• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TRADISI DAN MASYARAKAT JANJI MAUL

4.2 Hukum Adat

4.2.3 Sanksi Sosial

Dalam menjalin hubungan kekeluargaan yang baik dengan masyarakat luar desa Janji Mauli yang penduduknya adalah beragama Islam, masyarakat Janji Mauli membuat sebuah peraturan yang harus dijalankan oleh masing-masing penduduk yang berdiam di desaJanji Mauli. Peraturan itu adalah:

“Jika masyarakat ada yang mendapat Babi Hutan dan Anjing dari hasil buruan dan ingin memotongnya, maka dia harus memotongnya di hutan dan tidak boleh satupun masyarakat desa yang mengetahuinya. Daging Babi dan Anjing yang sudah dipotong harus dibagi rata kepada semua penduduk yang ada di desa, dan dibayar sesuai dengan kemampuan masyarakat yang menerimanya sebagai ganti rugi dan juga upah masyarakat yang memotongnya.”65

Bagi masyarakat yang melanggar peraturan tersebut dan apabila masyarakat dengan sengaja memotong babi dan anjing di huta maka akan diberi sanksi moral, yaitu dikeluarkan dari adat masyarakat Janji Mauli.

65

4.3 Kearifan Lokal Masyarakat

Kearifan lokal adalah pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari.66 Tambahnya, kearifan lokal berisi gambaran tentang anggapan masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, bagaimana lingkungan berfungsi, bagaimana reaksi alam terhadap tindakan-tindakan manusia, serta hubungan manusia dengan lingkungan alamnya.

Kearifan lokal yang tertanam pada setiap individu dalam masyarakat Janji Mauli semakin memperkuat rasa solidaritas dan kerukunan. Masyarakat mengakui adanya kekuatan di dalam kearifan lokal yang mereka jaga dan lestarikan. Adapun kearifan lokal yang ada pada masyarakat Janji Mauli adalah Mangamotamoti, Pesta Gotilon, Pesta Panaburnaburon, Pangurasurason, Tombuk Tano, dan Marsiadapari. (i) Mangamotamoti artinya ritual keluarga bersyukur atas tanaman-tanaman yang baru dipanen. Setiap keluarga yang tinggal di Janji Mauli yang telah melaksanakan panen membuat syukuran di rumahnya, sebagai bentuk terimakasih kepada Tuhan dan Alam yang telah memberikan rezeki kepada mereka. Mereka mengundang sanak-keluarga dan penduduk desa untuk bersama-sama memakan santan.

66

(ii) Pesta Gotilon artinya membawa hasil panen ke gereja untuk ucapan syukur atas panen. Pesta ini biasanya dilakukan pada bulan Juni dan Juli. Penduduk desa secara bersama-sama membawa hasil panennya ke gereja untuk dimakan bersama.

(iii) Pesta Panaburnaburon artinya membawa benih ke gereja untuk didoakan agar hasil panen berlipat ganda. Dalam acara ini, masyarakat makan

santan bersama di gereja.

(iv) Pangurasurason artinya doa agar tanaman padi berbuah dengan baik dibarengi dengan memotong hewan. Acara ini khusus hanya untuk mendoakan tanaman padi.

(v) Tombuk Tano artinya Raja Adat/Bius membuka pekerjaan (pertama sekali mengelolah tanah) lalu masyarakat huta memulai bekerja di sawah. Kegiatan ini dilaksanakan pada awal pembukaan lahan yang baru.

(vi) Marsiadapari artinya bekerja sesama masyarakat melakukan pekerjaan di persawahan/perladangan.

4.4 Tradisi Marjambar

Setiap menjelang Natal dan Tahun Baru masyarakat desa Janji Mauli akan mendatangi rumah-rumah tetangga yang menganut agama Islam sambil membawa bungkusan berisi bermacam-macam kue. Pemandangan serupa juga bisa ditemukan menjelang Idulfitri, manakala para penganut agama Islam mendatangi setiap rumah

penganut agama Kristen untuk mengantarkan bungkusan berisi bermacam-macam kue lebaran. Tradisi seperti itu biasa disebut dengan marjambar.67

Marjambar berasal dari bahasa sub Batak Angkola Sipirok. “Mar” artinya

melakukan, memperbuat, sedangkan “Jambar” artinya bertukaran atau bergantian. Apabila kata ini digabungkan maka memiliki makna memberikan secara bergantian. Masyarakat Sipirok memiliki tradisi, berupa memberikan penganan aneka ragam kue menjelang Idul Fitri oleh pemeluk Islam kepada pemeluk agama Kristen. Sebaliknya oleh pemeluk agama Kristen kepada pemeluk agama Islam menjelang hari Natal dan Tahun Baru.

Tradisi marjambar sudah berlangsung turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya, yang terjadi secara alami tanpa ada komando. Bagi pemeluk agama Islam dan Kristen mengakui tradisi ini telah membuat hubungan antar umat beragama menjadi lebih terjaga. Karena, hari-hari besar agama (Idul Fitri, hari Natal dan Tahun Baru) bukan hanya menjadi hari yang khusus bagi salah satu penganut agama saja. Pengaruhnya-pun sangat bagus terhadap kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Dengan tradisi ini, aparat keamanan tidak perlu repot-repot melakukan pengamanan rumah-rumah ibadah menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun baru. Karena masyarakat sudah menyadari pentingnya rasa saling menghormati dan menciptakan kerukunan di antara mereka.

67

Pascakemerdekaan Republik Indonesia, upaya untuk menyatukan perpecahan pemeluk agama (Islam dan Kristen) dirajut kembali yang digagas tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Hubungan persaudaraan diikat dalam konsep adat

Dalihan Na Tolu (tungku bertiang tiga) yang terdiri dari kahanggi, mora dan anak boru dengan kedudukan yang sederajat baik dalam acara kegiatan sosial, pesta adat maupun dalam acara duka atau meninggalnya anggota keluarga. Secara perlahan perpecahan ini dapat disatukan kembali, dan untuk mengikat hubungan harmonisasi di antara mereka muncullah tradisi marjambar.

Sejumlah tokoh agama Islam maupun Kristen mengakui tradisi ini telah membuat hubungan antarumat beragama menjadi sangat cair. Hari-hari besar agama, seperti Idulfitri dan Natal, bukan lagi menjadi hari yang khusus bagi salah satu penganut agama. Kedua hari besar agama itu milik semua penganut agama.

Marjambar dipahami tidak sekedar sebagai tradisi memberikan kue. Ada subtansi lain dari tradisi itu, yakni sebuah upaya dari suatu pemeluk agama yang berbeda untuk mengajak pemeluk agama lain agar ikut merayakan hari besar agama itu seperti mereka merayakannya.

Pada tataran ini hari besar agama tidak dikaitkan dengan ibadah agama berikut tahapan-tahapan religiusnya yang sakral, tetapi lebih pada persoalan pengakraban secara social sebagai warga dalam lingkungan yang sama. Agama bagi masyarakat tetap saja sangat personal, tetapi tradisi agama itu menjadi universal. Yang terpenting

bagi masyarakat adalah hubungan social di antara penganut agama berbeda, sebuah kesadaran yang lahir dari kenyakinan tentang pentingnya menjaga stabilitas sosial.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Desa Janji Mauli merupakan daerah tempat tinggal masyarakat yang berada di Sipirok, Tapanuli Selatan. Desa ini telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu sejak akhir tahun 1899, dan diresmikan pada awal 1 Januari 1900. Dengan arahan seorang opzekhter (pengawas) jalan, yaitu Thomas Gelar Mangaraja Naposo, yang merupakan seorang tangan kanan pemerintahan Kolonial Belanda kepada

kahangginya, yaitu Mangaraja Porkas Siregar, Mangaraja Laloe Siregar, Baginda Martua Raja Siregar, dan Baginda Nauli Siregar dari Kerajaan Sipirok, huta

Bagaslombang maka desaini ada.

Seluruh masyarakat yang tinggal di desa Janji Mauli adalah bersuku Batak Toba dan beragama Kristen. Desa ini di kelilingi oleh desa maupun dusun yang seluruh penduduknya adalah beragama Islam. Masyarakat mampu menjaga kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama dengan menjaga nilai-nilai tradisi kebudayaan dan juga nilai-nilai keagamaan.

Kehidupan sosial masyarakat Janji Mauli tidak terlepas dari pola pikir dan tingkah laku yang berpedoman pada filosofi hidupnya, yaitu Dalihan Na Tolu (mora, kahanggi, anak boru). Filosofi hidup inilah yang menjadi salah satu alat pemersatu

masyarakat Janji Mauli dengan masyarakat luar yang pada umumnya beragama Islam.

Sistem mata pencaharian masyarakat tidak terlepas dari pertanian. Sejak didirikannya huta ini, masyarakat bergantung kepada alam. Untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, masyarakat memanfaatkan lahan yang ada. Kegunaan lahan dibagi sesuai dengan letaknya, adapun pembagian lahan pada masyarakat desa Janji Mauli adalah lahan persawahan, lahan perkebunan, dan

tombak. Pembagian lahan ini sesuai dengan tali air/irigasi yang dibuat oleh masyarakat.

Jenis tanaman yang dikelolah di lahan persawahan adalah tanaman padi, kacang, tomat, dan tanaman palawija lainnya. Di lahan perkebunan tanaman yang terdapat dan dikelolah oleh masyarakat adalah tanaman kulit manis, kopi, cengkeh, cokelat, dan karet. Sedangkan tombak/hutan, dijadikan sebagai tempat berburu.

Masyarakat Janji Mauli sebagai masyarakat adat memiliki tradisi yang telah dipercaya sejak zaman nenek moyang mereka. Adapun tradisi yang terdapat pada masyarakat Janji Mauli adalah adat istiadat, hukum adat, kearifan lokalnya, dan tradisi marjambar. Tradisi inilah yang mengatur tatanan kehidupan pada masyarakat Janji Mauli, dan juga sebagai alat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama di Sipirok.

Agama yang berkembang pada masyarakat adalah agama Kristen (HKBP). Agama ini dipertahankan oleh masyarakat Janji Mauli sejak dulu. Dengan dibukanya

desa Janji Mauli, beriringan pulalah dengan dibangunnya sebuah gereja yaitu gereja HKBP Janji Mauli.

Tradisi dan agama yang berkembang pada masyarakat, mampu dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat desa Janji Mauli. Sejak awal penulisan hingga akhir periode penulisan ini, yaitu dengan beralihnya masyarakat dari HKBP ke GKPA, tidak pernah ada konflik sesama masyarakat dan antar umat beragama.

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang diberikan oleh penulis untuk perbaikan kedepan melalui skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Agar masyarakat desa Janji Mauli tetap menjaga tradisi dan agama yang berkembang pada masyarakat.

2. Perlunya perhatian dari pemerintah untuk memberikan arahan kepada masyarakat agar mampu membangkitkan pembangunan perekonomian masyarakat yang mandiri.

3. Masyarakat desa Janji Mauli perlu membangun persatuan dan membina lebih dalam kerukunan sesama masyarakat dan masyarakat luar yang pada umumnya berbeda agama.

4. Pentingnya bagi para perantau desa Janji Mauli untuk mengetahui lebih dalam lagi sejarah dan tentang kehidupan nenek moyang mereka dahulu.

5. Dengan adanya skripsi ini, maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan mempertimbangkan agar tidak menggusur pekuburan masyarakat desa Janji Mauli. Dan tidak mengklaim tanah adat masyarakat sebagai hutan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruz Media Group, 2007.

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 1984, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

Bintarto, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1929.

Cambers, Robert, Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa secara Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996.

Castles, Lance, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera : Tapanuli 1915- 1940, Jakarta: Gramedia, 2001.

Harahap, H.M.D, Adat Istidat Tapsel, Jakarta, Grafindo, 1986.

Kartodirjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2004. Kozok, Uli, Utusan Damai di Kemelut Perang, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2010.

Lumbantobing, Andar M., Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: Gunung Mulia, 1996.

Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita. 2006. Nainggolan, Togar, Batak Toba : Sejarah dan Transformasi Religi, Jakarta: Bina

Media Perintis, 2012.

Parlindungan, Mangaraja Onggang, Tuanku Rao, Jakarta : Tanjung Pengharapan. 1964.

Peursen, van, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Ritonga, Parlaungan, dan Ridwan Azhar, Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan, Medan, 2002.

Sajogyo, Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan Jilid I, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005.

Samosir, Djamanat, Hukum Adat Indonesia : Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia, Bandung: Nuansa Aulia, 2013.

Schreiner, Lothar, Adat dan Injil: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, Jakarta: Gunung Mulia, 1998

Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

_________, Seminar Sejarah Lokal: Dinamika Masyarakat Pedesaan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993.

_________, Adat Budaya Angkola-Sipirok Haruaya Mardomu Bulung Napa-Napa Ni Sibual-buali, Tapanuli Selatan: Lembaga Adat-Budaya, Kec. Sipirok, 1997.

Sjamsuddin, Helius, Metologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Tambunan, Emil H., Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan, Bandung: Tarsito, 1892. Yewangoe, A.A., Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2002.

Y.R. Zakaria, Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat, Jakarta : Walhi, 1994.

Sumber lain:

Nipleli Pohan, Artike: Sejarah Janji Mauli, 1 Juli 1993.

Akhir Matua Harahap, Sejarah Pemerintahan di Tapanuli Bagian Selatan: Dari Zaman Huta (Luhat) Hingga Zaman Desa (Urban).

Lihat hasil musyawarah lembaga Adat-Budaya Kec. Sipirok. Berjudul: Adat Budaya Angkola-Sipirok Haruaya Mardomu Bulung Napa-Napa Ni Sibual-buali, tahun 1997.

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Rosiana Simanjuntak Alamat : Janji Mauli

Pekerjaan : Bertani Usia : 83 tahun

2. Nama : Harapan Simatupang Alamat : Janji Mauli

Pekerjaan : Bertani/ Kepala Desa Janji Mauli Usia : 56 tahun

3. Nama : Maratua Pohan Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 76 tahun

4. Nama : Partahian Siregar Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 64 tahun 5. Nama : Remsi Siregar

Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 68 tahun

6. Nama : Hotna Sihombing Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 78 tahun 7. Nama : Elisa Pohan

Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 51tahun

8. Nama : Abdul Nasution Alamat : Aek Batang Miha Pekerjaan : Bertani

Usia : 66 tahun

9. Nama : Lambok Siregar Alamat : Janji Mauli Pekerjaan : Bertani Usia : 70 tahun

10.Nama : Subirlan Siregar Alamat : Tolang

Pekerjaan : Bertani Usia : 70 tahun

LAMPIRAN

Dokumen sejarah Janji Mauli, berbahasa Angkola.

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Janji Mauli, sejak tahun 1900- 1980.

Dokumen terkait