• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN

KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA

DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA

SYARI’AH CABANG BATAM

TESIS

OLEH

AMINAH 097011136/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN

KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA

DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA

SYARI’AH CABANG BATAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

AMINAH 097011136/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA

PEMBIAYAAN KPR (KREDIT PEMILIKAN

RUMAH) DAN KAITANNYA DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM

Nama Mahasiswa : Aminah

Nomor Pokok : 097011136

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) Anggota

(Notaris Dr.Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)

Dekan

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada :

tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

ABSTRAK

Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.

Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.

Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.

Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan

rahmat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister

Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan

moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Oleh karena itu, ucapan terimakasih. yang mendalam penulis sampaikan secara

khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan

yang kostruktif dalam penulisan tesis ini sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempuma

dan terarah.

Selanjutnya ucapan terimakasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, CTM, Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam

menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan

(8)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam

menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan

dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan

kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Idha Aprilliana, SH, MHum, selaku Dosen Penguji Tesis, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Bapak Kapten Laut Wujud Wiyono, ST, yang telah banyak memberikan bantuan dan

dukungan kepada Penulis selama menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Seluruh Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat

selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajaf dibangku perkuliahan.

8. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani

pendidikan.

9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 yang telah banyak

(9)

10. Motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang,

dukungan dan doa yang tak putus-putusnya, Ayahanda H. Sobri Gunawan Ratu dan

(Almh) Ibunda Rusminah serta kakak-kakak dan adik-adikku yang telah memberikan

semangat dan doa kepada Penulis. Terkhusus kepada adikku Nety Lokasari.

11. Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada suami tercinta

H.M.Rusli Mahmood dan anak anak tersayang Muhammad Baasith dan Aisyah Aqilah Humairah, yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan Penulis dan juga dalam

penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar

harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama

para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya.

Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan,

kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua, amin ya rabbal alamin.

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Aminah

2. Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 07 Juni 1973

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

7. Alamat : Villa Panbil No. No. 7 G Bintan

8. Nama Suami : M. Rusli Mahmood

9. Anak : 1. Muhammad Baasith

2. Aisyah Aqilah Humairah

10. Nama Ayah : Sobri Gunawan Ratu

Ibu : Rosminah (Almh)

12. PENDIDIKAN

a. SD : SD Negeri No. 1 Pel.Dalam Palembang

c. SMP : SMP Negeri No. 1 Pamulutan Palembang

d. SMA : SMEA Negeri No. 1 Kayu Agung Palembang

e. Strata 1 : Fakultas Ilmu Hukum

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 7

1. Kerangka Teori... 7

2. Konsepsi... 17

G. Metodologi Penelitian ... 21

1. Sifat Penelitian ... 21

2. Lokasi Penelitian... 23

3. Sumber Data... 24

4. Alat Pengumpul Data ... 24

(12)

BAB II. HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK

TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM... 27

A. Pengertian Wakalah dalam Pandangan Hukum Islam ... 27

B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 30

C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan bank Konvensional ... 36

1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syari’ah... 36

2. Akad Pembiayaan KPR di Bank Konvensional ... 44

BAB III. KEKUATAN YURIDIS AKAD WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH... 49

A. Pengertian Murabahah... 49

B. Praktek Wakalah dalam Kasus Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 58

1. Praktek Wakalah Dalam Kasus Murabahah... 58

C. Dasar Hukum Akad Wakalah dan Akad Murabahah Yang Menjadi Pedoman Bank Tabungan Syari’ah Cabang Batam .. 71

BAB IV. PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH DAN PERBANDINGAN DENGAN HUKUM ISLAM... 85

A. Peraturan Bank Indonesia Tentang Akad Wakalah... 85

B. Dasar Hukum Wakalah Dalam Hukum Islam... 92

C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat Dari Perbedaan dan Persamaan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional 103 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran-Saran ... 112

(13)
(14)

ABSTRAK

Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.

Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.

Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.

Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.

(15)
(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diantara sekian banyak akad perbankan yang dikembangkan dalam sistem

perbankan syari’ah, salah satu diantaranya akad wakalah, yang berarti pemberian

kuasa, sebagaimana diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi Pemberian

kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada

orang lain yang menyelenggarakan suatu urusan.

Menurut ulama hukum lslam akad adalah ikatan atau perjanjian. Ulama

mazhab dan kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah mendefinisikan akad

sebagai suatu perikatan atau perjanjian, lbnu Taimiyah mengatakan, akad adalah

setiap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan

aktivitas perdagangan, perwakafan, hibah, perkawinan, dan pembebasan.1

Rumusan akad diatas mengartikan bahwa perjanjian harus merupakan

perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan

dilakukan dalam suatu hal yang khusus. Pengertian akad secara bahasa ikatan,

mengikat, meyambung atau menghubungkan. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya

adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah

1

(17)

satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali.2

Dalam hukum lslam kontemporer istilah iltizam disebut perikatan (verbintenis) dan

istilah “akad” ini disebut juga perjanjian (overeenkomst) atau kontrak.

Sementara iltizam merupakan istilah baru untuk menyebut perikatan secara

umum. Semula dalam hukum lslam pra modern istilah iltizam hanya dipakai untuk

menunjukkan perikatan yang timbul dari kehendak satu pihak saja, hanya

kadang-kadang saja dipakai dalam arti perikatan yang timbul dari perjanjian.3

Akad ini diwujudkan pertama dalam ljab dan Kabul. Ijab adalah pernyataan

pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan kabul adalah

pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Ijab dan kabul ini diadakan untuk

menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh

dua pihak yang bersangkutan sesuai dengan kehendak syariat.

Artinya seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak atau

lebih diangap sah apabila sesuai dengan atau sejalan dengan ketentuan hukum lslam.4

Untuk sahnya suatu akad para ahli Fiqh menyatakan harus memenuhi rukun / syarat

akad.

2

Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamallah Kontekstual, Cet, 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

2002, hal. 75.

3

Subekti, Hukum Perjanjian, lntermasa, Jakarta,1992, hal 2

4

(18)

Adapun rukun/syarat sahnya suatu akad terbagi 3 (tiga) yaitu :

1. Syarat Rukun, yakni Ijab dan Kabul, yakni berbentuk perkataan, tulisan,

perbuatan, dan isyarat, semua rukun diatas mempunyai kekuatan hukum

yang sama.

2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) atau pihak-pihak yang

berakad, dan pernyataan untuk mengikatkan diri.

3. Syarat Objektif, yakni al-ma’qud alaih/mahal al-qud/mahal al-‘aqd atau

objek akad, dan maudhu’al-aqd atau tujuan akad.5

Didalam perbankan syari’ah dikenalkan kepada masyarakat beberapa akad

pelayanan jasa berdasarkan hukum lslam dan peraturan Bank lndonesia Nomor :

9/19/PBI/2007 sebagai berikut :

1. Wakalah, akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan

suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

2. Hawalah (pemindahan), akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berutang

kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayarnya.

3. Kafalah (beban/tanggungan), akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak

kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafiil) bertanggung jawab atas

pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).

4. Rahn (jaminan), akad menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan

atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai

5

(19)

ekonomi, dengana demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk

dapat mengambil kembali seluruh barang atau sebagian piutangnya.

5. Sharf (kegiatan jual beli mata uang asing), transaksi pertukaran mata uang asing

yang berlainan jenis. Kegiatan jual beli mata uang asing lazim dilakukan

diperbankan, begitu juga di perbankan syariah. 6

Diantara sekian banyak akad yang dicamtumkan diatas, Bank Tabungan

Negara Syari’ah cabang Batam hanya menggunakan satu akad saja dalam pemberian

pembiayaan pelaksanaan perikatan kredit kepemilikan rumah yaitu media Akad

Wakalah. Penggunaan Akad Wakalah dalam perikatan pembiayaan Kredit

Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam merupakan

bentuk pemberian kuasa kepada pihak bank dalam hal pembelian barang.

Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam dalam pelaksanaan perikatan

jual beli pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selain akad

wakalah juga menggunakan akad murabahah sebagai akad perikatan jula beli,

karena akad murabahah dan akad wakalah bergandengan dalam hal perikatan, yakni

tanpa ada akad wakalah, akad murabahah tidak dapat terlaksana, khusus dalam hal

pembelian pemberiaan pembiayaan kredit .7

Dalam pelaksanaan akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang

Batam tidak melakukan/mempraktekkan akad wakalah yang dianjurkan oleh Fatwa

6

Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah di Indonesia, PT.Citra Adtiya

Bakti, Bandung, 2009, hal 268

7

(20)

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan Peraturan Bank

Indonesia. Tetapi oleh pihak bank hanya diselipkan saja pada akad murabahah dan

dibuat terpisah.

Pentingnya pembahasan penelitian ini karena dalam kasus pembiayaan KPR

(Kredit Kepemilikan Rumah) di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam,

bentuk akad yang digunakan adalah akad murabahah dan juga akad wakalah.

Berdasarkan semua kenyataan yang ada tersebut atas, maka dianggap bahwa

permasalahan diatas adalah merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk

dibahas dan diteliti. Atas latar belakang masalah diatas maka dipilihlah judul dalam

tesis ini yaitu : “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit

Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan

Negara Syari’ah Cabang Batam.”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan diatas,

maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan Kredit

Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ?

2. Bagaimana Kekuatan Yuridis Akad Wakalah pada Perjanjian Pembiayaan

Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ?

3. Bagaimana Pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan

(21)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam

pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara

Syari’ah Cabang Batam

2. Mengetahui kekuatan yuridis Akad Wakalah pada perjanjian pembiayaan

rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam.

3. Mengetahui bagaimana pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad

Wakalah dan perbandingan dalam hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara praktis maupun

teoritis, yaitu :

1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi para notaris, praktisi bank, dan masyarakat luas sehingga seluruh

lapisan masyarakat yang berkepentingan dapat memiliki keyakinan hukum

yang kuat dan benar. Terutama apabila menggunakan akad Wakalah

dalam pemberian kuasa dari bank kepada nasabah.

2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan

untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk membentuk sistem

peraturan perundang-undangan yang lebih adil, sehingga peraturan

(22)

masyarakat yang berhubungan dengan bank. Terutama hak dan

kepentingan masyarakat yang memiliki kemampuan sosial ekonomi

menengah kebawah. Selanjutnya dengan penemuan hukum ini, aparat

yang berwenang dapat membuat peraturan perundang-undangan yang

tepat, sehingga bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat

luas.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Magister Konatariatan, bahwa belum ada penelitian yang membahas masalah

dengan judul ”Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit

Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan

Negara Syari’ah Cabang Batam”. Oleh karena itu judul dan penelitian dijamin

keasliannya sepanjang mengenai keyakinan penelitian dan akan dapat di

pertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk

(23)

lndonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori adalah : “ pendapat, cara-cara dan

aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”8

Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan berfikir dan

mengukur sesuatu berdasarkan variabel-variabel yang tersedia.

Teori di pergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel

bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut

variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau

merupakan salah satu penyebab.9

Menurut W.L.Neuman, yang pendapatnya di kutip oleh Otje Salman dan

Anton F Susanto, menyebutkan bahwa :

“Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang

berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan

mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk

berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.10

Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori

menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut :

“Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba

secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya

memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11

8

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985,

hal.1055.

9

J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal 192-193.

10

HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,

hal.22

11

(24)

Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan

keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan

berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama

tentang keabsahan akad wakalah yang dilaksanakan dalam akad murabahah.

Dengan kata lain yaitu tentang masalah kekuatan yuridis dari akta pemberian

kuasa yang digunakan oleh bank sebagai dasar hukum untuk membeli rumah dari

pengembang/penjual dari bank kepada nasabah.

Dalam pembahasan pada tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah

berdasarkan teori hukum perikatan atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban

yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu kuasa.

Jadi kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan asas kesepakatan

dalam mengadakan perjanjian, yang berisi kewenangan dalam pemberian kuasa,

sebagaimana diatur dalam hukum perjanjian dan hukum pemberian kuasa. Karena

kesepakatan atau persetujuan dalam suatu perjanjian adalah merupakan

undang-undang yang mengikat bagi para pihak yang berjanji.

Selanjutnya bila dikaji dalam prinsip syariah, maka klausul pemberian kuasa

yang ada didalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan murabahah

atau dalam pengertian lain surat pemberian kuasa yang dibuat tersendiri mengikuti

akad pembiayaan yang berisi pemberian kuasa tersebut, adalah merupakan bagian

dari hukum perikatan Islam, yang kedudukannya adalah merupakan salah satu sub

(25)

Perlu kiranya ditegaskan dalam pembahasan tesis ini, bahwa ada asas

kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, adalah berdasarkan pada satu kaedah

hukum, yang terdapat dalam hukum perjanjian. Karena bila dilihat dalam ketentuan

hukum perjanjian tersebut, maka undang-undang telah memberikan hak dan

kewenangan pada setiap orang, untuk dapat memindahkan hak dan wewenangnya itu

kepada orang lain melalui pemberian kuasa.

Dengan ketentuan, bahwa pemberian kuasa itu harus berdasarkan pada

kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam pengertian yang lebih

khusus lagi dijelaskan, bahwa kerangka teori ini adalah berdasarkan pada suatu

prinsip, dimana setiap orang berwenang untuk memberikan kuasa melalui hukum

pemberian kuasa. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa dasar hukum yang

dijadikan landasan dalam mengembangkan kerangka teori-teori ini adalah

berdasarkan teori hukum perjanjian yang mengatur kewenangan dalam pemberian

kuasa, serta hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu

kuasa tersebut. 12

Setiap orang dapat memberikan kuasa dan wewenangnya dalam pemberian

kuasa, hal ini terdapat dalam pasal-pasal hukum perjanjian, terutama kaedah hukum

yang mengatur tentang hak setiap orang, untuk mengadakan perjanjian pada setiap

orang.

Sesuai dengan makna dari suatu kaedah hukum, maka kaedah hukum selalu

diartikan sebagai berikut :

12

(26)

“Sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu

berperilaku, bersikap didalam masyarakat agar kepentingannya dan

kepentingan orang lain terlindungi.”13

Dari kaedah diatas dapatlah di ketahui bahwa kaedah hukum yang mengatur

tentang kesepakatan dalam mengadakan perjanjian untuk memindahkan hak dan

wewenang dalam pemberian kuasa adalah nilai hukum yang terdapat dalam peraturan

konkrit pada pasal-pasal hukum perjanjian, baik yang tercantum dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maupun dalam peraturan-peraturan

hukum lainnya. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini, adalah merupakan

hak warga negara, dimana perjanjian diantara para pihak adalah merupaka

undang-undang yang mengikat diantara para pihak tersebut.

Ahmadi Biru dalam Bukunya menyebutkan, bahwa : ”Kontrak merupakan

suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan

secara tertulis maupun tidak tertulis.14

Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas

kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang

sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau

persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, sehingga tidak ada perjanjian kalau

kesepakatan dan persetujuan tidak ada. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian

13

Sudikno Mortokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,

hal. 11.

14

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Rancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

(27)

didasarkan pada pasal 1338 ayat KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian, baik

terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, maupun terhadap

segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan

dan undang-undang, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUH Perdata

yang menyebutkan, bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal

yang memenuhi isi daripada perjanjian tersebut. Karena itu suatu perjanjian

mengandung janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji-janji tersebut mengikat para

pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan

harus dilaksanakan.

Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada yang mendasarkannya

pada Pasal 1320 KUH Perdata ini, undang-undang menetapkan, bahwa :

Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Syarat harus sepakat bagi para pihak yang berjanji, berarti perjanjian terpaksa

atau dipaksa oleh pihak ketiga lainya adalah tidak sah atau batal demi hukum.

(28)

menegeaskan kembali dalam pasal 1323 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai

berikut : ”Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian,

merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh

seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.”

Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu

dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga

tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata, yang hanya merupakan hukum yang

mengatur sehingga para pihak dapat mengenyampingkan, kecuali terhadap

pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

Tentang kebebasan untuk mengadakan perjanjian ini, Ahmadi Miru

menyebutkan lagi dalam bukunya sebagai berikut :15

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk

secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya :

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan

e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-perundangan.

Dalam hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu

akad perjanjian, serta pemberian kuasa atau wakalah adalah juga merupakan hak

15

(29)

yang dimiliki setiap manusia, dimana orang yang berjanji harus memenuhi janjinya.

Dalam Al-quran Surat Al-Maidah ayat 1, Allah SWT. Berfirman yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”16 Ahli pentafsir

Al-quran menjelaskan, bahwa makna aqad dalam firman Allah SWT tersebut diatas

adalah : “Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah, dan

perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.”17

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut diatas, syariat lslam menetapkan,

bahwa setiap manusia diminta untuk memenuhi aqadnya atau janjinya. lstilah

al-aqdu, atau yang dalam literatur lndonesia dikenal dengan istilah akad, makna dan

essensi dasarnya dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata.

”Istilah verbintenis yang dalam bahasa Belanda berarti mengadakan perjanjian.”18

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa dalam perikatan hukum lslam

titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur

serah terima/ikrak (ijab kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara

para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul), maka

terjadilah aqdu (perikatan).

Berdasarkan essensi dasar ini, maka dapat dilihat, bahwa kesepakatan kedua

belah pihak yang ada dalam ijab kabul adalah menjadi syarat utama sahnya suatu

perjanjian.

16

Al-Quran dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Quran,

Yakarta, 1971, hal. 156.

17

Ibid., hal. 15.

18

(30)

Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi

dalam suatu akad yang dilakukan oleh para pihak.

Adapun syarat-syarat umum suatu akad itu ialah :19

1. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum

(mukallaf)

2. Obyek akad itu diakui oleh nash (ayat atau hadis) syara’.

3. Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadis)syara’.

4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait

dengan akad itu.

5. Akad itu bermanfaat.

6. Pernyataan ijab tetap utuh sampai terjadinya Kabul.

7. ljab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.

8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara’.

Sedangkan Gemala Dewi dkk dalam bukunya menyimpulkan, bahwa ada tiga

unsur pokok yang harus ada dalam suatu aqad atau perjanjian yaitu :20

Persyaratan diatas juga merupakan syarat wajib yang harus dilakukan pada

saat akad wakalah/pemberian kuasa, masih dalam kaitan hukum perikatan, maka

wakalah/pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan

bagian hukum perikatan atau perjanjian. Karena dalam pemberian kuasa, harus ada

19

Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih lslam Dan Praktek Di Bank Sistem

Syariah, Medan, 2005, hal. 121.

20

(31)

persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa. Baik persetujuan

itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan.

Dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat juga dilakukan secara

lisan. Dalam perbankan syari’ah pembiayaan kredit kepemilikan rumah merupakan

salah satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (Perwakilan/Pemberian

Kuasa).21

a. Pertalian ijab dan qabul

b. Dibenarkan oleh syara’

c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya

Dari semua uraian diatas dapat diketahui, bahwa apabila berbicara mengenai

Wakalah, adalah maksudnya berbicara tentang pemberian kuasa dalam jual beli, yang

dalam hukum lslam dan Hukum Perdata masuk kedalam lapangan hukum

perjanjian/perikatan, atau aqad (bahasa Arab), dan Van Verbentenissen (bahasa

Belanda),

Praktisi, (Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan

Syariah, 1999), hal.117. Lebih lengkapnya disebutkan bahwa produk-produk yang dapat diaplikasikan

dengan prinsip wakalah adalah: Letter of Credit, berupa L/C Impor, Red Clause L/C, Diskonto Wesel

Expor Ussance L/C ke Bank Indonesia, jasa-jasa bank lainnya berupa Clean and Documentary

Collection, Money Transfer serta penyelesaian L/C (settlement L/C), yang apabila tidak tersedia dana

oleh nasabah dapat dilakukan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang prosesnya

(32)

perjanjian. Karena dalama pemberian kuasa, harus ada persetujuan kedua belah pihak

untuk memberi dan menerima kuasa.

Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta

dibawah tangan. Namun dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat

dilakukan secara lisan. Tentang sifat suatu pemberian kuasa, KUH Perdata pasal 1792

menyebutkan sebagai berikut :

”Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang

memberikan kuasa kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya

menyelenggarakan suatu urusan.”

Dari ketentuan pasal diatas jelas dapat dilihat, bahwa pemberian kuasa

mengakibatkan timbulnya akibat hukum yang melahirkan hak dan kewajiban dari

kedua belah pihak. Dari kerangka teori diataslah maka akan dicoba membahas

masalah Pemberian kuasa/wakalah dalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian

pembiayaan wakalah .

2. Konsepsi

Perlu dijelaskan bahwa konsepsi salah satu bagian terpenting dari teori.

Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang

sebelumnya hanya baru dalam pikiran.

“Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori

dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.22 Konsep diartikan sebagai kata yang

22

(33)

menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut

dengan definisi operasional.23

Definisi Operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas

masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu

masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi

operasional ini, Tan Kamelo mengatakan sebagai berikut : “Pentingnya defenisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran

mendua dari suatu istilah yang dipakai.24

Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan

serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga

dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah

dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka

konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang

diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.

Agar menghindari terjadinya salah pengertian dalam pemahaman yang

berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan

pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu :

23

Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

24

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,

(34)

a) Bank syariah/Bank lslam adalah mencakup bank umum syariah, Bank

perkreditan rakyat syariah dan unit usaha syariah dari bank umum

konvensional.

b) KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah suatu fasilitas kredit yang

diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan

membeli atau memperbaiki rumah.

c) BTN adalah Bank Tabungan Negara yang dimiliki oleh Pemerintah

dengan dua bentuk, Bank Tabungan Negara Konvensional dan Bank

tabungan Negara Syariah, Bank ini telah memberikan kontribusi dalam

pembangunan negara yang secara luas telah membuktikan ikut

memberikan kontribusi turut mensejahterahkan warga negara dengan

menyediakan kredit kepemilikan rumah untuk memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat.

d) Pengertian Wakalah dalam hukum lslam, adalah memiliki makna yang

sama dengan istilah Pemberian Kuasa dalam pasal 1792 KUH Perdata.

e) Pengertian Aqad (bahasa Arab) dalam hukum lslam, adalah memiliki

makna yang sama dengan istilah perjanjian (bahasa lndonesia) atau

verbintenis (bahasa Belanda), sebagaimana dimaksud dalam pasal 1233

dan 1315 KUH Perdata. Namun demikian ada juga yang menyamakan

dengan istilah perikatan (bahasa lndonesia) atau overeenkomst (bahasa

(35)

Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman

yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka

dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :

a. Kuasa mewakili, adalah memberikan kuasa dari seseorang kepada orang

lain untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa

sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1792-1818 KUH Perdata

lndonesia. Penjelasan atas pasal 19 ayat (1) huruh o Undang-undang

Nomor 21 tahun 2008 menjelaskan pengertian wakalah yaitu akad

pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan tugas atas

nama pemberi kuasa.

b. Aqad pembiayaan wakalah adalah suatu akad yang dilaksanakan oleh

pihak Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam sebagai langkah

awal akad pembiayaan murabahah sehingga terjadi suatu ikatan jual beli

antara nasabah dengan Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam

dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli,

dengan harga jual dari bank ditentukan berdasarkan harga beli dari

pengembang ditambah sejumlah nominal tertentu untuk keuntungan bank,

yang besar persentasenya disesuaikan dengan kesepakatan bersama.

c. Dasar hukum adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dijadikan oleh seseorang sebagai dasar untuk bertindak dan melakukan

(36)

d. Pembelian barang dari pengembang maksudnya pihak bank membelikan

rumah kepada nasabah dari pihak pengembang sebagai objek yang akan

dijadikan perikatan akad .

e. Barang yang dimaksud berupa satu atau dua unit rumah untuk yang

bernilai ekonomis untuk dijadikan jaminan yang berupa hak mutlak atas

suatu benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda

tertentu dari debitur, dapat di pertahankan terhadap siapapun selalu

mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan.

G. Metodologi Penelitian

1. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum, dikenal ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian

hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif ( tidak

berbentuk angka). Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa penelitian hukum dapat

dibagi dalam :25

1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :

a) Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b) Penelitian terhadap sistematika hukum;

c) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;

d) Penelitian sejarah hukum;

e) Penelitian perbandingan hukum;

25

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press,

(37)

2. Penelitian Hukum Sosiologis dan Empiris yang terdiri dari :

a) Penelitian terhadap indentifikasi hukum;

b) Penelitian terhadap efektivitas hukum;

Untuk memperjelas perbedaan pengertian antara penelitian hukum normatif

dengan penelitian hukum sosiologis dan empiris, J. Supranto menjelas sebagai berikut

Penelitian hukum normatif sering disebut juga studi hukum istilah dalam bahasa

Inggris adalah Law in books.

Sedangkan penelitian hukum sosiologis disebut juga studi hukum dalam

aksi/tindakan atau istilah dalam bahasa lnggris law in action. Disebut demikian

karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan

lembaga-lembaga sosial lain, jadi merupakan studi hukum social yang non-doktrinal,

sedangkan bersifat empiris artinya data yang terjadi di lapangan.26

Adapun penelitian yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah

penelitian hukum Yuridis Normatif yang dalam perumusan dan pembahasan

masalahnya bersifat kualitatif (tidak berbentuk angka).

Adapun maksud dari penelitian normatif ini upaya untuk penelitian yang

dengan cara meneliti berbagai literatur, buku-buku dan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan peristiwa dan realitas hukum yang telah terjadi

ditengah-tengah masyarakat, dan merupakan fakta-fakta dan realitas hukum yang

telah menjadi suatu peristiwa hukum dan berlangsung secara terus menerus

26

(38)

tengah masyarakat dan merupakan fakta dan data yang didapat mendukung penulisan

tesis ini.

Untuk itu dalam penelitian ini juga meneliti terhadap apa yang yang sudah

dilakukan oleh bank dalam menggunakan surat kuasa pembelian barang dengan akad

Wakalah, serta melihat kekuatan hukum akan akad wakalah dilihat dari Peraturan

Bank dan lndonesia serta Landasan hukum Islam.

Jadi penelitian ini juga untuk mengiventarisasi, serta menghimpun berbagai

pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan masalah hukum perbankan

tentang pemberian kuasa.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam,

yang beralamat di Jalan Sultan Abdul Rahman Komplek Lumbung Rejeki Blok D

No. 07 Nagoya Batam.

Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena Bank Tabungan

Negara Syari’ah Cabang Batam merupakan salah satu Bank Perkreditan yang

memberi nilai kredit nominal diatas Rp. 500 juta.

Kemudian dalam penelitian awal diketahui, bahwa Bank Tabungan Negara

syari’ah cabang Batam, pada umumnya menggunakan akta akad Wakalah sebagai

(39)

Selain itu untuk mendapatkan data pendukung, juga dilakukan penelitian pada

beberapa bank Perkreditan Syari’ah lainnya yang berada di luar Kota Batam, seperti

Tanjung Pinang dan Tanjung Uban.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua sumber, yaitu :

a. Data Primer

Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengumpulan data

secara langsung melalui wawancara, yaitu proses Tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan, dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan

langsung informasi atau keterangan-keterangan mengenai masalah diteliti.

b. Data Sekunder

Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari

penelusuran kepustakaan, literatur-literatur, makalah, peraturan perundang-undangan

serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini yang

dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.27

4. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obketif dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah, maka data dan penelitian ini di peroleh melalui :

27

(40)

a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara

kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.28

b. Terhadap Data Sekunder, Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi

dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang

berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, karya ilmiah,

seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah

maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan

permasalahan yang diteliti.

5. Analisis Data

Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun

sekunder, maka secara kualitatif dilakukn penyusunan analisi data yaitu pemaparan

kembali kalimat dengan kalimat yang sistematis dan logis agar dapat memberikan

jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan dan akhirnya ditariklah suatu

kesimpulan.

Dalam melakukan analisis data pada pada penelitian hukum normatif,

Bambang Sunggono mengatakan bahwa pada penelitian hukum normatif, pengolahan

data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data pada pembahasan

berikut adalah :

28

(41)

Memilih dan menghimpun pasal-pasal dalam undang-undang yang berisi

kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah perjanjian, pengakuan hutang,

pemberian jaminan, dan pemberian kuasa, serta pasal-pasal dalam

undang-undang perbankan.29

29

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,

(42)

BAB II

HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK TABUNGAN NEGARA

SYARI’AH CABANG BATAM

A. Pengertian Wakalah Dalam Pandangan Hukum Islam

Wakalah (Perwakilan), penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat

atau power of attorney (bahasa lnggris) akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak

kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktek wakalah dalam

lembaga keuangan syariah mengharuskan adanya, muwakil atau yang mrwakili, wakil

dalam hal bank ini dan taukil atau objek atau wewenang yang diwakilkan.

Sementara Al wakalah dalam fiqh Islam adalah penyerahan tugas dan

tanggung jawab masing-masing pihak yang berdasarkan pada definisi wakalah yaitu

menyerahkan tugasnya atau urusannya kepada orang lain dan diserahkan

tanggungjawabnya untuk bertindak bagi pihaknya. 30

Hikmah disyariatkan wakalah merupakan tugas asal tanggungjawab urusan

seseorang yang terkadang tidak dapat meneruskan tugas itu oleh sebab keuzuran

yang timbul pada pemberi kuasa dengan sebab-sebab dan urusan-urusan lain atau

sakit sehingga berhalangan yang tidak dapat dihindari maka seseorang berhajat

kepada orang lain yang boleh bertindak untuk menyempurnakan tanggung jawab

tersebut maka terpaksa dia mewakilkan bagi pihak dirinya untuk faedah dan

kebaikannya. Hukum berwakalah ada pada hukum syara’ adalah harus berdasarkan

Al Qur’an dan sunnah.

30

(43)

Sebagaiman Firman Alllah SWT dalam Surah Al Kahfi ayat 19 yang

bermaksud :

"Hendaklah kamu utuskan seorang daripada kamu ke bandar dengan

membawa uang untuk membeli makanan."31

Diriwayatkan bahawa Rasullullah SAW telah mewakilkan Hakim bin Hazm

membeli kambing untuk membuat qurban. Di riwayat dari Abdullah bin Jaafar r.a.

berkata : Saidina Ali tidak pernah menghadir diri dalam perbicaraan berhubung

dengan harta benda dan beliau mewakilkan Aqil r.a. bagi pihak dirinya. Maka

atas aqad wakalah inilah kita menyediakan khidmat bagi pihak pelanggan untuk

urusan jual beli dan amanah menjaga emas bagi pihak penyimpan emas. Elektronik

dinar atau edinar hanyalah cara simpanan dan transaksi dinar emas.

Masyarakat Islam sejak zaman awal Islam telah menggunakan al wakalah

dalam urusan jual beli, terutamanya yang melibatkan urusan yang jauh, dimana

seseorang tidak dapat menghadirkan dirinya akan mewakilkan urusannya kepada

orang lain. Rasullulah SAW sendiri bertindak sebagai wakil Siti Khadijah dalam

urusan jual beli sebelum baginda diangkat menjadi rasul.

Pengertian lain tentang wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan

yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah

pekerjaan wakil32. Al-wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai

berikut :

31

Rachmadi Usman, Op cit, hal 268

32

(44)

a. Golongan Malikiyah : “Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang

lain dalam hak (kewajiban)

b. Golongan Hanafiyah : “Seseorang menempati diri orang lain dalam

pengelolaan”

c. Golongan Syafi’iyah : “Seseorang menyerahkan sesuatu kepada yang lain

untuk dikerjakan ketika hidupnya”

d. Golongan Hambali : “permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat

penggantian hak Allah dan hak manusia”

e. Ulama fiqh klasik Al-Dhimyati : “seseorang menyerahkan urusannya kepada

yang lain yang didalamnya terdapat penggantian”

f. Imam Taqy : “Seseorang yang menyerahkan hartanya untuk dikelola kepada

orang lain ketika hidupnya”.33

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud wakalah

adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu

dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup34.

Wakalah dalam pengertian penyerahan, pendelegasian, atau pemberian

mandat juga terdapat dalam kata Al-hifzhu yang berarti pemeliharaan35. Karena itu

penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap bermakna sama dengan hifzhun

33

Makalah, lzzudin Abdul Manaf, LC MA,Produk-produk syariah,peneliti STEI SEBI

34

Dr. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Press, hal. 233.

35

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori

(45)

(pemeliharaan), kata yang digunakan dalam pelaksanaan akad wakalah adalah

wakalah, karena antara wakalah dan wikalah mempunyai pengertian yang sama.36

Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau berakhir adalah:

a.) Bila salah satu pihak yang berakad Wakalah itu tidak dalam kondisi sadar.

b.) Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya

atau dihentikan.

c.) Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik

pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.

d.) Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang

dikuasakan.

B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam

Pada prinsipnya wakalah dalam praktek perbankan syariah terjadi apabila

nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan

pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang atau dalam

hal pembiayaan. Hal ini juga berlaku di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang

Batam yang mana dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada Peraturan Bank

lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Akan

tetapi pada praktek akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam

ada penyimpangan dalam hal pelaksanaan penandatanganan akad antara akad

wakalah dan akad murabahah, serta adanya penyimpangan yaitu pihak bank hanya

36

(46)

menyelipkan saja akad wakalah tanpa melakukan praktek yang sebenarnya sesuai

anjuran Peraturan Bank Indonesia, Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Fatwa Dewan

Syari’ah Nasional Indonesia.

Di dalam ketentuan hukum lslam jarak waktu penandatanganan akad antara

wakalah dan murabahah terjadi tenggang waktu satu minggu, alasan adanya jarak

waktu ini karena wakalah tidak bisa terjadi jika belum ada kesepakatan antara

nasabah dan bank yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima kuasa untuk

membelikan suatu barang yang mana barang tersebut harus ada kesepakatan akan hal

penambahan harga untuk penentuan margin/bagi hasil. Pelanggaran ini terjadi

sebabkan kurangnya pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah,

Menurut Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama

Indonesia No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah

Nasional dan Majelis Ulama Indonesia memberikan tugas kepada Dewan Pengawas

Syariah untuk :

1. Pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah

2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada

pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syarian

Nasional

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan

syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional

(47)

4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan Dewan

Syariah Nasional.

5. Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota Dewan Pengawas

Syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh

muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar

perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat Dewan Pengawas Syariah

karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena

keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.

Masih banyak anggota Dewan Pengawas Syariah yang belum mengerti

tentang teknis perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, apalagi ilmu ekonomi

keuangan Islam seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis

lainnya sangat tidak optimal. Dewan Pengawas Syariah juga harus memahami ilmu

yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya,

dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment.

Dampak bunga terhadap inflasi dan volatilitas currency, Dengan memahami

ini, maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan

bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin

murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena

pengangkatan Dewan Pengawas Syariah bukan didasarkan pada keilmuannya, maka

sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan Dewan Pengawas Syariah tidak optimal,

(48)

terjadi. Sehingga perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang

bersifat syar’ah.

Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja

pada setiap cabang bank syari’ah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja

keuangan, akan dapat mendorong para pimpinan dan praktisi yang bisa melanggar

ketentuan syari’ah. Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syari’ah dengan

tingkat pengawasan syariah yang rendah.

Oleh karena itu masih banyak ditemukannya pelanggaran aspek syari’ah yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya perbankan yang

konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah. Sering kali kasus-kasus yang

menyimpang dari syar’ah Islam di bank syari’ah, lebih dahulu diketahui oleh Bank

Indonesia daripada oleh Dewan Pengawa Syariah, sehingga Dewan Pengawas

Syari’ah baru mengetahui adanya penyimpangan syari’ah setelah mendapat informasi

dari Bank Indonesia.

Demikianlah lemahnya pengawasan Dewan Pengawas Syariah di bank-bank

syari’ah. Bank syariah harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan

prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi (reputation-risk) yang

bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus merusak citra lembaga

(49)

pelanggaran syari’ah yang dilakukan oleh lembaga perbankan syari’ah dalam praktek

operasionalnya.37

Dari indikator pengawasan dan pemeriksaan yang dilaporkan Bank Indonesia,

masih ditemui berbagai sistem operasional bank syariah yang belum sesuai dengan

prinsip kepatuhan pada nilai-nilai syariah.38 Bank Syariah seharusnya segera

meluruskan pihak manajemen bank syariah terkait.

Sejak dini Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan pengawas bank syari’ah,

harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini

penting agar bank syari’ah tidak menjadi bank yang bermasalah. Khusus terhadap

prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah harus sepenuhnya konsisten terhadap

penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena umumnya di dunia ini kegagalan bank

syari’ah dapat terjadi, karena ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip

syari’ah. Peran DPS sangat menentukan dalam mengawasi operasi bank syari’ah agar

tetap memenuhi prinsip-prinsip syari’ah. DPS harus secara aktif dan rutin melakukan

pengawasan terhadap bank syari’ah.

Kelangkaan ulama integratif sebagaimana disebut di atas, bahwa DPS harus

menguasai fiqh mu’amalah bersama perangkatnya (ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh,

tafsir dan hadits ekonomi), juga harus menguasai ilmu ekonomi keuangan dan

perbankan Islam modern. Tapi kenyataannnya persyaratan tersebut sangat sulit

37

sumber : http://blog.umy.ac.id/rodes2008/peran-dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah-dps/ Topik : Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Tautan http://www.gudangmateri.com/2011/01/ peran- dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah.html.

38

(50)

diwujudkan, karena kita kekurangan ulama yang memahami kedua disiplin keilmuan

tersebut sekaligus.

Fenomena itu tidak saja di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Dalam

lembaga DPS bank syariah misalnya, harus mengetahui konsep dan mekanisme

operasional perbankan syari’ah, struktur dan terminologi bank dan LKS, legal

documentation, mengatahui dasar-dasar akuntansi sehingga bisa membaca laporan

keuangan, dan tentu saja pemahaman yang baik tentang fikih muamalah . Karena itu

Yasaar sebagai lembaga yang khusus menangani shariah board mulai merekrut

ulama muda potensial yang menguasai ilmu ekonomi keuangan.

Dengan ilmu yang integral tersebut pengawasan bisa lebih optimal dan

mereka bisa merumuskan menetapkan serta pembuatan fatwa hukum ekonomi

syari’ah di Indonesia, ulama muda potensial dapat direkrut di program Doktor

Ekonomi Ekonomi Islam yang mulai tumbuh dan berkembang di berbagai Perguruan

Tinggi. Keunggulan mereka ini adalah dikarenakan para Doktor Ekonomi memiliki

dua keahlian keilmuan sekaligus, yaitu pertama, fiqih mumalah, ushul fiqh, qawaid

fiqh serta ayat dan hadits ekonomi dan kedua, mereka juga mengerti tentang praktek

perbankan dan LKS yang disertai bekal ilmu ekonomi keuangan modern, sehingga

(51)

C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syariah

Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang

dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang

menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.39

Sebagaimana bank konvensional, bank syariah memiliki fungsi sebagai

intermediasi yang menjembatani para penabung dan investor. Hubungan antara bank

syariah dengan nasabah lebih bersifat partner dari pada lender atau borrower,

sehingga bank ini dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang

menyewakan. Produk yang ditawarkan bank syariah sangat bervariasi dengan prinsip

saling menguntungkan (fairness) dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan.

Produk yang ditawarkan bank syariah berupa pengerahan dana masyarakat,

penyaluran dan jasa perbankan lainnya.40

Produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang digunakan

dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan Kredit

Kepemilikan Rumah (KPR) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi

dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan perbankan

39

Edy Wibowo, Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia,

Bogor, 2005, hal. 87.

40

Ahmad Ramzy Tadjoeddin, et.al,Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3EI

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam penelitian ini grafik pengendali untuk variabel yang digunakan adalah grafik

Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan terkena erupsi terdapat dari 11 Ordo dan 34 family, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 43.92919%,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kedua kelas sampel diperoleh data hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Data tersebut diperoleh dari tes

KPSP merupakan skrining pendahuluan untuk menilai perkembangan anak usia 0-72 bulan. Daftar pertanyaan singkat yang ditujukan pada orang tua. KPSP adalah suatu

Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam di MI Nurul Huda Sepakung?, (2) Bagaimana aktualisasi

Conclusions: This study shows no relationship between overweight and age at menarche students at Pangudi Luhur Bintang Laut Junior Hight School Surakarta.. Keywords:

[r]