekat yang datang, maka mereka harus membawa ayam dan kain-kain yang akan diserahkan kepada suhut.

52

Lihat hasil musyawarah lembaga Adat-Budaya Kec. Sipirok, op. cit., hal. 109.

53

Setiap anak yang baru lahir maka tetangga dan kaum kerabat berdatangan untuk melihat sianak yang disebut namanya mangaloalo tondi dohot badan. Dengan lahirnya anak tersebut tanpa komando, hanya karena sudah menjadi kebudayaan masyarakat, para tetangga keluarga yang melahirkan pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar yang terdiri dari kayu keras dan sudah dapat dibakar untuk disandarkan ke dekat pintu rumah sianak yang lahir itu. Letak kayu inipun ada aturannya, yaitu jika anak yang lahir adalah laki-laki maka disandaranlah kayu tersebut di sebelah kanan tangga rumah dan kalau yang lahir itu anak perempuan disandarkanlah di sebelah kiri tangga rumah.

Haroan boru (perkawinan), jenis adat yang dipakai dalam pesta perkawinan pada masyarakat Desa Janji Mauli adalah adat Angkola yang terbagi atas dua jenis, yaitu adat marlojong dan adat dipabuat. Perkawinan marlojong, marlojong artinya berlari. Suatu perkawinan disebut marlojong apabila antara laki-laki dan perempuan ingin melakukan suatu perkawinan atas dasar suka sama suka, tapi jika seandainya mereka melaksanakan peminangan secara adat, mereka tidak diizinkan oleh orang tua mereka.54 Kemudian mereka pergi meninggalkan rumahnya masing-masing menuju suatu tempat yang memungkinkan untuk melangsungkan suatu perkawinan. Dengan demikian mereka melangsungkan perkawinan tanpa suatu upacara peminangan atau pertunangan secara adat. Untuk melangsungkan perkawinan marlojong si wanita harus meninggalkan kain sebagai suatu tanda dirumah orang tuanya. Biasanya

54

perkawinan marlojong ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor orang tua kurang setuju, faktor status sosial ekonomi yang berbeda, faktor sistem adat yang tifak memungkinkan untuk dilaksanakan secara adat (perkawinan sumbang), faktor agama dan kepercayaan yang berbeda, dan lain-lain. Dampak negatif terhadap orang tua, baik terhadap orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan dari tindakan perkawinan marlojong ini ialah status dan martabat orang tua di mata masyarakat secara adat-istiadat sejak saat itu menjadi dipandang rendah/turun.

Perkawinan dipabuat. dipabuat artinya diambil atau dipinang. Perkawinan ini adalah perkawinan yang paling lazim dilakukan, yang didasari atas suka sama suka oleh kedua calon pengantin, demikian juga kedua belah pihak orang tua mereka menyetujuinya. Pada perkawinan semacam inilah dapat dilaksanakan adat namenek, adat pakupangi, ataupun adat nagodang. Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan dengan upacara adat maka berlakulah peraturan-peraturan adat, dari mulai peminangan sampai pelaksanaan perkawinannya.55

Dalam kawin marlojong, upacara perkawinannya dengan sendirinya akan dilakukan di luar upacara adat. Mungkin mereka akan keluar dari lingkungan keluarga kedua belah pihak, dan dengan demikian mereka akan keluar dari lingkungan peradatan masyarakat Angkola.56 Namun demikian, masih terdapat kemungkinan bahwa hal ini dapat diselesaikan secara adat. Adapun penyelesaiannya adalah melalui musyawarah dari kedua belah pihak. Bila dari musyawarah ini

55

Ibid., hal. 207.

56

dihasilkan suatu persetujuan untuk merestui atau menyelenggarakan perkawinan ini, maka perkawinan secara adat pun akan dilaksanakan. Dengan demikian mereka berdua dapat diterima kembali dalam lingkungan keluarga dan adatnya. Bagi setiap orang, perkawinan merupakan suatu hal yang maknanya teramat penting, karena perkawinan dapat membuat suatu perubahan yang besar dalam kehidupan seseorang.

Marmasuk Jabu Na Imbaru (memasuki rumah baru), adat yang dibuat untuk meresmikan sebuah rumah adalah Pahoras Tondi. Adat ini bertujuan untuk mendukung si pemilik rumah karena sudah bersusah payah baik jiwa, maupun raganya dalam hal mengumpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rumahnya. Memasuki rumah baru juga disebut dengan mangondot bagas na imbaru. Disebut demikian karena rumah yang baru selesai itu kemungkinan besar masih ada lagi yang kurang kuat, maka untuk memeriksa itu perlu diadakan diondot.57

Pada saat dilaksanakannya upacara adat, pihak mora memberikan ulos, abit godang/selimut dan kain-kain pelekat kepada suhut yang punya rumah. Pemberian

mora dan anak boru kepada Suhut yang berupa omas sidumorsing yang disebut

paisipaku, demikian juga sebaliknya pada saat mora dan anak boru pulang maka pihak suhut memberikan uang yang disebut namanya paisingiro di tongan dalan. Masyarakat yang menjadi undangan membawa beras, kelapa, uang untuk diserahkan kepada suhut di dalam ampang.

57

Diondot adalah upacara adat penuh, utiutian (gondang) harus dibunyikan dan harus manortor (menari adat). Sipenari mengentak-entakkan kakinya ke lantai yang disebut Mangondot.

Mananom na mate (menguburkan yang meninggal), dalam pelaksanaan adat penguburan orang yang meninggal para fungsionaris adat harus memperlihatkan uhum/hukum yang berhubungan dengan pesta tersebut. Ada beberapa jenis pesta adat penguburan orang meninggal, yaitu sayur matua bulung (yang meninggal sudah lanjut usianya), marlaklak (yang meninggal sudah memiliki keturunan dan keturunannya sudah menikah semuanya), ringgas manaek (yang meninggal mempunyai kemasyarakatan yang baik).

Tata cara pelaksanaan adat penguburan orang meninggal adalah (1)

Marjonggori, artinya tidak tidur pada malam hari sebelum yang meninggal itu dikuburkan, (2) Martahi Marpokat, artinya membuat sidang-sidang adat, (3) masyarakat yang datang membawa beras, kelapa, uang dan diserahkan kepada suhut, (4) mengerjakan segala sesuatu untuk penguburan, membuat peti jenazah, (5)

mangapuli, artinya para pengetua adat baik yang berdomisili di huta ataupun tetangga datang untuk memberikan kata-kata penghibur bagi yang bersangkutan.

Mangokkal holi (memindahkan tulang belulang), pada saat membuka kuburan yang lama maka dilaksanakan terlebih dahulu musyawarah yang disaksikan oleh

Kahanggi, Anak boru, dan Mora. Anak borulah yang bertugas untuk menggali kuburan sampai tulang belulang yang digali ditemukan semuanya. Kahanggi berperan untuk mengangkat tulang belulang dan memberikannya kepada mora untuk memberi berkah/pasu-pasu.

Di kampung halaman masyarakat menunggu dan menyiapkan segala sesuatunya untuk menguburkan holi/tulang belulang. Masyarakat memberi tenaga dan waktu, dan mereka juga menyiapkan materi seperti beras, kelapa, uang untuk diserahkan kepada suhut.

Mangaresmihon pondom (meresmikan rumah adat orang yang meninggal), orang Batak Angkola-Sipirok mengasihi orangtuanya bukan hanya semasa hidupnya, tetapi juga sesudah meninggal. Orang Angkola-Sipirok mengakui kekuatan para roh nenek luhurnya untuk memberi mereka rezeki dan umur yang panjang, maka mereka membangun rumahnya di kuburan yang sebelumnya sudah diresmikan menurut adat masih bernama soposopo di balian.

Pelaksanaan upacara ini dimulai dari sidang-sidang adat yang diberlangsungkan oleh para kahanggi, anak boru, dan mora. Pihak anak boru

mengerjakan segala pekerjaan yang berhubungan dengan dapur dan mengundang. Dilaksanakan juga pemberian beras, kelapa, dan uang kepada suhut.

Dalam pelaksanaan adat istiadat, masyarakat desa Janji Mauli mengundang semua masyarakat yang ada di lingkungan desa Janji Mauli sesuai dengan Dalihan Na Tolu. Masyarakat yang ada di luar desa Janji Mauli, yang pada dasarnya beragama Islam tetap diundang dan dilibatkan dalam segala hal, untuk menyukseskan pesta adat.

Dokumen terkait