• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI

6.3 Tingkat Kenyamanan Hidup

6.3.1 Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Responden

Pencemaran sungai akibat limbah industri pengolahan tahu juga berdampak pada kondisi lingkungan tempat tinggal responden yang sebagian besar bertempat tinggal di pinggiran sungai. Padatnya penduduk di Kampung Cikaret menjadi faktor lain yang menyebabkan pencemaran air sungai di wilayah Cikaret. Limbah industri pengolahan tahu merupakan faktor yang dinilai lebih dominan, hal ini

disebabkan bila musim kemarau tiba masyarakat di sekitar pinggiran sungai wilayah RW 01 akan mencium bau menyengat. Masyarakat memiliki pengetahuan dalam membedakan mana limbah rumahtangga dan mana limbah tahu. Menurut masyarakat setempat, limbah tahu yang mengaliri sungai akan membentuk lumut-lumut berwarna hitam yang menempel pada bebatuan. Selain lumut-lumut terdapat kulit-kulit kedelai sisa dari pencucian kedelai di industri pengolahan tahu dan buih-buih berwarna putih. Lumut dan buih-buih yang menempel pada batu sungai dapat dilihat saat musim kemarau. Lumut dan buih-buih yang mengaliri sungai akan sulit dilihat sewaktu musim hujan karena air hujan akan segera menyapu limbah tahu dan mengalirinya ke tempat lain. Bau yang ditimbulkan dari limbah tahu saat musim hujan tidak seberapa bila dibandingkan saat musim kemarau tiba. Pada Gambar 20 disajikan persentase pendapat responden mengenai kondisi lingkungan tempat tinggalnya sebelum Hadirnya industri pengolahan tahu.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 20. Pendapat Responden Mengenai Kondisi Lingkungan Tempat Tinggalnya Sebelum Hadirnya Industri Pengolahan Tahu

Berdasarkan Gambar 20 semua responden di Kampung Cikaret baik pada lapisan atas, lapisan menengah, lapisan bawah berpendapat bahwa lingkungan tempat tinggalnya bersih dan sangat bersih sebelum hadirnya industri pengolahan tahu. Menurut responden lingkungannya yang dominan dikelilingi oleh aliran sungai sebelum hadirnya limbah industri pengolahan tahu tergolong bersih bahkan beberapa responden ada yang berpendapat sangat bersih. Setelah hadirnya industri pengolahan tahu, responden berpendapat bahwa lingkungan tempat tinggalnya

menjadi kurang bersih bahkan ada beberapa responden berpendapat tidak bersih. Pada Gambar 21 disajikan persentase responden mengenai kondisi lingkungan tempat tinggalnya setelah hadirnya industri pengolahan tahu.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 21. Opini Responden Mengenai Kondisi Lingkungan Tempat Tinggalnya Setelah Hadirnya Industri Pengolahan Tahu

Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 hampir semua responden pada lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas cenderung berpendapat lingkungan tempat tinggal mereka bersih sebelum hadirnya industri pengolahan tahu dan lingkungan tempat tinggal menjadi kurang bersih atau tidak bersih setelah hadirnya industri pengolahan tahu. Sebagian besar rumahtangga yang menjadi responden memang rumahnya berada di pinggiran Sungai Cimanglid, Sungai Cimanglid merupakan sungai yang telah tercemar limbah tahu. Sebagian kecil ada yang rumahnya tepat berada di belakang industri pengolahan tahu sehingga merasakan asap dari pembakaran uap tahu. Lingkungan yang menjadi kurang bersih bukan hanya disebabkan oleh limbah tahu saja, tetapi akibat banyaknya penduduk musiman seperti pengrajin tahu yang tinggal di Kampung Cikaret sehingga terdapat sejumlah sampah atau limbah rumahtangga. Padatnya penduduk dan kurangnya kesadaran mengenai lingkungan bersih inilah yang menyebabkan lingkungan menjadi tidak bersih. Hal ini diungkapkan Bapak Mss, tokoh masyarakat di Kampung Cikaret:

“Limbah tahu memang membuat lingkungan terutama sungai menjadi tidak bersih, tapi bukan hanya karena limbah tahu saja melainkan karena padatnya warga di RW 01 ini sehingga limbah rumahtanggapun cukup banyak” (Bapak Mss, 69 tahun, tokoh masyarakat).

Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih juga akan menimbulkan bau yang tidak sedap, dalam hal ini bau yang tidak sedap di lingkungan lebih didominasi bau limbah tahu yang mengalir ke sungai di wilayah Kampung Cikaret. Responden yang sebagian besar bertempat tinggal dipinggiran sungai merasakan bau menyengat limbah tahu ketika kemarau datang, terutama rumah responden yang dikelilingi aliran Sungai Cimanglid. Pencemaran terjadi pada Sungai Cimanglid yang memang satu aliran dengan pusat pembuangan limbah tahu. Selain pada Sungai Cimanglid, pencemaran juga terjadi pada pertemuan dua aliran yaitu aliran Sungai Cikaret dan aliran Sungai Cimanglid. Limbah tahu lebih mendominasi bau di sekitar wilayah Kampung Cikaret sehingga hanya terjadi konflik sosio-ekologis antara masyarakat lokal dan pemilik industri pengolahan tahu, yaitu terjadinya sikap teguran dari masyarakat lokal yang bertempat tinggal di wilayah Kampung Cikaret.

Responden yang rumahnya berada di bagian hulu Sungai Cikaret tidak begitu merasakan bau limbah tahu. Lapisan bawah hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga yang berpendapat tempat tinggalnya tidak terkena bau limbah tahu sedangkan pada lapisan menengah hanya 16 persen atau sebanyak empat rumahtangga berpendapat hal yang sama. Lapisan atas semua responden berpendapat terkena bau limbah tahu. Hampir sebagian besar responden rumahtangga di Kampung Cikaret menyatakan bahwa bau limbah tahu tercium hingga ke sekitar tempat tinggalnya, hanya enam responden dari 66 jumlah responden saja yang berpendapat tempat tinggalnya tidak terkena bau limbah tahu. Responden lebih banyak menyatakan bahwa lingkungan tempat tinggalnya bau limbah tahu hal ini disebabkan memang wilayah Kampung Cikaret dikelilingi oleh Sungai Cimanglid dan Sungai Cikaret sehingga pada saat musim kemarau akan terasa bau limbah tahu. Bau limbah tahu mengalir ke kedua sungai yang mengitari wilayah Kampung Cikaret menimbulkan pendapat yang berbeda-beda dari berbagai lapisan rumahtangga masyarakat lokal mengenai bau limbah

yang tercium pada lingkungan sekitar tempat tinggal. Sebagian besar responden atau masyarakat lokal berpendapat bahwa bau limbah akibat limbah tahu yang mengalir ke sungai di wilayah Kampung Cikaret tercium hingga ke sekitar tempat tinggalnya. Walaupun jarak rumah responden dengan pusat pembuangan limbah tahu dominan menyatakan jauh, tetapi bau limbah tahu tetap tercium hingga lingkungan tempat tinggal responden. Pada Gambar 22 disajikan persentase pendapat responden mengenai bau limbah di sekitar tempat tinggalnya.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 22. Pendapat Responden Mengenai Bau Limbah di Sekitar Tempat Tinggalnya

Berdasarkan Gambar 22 sebagian besar responden menyatakan bahwa bau limbah tahu tercium hingga di sekitar tempat tinggalnya. Meskipun jarak anatara tempat tinggal atau rumah responden dengan pusat pembuangan limbah tahu tergolong jauh, tetapi responden mengakui bahwa bau limbahnya tercium karena limbah tahu mengalir di aliran sungai yang mengitari wilayah Kampung Cikaret. Hal ini disebabkan sebagian besar responden merupakan masyarakat lokal yang memang tinggal disekitar wilayah yang dikelilingi sungai. Kedua sungai yang mengelilingi tempat tinggal responden merupakan sungai yang telah tercemar limbah tahu dan sebagian responden menyatakan terciumnya bau limbah menyengat hingga sampai ke tempat tinggalnya. Pada Gambar 23 disajikan persentase pendapat responden mengenai jarak lingkungan tempat tinggal dan jarak posisi rumahnya ke sumber pembuangan limbah tahu.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 23. Pendapat Responden Mengenai Jarak Lingkungan Tempat Tinggalnya dengan Pembuangan Limbah Tahu

Berdasarkan pada Gambar 23 dan Gambar 24, pada lapisan menengah tidak ada responden yang berpendapat bahwa jarak lingkungan tempat tinggalnya dekat dengan pembuangan limbah tahu. Responden yang menyatakan dekat jarak rumahnya dengan pusat saluran pembuangan limbah tahu hanya ada pada lapisan bawah dan lapisan atas. Pada Gambar 24 disajikan persentase pendapat responden mengenai jarak rumahnya dengan saluran pembuangan limbah tahu.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 24. Pendapat Responden Mengenai Jarak Rumahnya dengan Saluran Pembuangan Limbah Tahu

Berdasarkan Gambar 23 dan Gambar 24 hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga pada lapisan bawah yang berpendapat jarak lingkungan tempat tinggal maupun jarak rumahnya dengan industri pengolahan

tahu memang sangat dekat. Pada lapisan atas hanya sebesar delapan persen atau sebanyak satu rumahtangga yang berpendapat hal sama. Responden pada lapisan bawah yang menyatakan dekat jarak rumahnya dengan sumber pembuangan limbah tahu, menyatakan bahwa jaraknya hanya 13 meter. Pada lapisan atas satu rumahtangga responden berjarak sekitar 50 meter dari pembuangan limbah tahu.

Limbah yang mengalir di aliran Sungai Cimanglid tetap menimbulkan bau dan lingkungan tempat tinggal responden terkena baunya. Meskipun bau limbah terasa menyengat saat kemarau, responden cenderung lebih banyak berpendapat mereka tetap merasa nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya. Bau yang selalu mereka cium setiap harinya adalah hal biasa. Jika hujan turun, maka baunya tidak begitu terasa hal ini disebabkan limbah tahu yang dibuang ke sungai akan hanyut terbawa air hujan sehingga baunya pun tidak tercium jelas. Saat kemarau bau yang dihasilkan dari limbah tahu adalah bau yang sangat menyengat ke penciuman. Pada Gambar 25 disajikan persentase pendapat responden mengenai kenyamanannya terhadap tempat tinggalnya.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 25. Pendapat Responden Mengenai Kenyamanan Lingkungan Tempat Tinggalnya

Berdasarkan Gambar 25 hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga pada responden lapisan bawah yang berpendapat ketidaknyamanan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Pada lapisan menengah sebesar delapan persen atau sebanyak dua rumahtangga yang juga merasa tidak nyaman. Pada lapisan atas sebesar 16 persen atau sebanyak dua rumahtangga berpendapat hal

yang sama. Responden sisanya baik pada lapisan bawah, lapisan menengah maupun lapisan atas berpendapat mereka nyaman-nyaman saja dengan lingkungan tempat tinggalnya karena sudah biasa. Responden yang berpendapat tidak nyaman justru sudah mulai tidak biasa lagi dengan bau yang ditimbulkan di sekitar lingkungannya. Bau yang ditimbulkan selain karena limbah tahu ditambah juga dengan bau dari limbah rumahtangga dan bau dari kotoran kambing di peternakan Pak Hto pemilik industri pengolahan tahu. Hal ini diungkapkan oleh salah satu responden yang rumahnya berada di ujung kali:

“Saya merasa tindak nyaman dengan rumah saya, karena sering kebanjiran. Rumah saya kan dekat dengan kali dan posisinya paling ujung, kalau musim hujan, sampah di kali tersendat sehingga bikin banjir rumah. Biasanya suka saya bersihin sampah-sampahnya, ada sampah bekas ampas tahu, sampah ampas tempe, sampah rumahtangga, bikin bau sekali. Kalau musim kemarau juga selokan saya malah yang banyak sampah. Susah sekali orang-orang sini diberitahunya, belum ada kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan, padahal saya yang susahnya karena rumah saya kan diujung kali” (Ibu Ten, 31 tahun, responden RT 06).

Responden lebih berpendapat nyaman karena responden sudah terbiasa dengan bau limbah yang mengalir di sungai wilayahnya. Pada responden yang berpendapat tidak nyaman, merupakan responden yang memang tidak terbiasa dengan bau limbah yang mengitari sungai di wilayahnya sehingga mereka berpendapat tidak nyaman. Pada Gambar 25 responden yang lebih banyak menyatakan bahwa tidak nyaman terhadap lingkungan tempat tinggalnya adalah responden yang berada pada lapisan atas. Sebagian besar responden pada lapisan atas menyatakan bahwa merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan pada lapisan atas kesadaran mengenai kenyamanan lebih besar dibandingkan pada lapisan bawah dan lapisan menengah. Pada lapisan bawah dan menengah meskipun responden merasakan bau limbah tahu yang menyebabkan ketidaknyamanan pada lingkungan tempat tinggalnya, responden bersikap lebih memilih untuk membiasakan diri dengan bau limbah tahu yang ditimbulkan. Sikap membiasakan diri dengan bau limbah tahu di lingkungan tempat tinggalnya inilah yang menimbulkan pendapat dari responden pada lapisan bawah dan lapisan menengah bahwa merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi

tempat tinggalnya. Berikut penuturan Bapak Ttg sebagai salah satu responden pada lapisan bawah yang pernah bekerja mencari kayu bakar pada industri pengolahan tahu mengenai ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggalnya:

“Bau sekali kalau musim kemarau sampai tercium ke rumah bau limbah tahunya. Apalagi belakang rumah saya langsung sungai, ya tapi mau bagaimana lagi? Lama-lama juga terbiasa dengan baunya. Kalau disuruh pindah rumah juga mau kemana? kan dari kecil saya sudah tinggal di kampung ini. Apalagi kalau pindah harus biaya lagi” (Bapak Ttg, 54 tahun, responden pada lapisan bawah).

Berbeda dengan responden lapisan bawah dan menengah, responden pada lapisan atas yang merasakan bahwa terdapat ketidaknyamanan pada lingkungan tempat tinggalnya akibat limbah tahu. Responden lapisan atas yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah dan lapisan menengah dapat kapan saja pindah ke tempat tinggal yang lain. Sehingga pada lapisan atas secara terbuka menyatakan bahwa memang merasakan ketidaknyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya di wilayah Kampung Cikaret yang disebabkan limbah tahu.