BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1. Agresivitas
2.1.1 Pengertian Agresivitas
Menurut Sears dkk (1994) agresi adalah tindakan yang dilakukan untuk melukai diri sendiri atau orang lain. Atkinson dan Hilgard (1993) mendefinisikan agresivitas sebagai perilaku untuk melukai orang lain secara fisik atau verbal dan merusak harta benda.
Arti agresi menurut Chaplin (2002) adalah kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Agresif menggambarkan
emosi tersebut terhadap orang lain bahkan sampai menyakiti orang lain secara sadar. Sikap agresif ialah perilaku yang menyakiti orang lain yang bersifat fisik mupun non fisik. Sementara itu, Baron (2005) memberikan pengertian bahwa agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti mahluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu.
Elliot Aronson dalam Koeswara (1988) mengajukan definisi agresi sebagai tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Sementara itu, Moore dan Fine (1968) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik atau pun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek.
Agresi menurut Berkowitz (1995) adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Agresi dapat berarti pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan kehendak.
Menurut Sarason dalam Dayakisni (2009) agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua mahluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik.
David O. Sears dkk (1985) mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan definisi agresi. Definisi yang paling sederhana yang menggunakan pendekatan belajar atau pendekatan perilaku (Behavioristik) adalah bahwa agresi merupakan
perilaku yang melukai orang lain. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dengan agresi prososial. Agresi ini merupakan tindakan yang disetujui, meliputi tindakan agresif yang tidak diterima oleh norma sosial tetapi masih berada dalam batas yang wajar. Tindakan tersebut tidak melanggar standar norma yang telah diterima. Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresif dengan perasaan agresif, seperti misalnya rasa marah, mungkin saja seseorang yang sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain.
Krahe (1997) mendefinisikan agresi berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek, yaitu akibat merugikan atau menyakitkan, niat dan harapan untuk merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimuli yang merugikan itu.
Agresi lebih difokuskan pada pengertian perilaku agresif itu sendiri, yang menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut: menurut Myers (2005) perilaku agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan menurut Setiadi (2001) perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Dalam pengertian ini pengrusakan benda-benda baru dianggap merupakan perilaku agresif bila tujuan akhirnya menyakiti orang.
Di dalam kajian psikologi, perilaku agresif mengacu kepada beberapa jenis perilaku baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan dengan tujuan menyakiti seseorang (Berkowitz, 2003). Jenis perilaku yang tergolong perilaku agresif diantaranya berkelahi (fighting), mengata-ngatai (name-calling), bullying, mempelonco (hazing), mengancam (making threats), dan berbagai perilaku
as
intimidasi lainnya (Wilson, 2003). Sebagian tidak jelas hubungannya antara perilaku yang satu dengan perilaku yang lain, sehingga istilah perilaku agresif sulit untuk didefinisikan secara ringkas (Hidayat Ma’ruf, 2010).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah perilaku yang ditujukan kepada seseorang secara sadar dengan tujuan tertentu sehingga dapat menyakiti orang lain. Dalam penelitian ini, agresivitas pada anak jalanan yang dilakukan kepada temannya. Sehingga dengan perlakuannya itu, mereka yang agresif dapat memuaskan keinginannya untuk menyakiti teman-temannya.
2.1.2 Jenis-Jenis Agresivit
Buss dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan agresi manusia dalam delapan jenis, yaitu:
1. Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti memukul, mendorong, menembak, dll.
2. Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
3. Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.
4. Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.
5. Agresi verbal aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
6. Agresi verbal pasif langsung yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara, bungkam.
7. Agresi verbal aktif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu domba.
8. Agresi verbal pasif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.
Myers (2005) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu: 1. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)
Jenis agresi ini merupakan ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri, jadi agresi sebagai agresi itu sendiri. Contonhnya: remaja yang berkelahi massal karena ada temannya yang (katanya) dikeroyok.
2. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression) Jenis agresi instrumental pada umumnya tidak disertai emosi. Bahkan antara pelaku dan koban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi jenis ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain.
Sementara itu, Medinus dan Johnson dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan agresi menjadi empat kategori, yaitu:
1. Menyerang fisik, yang termasuk di dalamnya adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.
2. Menyerang suatu objek, menyerang benda mati atau binatang.
3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan menuntut.
Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas ke dalam empat bentuk agresi, yaitu: agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger)
dan agresi dalam bentuk kebencian (hostility). Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen motorik, afektif dan kognitif.
1. Agresi fisik
Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misalnya menyerang atau memukul.
2. Agresi verbal
Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis. Misalnya berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebarkan gosip dan kadang bersikap sarkastis.
3. Agresi marah
Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk bersikap agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
4. Sikap permusuhan
Yang juga meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.
Dari berbagai pendapat mengenai jenis agresivitas tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agresivitas dapat dilakukan dengan cara langsung
maupun tidak langsung, secara fisik (seperti; menendang, memukul, menginjak) maupun non fisik (contohnya; mencibir, memeletkan lidah), verbal aktif (seperti; berbicara kasar dan kotor, mengata-ngatai) maupun verbal pasif (mengumpat, berbisik-bisik dengan teman membicarakan temannya yang lain), yang memiliki caranya sendiri. Sehingga dari berbagai macam jenis perilaku agresif tersebut, peneliti akan menggunakan jenis perilaku agresif menurut Buss dan Perry (1992) sebagai alat ukur dalam penyusunan skala sikap agresif anak jalanan.
2.1.3 Faktor-Faktor Pencetus Agresivitas
Menurut Berkowitz (1995) ada dua faktor yang mempengaruhi agresivitas, yaitu : 1. Faktor langsung terhadap agresivitas
- Faktor langsung terhadap agresivitas, hadiah langsung untuk agresi artinya sebagian orang yang berkecendurungan kekerasan terus menjadi agresif selama bertahun-tahun karena mendapat imbalan dari perilaku seperti itu. Mereka menyerang orang lain cukup sering dan mendapati bahwa kebanyakan perilaku agresif mereka ada hasilnya. Seperti; 1. Dukungan orang tua, 2. Hadiah dari teman-teman, 3. Pengaruh kelompok dan geng. - Kondisi tak menyenangkan yang diciptakan orang tua, jika perasaan tak
enak menyebabkan dorongan ke arah agresi, mungkin orang yang sering mengalami kejadian tak menyenangkan pada masa kecil kemudian mempunyai dorongan untuk sangat agresif setelah remaja dan dewasa. Misalnya; 1. Perilaku buruk dari orangtua, 2. Penolakan orang tua, 3.
2. Faktor tak langsung terhadap agresivitas - Konflik keluarga
Banyak ilmuan sosial dan orang awam beranggapan bahwa banyak anak nakal merupakan korban penyimpangan sosial dari kondisi keluarga abnormal. Karena mereka tidak hanya tumbuh dalam kemiskinan tetapi juga hanya mempunyai satu orang tua, mereka belajar untuk tidak menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat, misalnya; 1.
Konflik antara ibu dan ayah, 2. Konflik dan perceraian.
Menurut Willis dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) faktor-faktor penyebab timbulnya agresivitas pada remaja adalah:
1. Kondisi pribadi, yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.
2. Lingkungan keluarga, yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan perhatian, sehingga mereka mencarinya dalam kelompok teman sebaya, keadaan ekonomi keluarga yang rendah, dan keluarga yang kurang harmonis. 3. Lingkungan masyarakat, yaitu lingkungan masyarakat kurang sehat,
keterbelakangan pendidikan, kurangnya pengawasan terhadap remaja, dan pengaruh norma-norma baru yang ada di luar.
4. Lingkungan sekolah, yaitu kurangnya perhatian guru, kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat penyaluran bakat dan minat, dan norma-nnorma pendidikan kurang diterapkan.
Koeswara dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) menyebutkan faktor-faktor pencetus agresivitas adalah sebagai berikut:
a. Frustasi b. Stres
c. Penghilangan identitas diri
d. Pengaruh alkohol dan obat-obatan e. Suhu udara
f. Serangan dari luar
g. Kromosom yang tidak normal h. Kelainan pada otaknya
Menurut Sears, dkk (1985), sumber-sumber perilaku agresif adalah sebagai berikut :
1. Perasaan agresif
Keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Kita semua pernah marah, dan sebenarnya setiap orang pada suatu saat pernah ingin melukai orang lain. Memang, banyak orang mengatakan bahwa mereka sedikit marah atau cukup marah beberapa kali dalam sehari atau beberapa kali dalam seminggu. Salah satu sumber amarah yang paling umum adalah serangan atau gangguan yang dilakukan oleh orang lain
2. Frustrasi
Sumber utama kedua adalah frustrasi. Frustrasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Salah satu prinsip dasar dalam psikologi
adalah bahwa frustrasi cenderung membangkitkan perasaan agresif. Misalnya, depresi ekonomi menyebabkan frustrasi, yang hampir mempengaruhi semua orang. Orang tidak memperoleh pekerjaan atau tidak dapat membeli sesuatu yang diinginkan, dan lebih dibatasi dalam semua segi kehidupan. Akibatnya, berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum.
3. Peran Atribusi
Suatu kejadian akan menimbulkan amarah dan perilaku agresif bila sang korban mengamati serangan atau frustrasi itu dimaksudkan sebagai tindakan yang menimbulkan bahaya. Hal ini mudah dipahami dalam teori atribusi. Bila korban menghubungkan frustrasi dengan keadaan yang tidak dapat dihindarkan, tidak akan timbul amarah yang lebih besar. Tetapi, bila tidak ada pembenaran faktor eksternal semacam itu dan bila dibuat pertalian internal, amarah yang timbul akan lebih besar. Misalnya, kemarahan akan lebih banyak muncul pada seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai tidak sesuai dengan harapan karena adanya anggapan bahwa dosen tidak menyukai mahasiswa tersebut sehingga akan mengakibatkan perilaku agresif yang lebih besar dibandingkan jika mahasiswa menyadari bahwa nilai yang didapatkan akibat kurangnya usaha ketika ujian berlangsung.
Menurut Koeswara (1988) agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pada individu. Gambaran faktor internal agresivitas ada pada setiap individu sebagai ciri bawaan. Manusia menurut kodratnya bersifat kejam dan sadistis, hanya dengan jalan represi dan sublimasi sajalah maka sifat-sifat primitif
itu dapat dijinakkan dalam bentuk tingkah laku budaya. Sedangkan faktor eksternal, manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya. Maka munculah adanya pengaruh satu sama lain. Pengaruh tersebut menjadi penyebab timbulnya agresivitas pada individu. Beberapa faktor agresivitas menurut Koeswara yang berkaitan dengan penelitian ini, akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Frustrasi
Situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak untuk mencapai tujuan
2. Stres
Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikologis. Berasal dari stimulus internal dan eksternal, yaitu :
a). Stress internal (intrapsikis)
Perasaan tertekan yang muncul dalam diri individu karena adanya permasalahan yang tidak bisa dipecahkan sehingga menyebabkan timbulnya agresi.
b). Stress Eksternal (sosiologis dan situasional)
Muncul karena adanya perubahan sosial dan memburuknya perekonomian menyebabkan meningkatnya kriminalitas termasuk di dalamnya kekerasan dan agresi.
Menurut Supratiknya (1995) penyebab agresif seringkali adalah pengalaman dalam keluarga yang bersifat destruktif, berupa penolakan, disiplin yang keras namun tidak konsisten, frustrasi akibat orang tua tidak rukun, orang tua kurang memberikan bimbingan dan sebagainya. Menurutnya, gangguan agresif disebut juga sebagai gangguan perilaku asosial dan mirip dengan kasus kepribadian psikopatik pada orang dewasa. Ciri-cirinya sulit diatur, suka berkelahi, menunjukkan sikap bermusuhan, tidak patuh, agresif baik secara verbal
maupun behavioral, senang membalas dendam, senang merusak, suka berdusta, mencuri dan sering mengalami temper-tantrum atau mengamuk, cenderung agresif dalam bidang seks, cenderung terlibat dalam berbagai bentuk vandalisme atau perilaku merusak, bahkan mungkin sampai ke pembunuhan.
Baron (2005) mengemukakan bahwa manusia diprogram sedemikian rupa untuk melakukan kekerasan oleh sifat alamiah mereka. Teori seperti ini menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang diturunkan) untuk bersikap agresif satu sama lain. Pendukung lain adalah Sigmund Freud, yang berpendapat bahwa agresi terutama timbul dari keinginan untuk mati (death wish/thanatos) yang kuat yang dimiliki oleh semua orang. Sementara itu, Konrad Lorenz (1988) berpendapat bahwa agresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya. Diasumsikan, insting ini berkembang selama terjadinya evolusi karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya individu yang terkuat dan terhebatlah yang akan menurunkan gen mereka pada generasi berikutnya.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berarti bahwa agresivitas muncul dari dalam diri individu, penurunan gen atau kecenderungan bawaan. Sedangkan faktor eksternal, faktor dari luar dirinya. Berupa pengaruh lingkungan, baik keluarga maupun di luar dari lingkungan keluarga, teman sebaya dan lain sebagainya.