LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nurfaujiyanti
NIM : 105070002249
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Pengendalian Diri (Self-Control) dengan Agresivitas Anak Jalanan” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan
skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini
telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan
dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 14 Oktober 2010
Nurfaujiyanti
NIM: 105070002249
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Desember 2010 (C) Nurfaujiyanti
(D) Hubungan pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan
(E) 78 halaman (belum termasuk lampiran)
(F) Pengendalian diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan anak jalanan dapat dikatakan sangat rentan dengan hal-hal yang berkaitan dengan agresivitas. Agresivitas dapat terjadi pada semua kelompok individu, tak terkecuali anak jalanan.
Bentuk-bentuk dari agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan sikap permusuhan (Buss & Perry, 1992). Agresi fisik dan agresi verbal dapat dikendalikan dengan kemampuan mengontrol perilaku, sehingga individu dapat mengendalikant dirinya dengan baik dan diharapkan mampu mengatur perilaku dengan kemampuan dirinya.
Averil (1973) mengemukakan bahwa terdapat 3 aspek yang tercakup dalam kemampuan mengendalikan diri, yaitu: mengontrol perilaku, mengontrol kognisi, dan mengontrol keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,529. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara pengendalian diri dengan agresivitas anak jalanan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengendalian diri anak jalanan, maka semakin rendah agresivitasnya.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar pemerintah dapat lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan dan memberikan hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat menambahkan variabel terkait lainnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat lindungan dan rahmat-Nya, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW yang telah membawa lentera penerang bagi seluruh manusia di muka bumi, juga kepada keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Penulis bersyukur telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI (SELF-CONTROL) DENGAN
AGRESIVITAS ANAK JALANAN” sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan, arahan dari banyak pihak dan juga petunjuk dan nikmat dari Allah SWT kepada penulis. Oleh karena itu, penulis panjatkan syukur dan haturkan terimakasih kepada :
1. Teristimewa mamaku Hj. Aminah dan papaku H. Agus Salim yang senantiasa kuhormati dalam setiap detik kehidupanku, yang selalu siap membantu dan memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis. Semoga Allah memberikan kalian kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph.D, berkat bimbingan, arahan, nasehat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis.
3. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D sebagai dosen pembimbing I, atas arahan, bimbingan dan masukan yang sangat membangun, tangis, takut dan haru selama bimbingan berlangsung. Ibu Layyinah, M.Si sebagai dosen pembimbing II, yang dengan sabar dan kebesaran hati dalam membimbing saya untuk mewujudkan skripsi ini.
4. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi penguji 1 atas arahan dan bimbingan yang sangat berharga dalam menyelesaikan perbaikan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M.Si, pembantu dekan bagian akademik yang telah memberikan semangat dan masukan guna menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.
8. Kakakku Lia Yuliah, Yayah Sorayah, S.Pd, Mundopar, S.Si. Terimakasih atas semua kebaikan yang selama ini diberikan. Adikku yang selalu menambah keceriaan di rumah: Kiki Rizki Amalia dan Fachrur Rokhman, serta dua keponakanku yang menambah kebahagiaan: Arva Zulhilmi dan M. Yusuf Akhtiari Razin.
9. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta atas kebaikan dan kerjasamanya.
10.Sahabat-sahabat setia yang keberadaanya sangat berarti bagi penulis: Uli, Novi, Nurlia, Pian, Nadiyya, Arizka, Dina, Dona, Fika, Anita (atas kebersamaan selama perkuliahan). Dewi Budiarti, Magfiroh, Miftahul Khaer, Tyas, Kholis (atas motivasi, dukungan dan do`anya). Dan teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
11.Kepada kakak-kakak dan adik-adik Sahabat Anak Depok, Sahabat Anak Gambir, Abang dan Adik Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) Depok. Terimakasih atas bantuannya dalam penyebaran skala penelitian ini.
12.Juga kepada seluruh angkatan 2005 khususnya kelas A (atas diskusi, debat dan kebersamaannya) dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Jakarta, Desember 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN (KEASLIAN KARYA) ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ………..viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
MOTTO ... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. ... 9
1.2.1. Batasan Masalah ………... 9
1.2.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. ... 10
1.3.1. Tujuan Penelitian ……….. ... 10
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10
1.4. Sistematika Penulisan ... 10
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1. Agresivitas ... 12
2.1.1. Pengertian Agresivitas ... 12
2.1.2. Jenis Agresivitas ... 15
2.1.3 Faktor Pencetus Agresivitas ... 19
2.2. Pengendalian Diri (Self-Control) ... 25
2.2.1. Pengertian Pengendalian Diri (Self-Control) ... 25
2.2.3. Aspek-Aspek Pengendalian Diri (Self-Control) ... 29
2.2.4. Pengaruh Pengendalian Diri (Self-Control) ... 31
2.3. Kerangka Berpikir ... 33
2.4. Hipotesis Penelitian ... 34
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 35
3.1. Jenis Penelitian ... 35
3.1.1. Pendekatan Penelitian ... 35
3.1.2. Metode Penelitian ... 35
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36
3.2.1. Variabel Penelitian ... 36
3.2.2. Definisi Operasional ... 36
3.3. Populasi dan Sampel ... 37
3.3.1. Populasi ... 37
3.3.2. Sampel ... 37
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 38
3.4. Pengumpulan Data ...39
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 40
3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... 43
3.5. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 44
3.5.1. Hasil Uji Validitas Pengendalian Diri (Self-Control) ... 44
3.5.2. Hasil Uji Validitas Agresivitas ... 45
3.6. Hasil Uji Reliabilitas Skala Pengendalian Diri Dan Agresivitas...47
3.7. Teknik Analisa Data ... 47
3.8. Prosedur Penelitian ... 49
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 51
4.1 Gambaran Umum Responden ... 51
4.1.1 Berdasarkan Usia ... 51
4.1.3 Berdasarkan Kelas ... 53
4.1.4 Berdasarkan Agama ... 53
4.1.5 Berdasarkan Perkelahian... 54
4.1.6 Berdasarkan Pelaksanaan Agama... 55
4.1.7 Berdasarkan Minum Alkohol... 55
4.1.8 Berdasarkan Pengalaman Kekerasan ... 56
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... ... 58
4.2.1 Kategorisasi Skor Pengendalian diri... 58
4.2.2 Kategorisasi Skor Agresivitas ... 59
4.3. Hasil Utama Penelitian ... 60
4.3.1 Uji Hipotesis ... 61
4.4. Hasil Tambahan ... 62
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 71
5.1. Kesimpulan ... 71
5.2. Diskusi ... 71
5.3. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skoring Instrumen ... 48
Tabel 3.2 Blue Print Skala Teman Sebaya ... 49
Tabel 3.3 Blue Print Skala Perilaku Agresif ... 50
Tabel 3.4 Blue Print Skala Teman Sebaya yang Valid ... 51
Tabel 3.5 Blue Print Revisi Skala Teman Sebaya ... 52
Tabel 3.6 Blue Print Skala Perilaku Agresif yang Valid ... 54
Tabel 3.7 Blue Print Revisi Skala Perilaku Agresif ... 55
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 59
Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
Table 4.3 Klasifikasi Skor Teman Sebaya ... 62
Table 4.4 Klasifikasi Skor Perilaku Agresif ... 63
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skoring Instrumen ...39
Tabel 3.2 Blue PrintTry out Skala Pengendalian Diri ...41
Tabel 3.3 Blue PrintTry out Agresivitas. ...42
Tabel 3.4.. Blue Print revisi Skala Pengendalian Diri ...44
Tabel 3.5.. Blue Print revisi Skala Agresivitas ...45
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ...49
Tabel 4.1. Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin...50
Tabel 4.2. Gambaran umum responden berdasarkan usia...50
Tabel 4.3 Gambaran umum responden berdasarkan kelas ...51
Tabel 4.4. Gambaran umum responden berdasarkan agama ...51
Tabel 4.5. Gambaran umum berdasarkan perkelahian...52
Tabel 4.6. Gambaran umum minum alkohol...53
Tabel 4.7 Gambaran umum pelaksanaan Agama ...54
Tabel 4.8. Gambaran umum pengalaman kekerasan...55
Tabel 4.9 Deskripsi umum hasil penelitian ... 56
Tabel 4.10 Kategorisasi pengendalian diri ...57
Tabel 4.11 Kategorisasi intensi Agresivitas ...58
Tabel 4.12 Korelasi Skala Pengendalian Diri dan Skala Agresivitas ...59
Tabel 4.13 Independent Sampel T-Test Skala Pengendalian Diri ...61
Tabel 4.15 Independent Sampel F-Test Skala Pengendalian Diri ...63
Tabel 4.16 Independent Sampel F-Test Skala Pengendalian Diri ...64
Tabel 4.17 Independent Sampel T-Test Skala Agresivitas ...65
Tabel 4.18 Independent Sampel F-Test Skala Agresivitas ...66
Tabel 4.19 Independent Sampel F-Test Skala Agresivitas ...67
Motto
Sebaik-baik manusia adalah yang
memberi manfaat bagi orang lain.
(HR. Muslim).
Setiap orang memiliki harga diri.
Harga diri yang kita tawarkan bagi
diri kita diberikan kepada kita oleh
orang lain. Seseorang menjadi besar
atau kecil dikarenakan
keinginannya sendiri.
(Schiller)
Karya ini Kupersembahkan untuk :
HALAMAN PERSEMBAHAN
Mereka yang sukses adalah mereka yang selalu memberi,
membentuk, dan mengontrol egonya sendiri, tidak
menyisakan tempat untuk mengharapkan adanya
keberuntungan atas tiap pekerjaan atau kesempatan,
atau atas segala perubahan nasib. (Napoleon Hill)
Skripsi ini Kupersembahkan untuk :
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi seperti saat ini, sangat beragam masalah sosial yang
belum teratasi atau ditemukan solusi. Diantaranya adalah masalah kemiskinan,
keterbelakangan, putus sekolah, dan maraknya anak jalanan yang semakin
meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Ini merupakan hal yang menarik untuk
ditelusuri sebab akibatnya sehingga dapat dipikirkan bersama solusi/penanganan
yang tepat dalam setiap permasalahan yang ada.
Salah satu masalah sosial yang ada saat ini adalah fenomena anak jalanan
yang jumlahnya semakin bertambah. Mereka bertebaran di jalan raya,
tempat-tempat keramaian, kolong jembatan dan tempat-tempat-tempat-tempat kumuh lainnya. Mereka
juga menjalani kehidupan keras yang penuh resiko, hidup dalam kemiskinan yang
seolah tidak teratasi, keterbelakangan, minimnya pengetahuan karena pendidikan
yang rendah atau tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali.
Pada data BPS (Badan Pusat Statistik) dan Departemen Sosial dalam
Jurnal Masyarakat dan Budaya (2005) yang dikutip dari Harian Suara Karya
(2003) menyatakan bahwa jumlah anak jalanan semakin meningkat, yaitu pada
tahun 1998 disebutkan bahwa terdapat 2,5 juta lebih anak terlantar usia 6-18
pembangunan masyarakat Universitas Atmajaya Jakarta disebutkan bahwa tahun
1999 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia mencapai 39.861 orang.
Dan menurut Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos, dr. Pudji Hastuti
Msc. PH, mengungkapkan bahwa pada tahun 2003 jumlah anak jalanan telah
meningkat menjadi tiga kali lipat, yakni mencapai 150.000 anak jalanan (Nyanyu
Fatimah, 2005).
Jalanan seolah menjadi konotasi yang tidak menyenangkan, para
pelakunya tidak memiliki aturan, bebas, seolah tidak merasakan beban hidup yang
melilit dalam keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh Irawan (1996) bahwa
anak jalanan biasanya ingin hidup bebas di tengah masyarakat dengan aturan yang
mereka ciptakan sendiri. Sebagian besar waktu hidupnya digunakan untuk
berkumpul dan bersenang-senang dengan teman-teman di tempat umum seperti
pasar, terminal, halte, pertokoan, pinggir jalan, stasiun kereta api dan gang-gang
sempit.
Interaksi yang terjadi di jalanan, baik antara anak dengan anak, anak
dengan orang dewasa, maupun anak dengan lingkungan memunculkan tuntutan
tersendiri untuk bertahan hidup. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan
keceriaan dan kemanjaan, digantikan dengan perjuangan mempertahankan hidup
di jalanan.
Pada umumnya yang mereka lakukan adalah pekerjaan kasar seperti
mengamen, semir sepatu, ojek payung, pengasong dan lain-lain. Hal ini seperti
yang disebutkan dari hasil penelitian individu yang diolah dari data arsip Yayasan
pelayan/kuli, dagang, semir sepatu, ojeg payung, tukang pulung, dan lain-lain.
Dengan semakin meningkatnya jumlah anak jalanan, memberikan indikasi
bahwa pekerjaan anak jalanan ini cukup atau bahkan lebih untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Disamping bekerja di tempat yang relatif dekat dengan
tempat tinggal, mereka juga memilih tempat-tempat yang strategis misalnya
terminal, stasiun, alun-alun, lampu merah, pusat-pusat perbelanjaan maupun
fasilitas-fasilitas umum yang ramai.
Selain kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan, anak jalanan
memiliki masalah dalam aspek sosial. Dari hasil penelitian Ali Khomsan (2010),
diketahui terdapat beragam perilaku antisosial yang sering ditemukan di kalangan
anak jalanan, misalnya agresivitas (perkelahian 87%, menggertak/mengancam
47%, merusak milik orang lain 45%) dan penyalahgunaan zat adiktif (66%).
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya tiga faktor psikososial yang
secara bermakna berpengaruh terhadap munculnya perilaku antisosial pada anak
jalanan, yaitu lamanya anak telah menjalani kehidupan jalanan, lingkungan tempat
tinggal, dan relasi anak dengan orangtuanya.
Latar belakang anak jalanan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
faktor lingkungan (fisik, ekonomi, dan sosial budaya), faktor keluarga (struktur
sosial ekonomi keluarga yang tidak produktif, hubungan keluarga yang tidak
harmonis), faktor biologis yang bersumber dari keturunan, terutama yang
berkaitan dengan kemampuan intelektual (Irawan, 1996).
Hal ini diperlihatkan dengan tingkah laku mereka yang suka merusak,
memukul, menendang, tidak dapat mengendalikan marah, dan lain sebagainya.
Tidak heran jika perilaku agresif sangat dekat dengan mereka, dengan melihat
salah satu faktor yang menyebabkan perilaku agresif adalah lingkungan keluarga,
yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan perhatian, sehingga mereka
mencarinya dalam kelompok teman sebaya. Kebiasaan hidup yang mereka jalani
yang di luar kebiasaan layaknya anak-anak maupun remaja lainnya, menjadikan
mereka seperti terjebak dalam perilaku agresif.
Menurut Kartono dalam Wisnubroto (2009) kelompok teman sebaya
menyediakan suatu tempat yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi
dengan norma yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa,
melainkan oleh teman seusianya dan tempat dalam rangka remaja menemukan jati
dirinya. Namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah
nilai yang negatif, maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa
remaja.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan UNICEF (1997), anak-anak jalanan
cenderung terlibat dalam pekerjaan illegal dan marginal, seperti mengemis dan mencuri kecil-kecilan. Banyak diantara mereka masuk dalam dunia sindikat
kejahatan yang gelap, mengerikan dan berbahaya, yang menyebabkan serangkaian
pencopetan, perampokan, mengedarkan obat bius dan pelacuran. Budaya yang
menyelimuti kehidupan anak-anak ini ditandai dengan agresi dan penyalahgunaan,
menyebabkan mereka terkena bahaya yang ekstrim.
Pada umumnya remaja memiliki sifat agresif, dimana suka baku hantam dengan
kelompok. Sebenarnya remaja yang melakukan agresivitas itu adalah anak-anak normal,
mereka hanya berupaya mencari kompensasi dari kekurangan yang didapatkannya dalam
keluarga atau lingkungan, tapi justru ditemukannya dalam kelompok remaja seperti
status, posisi sosial, pribadi idola, aksi bersama, persahabatan, simpati, kasih sayang,
prestise, harga diri, rasa aman terlindungi dan sebagainya.
Masa remaja merupakan bagian dari perkembangan sosial. Masa remaja adalah
masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Mereka tidak ingin diperlakukan
seperti anak-anak, tetapi juga tidak ingin diberi hak seperti orang dewasa. Hal inilah yang
membuat remaja selalu memberontak dan serba salah. Remaja juga mengalami kesulitan
dengan diri sendiri, orang tua, guru, dan juga orang-orang dewasa lainnya yang tugasnya
melatih, mendidik, membimbing, dan mengarahkan (Kartini Kartono, 2002).
Secara umum, Brehm & Kassin dalam Susetyo (1999) mendefinisikan
agresivitas sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain.
Agresivitas dapat muncul dari segala macam kelompok: mulai dari kelompok
informal dan tanpa struktur, seperti kelompok anak sekolah yang terlibat tawuran,
kelompok masa yang berkelahi dikarenakan kepentingan tertentu, termasuk
sekelompok anak jalanan.
Moyer dalam Susetyo (1999) mengemukakan bahwa agresivitas berkaitan
dengan kurangnya kontrol terhadap emosi dalam diri individu. Emosi yang
meledak-ledak biasanya diwujudkan dalam bentuk amarah. Weiner dalam Sears,
Freedman & Peplau (1991) menyatakan bahwa amarah akan muncul bila serangan
atau frustasi yang dialami dianggap sebagai akibat pengendalian internal dan
faktor kemampuan mengontrol diri. Dimana orientasi religius merupakan salah
satu yang mempengaruhi kondisi internal masing-masing individu. Bergin (1980)
berpendapat bahwa orientasi religius dapat memiliki beberapa konsekuensi positif,
termasuk terhadap variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan
irasional, depresi, affect dan sifat kepribadian yang lain.
Perilaku agresif individu salah satunya disebabkan oleh kepentingan
kelompok yang harus di penuhi tanpa mempedulikan tindakan yang dilakukan
sesuai atau tidak dengan norma yang berlaku. Pengendalian diri atau kontrol diri
yang kurang merupakan salah satu hal yang memunculkan tindakan yang tidak
sesuai dengan norma tersebut yang berwujud kekerasan atau agresi.
Kontrol diri sebagai cara individu untuk untuk mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Kontrol diri merupakan salah satu potensi
yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam
kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terjadi di lingkungan
tempat tinggalnya. Para ahli berpendapat bahwa selain dapat mereduksi efek-efek
yang negatif dari stresor-stresor lingkungan, kontrol diri juga dapat digunakan
sebagai suatu intervensi intervensi yang bersifat pencegahan (Zulkarnain, 1997).
Bentuk-bentuk dari agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan
(Anger) dan kecurigaan (Hostility). Agresi fisik dan agresi verbal dapat dikontrol dengan kemampuan mengontrol perilaku, sehingga individu dapat mengontrol
dirinya dengan baik dan diharapkan mampu mengatur perilaku dengan
tidak akan membalasnya. Selain itu agresi fisik dan agresi verbal juga dapat
dikontrol dengan kemampuan mengontrol stimulus sehingga dapat menghadapi
stimulus agresivitas yang tidak diinginkan. Contohnya: ketika individu
dihadapkan suatu perselisahan maka individu tersebut akan mengontrol dirinya
dengan menyelesaikan perselisihan tanpa pertengkaran.
Kemarahan (Anger) dapat dikontrol dengan kemampuan mengantisipasi peristiwa, sehingga kemarahan dapat dikendalikan dengan cara mengantisipasi
keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relatif objektif. Contohnya:
individu tetap diam walaupun diejek oleh teman sehingga tidak menambah keruh
suasana.
Sedangkan kecurigaan (Hostility) dapat dikontrol dengan kemampuan menafsirkan peristiwa, hal ini karena adanya kemampuan menilai dan penafsiran
suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
subjektif. Contohnya: individu merasa ada sebagian orang menatapnya dengan
sinis, kecurigaan itu tidak akan terjadi jika individu selalu berpikir positif terhadap
orang lain. Selain itu kecurigaan juga dapat dikontrol dengan kemampuan
mengambil keputusan, karena hal ini didukung dengan adanya kemampuan untuk
memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui.
Contohnya: individu merasa temannya tidak bersahabat, kecurigaan itu tidak akan
terjadi jika individu yakin pada dirinya bahwa menjalin hubungan dengan teman
Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas yaitu kebiasaan belajar,
kondisi internal, faktor penghambat, faktor situasional. Salah satu faktor dari
agresivitas yaitu kondisi internal, meliputi adanya insting agresivitas abnormalitas
secara fisiologis, reaksi emosi penolakan (frustasi, marah, takut dan sakit), efek
minuman keras dan faktor bawaan sejak lahir. Keadaan tersebut bisa saja terjadi
karena manusia tidak mampu menahan suatu penderitaan yang menimpa dirinya.
Ketidakmampuan dalam menahan suatu penderitaan yang menimpa dirinya
tersebut dapat dinyatakan sebagai ketidakmampuan dalam mengontrol diri,
sehingga kemampuan mengontrol diri merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi agresivitas.
Menurut Sarlito (2005) salah satu faktor yang bisa dikendalikan untuk
mengurangi kemungkinan kekerasan adalah secara teknis, yaitu peningkatan
pengandalian. Aldi (2008) mengatakan bahwa pengendalian diri dapat dilakukan
dengan prinsip kemoralan. Prinsip kemoralan mengacu pada perilaku baik dan
buruk. Pengendalian diri dapat dilakukan juga dengan menggunakan kesadaran,
perenungan, mengendalikan diri dengan menyibukkan diri dengan pikiran atau
aktivitas yang positif.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa salah satu
variable yang diduga dapat mengurangi agresivitas anak jalanan adalah
pengendalian diri (self-control). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti memilih judul “Hubungan Antara Pengendalian Diri (Self-Control)
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, permasalahan yang akan dikaji terbatas pada hal-hal berikut :
1. Pengendalian diri (self-control) yang dimaksud adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi untuk membuat keputusan dalam mengekspresikan
perasaan-perasaan atau tindakan di dalam lingkungan sosial.
2. Agresivitas dalam penelitian ini adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan
sadar oleh seorang anak kepada teman atau orang lain dengan tindakan yang
tidak menyenangkan dan dapat merugikan orang tersebut.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: "apakah terdapat
hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan?".
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Hasil penelitian ini berujuan untuk mengetahui hubungan antara pengendalian diri
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teorotis dan praktis, yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan wacana dan
kajian psikologi sosial mengenai pengendalian diri (self-control) dan agresivitas.
2. Secara praktis, penelitian ini berguna bagi remaja untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam menurunkan agresiviatas dan memiliki pengendalian
diri.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, sitematika penulisan yang akan digunakan adalah :
BAB 1 : Pendahuluan berupa latar belakang masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Sistematika
Penulisan.
BAB 2 : Kajian Teori berisi uraian pendapat para ahli mengenai pengendalian
diri (self-control) dan agresivitas. Kerangka Berpikir dan Hipotesis.
BAB 3 : Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Variabel Penelitaian,
Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data,
Teknik Analisis Statistik, Prosedur Penelitian.
BAB 4 : Hasil penelitian, meliputi gambaran umum responden, pengkategorian
skor masing-masing skala, hipotesis dan data tambahan.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan empat subbab. Subbab pertama menjelaskan
teori mengenai agresivitas yang terdiri dari definisi agresivitas, jenis-jenis
agresivitas, faktor-faktor penyebab agresivitas. Subbab kedua menjelaskan teori
mengenai pengendalian diri (self-control) yang terdiri dari definisi pengendalian diri (self-control), manfaat pengendalian diri (self-control), aspek pengendalian diri (self-control), pengaruh pengendalian diri (self-control) terhadap perilaku.
Subbab ketiga merupakan uraian mengenai kerangka berpikir dan subbab keempat
merupakan uraian mengenai hipotesis.
2.1 Agresivitas
2.1.1 Pengertian Agresivitas
Menurut Sears dkk (1994) agresi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melukai diri sendiri atau orang lain. Atkinson dan Hilgard (1993) mendefinisikan
agresivitas sebagai perilaku untuk melukai orang lain secara fisik atau verbal dan
merusak harta benda.
Arti agresi menurut Chaplin (2002) adalah kecenderungan habitual (yang
dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Agresif menggambarkan
emosi tersebut terhadap orang lain bahkan sampai menyakiti orang lain secara
sadar. Sikap agresif ialah perilaku yang menyakiti orang lain yang bersifat fisik
mupun non fisik. Sementara itu, Baron (2005) memberikan pengertian bahwa
agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti mahluk
hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu.
Elliot Aronson dalam Koeswara (1988) mengajukan definisi agresi sebagai
tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau
mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Sementara itu,
Moore dan Fine (1968) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan
secara fisik atau pun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap
objek-objek.
Agresi menurut Berkowitz (1995) adalah segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Agresi
dapat berarti pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang
menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan kehendak.
Menurut Sarason dalam Dayakisni (2009) agresi dapat diartikan sebagai
suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain,
objek lain atau pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua mahluk
vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks
karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik.
David O. Sears dkk (1985) mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan
definisi agresi. Definisi yang paling sederhana yang menggunakan pendekatan
perilaku yang melukai orang lain. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi
antisosial dengan agresi prososial. Agresi ini merupakan tindakan yang disetujui,
meliputi tindakan agresif yang tidak diterima oleh norma sosial tetapi masih
berada dalam batas yang wajar. Tindakan tersebut tidak melanggar standar norma
yang telah diterima. Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresif dengan
perasaan agresif, seperti misalnya rasa marah, mungkin saja seseorang yang
sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain.
Krahe (1997) mendefinisikan agresi berdasarkan fokusnya terhadap tiga
aspek, yaitu akibat merugikan atau menyakitkan, niat dan harapan untuk
merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari
stimuli yang merugikan itu.
Agresi lebih difokuskan pada pengertian perilaku agresif itu sendiri, yang
menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut: menurut Myers (2005)
perilaku agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud
untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan menurut Setiadi (2001)
perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik
secara fisik maupun mental. Dalam pengertian ini pengrusakan benda-benda baru
dianggap merupakan perilaku agresif bila tujuan akhirnya menyakiti orang.
Di dalam kajian psikologi, perilaku agresif mengacu kepada beberapa jenis
perilaku baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan dengan tujuan
menyakiti seseorang (Berkowitz, 2003). Jenis perilaku yang tergolong perilaku
as
intimidasi lainnya (Wilson, 2003). Sebagian tidak jelas hubungannya antara
perilaku yang satu dengan perilaku yang lain, sehingga istilah perilaku agresif
sulit untuk didefinisikan secara ringkas (Hidayat Ma’ruf, 2010).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah
perilaku yang ditujukan kepada seseorang secara sadar dengan tujuan tertentu
sehingga dapat menyakiti orang lain. Dalam penelitian ini, agresivitas pada anak
jalanan yang dilakukan kepada temannya. Sehingga dengan perlakuannya itu,
mereka yang agresif dapat memuaskan keinginannya untuk menyakiti
teman-temannya.
2.1.2
Jenis-Jenis Agresivit
Buss dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan agresi manusia dalam delapan
jenis, yaitu:
1. Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara
langsung, seperti memukul, mendorong, menembak, dll.
2. Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain
yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung,
seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
3. Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban,
membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.
4. Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok
lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung,
seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.
5. Agresi verbal aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan
individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
6. Agresi verbal pasif langsung yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain
namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara,
bungkam.
7. Agresi verbal aktif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah,
mengadu domba.
8. Agresi verbal pasif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal
secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak
Myers (2005) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu:
1. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)
Jenis agresi ini merupakan ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi
yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari agresi itu
sendiri, jadi agresi sebagai agresi itu sendiri. Contonhnya: remaja yang
berkelahi massal karena ada temannya yang (katanya) dikeroyok.
2. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression) Jenis agresi instrumental pada umumnya tidak disertai emosi. Bahkan antara
pelaku dan koban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi jenis ini
hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain.
Sementara itu, Medinus dan Johnson dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan
agresi menjadi empat kategori, yaitu:
1. Menyerang fisik, yang termasuk di dalamnya adalah memukul, mendorong,
meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.
2. Menyerang suatu objek, menyerang benda mati atau binatang.
3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam
secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan
menuntut.
Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas ke dalam empat bentuk
agresi, yaitu: agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger)
dan agresi dalam bentuk kebencian (hostility). Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen motorik, afektif dan
kognitif.
1. Agresi fisik
Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti
orang lain secara fisik. Misalnya menyerang atau memukul.
2. Agresi verbal
Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain
melalui verbalis. Misalnya berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau
ketidaksetujuan, menyebarkan gosip dan kadang bersikap sarkastis.
3. Agresi marah
Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk
bersikap agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu
mengontrol rasa marah.
4. Sikap permusuhan
Yang juga meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang
lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.
Dari berbagai pendapat mengenai jenis agresivitas tersebut di atas, dapat
maupun tidak langsung, secara fisik (seperti; menendang, memukul, menginjak)
maupun non fisik (contohnya; mencibir, memeletkan lidah), verbal aktif (seperti;
berbicara kasar dan kotor, mengata-ngatai) maupun verbal pasif (mengumpat,
berbisik-bisik dengan teman membicarakan temannya yang lain), yang memiliki
caranya sendiri. Sehingga dari berbagai macam jenis perilaku agresif tersebut,
peneliti akan menggunakan jenis perilaku agresif menurut Buss dan Perry (1992)
sebagai alat ukur dalam penyusunan skala sikap agresif anak jalanan.
2.1.3 Faktor-Faktor Pencetus Agresivitas
Menurut Berkowitz (1995) ada dua faktor yang mempengaruhi agresivitas, yaitu :
1. Faktor langsung terhadap agresivitas
- Faktor langsung terhadap agresivitas, hadiah langsung untuk agresi artinya
sebagian orang yang berkecendurungan kekerasan terus menjadi agresif
selama bertahun-tahun karena mendapat imbalan dari perilaku seperti itu.
Mereka menyerang orang lain cukup sering dan mendapati bahwa
kebanyakan perilaku agresif mereka ada hasilnya. Seperti; 1. Dukungan orang tua, 2. Hadiah dari teman-teman, 3. Pengaruh kelompok dan geng. - Kondisi tak menyenangkan yang diciptakan orang tua, jika perasaan tak
enak menyebabkan dorongan ke arah agresi, mungkin orang yang sering
mengalami kejadian tak menyenangkan pada masa kecil kemudian
mempunyai dorongan untuk sangat agresif setelah remaja dan dewasa.
Misalnya; 1. Perilaku buruk dari orangtua, 2. Penolakan orang tua, 3.
2. Faktor tak langsung terhadap agresivitas
- Konflik keluarga
Banyak ilmuan sosial dan orang awam beranggapan bahwa banyak anak
nakal merupakan korban penyimpangan sosial dari kondisi keluarga
abnormal. Karena mereka tidak hanya tumbuh dalam kemiskinan tetapi
juga hanya mempunyai satu orang tua, mereka belajar untuk tidak
menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat, misalnya; 1.
Konflik antara ibu dan ayah, 2. Konflik dan perceraian.
Menurut Willis dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) faktor-faktor
penyebab timbulnya agresivitas pada remaja adalah:
1. Kondisi pribadi, yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun
psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.
2. Lingkungan keluarga, yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan
perhatian, sehingga mereka mencarinya dalam kelompok teman sebaya,
keadaan ekonomi keluarga yang rendah, dan keluarga yang kurang harmonis.
3. Lingkungan masyarakat, yaitu lingkungan masyarakat kurang sehat,
keterbelakangan pendidikan, kurangnya pengawasan terhadap remaja, dan
pengaruh norma-norma baru yang ada di luar.
4. Lingkungan sekolah, yaitu kurangnya perhatian guru, kurangnya fasilitas
pendidikan sebagai tempat penyaluran bakat dan minat, dan norma-nnorma
Koeswara dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) menyebutkan faktor-faktor
pencetus agresivitas adalah sebagai berikut:
a. Frustasi
b. Stres
c. Penghilangan identitas diri
d. Pengaruh alkohol dan obat-obatan
e. Suhu udara
f. Serangan dari luar
g. Kromosom yang tidak normal
h. Kelainan pada otaknya
Menurut Sears, dkk (1985), sumber-sumber perilaku agresif adalah sebagai
berikut :
1. Perasaan agresif
Keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Kita
semua pernah marah, dan sebenarnya setiap orang pada suatu saat pernah
ingin melukai orang lain. Memang, banyak orang mengatakan bahwa mereka
sedikit marah atau cukup marah beberapa kali dalam sehari atau beberapa kali
dalam seminggu. Salah satu sumber amarah yang paling umum adalah
serangan atau gangguan yang dilakukan oleh orang lain
2. Frustrasi
Sumber utama kedua adalah frustrasi. Frustrasi adalah gangguan atau
adalah bahwa frustrasi cenderung membangkitkan perasaan agresif. Misalnya,
depresi ekonomi menyebabkan frustrasi, yang hampir mempengaruhi semua
orang. Orang tidak memperoleh pekerjaan atau tidak dapat membeli sesuatu
yang diinginkan, dan lebih dibatasi dalam semua segi kehidupan. Akibatnya,
berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum.
3. Peran Atribusi
Suatu kejadian akan menimbulkan amarah dan perilaku agresif bila
sang korban mengamati serangan atau frustrasi itu dimaksudkan sebagai
tindakan yang menimbulkan bahaya. Hal ini mudah dipahami dalam teori
atribusi. Bila korban menghubungkan frustrasi dengan keadaan yang tidak
dapat dihindarkan, tidak akan timbul amarah yang lebih besar. Tetapi, bila
tidak ada pembenaran faktor eksternal semacam itu dan bila dibuat pertalian
internal, amarah yang timbul akan lebih besar. Misalnya, kemarahan akan
lebih banyak muncul pada seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai tidak
sesuai dengan harapan karena adanya anggapan bahwa dosen tidak menyukai
mahasiswa tersebut sehingga akan mengakibatkan perilaku agresif yang lebih
besar dibandingkan jika mahasiswa menyadari bahwa nilai yang didapatkan
akibat kurangnya usaha ketika ujian berlangsung.
Menurut Koeswara (1988) agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal pada individu. Gambaran faktor internal agresivitas ada pada setiap
individu sebagai ciri bawaan. Manusia menurut kodratnya bersifat kejam dan
itu dapat dijinakkan dalam bentuk tingkah laku budaya. Sedangkan faktor
eksternal, manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya.
Maka munculah adanya pengaruh satu sama lain. Pengaruh tersebut menjadi
penyebab timbulnya agresivitas pada individu. Beberapa faktor agresivitas
menurut Koeswara yang berkaitan dengan penelitian ini, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Frustrasi
Situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai
tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas
bertindak untuk mencapai tujuan
2. Stres
Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikologis.
Berasal dari stimulus internal dan eksternal, yaitu :
a). Stress internal (intrapsikis)
Perasaan tertekan yang muncul dalam diri individu karena adanya
permasalahan yang tidak bisa dipecahkan sehingga menyebabkan
timbulnya agresi.
b). Stress Eksternal (sosiologis dan situasional)
Muncul karena adanya perubahan sosial dan memburuknya
perekonomian menyebabkan meningkatnya kriminalitas termasuk di
Menurut Supratiknya (1995) penyebab agresif seringkali adalah
pengalaman dalam keluarga yang bersifat destruktif, berupa penolakan, disiplin
yang keras namun tidak konsisten, frustrasi akibat orang tua tidak rukun, orang
tua kurang memberikan bimbingan dan sebagainya. Menurutnya, gangguan
agresif disebut juga sebagai gangguan perilaku asosial dan mirip dengan kasus
kepribadian psikopatik pada orang dewasa. Ciri-cirinya sulit diatur, suka
berkelahi, menunjukkan sikap bermusuhan, tidak patuh, agresif baik secara verbal
maupun behavioral, senang membalas dendam, senang merusak, suka berdusta, mencuri dan sering mengalami temper-tantrum atau mengamuk, cenderung agresif
dalam bidang seks, cenderung terlibat dalam berbagai bentuk vandalisme atau
perilaku merusak, bahkan mungkin sampai ke pembunuhan.
Baron (2005) mengemukakan bahwa manusia diprogram sedemikian rupa
untuk melakukan kekerasan oleh sifat alamiah mereka. Teori seperti ini
menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang
diturunkan) untuk bersikap agresif satu sama lain. Pendukung lain adalah
Sigmund Freud, yang berpendapat bahwa agresi terutama timbul dari keinginan
untuk mati (death wish/thanatos) yang kuat yang dimiliki oleh semua orang. Sementara itu, Konrad Lorenz (1988) berpendapat bahwa agresi muncul terutama
dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya. Diasumsikan, insting ini berkembang selama terjadinya evolusi
karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya individu yang
terkuat dan terhebatlah yang akan menurunkan gen mereka pada generasi
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, faktor yang dapat mempengaruhi
agresivitas dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berarti bahwa agresivitas muncul dari dalam diri individu,
penurunan gen atau kecenderungan bawaan. Sedangkan faktor eksternal, faktor
dari luar dirinya. Berupa pengaruh lingkungan, baik keluarga maupun di luar dari
lingkungan keluarga, teman sebaya dan lain sebagainya.
2.2 Pengendalian Diri (Self-Control)
2.2.1 Definisi Pengendalian Diri (Self-Control)
Pengedalian diri menurtut Goleman (2004) ialah mengelola emosi, yaitu
menangani perasaan agar terungkap dengan pas. Mahoney dan Thoresen dalam
Robert (1975) menjelaskan bahwa pengendalian diri merupakan jalinan yang utuh
yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan pengendalian
diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam
situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai
dengan permintaan situasi sosial, dengan cara mengatur kesan yang dibuat lebih
responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk
memperlancar interaksi sosial, bersifat hangat dan terbuka.
Pengendalian diri menurut Blackburn (1993) adalah kemampuan untuk
menunda atau menghalangi suatu respon kekhawatiran dalam semua analisis
perkembangan dan belajar, dan telah diperiksa secara mendalam yang meliputi
pengendalian dorongan, pengendalian diri, toleransi terhadap frustasi, penundaan
Menurut Chaplin (2002) self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi
impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan Henry (1994)
mendefinisikan kontrol diri sebagai pengendalian yang yang dilakukan oleh
individu terhadap perasaan-perasaan, impuls-impuls, dan tindakannya sendiri.
Snyder dan Gangestad (1986) mengatakan bahwa pengendalian diri sangat
relevan untuk melihat hubungan pribadi dengan ligkungan masyarakat yang sesuai
dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.
Goldfried dan Merbaum dalam Lazarus (1976) juga mengartikan
pengendalian diri sebagai suatu kesempatan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke
arah konsekuensi positif.
Plato dalam Howard Rachlin (2000) mendefinisikan kontrol diri ( self-control) sebagai sesuatu yang bisa diciptakan, jika kita mempunyai kemampuan atau motivasi yang kuat untuk melakukannya. Tidak ada perbedaan antara kognisi
(knowledge) dan motivasi (self-control) dimana seseorang dikatakan bijaksana, apabila dia memiliki perilaku baik dan memiliki pengetahuan yang benar. Dan
seseorang tidak sepenuhnya mengerti apa yang terbaik terhadap dirinya, sebelum
dia melakukan kesalahan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan akan mudah
baginya untuk mengontrol segala perilakunya.
Hurlock (1980) mengatakan bahwa kontrol diri bisa muncul karena adanya
motivasi, dan kemampuan mengelola segala potensi dan pengembangan
kompetensinya. Kontrol diri itu sendiri berkaitan dengan bagaimana individu
mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya.
Menurut Ubaydillah (2008), self-control adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi agar tetap di bawah kontrol (under-control) dan kemampuannya dalam menahan diri dari tindakan brutal ketika ada pemicu atau
berada dalam kondisi yang menegangkan (stressful condition).
Seseorang yang memiliki kemampuan mengontrol diri akan mampu
menggunakan akal sehat, tetap bisa memunculkan pandangan positif dan tenang
(stabil). Sebagaimana yang dikemukakan Goldfried dan Merbau dalam Lazarus
(1976), pengontrolan diri merupakan suatu proses yang menjadikan individu
sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku
yang dapat membawanya ke arah konsekuensi positif.
Zerotothree (2004) mengatakan self-control adalah kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tentang bagaimana dan kapan mengekspresikan
perasaan-perasaan dan tindakan impuls-impuls.
Pengendalian diri menggambarkan keputusan individu yang melalui
pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk
meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Lazarus, 1976).
Menurut Berk dalam Singgih (2006) pengendalian diri adalah kemampuan
dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Messina dan Messina dalam Singgih (2006) menyatakan bahwa
pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada
keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasan dan
pemikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung
jawab atas diri pribadi.
Pengendalian diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan
emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1984). Hurlock
(1973) menyebutkan terdapat tiga kriteria emosi dalam pengendalian diri, yaitu:
a. Dapat melakukan pengendalian diri yang bisa diterima secara sosial.
b. Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk
memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
c. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan
cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
2.2.2 Manfaat Pengendalian Diri (Self-Control)
Christoper dan Albert dalam Atwater (1999) mengembangkan manfaat teori
1. Pengendalian setiap individu berbeda, dimana mereka yakin dapat
menjalani kehidupannya.
2. Pengendalian diri seseorang tergantung pada interaksi antara individu
tersebut dan lingkungannya. Dan juga tergantung faktor disposisi dalam
diri dan karakteristik lingkungan.
3. Faktor penting dalam pengendalian diri adalah keyakinan bahwa kita dapat
mempengaruhi hasil/aktual, memilih alternatif yang ada, membuat
konsekuensi dan mematuhinya.
4. Dalam beberapa situasi, kemapuan pengendalian diri yang kuat sangat
diperlukan supaya kita dapat bertahan, beradaptasi dan mampu dalam
menghadapi perubahan dan kekurangberuntugan.
5. Pengendalian diri menjadi faktor pendukung mencapai kesusksesan dan
menghambat kegagalan. Oleh karena itu, individu memerlukan tingkat
pengendalian diri yang berbeda untuk menghadapi persoalan di dalam
kehidupannya.
2.2.3 Aspek-Aspek Pengendalian Diri (Self-Control)
Berdasarkan konsep Averil (1973), terdapat 3 aspek yang tercakup dalam
kemampuan mengontrol diri, yaitu:
Mengontrol perilaku merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon
yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan
yang tidak menyenangkan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu:
mengatur pelaksanaan (regulated administration), dan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi
atau keadaan dirinya sendiri atau seseuatu di luar dirinya. Individu yang
mempunayi kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur
perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan jika tidak mampu
individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus
merupakan kemampuan untuk mngetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dikehendaki dihadapi.
b. Mengontrol kognisi (cognitive control)
Merupakan kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologi atau untuk
mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu: memperoleh
informasi (information gain) dan melakukan penilaian (apparsial). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan
berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai
dan menafsirkan auatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan
c. Mengontrol keputusan (decisional control)
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri
dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu
kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memillih
berbagai kemungkinan tindakan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu:
mengantisisipasi peristiwa dan menafsirkan peristiwa, yaitu kemampuan
menahan diri.
Aspek ini merujuk pada kemampuan individu dalam membuat
pertimbangan dan menilai situasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan.
Kemampuan mengontrol diri terletak pada kekuatan dari ketiga aspek tersebut.
Kemampuan mengontrol diri ditentukan oleh seberapa jauh salah satu aspek
mendominasi, atau kombinansi tertentu dari berbagai aspek dalam mengontrol
diri.
2.2.4 Pengaruh Pengendalian Diri (Self-Control) Terhadap Perilaku
Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa kontrol diri (self-control) dapat dijadikan sebagai kekuatan sesorang dalam mempengaruhi diri, pengaturan
terhadap fisik, sikap, dan proses-proses yang bersifat psikologis dengan kata lain,
pengaturan terhadap segala proses yang menentukan diri seseorang. Dengan
cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Ia
cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial
yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat.
Selain itu, perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih
fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan
terbuka dengan orang lain. Seseorang akan berusaha menampilkan perilaku yang
dianggap paling tepat bagi dirinya yaitu perilaku yang dapat menyelamatkan
intraksinya dari akibat negatif yang disebabkan karena respon yang dilakukannya.
Calhoun dan Acocella (1990) mengemukakan dua alasan yang
mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu.
1. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan
keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu
kenyamanan orang lain.
2. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun
standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi
tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian
2.3 Kerangka Berpikir
Keberadaan peran dari sebuah kontrol dalam kaitannya untuk mengurangi
tingkat kriminalitas telah menjadi fokus utama dalam kajian psikologi sosial.
Kontrol tersebut berkembang saat seseorang masih berada dalam masa
kanak-kanak, baik secara langsung maupun tidak lagnsung yang berkaitan erat dengan
norma sosial di masyarakat. Oleh karena itu, kontrol dalam diri seorang individu
dapat diklasifikasikan atas dua macam, kontrol internal (self-control/ kontrol diri) yang terkait dengan individu itu sendiri dan kontrol eksternal (social control/ kontrol sosial) yang melihat adanya batasan-batasan norma masyarakat
(Bustanova, 2009).
Averil (1973) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek dalam kontrol diri
(self-control) yaitu: mengontrol tingkah laku, mengontrol kognisi, dan mengontrol keputusan. Seseorang melakukan kontrol diri agar sikap dan perilakunya sesuai
dengan tuntutan lingkungan di sekelilingnya. Baron & byrne (dalam Walgito,
2002) mengatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen
kognitif, komponenn afektif, dan komponen konantif.
Seseorang yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan
mengatur perilakunya, Dengan kontrol diri yang rendah, meraka tidak mampu
memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka tidak mempu
menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, tidak mampu mempertimbangkan
konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak mampu memilih tindakan
yang tepat (Abdul Muhid, 2009). Sehingga dapat diasumsikan bahwa kemampuan
mengontrol kognitif rendah mempunyai agresivitas tinggi, dan kemampuan
mengambil keputusan rendah mempunyai agresivitas tinggi. Hal ini didukung
dengan penelitian Slaby dan Guerra (Anwar, 1998) menunjukkan bahwa individu
dengan tingkat agresivitas yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka
dalam mengatasi permasalahan yang rendah.
Sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan mampu
mengatur perilakunya (Abdul Muhid, 2009). Yaitu apabila kemampuan
mengontrol perilaku tinggi mempunyai agresivitas rendah, kemampuan
mengontrol kognitif tinggi mempunyai agresivitas rendah, dan kemampuan
mengontrol keputusan tinggi mempunyai agresivitas rendah.
Agresivitas rendah
Self-control Rendah
Self-control Tinggi
Anak Jalanan
Agresivitas tinggi
2.4 Hipotesis
Dari uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas mengenai metode penelitian, dan dalam hal
ini akan dibatasi secara sistematis sebagai berikut: jenis penelitian, variabel
penelitian, subjek penelitian, metode dan instrumen pengumpulan data, prosedur
penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur dan teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.
Menurut Azwar (2004) penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan
analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metoda
statistik. sedangkan Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh aignifikansi
perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mencari hubungan antara pengendalian diri
(self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.
3.1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan
Pengukuran korelasi digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan
(Sevilla, dkk. 1993).
Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai
dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel,
yaitu hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.
3.2 Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian
Kerlinger dalam Arikunto (2006) menyebut variabel sebagai sebuah
konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep
kesadaran. Sedangkan Sutrisno Hadi mendefinisikan variabel sebagai gejala yang
bervariasi. Dalam penelitian ini, variabel dibatasi oleh:
1. Independen variabel (Variabel Bebas) adalah variabel yang mempengaruhi.
Independen variabel dalam penelitian ini adalah pengendalian diri (self-control).
2. Dependen variabel (Variabel Terikat) dalam penelitian ini adalah agresivitas.
3.2.2 Devinisi Operasional
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah :
sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif
yang tertuang dalam perilaku, kognitif dan pengambilan keputusan.
b. Agresivitas adalah perilaku yang ditujukan kepada seseorang secara sadar
dengan tujuan tertentu sehingga dapat menyakiti orang lain.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Iqbal Hasan, 2002).
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu melihat adakah hubungan
antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan, maka populasi dari penelitian ini adalah anak jalanan dari Yayasan Bina Insan Mandiri
Depok.
3.3.2 Sampel
Sampel menurut Iqbal Hasan (2002) adalah bagian dari populasi yang
diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas
dan lengkap yang dianggap mewakili populasi. Dalam penelitian ini, sampel yang
digunakan adalah sebanyak 50 orang anak jalanan Yayasan Bina Insan Mandiri
Depok, yaitu 33 anak laki-laki dan 17 anak perempuan. Adapun pengambilan
sampel sebanyak 50 orang dilandasi oleh ketersediaan sampel yang sesuai dengan
dari usia 15 tahun sampai 18 tahun, disamping itu juga dikarenakan keterbatasan
waktu dan dana dari peneliti sendiri.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non-probabilitas atau disebut juga dengan rancangan pengambilan sampel yang
tidak menggunakan random dan tidak didasarkan pada hukum probabilitas.
Menurut Kountur (2003) teknik non probability sampling adalah proses pemilihan sampel dimana tidak semua anggota dari populasi memiliki kesempatan untuk
dipilih. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu sampel yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti.
Sedangkan karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:
a. Subjek adalah anak-anak jalanan laki-laki dan perempuan yang berusia antara
15-18 tahun.
b. Subjek merupakan anak-anak yang tinggal di jalanan, kolong jembatan,
stasiun kereta api, ataupun di rumah bersama orang tuanya, yang tercatat
sebagai anak didik Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, karena dengan adanya
kesediaan responden akan memberikan dampak yang baik bagi peneliti,
dimana responden akan bersedia untuk mengisi angket yang telah diberikan
dengan tenang tanpa adanya paksaan, jujur dan lengkap tanpa ada satu pun
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial
(Riduwan, 2005). Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai pengendalian
diri (self-control) dan agresivitas, responden akan diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan memberikan tanda ceklis (√) pada kolom yang sesuai. Respon
subjek tidak diklasifikasikan benar-salah, semua jawaban dapat diterima sesuai
jawaban jujur dan sungguh-sungguh.
Untuk pemberian skor dari skala ini jawaban antara pernyataan yang
bersifat favorabel dengan yang bersifat unfavorabel berbeda, untuk lebih jelasnya
[image:52.595.114.507.267.709.2]dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1
Skoring Instrumen
Pilihan Jawaban Favorabel Unfavorabel
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Adapun alasan penulisan menggunakan empat alternatif jawaban, yakni
untuk melihat kecenderungan ke arah setuju atau tidak setuju serta untuk
menghindari adanya kecendrungan responden menjawab netral.
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang dipergunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala pengendalian diri
(self-control) dan skala agresivitas.
1. Pengendalian diri (self-control) digunakan untuk mengetaui sejauh mana individu mempunyai kemampuan menggunakan kehendak atau keinginannya
dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi
impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku,
kognitif dan pengambilan keputusan, yang mengacu pada aspek-aspek
Tabel 3.2
Blue Print Try Out
Skala Pengendalian Diri (
Self-Control)
Aspek Indikator
No. Item Jumlah
Item Favorabel Unfavorabel
Mengontrol
perilaku
- mengatur pelaksanaan
- memodivikasi stimulus
2, 6, 10, 12,
42, 52
4, 8, 46, 50
11, 19, 29, 57
17,31,33,37,55
10
9
Mengontrol
kognitif
- memperoleh informasi
- melakukan penilaian
38,54,58
22, 26, 28,
30, 32, 34, 60
9,39, 53
1, 3, 5, 7, 41,
43, 45, 47, 49,
6
16
Mengontrol
keputusan
- mengantisipasi peristiwa
- menafsirkan peristiwa
14, 18, 20,
24,
16, 36, 40,
42, 44, 48
15,23,27, 51
13, 21, 25, 35,
59
8
11
Jumlah Pernyataan 30 30 60
2. Dan skala yang kedua dalam pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala agresivitas pada anak jalanan. Skala agresivitas disusun
berdasarkan teori Buss & Perry (1992) yang menyatakan bahwa ada 4 bentuk
agresi yaitu: agresi fisik, dengan indikator: menyerang dan memukul. Agresi
Agresi marah, dengan indikator : kesal dan mudah marah. Dan sikap
[image:55.595.110.562.187.652.2]permusuhan, dengan indikator : benci, curiga dan iri hati. Adapun tabel blue print penyebaran skala agresivitas adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Blue Print Try Out
Skala Agresivitas
Aspek Indikator
No. Item Jumlah
Item Favorabel Unfavorabel
Agresi Fisik - Menyerang
- Memukul
8
2, 3, 19
1, 13, 27
23 4 4 Agresi Ferbal - Berdebat
- Menyebarkan gosip
- Bersikap sarkastis
14, 33, 36
21, 34
22
4, 31
20
26, 32, 40
5 3 4 Agresi Marah - Kesal
- Mudah marah
37
15, 28, 38
24 29, 35 2 5 Sikap Permusuhan - Benci - Curiga
- Iri hati
9, 25, 30
6, 7
11
5, 12, 39
10, 17
16, 18
6
4
3
3.4.3
Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil penelitian
yang valid adalah apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan
data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Suatu instrumen
penelitian dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur (Kountur, 2003). Validitas suatu butir pernyataan dalam penelitian
ini dilihat dari hasil output SPSS 13.0. Menilai kevalidan masing-masing butir
pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 50 responden
dengan kriteria nilai r tabel 2,79. Sehingga item yang memperoleh nilai lebih kecil dari r tabel dianggap gugur/tidak valid.
Sedangkan uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam
bentuk skala. Suatu instrumen penelitian disebut reliabel apabila instrumen
tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur (Kountur,
2003). Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai
Gambar
Dokumen terkait
Mereka yang memiliki penerimaan diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk dirinya, serta
b. Menganalisis sendiri kejadian- kejadian yang dialaminya.. Menduga bahwa menoniolkan diri dalam pesta, dikira ikut-ikutan Ketika teman saya memiliki buku baru ... Saya
3. Keluarga sering memberikan uang pada saya untuk mencukupi kebutuhan anak saya Perpustakaan Unika.. Teman-teman memberikan saya buku tentang hal-hal yang berkaitan dengan
Ketika sedang kesulitan memahami bahasa Jawa, saya mudah tersinggung terhadap teman yang mengejek saya.. SS S TS
Saya malas mengikuti perlombaan Saya suka mempelajari hal-hal baru Saat teman menceritakan masalahnya, saya dapat merasakannya juga Saya aktif memberi usul ketika diskusi dengan
Orang tua tidak ingin tahu akan apa yang saya perbuat jika saya sedang berada di luar rumah bersama teman-teman saya.. Orang tua menggunakan kata-kata yang ketus jika saya
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya skripsi saya yang berjudul: Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri
11 Saya tetap mengikuti pendapat kelompok, meskipun pendapat saya berbeda dengan keputusan kelompok 12 Saya tidak akan ikut-ikutan dengan apa yang