• Tidak ada hasil yang ditemukan

agroindustri dan pemasaran), dan subsistem jasa penunjang

Dalam dokumen Sistem Manajemen Agribisnis Rahim and Ha (Halaman 65-72)

1. Subsistem Input (Pengadaan bahan baku/praproduksi) Subsistem pengadaan bahan baku merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan dan menghasilkan saprobun (bibit, pupuk, dan pestisida).

2. Subsistem Process Produksi (Budidaya)

Subsistem usaha produksi, yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan saprobun untuk menghasilkan produk primer, seperti biji kakao, karet, daun teh, daun tembakau, biji kopi, dan kelapa sawit .

Ditinjau dari kegiatan usahatani di lapangan berturut-turut adalah pembukaan lahan (landclearing), persiapan tanam (plant preparation), pembibitan (nursery), penanaman (planting), pemeliharaan TMB (tanaman belum menghasilkan), pemeliharaan TM (tanaman menghasilkan) dan panen dan angkut (harvesting dan transportation). Untuk tanaman semusim seperti tembakau, rosella, kapas, dan tebu, karena singkatnya umur maka tidak dibedakan antara tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) dari fase tanam sampai panen berlangsung satu tahun dalam satu tahun anggaran. Sebaliknya, untuk tanaman keras seperti kopi, fase TBM dapat berlangsung antara 2 sampai 8 tahun.

3. Subsistem Output (Agroindustri dan pemasaran)

Subsistem pengolahan merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah produk primer menjadi produk sekunder (olahan), seperti permen coklat, teh celup, rokok, dan minyak.

Pendahuluan Manajemen Manajemen

Gambar 2.5 SistemManajemenAgribisnis Perkebunan

Subsistem Input (Praproduksi) (pengadaan Saprobun: bibit,

pupuk, dan pestisida)

Subsistem Process (Budidaya) (Produk Primer: biji kakao, karet,

daun teh, daun tembakau, biji kopi, dan kelapa sawit )

Pengolahan (Produk sekunder : permen coklat, teh celup, rokok, dan

minyak )

Pemasaran Produk (Primer & Sekunder) Subsistem Jasa Penunjang (Perbankan, penyuluhan dan konsultan per-kebunan, R & D, dan kebijakan pemerintah Subsistem Output

Ditinjau dari kegiatan agroindustri di pabrik masing-masing budidaya komoditasnya berlainan, tetapi secara garis besarnya ada pola yang sama. Proses tersebut adalah penerimaan hasil panen dari kebun, pembuangan bahan yang tidak diperlukan, pemurnian, pemberian bentuk/rupa, pengeringan/pengurangan kandungan air, sortasi, dan pengemasan (packing). Kemudian untuk mengetahui proses agroindustri perkebunan berbagai komoditas, maka dapat dibaca literatur yang berhubungan dengan komoditas tersebut.

Subsistem pemasaran perkebunan berupa produk primer dan produk sekunder, baik melalui perantara maupun langsung ke konsumen akhir. Pemasaran komoditas perkebunan secara nasional dapat digunakan komponen-komponen dari marketing mix dan marketing environment (Tabel 2.1), yaitu product, price, place/ distribution, promotion, consumer, competitor, economic factor, dan legal aspect (Najib, 2000:39).

Tabel 2.1 Pemasaran Komoditas Perkebunan Plantation Marketing Marketing Mix 1. Product 2. Price 3. Place/distribution 4. Promotion Marketing Environment 5. Consumer 6. Competitor 7. Economic factor 8. Legal Aspect

Pendahuluan

Product, dengan mutu standar umumnya berasal dari per-kebunan besar negara dan swasta. Untuk produk yang berasal dari perkebunan rakyat dan swasta lemah biasanya di bawah standar sehingga sering harganya jatuh dan merugikan. Untuk mengatasi keadaan tersebut beberapa pengusaha perkebunan atau pedagang antara mengadakan pengolahan atau sortasi ulang.

Price, bagi perkebunan besar milik negara atau swasta dapat mengikuti catatan harga dari pasar Singapura, London, New York, dan sebagainya. Namun, untuk perkebunan rakyat tidak tahu harga sehingga mudah dipermainkan oleh tengkulak atau pedagang-pedagang perantara. Harga tersebut kadang-kadang rendah sekali karena petani sudah terjerat oleh ―ijon‖. Untuk petani plasma atau intensif harga pembelian kepada petani sudah dapat dimusyawarahkan antara petani, koperasi, dan perusahaan.

Place/distribution, sampai saat ini penjualan komoditas perkebunan untuk ekspor adalah dengan harga f.o.b. (free on board). Free on board menurut Stanton (1996:357) adalah penjual hanya membayar ongkos memuat barang di atas kapal, hal tersebut kurang menguntungkan karena penjual sangat tergantung pada datangnya kapal. Sebagaimana kita ketahui armada kapal niaga nasional masih belum kuat dan terbatas jumlahnya. Dengan perluasan perkebunan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, maka kebutuhan akan armada laut antar- pulau beserta prasarana pelabuhan dirasakan mendesak. Bila tidak terpenuhi, maka produk yang melimpah di daerah pengembangan tidak dapat terdistribusikan atau terlambat dan akan mengakibatkan mutunya turun.

Promotion, karena komoditas perkebunan sebagian besar bahan baku agroindustri, maka tidak diadakan promosi progressif. Promosi hanya dapat dilakukan untuk komoditas

hasil dari agroindustri seperti permen coklat, teh celup, rokok, dan sebagainya.

Consumer, produk perkebunan untuk keperluan dalam negeri dan belum cukup diekspor adalah gula, kapas, dan rosella. Untuk kakao ada yang diekspor dan ada yang diimpor karena pertimbangan jenisnya di samping jumlahnya. Gula pasir dijual ke pasar dalam negeri lewat Bulog, kapas lewat pabrik tekstil lokal, dan karung goni untuk pabrik gula serta produk lainnya, seperti kakao dan kopi.

Competitor, sebagai pesaing Indonesia di pasar internasional, untuk karet adalah Malaysia dan Thailand; minyak sawit adalah Malaysia; kopi adalah Brazil, Columbia, Uganda, Kenya, dan Pantai Gading; teh adalah India, Srilangka, dan Kenya; dan kakao adalah Brazil, Ghana, Nigeria, dan Malaysia.

Economic factor, bagi para pengusaha, masalah menyangkut faktor-faktor ekonomi meliputi tingginya suku bunga bank dan laju inflasi. Keadaan semacam itu dirasakan berat untuk mampu bersaing di pasar internasional. Dengan peningkatan harga bahan dan tenaga di dalam negeri, maka harga pokok produksi ada tendensi untuk naik setiap tahun.

Legal aspect, dengan pemerintah mengadakan deregulasi, sektor swasta di dorong untuk mengadakan investasi. Deregulasi tersebut mencakup penyederhanaan prosedur perizinan dan kemudahan dalam memperoleh kredit. Di antara komoditas perkebunan yang terkena kuota ekspor, bilamana terjadi world oversupply, adalah kopi dan teh. Kuota tersebut dikenakan bagi para anggota ICO (international coffee organization). Anggotanya meliputi negara produsen dan konsumen kopi yang terikat dengan ICA (international coffee agreement). Dalam beberapa tahun terakhir tidak diberlakukan kuota untuk teh, karena ada keseimbangan antara supply dan

Pendahuluan

demand dunia. Kemudian di antara komoditas perkebunan yang ada intervensi dari pemerintah secara berturut-turut adalah gula, minyak sawit, kopi, cengkeh, dan kapas.

4. Subsistem Jasa Penunjang (Supporting System)

Jasa penunjang terdiri atas financial (perbankan), Infrastruktur (prasarana dan sarana), research and development,human resources dan human natural, pendidikan, penyuluhan dan konsultan perkebunan, layanan informasi perkebunan, dan kebijakan pemerintah.

5. Manajemen

Penerapan fungsi-fungsi manajemen pada setiap subsistem agribisnis perkebunan meliputi planning, organizing, directing, controlling, dan evaluation.

Gambar 2.6 Sistem Manajemen Agribisnis Kakao (Theobroma cacao L.)

Penyediaan bibit, pupuk, dan

pestisida

kegiatan usaha produksi (budidaya) penanaman, pemeliharaan, pemangkas-an,

dan panen buah kakao, serta pascapanen (pengeringan atau

fermentasi) Pemasaran kakao, baik melalui perantara atau ke konsumen akhir Process (Produksi) Supporting System

(Kredit/modal, transportasi, asuransi,R

& D, dan kebijakan pemerintah)

Input

(Praproduksi)

Output

(Pascaproduksi)

Sistem agribisnis perkebunan dapat dipandang sebagai satu

Dalam dokumen Sistem Manajemen Agribisnis Rahim and Ha (Halaman 65-72)