• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH

C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat Dari Perbedaan dan

Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. Lembaga Penyelesaian Sengketa perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional.

Kedua belah pihak pada perbankan syari’ah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syari’ah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

Bank syari’ah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syari’ah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas.

Syari’ah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syari’ah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syari’ah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syari’ah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syari’ah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syari’ah Nasional.

Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syari’ah, tidak terlepas dari kriteria syari’ah. Hal tersebut menyebabkan bank syari’ah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan.

Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syari’ah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah. Lingkungan dan budaya kerja sebuah bank syari’ah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syari’ah.

Dalam hal etika, sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syari’ah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara kerja sama dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh).

Akad di bank konvensional dalam membuat suatu perjanjian hanya mengatur masalah pokok-pokonya saja dengan tidak memikirkan soal lain yang lebih

mendetail, perjanjian yang sudah disepakati para pihak di wujudkan dengan penandatanganan perjanjian oleh para pihak dilaksanakan dengan itikad baik atau te goeder trouw (bahasa Belanda).

Pelaksanaan perjanjian ini harus dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya cara menjalankana atau melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.

Dari semua uraian diatas dapat di pahami bahwa :”Bank Syari’ah adalah bank yang menjalankan tugas kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah”. Sementara bank konvensional adala bank yang menjalankan tugas kegiatan usahanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.”

Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :

Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal karena hukum syari’ah.79

Harga barang dan jasa harus jelas tempat penyerahan, maksudnya harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan, tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki seperti yang terjadi pada transaksi penjualan singkat dalam pasar modal.

79

Karnaen A Perwataatmadja Hendri Tanjung, Bank Syari’ah, PT Senaya Abadi, Jakarta, 2011 ,hal. 93

Sedangkan dalam Bank Konvesional, transaksi atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh bank mencakup yang halal dan haram, serta diperbolehkannya transaksi short sale dalam pasar modal. Peran kedua bank ini dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Bank berfungsi sebagai tempat menabung, meminjam uang sampai kepada pengguna jasa untuk mentransfer uang dari satu kota ke kota yang lainnya.

Dalam perkembangan saat ini di Indonesia banyak bermunculan bank Islam atau bank syari’ah, dengan ditetapkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan syari’ah menjelaskan pengakuan yang lebih tegas mengenai keberadaan perlunya lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syari’ah serta memberikan peluang yang besar dalam pengembangannya.

Ketika membandingkan antara sistem pembiayaan bank konvensional dan bank syari’ah, dapat diketahui bahwa sistem pembiayaan bank syari’ah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dengan sistem pembiayaan pada bank konvensional.

Perbedaan itu dipicu oleh adanya konsep perjanjian/akad yang berbeda antara keduanya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembiayaan pemberiaan kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara dan Bank konvensional secara umum mempunyai persamaan dan perbedaan, yaitu dari keduanya sama-sama berorientasi untuk meraih keuntungan dari pihak lain.

Dan untuk perbedaannya, pada bank konvensional melakukan praktek pembungaan, sedangkan pada bank syari’ah menggunakan praktek bagi hasil.

Dilihat dari uraian diatas perbedaan antara Bank Syari’ah dan Bank Konvensional terletak pada :

1. Akadnya, yaitu :

a. Pada bank syari’ah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syari’ah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syari’ah.

b. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syari’ah, misalnya wadi‘ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.

2. Pada imbalan yang diberikan :

a. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Maka bank harus menjual kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi.

b. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan.

c. Sementara bank syari’ah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.

3. Sasaran kredit/pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut. Sedangkan di bank syari’ah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syari’ah. 80

Pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional dan bank unit syari’ah berdasarkan prinsip kehati-hatian memiliki perbedaan dalam hal :

d. Perjanjian e. Jangka waktu f. Ketentuan biaya

g. Perhitungan bunga atau bagi hasil.

Persamaan yang ada di Bank Syari’ah dan Bank Konvensional adalah : a. Syarat pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR),

b. Jaminan,

c. Pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) d. pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

80

Muslim lbrahim, Bank Syari’ah dan Bank Konvensional, Pustaka Sabang, Aceh, 2008,

Sedangkan perbedaan pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional adalah system perhitungan angsuran, dimana pada bank konvensional terkenal dengan sistem bunga.

Sedangkan pada bank unit syari’ah lebih terkenal system angsuran dengan bagi hasil, dimana kedua belah pihak mengadakan perjanjian sesuai dengan akad Murabahah atau akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT).

Selain itu, penelitian juga membahas tentang permasalahan pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank kovensional dan bank unit syari’ah khususnya Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam , antara lain : i. Nasabah

ii. Masalah jaminan iii. Terjadinya kredit macet

Dengan demikian, dalam melakukan pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank kovensional dan bank unit syari’ah haruslah berdasarkan prinsip kehati-hatian karena berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan : 1. Kecukupan modal, 2. Kualitas aset, 3. Kualitas manajemen, 4. Likuidasi, 5. Rentabilitas,

6. Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian.

Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang unit syari’ah adalah Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan bank syari’ah dan bank konvensional pada penerapan pada sistem bunga, baik kepada nasabah ataupun kepada sekelompok orang yang meminjam uang dari bank. Sistem bunga dalam pinjaman inilah yang menjadi hakikat dari keharaman bank konvensional.

Dimana pihak pertama memberikan pinjaman uang kepada pihak kedua dengan ketentuan bahwa saat mengembalikan uang itu harus disertai dengan kelebihan yang besarnya ditentukan dari persentase nilai pinjaman.

Bank konvensional itu pada hakikatnya adalah lembaga rentenir resmi yang diakui dan diijinkan berpraktek oleh negara. Dimana rakyat dan pemimpinnya tidak mengenal syariat Islam, sehingga semua praktek rentenir itu dilindungi undang- undang perekonomian dan menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah masyarakat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait