• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.7 Agroindustri Skala Kecil dan Perubahan Sosio-Ekonomi dan Sosio- Ekologi Pedesaan

Agroindustri merupakan salah satu hasil dari kebijakan pemerintah terhadap industri pengolahan di pedesaan baik dalam skala usaha kecil maupun skala usaha besar yang memang memiliki andil dalam perubahan desa. Perubahan desa ini merupakan dampak dari hadirnya agroindustri baik dampak positif maupun dampak negatif, baik pada aspek ekonomi, maupun pada aspek sosio-ekologi sekitar kawasan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan agroindustri.

Agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi sederhana bukan berarti tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aspek sosio-ekonomi dan aspek sosio-ekologi. Agroindustri dengan skala kecil justru membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak karena teknologinya masih sederhana. Teknologi yang masih sederhana juga mengakibatkan pengelolaan limbah hasil dari kegiatan agroindustri belum secara maksimal diatasi. Bila dibandingkan dengan agroindustri skala besar, agroindustri skala kecil biasanya memiliki tenaga kerja yang berpendidikan dan keterampilan rendah. Sehingga pengetahuan terhadap pengelolaan limbah hasil buangan dari kegiatan pun minim.

2.1.7.1 Dampak Sosial

Kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam mengangkat perekonomian masyarakat lokal membawa dampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satu penelitian studi mengenai pembangunan industri manufaktur yang dilakukan oleh Suhandi et.al (1989-1990) mengungkapkan adanya perubahan cara berpikir sosial masyarakat lokal akibat kehadiran industri yaitu sebelum masuknya industri anak perempuan dianggap tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi, karena nantinya hanya mengurus urusan rumah saja. Namun setelah masuk dan berkembangnya industri, pola pemikiran mengenai anak perempuan berubah. Para orang tua menyekolahkan anak perempuannya mencapai tingkat pendidikan tertentu. Hal ini dikarenakan adanya prasyarat minimal pendidikan tertentu untuk bekerja di pabrik. Adanya industri manufaktur juga mengubah status kepemilikan lahan. lahan-lahan yang berada di desa dibeli oleh pihak industri dan dijadikan sebagai lahan untuk kepentingan industri.

Pemilik lahan memilih menjual lahannya pada pihak industri sehingga warga bekerja sebagai petani harus kehilangan pekerjaannnya.

Penelitian studi agroindustri lain yang dilakukan oleh Sunarjan (1991) yaitu industri rokok kretek di Desa Lor Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah menyatakan, pada aspek sosial terjadi perubahan dalam hal kepemilikan dan pemanfaatan tanah. Awalnya, tanah di Desa Lor sebagai lahan pertanian sawah, namun masuknya industri membuat perubahan dalam hal pemanfaatan tanah. Tanah yang digunakan untuk pertanian kini dijual untuk dijadikan perumahan dan kepentingan industri rokok kretek. Terdapat juga perubahan dalam sifat gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Lor. Masyarakat tadinya memiliki sifat gotong royong yang tinggi, namun setelah industri rokok kretek masuk ke Desa Lor terdapat penurunan pada sifat gotong royong. Perubahan sifat gotong royong ini berkaitan dengan perubahan mata pencaharian masyarakat. Awalnya masyarakat bekerja di sawah saling bergotong royong tetapi kini masyarakat bekerja sebagai buruh di industri rokok kretek.

2.1.7.2 Dampak Ekonomi

Agroindustri merupakan industri pedesaan yang didirikan untuk mendekatkan antara sektor indusri dan sektor pertanian. Kegiatan agroindustri merupakan salah satu kegiatan sekunder yang dilakukan guna mengatasi ekonomi golongan petani di pedesaan. Kegiatan primer pertanian belum cukup mengatasi perekonomian petani. Golongan petani gurem, buruh tani, dan tenaga kerja umumnya di pedesaan sangat menggantungkan ekonominya pada kegiatan sekunder pertanian (Shaw dan Edgar 1977 sebagaimana dikutip Rahardjo 1984).

Studi penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2000) menyatakan, adanya keterkaitan terhadap pengembangan agroindustri gula tebu di Jawa Timur. Keterkaitan agroindustri tebu ini baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap tingkat pendapatan petani tebu dan positif terhadap perkembangan perekonomian wilayah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tebu merupakan bahan baku dalam membuat gula, sedangkan gula sangat dibutuhkan dalam kegiatan industri makanan dan minuman. Pernyataan mengenai adanya dampak agroindustri terhadap aspek ekonomi juga diungkapkan dalam penelitian

agroindustri yang dilakukan oleh Sembiring (1995) bahwa, agroindustri di Sumatera Utara melakukan ekspor industri kayu lapis. Adanya penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara sebesar 2,8 persen penyerapan tenaga kerja sektor agroindustri dari jumlah tenaga kerja 105.929 di sektor industri Sumatera Utara.

2.1.7.3 Dampak Sosio-Ekologi

Dampak sosio-ekologi adalah perubahan lingkungan hidup yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan hubungan-hubungan sosial yang dijalani oleh warga masyarakat dalam suatu kawasan. Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya sangatlah kompleks. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan hidupnya, begitupun sebaliknya (Soemarwoto 2004). Perubahan lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Seperti pada perluasan daerah pertanian dan modernisasi industri dan pertanian membawa serta akibat yang nanti tidak diharapkan seperti kerusakan lingkungan hidup. Sampah/limbah menjadi masalah yang harus diperhatikan dalam lingkungan. Sampah/limbah industri, terlebih-lebih sampah kimia menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan baik lingkungan air, udara dan daratan (Suyitno dan Daldjoeni 1982).

Salah satu dampak dari kegiatan agroindustri tidak mungkin terlepas dari adanya limbah buangan hasil proses kegiatan selama kegiatan agroindustri berlangsung. Pembuangan limbah ini berkaitan dengan pengaruhnya terhadap lingkungan kawasan agroindustri. Beberapa studi mengenai agroindustri memang lebih cenderung meneliti mengenai perubahan agroindustri terhadap aspek sosial, aspek ekonomi dan meneliti mengenai strategi pengembangan agroindustri. Kajian agroindustri masih sedikit yang meneliti mengenai masalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan agroindustri.

Penelitian mengenai studi agroindustri yang dilakukan oleh Suhada (2005), mengenai strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan agroindustri kulit di

Sukaregang yakni adalah teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Menurutnya industri penyamakan kulit memerlukan teknologi yang tinggi karena dalam proses penyamakannnya menggunkaan bahan-bahan kimia sehingga mesin yang dimiliki pun diimpor dari Eropa. Berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaf (2005), meskipun berada pada wilayah penelitian yang sama, justru Syaf meneliti mengenai karakteristik industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Syaf pada penelitiannya yaitu mengumpulkan pendapat masyarakat mengenai dampak sosio-ekonomi serta dampak limbah dari kegiatan agroindustri. Hasil penelitian Syaf yang ditemukan yaitu terdapat perbedaan antara pendapat masyarakat hulu dan hilir mengenai dampak limbah di kawasannya. Masyarakat hilir merasakan dampak limbah agroindustri kulit terhadap lingkungannya yakni, air sungai menjadi berbau dan jika melewati daerah perairan di dekat kawasan industri maka akan tercium bau yang tidak sedap.

Penelitian Rachmat (1993) menganalisis mengenai adanya pencemaran air sungai akibat limbah industri kulit di Sukaregang. Pencemaran air sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sawah berdampak pada pertumbuhan padi serta hasil panen. Maka dapat disimpulkan, pencemaran akibat limbah industri bukan hanya berdampak bagi masyarakat sekitar tetapi juga pada ekosistem yang berada disekitarnya.

Pencemaran lingkungan bukan hanya disebabkan oleh pembangunan sektoral saja, tetapi pembangunan industri pedesaan seperti agroindustri juga memiliki peran didalamnya. Kegiatan pembangunan seharusnya memikirkan bagaimana mencegah penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran. Dalam menghindari pencemaran dapat dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Proyek-proyek pembangunan yang memerlukan AMDAL adalah prasarana seperti jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang; industri dan industrial estate; pembangkit tenaga, energi dan distribusinya; pertambangan; perubahan bentuk lahan seperti penebangan hutan; penggunaan bahan kimia (Salim 1986). Berdasarkan penelitian Wahyono (2009), mengenai pengelolaan lingkungan pasca AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada industri kimia di Kabupaten Bogor berpendapat bahwa

permasalahan lingkungan di Kabupaten Bogor sangat terkait dengan keberadaan industri-industri disana. Terdapat isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Bogor diantaranya rendahnya mutu air sungai, penurunan air bawah tanah dan zona rawan air bawah tanah, tingginya angka penyakit diare dan kasus pencemaran air limbah dan tanah. Menurutnya penting bagi karyawan suatu industri untuk memiliki pengetahuan mengenai pencemaran lingkungan dan perusahaan yang memiliki sertifikat sebaiknya memiliki personil yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan.