• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anggota III : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. (

2.1 Adat

Salah satu pendukung budaya tradisi Batak Toba, adalah apa yang disebut dengan adat. Di dalam kebudayaan Batak Toba, adat merupakan warisan yang diperoleh dari leluhurnya—dan wajib dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Secara kultural, adat dalam masyarakat Batak Toba ini menjadi pedoman kepada setiap individu dan kelompok, dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Di dalam

adat terdapat unsur hukum, aturan, norma, nilai, dan tata cara yang mengatur tentang hubungan manusia dan manusia, baik secara individu maupun kelompok.

Dalam persepsi budaya masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian

Debata Mulajadi Na Bolon1 yang harus dituruti oleh makhluk penciptan-Nya,

dengan tujuan aman, damai, sentosa seluruh alam ini. Adat tersebut menjadi hukum (yang tidak tertulis) bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, menurut standar kebudayaan Batak Toba.

Selain itu, adat merupakan kebiasaan (hasomalan) yang dapat diartikan sebagai aturan-aturan yang dibiasakan (yang berdimensi ide dan perilaku sekaligus). Pengertian lain dari istilah adat ini adalah kebiasaan di suatu tempat atau yang terdapat pada suatu kelompok marga (klen) yang diturunkan dari orang-orang tua dan diwariskan secara turun temurun, berupa pesan tentang aturan dan hukum yang tidak boleh diabaikan atau dilupakan. Seterusnya, hukum adat yang merupakan pemberian dari Debata Mulajadi Na Bolon sebagai perintah yang harus dituruti oleh segenap warga masyarakat Batak Toba, dimulai dari kebiasaan adat yang dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat. Dampaknya adalah tertanam suatu kepercayaan pada setiap individu dalam masyarakat Batak Toba terhadap

1

Dalam sistem religi tradisi masyarakat Batak Toba Lama, Debata Mula Jadi Na Bolon dipercayai memiliki kekuasaan di atas langit yang mencakup jiwa dan roh yaitu: tondi, sahala, dan

begu. Yang dimaksud tondi dalam system kepercayaan ini, adalah jiwa atau roh seseorang yang

merupakan kekuatan. Oleh karena itu tondi memberikan nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang janin berada di dalam kandungan ibundanya. Jikalau tondi meninggalkan badan (raga) seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal dunia. Maka ketika tondi meninggalkan raga seseorang, dalam budaya Batak Toba selalu diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon (roh jahat) yang menawannya. Kemudian termonilogi sahala dapat diartikan sebagai jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Seterusnya, istilah sahala sama dengan kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu adalah tondi orang telah meninggal yang perilakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

hukum adat tersebut. Orang-orang Batak Toba meyakini bahwa jikalau adat sebagai warisan utama itu diikuti dan dilaksanakan, maka orang tersebut dipercayai akan mendapat berkah, sedangkan orang yang tidak peduli dengan adat tersebut akan mendapat bala, berupa hukum tersirat maupun yang tersurat.

Selanjutnmya, secara teologis, adat adalah bentuk keseluruhan suatu sistem religi suku. Adat tersebut merangkum, meresapi, dan menentukan eksistensi suku atau bangsa dengan cara bagaimanapun. Kemudian, adat menghubungkan orang yang hidup dan kasat mata atau kelihatan dengan orang yang mati yang tidak kelihatan; selain itu adat mengatur tata tertib sosial untuk desa atau kelompok desa sebagai persekutuan hukum, persekutuan produksi, dan persekutuan religi. Selain itu, adat mempertahankan daya hidup mitos, di mana kekuatannya terdapat pada

nomisme, yaitu sikap hukum yang alamiah dan tujuannya ialah untuk pencapaian

kelanggengan dan keselarasan antara alam makrokosmos dan mikrokosmos. Di dalam keseluruhan aspek yang berkait dengan adat ini, dunia binatang dan tumbuh-tumbuhan diintegrasikan sepenuhnya sama seperti dunia alam dan angkasa. Adat mepunyai corak bermotif sebab ia mempunyai dasar dalam mitos yang merupakan konsep suatu bangsa untuk memahami dirinya. Oleh karena itu, adat merupakan bagian lahiriah serta pengembangan mitos dalam kehidupan bersama dan penerapannya dalam segala seluk belukn kehidupan (Pasaribu, 1986:61).

Adat memiliki asal-usul keilahian (ketuhanan) begitu pula merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang kembali. Selepas itu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner, 1994:18). Pola-pola kehidupan yang Nampak dan dapat diamati dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara

perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur berdasarkan adat (ibid, 1994:20).

Budaya Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat adalah bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Di dalam praktik pelaksanaan adat Batak Toba, realitas di lapangan menunjukkan terdapat empat (4) katagori adat.

Yang pertama, masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri. Menunjukkan bahwa setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing. Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat, di sisi lain masyarakat Batak Toba yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis dalam konteks menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang membentuk pola pikir, di samping unsur teknologi yang mempengaruhi adat tersebut.

Yang kedua, adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum religi yang banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat secara rinci, memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan bermasyarakatnya. Selaras pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum religi yang sudah membudaya, sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri.

Ketiga, Pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terus menerus. Oleh karena itu, maka pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu.

Keempat, pandangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga

mengalami perubahan, akibat dari pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.

Adat ini juga mengarahkan bagaimana orang-orang Batak Toba dalam menciptakan, mengkreasikan, menggubah, dan mempraktikkan kesenian-keseniannya termasuk dalam nyanyian. Kemudian aspek-aspek adat yang mentradisi ini diteruskan ke dalam konteks musik populer Batak Toba, termasuk juga bagaimana mengadopsi musik-musik dunia dalam kebudayaan Batak Toba itu sendiri. Bagaimanapun, peran adat tetap berlanjut baik secara tradisi atau di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini.

Dokumen terkait