• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI AGRAM LAYAN G LAYAN G 84

Dalam dokumen 2. pengelolaan kawasan konservasi laut (Halaman 77-82)

STATUS KEBERLANJUTAN PENYU LAUT DI PULAU KAPOPOSANG

DI AGRAM LAYAN G LAYAN G 84

73.90 60.89 38.49 45.15 72.79 0 20 40 60 80 100 Dim e n si Su m b e r d a y a Dim e n si So sia l Dim e n si Eko n o m i Dim e n si Ke le m b a ga a n Dim e n si Te kn ik Pe n a n gka p a n

Dim e n si Ha b it a t d a n Eko sist e m

Gambar 10. Diagram Layang Nilai Indeks Keberlanjutan Setiap Dimensi Pengelolaan Penyu

Diagram diatas menunjukkan indeks kebelanjutan setiap dimensi dalam pengelolaan penyu di Pulau Kapoposang. Indeks keberlanjutan Dimensi dengan niai terendah yaitu dimensi ekonomi dengan nilai 38.49 (kurang berkelanjutan). Selanjutnya dimensi yang memiliki kategori berkelanjutan adalah teknik penagkapan dengan nilai 45.15, dimensi dosial denga nilai 60.89, dimensi Habitat dan ekosistem dengan nilai 72.79, dan dimensi sumberdaya dengan nilai 73.90, sedangkan yang tertinggi adalah dimensi kelembagaan dengan nilai 84.01 (sangat berkelanjutan). Untuk itu diperlukan perhatian yang lebih tinggi pada dimensi dengan nilai keberlanjutan yang rendah dimensi ekonomi, terutama dalam hal pengembangan mata pencaharian alternatif ramah lingkungan.

Kesimpulan

Status keberlanjutan setiap dimensi yang berpengaruh dalam pengelolaan penyu melalui pendekatan ekosistem di Pulau Kapoposang adalah dimensi ekonomi (kurang berkelanjutan), dimensi teknik penangkapan, sosial, ekonomi, habitat dan ekosistem (berkelanjutan), sedangkan dimensi kelembagaan (sangat berkelanjutan), sedangkan status keberlanjutan secara agregat atau multidimensi memiliki kategori baik atau berkelanjutan.

Hasil analisis multidimensi aplikasi Rapfish (modifikasi) menujukkan nilai stress dan koefisien determinasi cukup baik dan hasilnya dapat dipercaya.

Rekomendasi

(1) Perlu melindungi habitat peneluran penyu, demplot peneluran penyu, dan perlindungan proses peneluran pada musim pemijahan, penangan telur yang berasal dari nelayan dengan baik sebelum ditangkarkan.

(2) Pelibatan anggota masyarakat dalam kegiatan pengelolaan dan penangkaran penyu di Pulau Kapoposang selain anggota kelompok pelestari penyu (Bahari Lestari) agar tidak terjadi konflik.

(3) Pengembangan wisata ekologi di Pulau Kapoposang sebagai salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya penyu yaitu promosi daya tarik untuk menyaksikan penyu bertelur pada musim pemijahan.

(4) Peningkatan sosialisasi peraturan yang sudah ada baik peraturan pada level kabupaten, provinsi, nasional, maupun internasional pada masyarakat di Pulau Kapoposang.

(5) Pengawasan dan pengendalian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, dan penyadaran masyarakat untuk melakukan pelepasan penyu.

(6) Melindungi terumbu karang, padang lamun yang ada disekitar daerah peneluran penyu (sarang penyu) Memberikan perhatian terhadap habitat penyu, khususnya kondisi terumbu karang dengan mengintensifkan pengawasan terhadap penerapan program dan aturan yang telah berjalan saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alder, J. TJ Pitcher. Preikshot D, Kaschner K, Ferris B. 2000. "How Good Is Good?": A Rapid Appraisal Technique for Evaluation of The Sustainability Status of Fisheries of North Atlantic. Sea Around Us Methodology Review: 136-182.

Allahyari MS. 2010. Social Sustainability Assessment of Fisheries Cooperatif in Guilan Province, Iran. J.Of Fisheries and Aquatic Science 5(3):216-222

Arianto, A. 1999. Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys

imbricata) dan Pengelolaan di Pantai Tampang-Belimbing TN bukit

Barisan Selatan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Awaloeddinnoer. 2012. Prevalensi Penyakit Pada Karang sclerectinia di Kepulauan Spermonde. Tesis. Jurusan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah, Program studi Manajemen Kelautan. Pasca Srajana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Cicin-Sain and R.W. Knecht, 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island Press, Washington DC

Charles AT. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Sciences. London. UK Dahuri, R,J. Rais, SP Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradniya Paramita. Jakarta

Dayanti,S.R.2010.Survey Kesadaran dan Dukungan Masyarakat terhadap Pengelolaan

Kawasan Konservasi TWP Pulau Kapoposang.Laporan Praktek Kerja

Lapang.Jurusan Ilmu Kelautan.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin.Makassar

Dermawan Agus, Ir, dkk. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI.

DKP. 2009b. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta

FAO Fisheries Department. 2004. The state of world fisheries and aquaculture. FAO Rome, pp 153.

Fletcher, W.J. 2008. “A Guide to Implementing an Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) for the tuna fisheries of the Western and Central Pacific Region”. Forum Fisheries Agency, Honiara, Solomon Islands. Version 5 March 2008: 70.

Haslindah. 2012. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan Kapoposang Kabupaten Pangkep. Tesis. Jurusan Perencanaan

dan Pengelolaan Wilayah, Program studi Manajemen Kelautan. Pasca Srajana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Indrawasih, Ratna. 2008. “Co-Management Sumberdaya Laut Pelajaran Dari Pengelolaan Model COFISH Di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat”. Jurnal Kebijakan Dan Riset Sosial Ekonomi, Volume I No.2

Irwan Noor. "Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur" Disertasi Program Doktor. Universitas Hasanuddin. Makassar 2012.

Kavanagh. P. 2001. Rapid Appraisal for Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish Software Description (for Microsoft Exel). University of British Columbia

Kay, R and J. Alder, 1999. Coastal Planning & Management E & FN Spon, London

Kementrian Kelautan Dan Perikanan. 2011. Laporan Akhir Monitoring Kondisi

Kesehatan Terumbu Karang di TWP Kapoposang. Direktorat Jendral Kelautan,

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Satker Rehabilitasi dan Terumbu Karang. Kruskal, J. B., & Wish, M. (1978). Multidimensional scaling. Beverly Hills, CA: Sage

Publications.

Marasco, R. J., Goodman, D., Grimes, C. B., Lawson, P. W., Punt, A. E. and Quinn II, T. J.2007. “Ecosystem-based fisheries management: some practical suggestions”. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Science, 64, pp. 928-939.

Márquez-M., R. 1990. FAO Species Catalogue Vol. 11: Sea Turtles of The World: An Annotated and Illustrated Catalogue of Sea Turtle Species Known To Date. FAO. Roma. iv + 81 h.

Metcalf, J. Sarah. 2009. “Qualitative Modelling To Aid Ecosystem Analyses For Fiheries Management In A Data-Limited Situation”. Dissertation. University of Tasmania. Australia.

Notohadikusumo.T. 2005. Implikasi Etika Dalam Kebijakan Pembangunan Kawasan. Jurnal Forum Perencanaan Pembangunan. Edisi Khusus, Januari 2005

Nuitja, I.N.S. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. IPB Press. Bogor. xii + 127 h.

Nur, N. 2004. Sea Turtle Conservation in Malaysia. www.wildasia.net. [18 Maret 2005]

PERSGA/GEF. 2004. Standard survey methods for key habitats and key species in the Red Sea and Gulf of Aden. PERSGA Technical Series No.10. PERSGA, Jeddah.

Pitcher, T.J. and Preikshot, D.B. 2001. “Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries”. Fisheries Research, 49(3): pp. 255-270

Pikitch, E.K., Santora, C., Babcock, E.A., Bakun, A., Bonfil, R.,Conover, D.O., Dayton, P., Doukakis, P., Fluharty, D., Herman,B., Houde, E.D., Link, J., Livingston, P.A., Mangel, M.,McAllister, M.K., Pope, J., and Sainsbury, K.J. 2004. Ecosystembased fishery management. Science (Washington, D.C.), 305:346–347.

Pomeroy, Robert, Len Garces, Micahel Pido, Geronimo Silvestre. 2009. “Ecosystem-based Fisheries Management in Small-Scale Tropical Marine Fisheries: Emerging Models of Governance Arrangements in The Philippines”. Journal of Elsevier: Marine Policy, Vol 34: pp. 298-308. PPTK Unhas. 2006. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan

Spermonde.

RAPFISH Group. 2006. Standart Attributes For Rapfish Analysis Evaluation Fields for Ecological, Technological, Economic, Sosial and Ethnic Status. Fisheries Centre, UBC. Vancaouver.

Rebel, T. P. 1974. Sea Turte and Turtle Industry of The Western Indies, Florida, and The Gulf of Mexico. University of Miami Press. Florida. 250 h. Saaty, T. L. 1995. Decision Making for Leaders. The Analytical Hierarchy

Process for Decisions in A Complex World. RWS Publication, Pittsburgh. Sekaran, Uma 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

USAID.1996. Track a Turtle. www.oneocean.org/ambassadaor/turtlebiology.html. [18 Maret 2006]

Wiyono, Eko Sri. 2006. “Mengapa Sebagaian Besar Perikanan Dunia Overfishing? (Suatu Telaah Manajemen Perikanan Konvensional)”. Inovasi Online, ISSN : 0917-8376 | Edisi Vol.6/XVIII/Maret 2006

www.ioseaturtles.org

Zaldi, S.J. 2010. Survei Sosial Ekonomi dan Ketaatan Masyarakat terhadap Kawasan Konservasi Laut (KKL) Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Kapoposang

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.Laporan Praktek Kerja Lapang. Jurusan

Ilmu Kelautan.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin.Makassar.

Zamani, N.P. 1998. Penyu Laut Indonesia. Lestarikan atau Punah Selamanya. WWF Indonesia-Bali Office. Bali. iv + 27 h.

Zulfakar. 1996. Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate) di Pulau Dapur, Kecamatan Toboali, Kabupaten, Bangka Propinsi Sumatera Selatan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Konservasi Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dalam dokumen 2. pengelolaan kawasan konservasi laut (Halaman 77-82)