KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN
KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA
DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA
SYARI’AH CABANG BATAM
TESIS
OLEH
AMINAH 097011136/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN
KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH) DAN KAITANNYA
DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA
SYARI’AH CABANG BATAM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
OLEH
AMINAH 097011136/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS AKAD WAKALAH PADA
PEMBIAYAAN KPR (KREDIT PEMILIKAN
RUMAH) DAN KAITANNYA DENGAN MURABAHAH DI BANK TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM
Nama Mahasiswa : Aminah
Nomor Pokok : 097011136
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua
(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) Anggota
(Notaris Dr.Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)
Dekan
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada :
tanggal : 20 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD
2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
ABSTRAK
Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.
Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.
Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.
Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan
rahmat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Dan Kaitannya Dengan Murabahah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan
moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu, ucapan terimakasih. yang mendalam penulis sampaikan secara
khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan
yang kostruktif dalam penulisan tesis ini sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempuma
dan terarah.
Selanjutnya ucapan terimakasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, CTM, Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan
kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr. Idha Aprilliana, SH, MHum, selaku Dosen Penguji Tesis, yang telah
memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
6. Bapak Kapten Laut Wujud Wiyono, ST, yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan kepada Penulis selama menyelesaikan penulisan tesis ini.
7. Seluruh Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat
selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajaf dibangku perkuliahan.
8. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani
pendidikan.
9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 yang telah banyak
10. Motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang,
dukungan dan doa yang tak putus-putusnya, Ayahanda H. Sobri Gunawan Ratu dan
(Almh) Ibunda Rusminah serta kakak-kakak dan adik-adikku yang telah memberikan
semangat dan doa kepada Penulis. Terkhusus kepada adikku Nety Lokasari.
11. Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada suami tercinta
H.M.Rusli Mahmood dan anak anak tersayang Muhammad Baasith dan Aisyah Aqilah Humairah, yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan Penulis dan juga dalam
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar
harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama
para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya.
Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan,
kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua, amin ya rabbal alamin.
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Aminah
2. Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 07 Juni 1973
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Alamat : Villa Panbil No. No. 7 G Bintan
8. Nama Suami : M. Rusli Mahmood
9. Anak : 1. Muhammad Baasith
2. Aisyah Aqilah Humairah
10. Nama Ayah : Sobri Gunawan Ratu
Ibu : Rosminah (Almh)
12. PENDIDIKAN
a. SD : SD Negeri No. 1 Pel.Dalam Palembang
c. SMP : SMP Negeri No. 1 Pamulutan Palembang
d. SMA : SMEA Negeri No. 1 Kayu Agung Palembang
e. Strata 1 : Fakultas Ilmu Hukum
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian... 7
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 7
1. Kerangka Teori... 7
2. Konsepsi... 17
G. Metodologi Penelitian ... 21
1. Sifat Penelitian ... 21
2. Lokasi Penelitian... 23
3. Sumber Data... 24
4. Alat Pengumpul Data ... 24
BAB II. HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK
TABUNGAN NEGARA SYARI’AH CABANG BATAM... 27
A. Pengertian Wakalah dalam Pandangan Hukum Islam ... 27
B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 30
C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan bank Konvensional ... 36
1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syari’ah... 36
2. Akad Pembiayaan KPR di Bank Konvensional ... 44
BAB III. KEKUATAN YURIDIS AKAD WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH... 49
A. Pengertian Murabahah... 49
B. Praktek Wakalah dalam Kasus Murabahah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ... 58
1. Praktek Wakalah Dalam Kasus Murabahah... 58
C. Dasar Hukum Akad Wakalah dan Akad Murabahah Yang Menjadi Pedoman Bank Tabungan Syari’ah Cabang Batam .. 71
BAB IV. PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH DAN PERBANDINGAN DENGAN HUKUM ISLAM... 85
A. Peraturan Bank Indonesia Tentang Akad Wakalah... 85
B. Dasar Hukum Wakalah Dalam Hukum Islam... 92
C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat Dari Perbedaan dan Persamaan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional 103 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran-Saran ... 112
ABSTRAK
Akad Wakalah dalam praktek perbankan hanya ada dalam sistem perbankan syari’ah. Akad Wakalah adalah merupakan proses perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syari’ah bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu, artinya pihak bank mewakili nasabah untun membeli suatu barang. Pengertian wakalah dalam perbankan pemberian kuasa kepada pihak bank untuk mewakili nasabah membeli suatu barang yang diinginkan. Didalam pelaksanaan akad wakalah terdapat juga akad murabahah.
Pembiayaan Murabahah dalam praktek perbankan syariah merupakan proses jual beli dengan cara pembayaran angsuran antara nasabah dengan bank. Selanjutnya dalam pelaksanaan kedua akad ini tidak terpisahkan, karena setiap akad murabahah harus ada wakalah. Bank Tabungan Negara Syariah cabang Batam dalam setiap tranksaksi pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selalu menggunakan kedua akad ini, hanya saja dalam praktek pelaksanaanya antara akad wakalah dan akad murabahah penandatangan akad dilakukan bersamaan, harusnya jika melihat peraturan fatwa Dewan Syariah Nasional, pelaksanaan tanda tangan akad wakalah harus di dahulukan satu minggu sebelum akad murabahah.
Pemberian kuasa dalam akad wakalah, adalah merupakan bagian pokok yang tidak terpisahkan dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Pelaksanaan akad wakalah itu sendiri di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam digunakan disetiap pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Didalam pemberian Kredit Kepemilikan Rumah, antara perbankan syariah dan perbankan konvensional dalam hal pelaksanaan akad ada perbedaan, perbedaan itu terletak pada akadnya, jika di perbankan syariah akad di di pergunakan adalah akad murabahah dan akad wakalah sementara di bank konvesional hatu menggunakan satu akad saja.
Apabila dilihat dari teori pemberian kuasa, baik yang diatur dalam Peraturan Bank lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syariah, maka apa yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara syariah Cabang Batam telah sesuai menurut aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam hal pelaksanaannya terjadi penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang pemberian kuasa/wakalah agar bisa terlaksana dengan benar sesuai dengan yang diinginkan, dan di perlukannya pengawasan yang lebih ketat lagi oleh Badan Pengawas Syariah Nasional agar lebih serius dan pihak Badan Pengawas Syariah harus memberikan aturan yang lebih ketat lagi dalam pelaksanaan akad-akad di perbankan syariah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara sekian banyak akad perbankan yang dikembangkan dalam sistem
perbankan syari’ah, salah satu diantaranya akad wakalah, yang berarti pemberian
kuasa, sebagaimana diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi Pemberian
kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada
orang lain yang menyelenggarakan suatu urusan.
Menurut ulama hukum lslam akad adalah ikatan atau perjanjian. Ulama
mazhab dan kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah mendefinisikan akad
sebagai suatu perikatan atau perjanjian, lbnu Taimiyah mengatakan, akad adalah
setiap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan
aktivitas perdagangan, perwakafan, hibah, perkawinan, dan pembebasan.1
Rumusan akad diatas mengartikan bahwa perjanjian harus merupakan
perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan
dilakukan dalam suatu hal yang khusus. Pengertian akad secara bahasa ikatan,
mengikat, meyambung atau menghubungkan. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya
adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah
1
satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali.2
Dalam hukum lslam kontemporer istilah iltizam disebut perikatan (verbintenis) dan
istilah “akad” ini disebut juga perjanjian (overeenkomst) atau kontrak.
Sementara iltizam merupakan istilah baru untuk menyebut perikatan secara
umum. Semula dalam hukum lslam pra modern istilah iltizam hanya dipakai untuk
menunjukkan perikatan yang timbul dari kehendak satu pihak saja, hanya
kadang-kadang saja dipakai dalam arti perikatan yang timbul dari perjanjian.3
Akad ini diwujudkan pertama dalam ljab dan Kabul. Ijab adalah pernyataan
pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan kabul adalah
pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Ijab dan kabul ini diadakan untuk
menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh
dua pihak yang bersangkutan sesuai dengan kehendak syariat.
Artinya seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak atau
lebih diangap sah apabila sesuai dengan atau sejalan dengan ketentuan hukum lslam.4
Untuk sahnya suatu akad para ahli Fiqh menyatakan harus memenuhi rukun / syarat
akad.
2
Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamallah Kontekstual, Cet, 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2002, hal. 75.
3
Subekti, Hukum Perjanjian, lntermasa, Jakarta,1992, hal 2
4
Adapun rukun/syarat sahnya suatu akad terbagi 3 (tiga) yaitu :
1. Syarat Rukun, yakni Ijab dan Kabul, yakni berbentuk perkataan, tulisan,
perbuatan, dan isyarat, semua rukun diatas mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) atau pihak-pihak yang
berakad, dan pernyataan untuk mengikatkan diri.
3. Syarat Objektif, yakni al-ma’qud alaih/mahal al-qud/mahal al-‘aqd atau
objek akad, dan maudhu’al-aqd atau tujuan akad.5
Didalam perbankan syari’ah dikenalkan kepada masyarakat beberapa akad
pelayanan jasa berdasarkan hukum lslam dan peraturan Bank lndonesia Nomor :
9/19/PBI/2007 sebagai berikut :
1. Wakalah, akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan
suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
2. Hawalah (pemindahan), akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayarnya.
3. Kafalah (beban/tanggungan), akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafiil) bertanggung jawab atas
pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
4. Rahn (jaminan), akad menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
5
ekonomi, dengana demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh barang atau sebagian piutangnya.
5. Sharf (kegiatan jual beli mata uang asing), transaksi pertukaran mata uang asing
yang berlainan jenis. Kegiatan jual beli mata uang asing lazim dilakukan
diperbankan, begitu juga di perbankan syariah. 6
Diantara sekian banyak akad yang dicamtumkan diatas, Bank Tabungan
Negara Syari’ah cabang Batam hanya menggunakan satu akad saja dalam pemberian
pembiayaan pelaksanaan perikatan kredit kepemilikan rumah yaitu media Akad
Wakalah. Penggunaan Akad Wakalah dalam perikatan pembiayaan Kredit
Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam merupakan
bentuk pemberian kuasa kepada pihak bank dalam hal pembelian barang.
Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam dalam pelaksanaan perikatan
jual beli pemberian pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selain akad
wakalah juga menggunakan akad murabahah sebagai akad perikatan jula beli,
karena akad murabahah dan akad wakalah bergandengan dalam hal perikatan, yakni
tanpa ada akad wakalah, akad murabahah tidak dapat terlaksana, khusus dalam hal
pembelian pemberiaan pembiayaan kredit .7
Dalam pelaksanaan akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang
Batam tidak melakukan/mempraktekkan akad wakalah yang dianjurkan oleh Fatwa
6
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah di Indonesia, PT.Citra Adtiya
Bakti, Bandung, 2009, hal 268
7
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan Peraturan Bank
Indonesia. Tetapi oleh pihak bank hanya diselipkan saja pada akad murabahah dan
dibuat terpisah.
Pentingnya pembahasan penelitian ini karena dalam kasus pembiayaan KPR
(Kredit Kepemilikan Rumah) di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam,
bentuk akad yang digunakan adalah akad murabahah dan juga akad wakalah.
Berdasarkan semua kenyataan yang ada tersebut atas, maka dianggap bahwa
permasalahan diatas adalah merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk
dibahas dan diteliti. Atas latar belakang masalah diatas maka dipilihlah judul dalam
tesis ini yaitu : “Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit
Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan
Negara Syari’ah Cabang Batam.”
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan diatas,
maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan Kredit
Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ?
2. Bagaimana Kekuatan Yuridis Akad Wakalah pada Perjanjian Pembiayaan
Rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam ?
3. Bagaimana Pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad Wakalah dan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui mengapa Akad Wakalah menjadi keharusan dalam
pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara
Syari’ah Cabang Batam
2. Mengetahui kekuatan yuridis Akad Wakalah pada perjanjian pembiayaan
rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam.
3. Mengetahui bagaimana pengaturan BI (Bank Indonesia) atas Akad
Wakalah dan perbandingan dalam hukum Islam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara praktis maupun
teoritis, yaitu :
1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi para notaris, praktisi bank, dan masyarakat luas sehingga seluruh
lapisan masyarakat yang berkepentingan dapat memiliki keyakinan hukum
yang kuat dan benar. Terutama apabila menggunakan akad Wakalah
dalam pemberian kuasa dari bank kepada nasabah.
2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan
untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk membentuk sistem
peraturan perundang-undangan yang lebih adil, sehingga peraturan
masyarakat yang berhubungan dengan bank. Terutama hak dan
kepentingan masyarakat yang memiliki kemampuan sosial ekonomi
menengah kebawah. Selanjutnya dengan penemuan hukum ini, aparat
yang berwenang dapat membuat peraturan perundang-undangan yang
tepat, sehingga bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
luas.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Magister Konatariatan, bahwa belum ada penelitian yang membahas masalah
dengan judul ”Kajian Yuridis Akad Wakalah Pada Pembiayaan KPR (Kredit
Kepemilikan Rumah) dan Kaitannya Dengan Murabahah di Bank Tabungan
Negara Syari’ah Cabang Batam”. Oleh karena itu judul dan penelitian dijamin
keasliannya sepanjang mengenai keyakinan penelitian dan akan dapat di
pertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk
lndonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori adalah : “ pendapat, cara-cara dan
aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”8
Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan berfikir dan
mengukur sesuatu berdasarkan variabel-variabel yang tersedia.
Teori di pergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel
bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut
variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau
merupakan salah satu penyebab.9
Menurut W.L.Neuman, yang pendapatnya di kutip oleh Otje Salman dan
Anton F Susanto, menyebutkan bahwa :
“Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang
berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan
mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk
berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.10
Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori
menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut :
“Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba
secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya
memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11
8
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985,
hal.1055.
9
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal 192-193.
10
HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,
hal.22
11
Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan
keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan
berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama
tentang keabsahan akad wakalah yang dilaksanakan dalam akad murabahah.
Dengan kata lain yaitu tentang masalah kekuatan yuridis dari akta pemberian
kuasa yang digunakan oleh bank sebagai dasar hukum untuk membeli rumah dari
pengembang/penjual dari bank kepada nasabah.
Dalam pembahasan pada tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah
berdasarkan teori hukum perikatan atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban
yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu kuasa.
Jadi kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan asas kesepakatan
dalam mengadakan perjanjian, yang berisi kewenangan dalam pemberian kuasa,
sebagaimana diatur dalam hukum perjanjian dan hukum pemberian kuasa. Karena
kesepakatan atau persetujuan dalam suatu perjanjian adalah merupakan
undang-undang yang mengikat bagi para pihak yang berjanji.
Selanjutnya bila dikaji dalam prinsip syariah, maka klausul pemberian kuasa
yang ada didalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian pembiayaan murabahah
atau dalam pengertian lain surat pemberian kuasa yang dibuat tersendiri mengikuti
akad pembiayaan yang berisi pemberian kuasa tersebut, adalah merupakan bagian
dari hukum perikatan Islam, yang kedudukannya adalah merupakan salah satu sub
Perlu kiranya ditegaskan dalam pembahasan tesis ini, bahwa ada asas
kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, adalah berdasarkan pada satu kaedah
hukum, yang terdapat dalam hukum perjanjian. Karena bila dilihat dalam ketentuan
hukum perjanjian tersebut, maka undang-undang telah memberikan hak dan
kewenangan pada setiap orang, untuk dapat memindahkan hak dan wewenangnya itu
kepada orang lain melalui pemberian kuasa.
Dengan ketentuan, bahwa pemberian kuasa itu harus berdasarkan pada
kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam pengertian yang lebih
khusus lagi dijelaskan, bahwa kerangka teori ini adalah berdasarkan pada suatu
prinsip, dimana setiap orang berwenang untuk memberikan kuasa melalui hukum
pemberian kuasa. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa dasar hukum yang
dijadikan landasan dalam mengembangkan kerangka teori-teori ini adalah
berdasarkan teori hukum perjanjian yang mengatur kewenangan dalam pemberian
kuasa, serta hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian suatu
kuasa tersebut. 12
Setiap orang dapat memberikan kuasa dan wewenangnya dalam pemberian
kuasa, hal ini terdapat dalam pasal-pasal hukum perjanjian, terutama kaedah hukum
yang mengatur tentang hak setiap orang, untuk mengadakan perjanjian pada setiap
orang.
Sesuai dengan makna dari suatu kaedah hukum, maka kaedah hukum selalu
diartikan sebagai berikut :
12
“Sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia itu
berperilaku, bersikap didalam masyarakat agar kepentingannya dan
kepentingan orang lain terlindungi.”13
Dari kaedah diatas dapatlah di ketahui bahwa kaedah hukum yang mengatur
tentang kesepakatan dalam mengadakan perjanjian untuk memindahkan hak dan
wewenang dalam pemberian kuasa adalah nilai hukum yang terdapat dalam peraturan
konkrit pada pasal-pasal hukum perjanjian, baik yang tercantum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maupun dalam peraturan-peraturan
hukum lainnya. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini, adalah merupakan
hak warga negara, dimana perjanjian diantara para pihak adalah merupaka
undang-undang yang mengikat diantara para pihak tersebut.
Ahmadi Biru dalam Bukunya menyebutkan, bahwa : ”Kontrak merupakan
suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan
secara tertulis maupun tidak tertulis.14
Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas
kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang
sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau
persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, sehingga tidak ada perjanjian kalau
kesepakatan dan persetujuan tidak ada. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian
13
Sudikno Mortokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,
hal. 11.
14
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Rancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
didasarkan pada pasal 1338 ayat KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian, baik
terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, maupun terhadap
segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan
dan undang-undang, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUH Perdata
yang menyebutkan, bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang memenuhi isi daripada perjanjian tersebut. Karena itu suatu perjanjian
mengandung janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji-janji tersebut mengikat para
pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan
harus dilaksanakan.
Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada yang mendasarkannya
pada Pasal 1320 KUH Perdata ini, undang-undang menetapkan, bahwa :
Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Syarat harus sepakat bagi para pihak yang berjanji, berarti perjanjian terpaksa
atau dipaksa oleh pihak ketiga lainya adalah tidak sah atau batal demi hukum.
menegeaskan kembali dalam pasal 1323 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai
berikut : ”Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian,
merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh
seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.”
Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu
dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga
tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata, yang hanya merupakan hukum yang
mengatur sehingga para pihak dapat mengenyampingkan, kecuali terhadap
pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.
Tentang kebebasan untuk mengadakan perjanjian ini, Ahmadi Miru
menyebutkan lagi dalam bukunya sebagai berikut :15
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk
secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya :
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-perundangan.
Dalam hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu
akad perjanjian, serta pemberian kuasa atau wakalah adalah juga merupakan hak
15
yang dimiliki setiap manusia, dimana orang yang berjanji harus memenuhi janjinya.
Dalam Al-quran Surat Al-Maidah ayat 1, Allah SWT. Berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”16 Ahli pentafsir
Al-quran menjelaskan, bahwa makna aqad dalam firman Allah SWT tersebut diatas
adalah : “Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah, dan
perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.”17
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut diatas, syariat lslam menetapkan,
bahwa setiap manusia diminta untuk memenuhi aqadnya atau janjinya. lstilah
al-aqdu, atau yang dalam literatur lndonesia dikenal dengan istilah akad, makna dan
essensi dasarnya dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata.
”Istilah verbintenis yang dalam bahasa Belanda berarti mengadakan perjanjian.”18
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa dalam perikatan hukum lslam
titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur
serah terima/ikrak (ijab kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara
para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul), maka
terjadilah aqdu (perikatan).
Berdasarkan essensi dasar ini, maka dapat dilihat, bahwa kesepakatan kedua
belah pihak yang ada dalam ijab kabul adalah menjadi syarat utama sahnya suatu
perjanjian.
16
Al-Quran dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Quran,
Yakarta, 1971, hal. 156.
17
Ibid., hal. 15.
18
Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi
dalam suatu akad yang dilakukan oleh para pihak.
Adapun syarat-syarat umum suatu akad itu ialah :19
1. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum
(mukallaf)
2. Obyek akad itu diakui oleh nash (ayat atau hadis) syara’.
3. Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadis)syara’.
4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait
dengan akad itu.
5. Akad itu bermanfaat.
6. Pernyataan ijab tetap utuh sampai terjadinya Kabul.
7. ljab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.
8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara’.
Sedangkan Gemala Dewi dkk dalam bukunya menyimpulkan, bahwa ada tiga
unsur pokok yang harus ada dalam suatu aqad atau perjanjian yaitu :20
Persyaratan diatas juga merupakan syarat wajib yang harus dilakukan pada
saat akad wakalah/pemberian kuasa, masih dalam kaitan hukum perikatan, maka
wakalah/pemberian kuasa yang diatur dalam KUH Perdata, adalah juga merupakan
bagian hukum perikatan atau perjanjian. Karena dalam pemberian kuasa, harus ada
19
Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih lslam Dan Praktek Di Bank Sistem
Syariah, Medan, 2005, hal. 121.
20
persetujuan kedua belah pihak untuk memberi dan menerima kuasa. Baik persetujuan
itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta dibawah tangan.
Dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat juga dilakukan secara
lisan. Dalam perbankan syari’ah pembiayaan kredit kepemilikan rumah merupakan
salah satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (Perwakilan/Pemberian
Kuasa).21
a. Pertalian ijab dan qabul
b. Dibenarkan oleh syara’
c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya
Dari semua uraian diatas dapat diketahui, bahwa apabila berbicara mengenai
Wakalah, adalah maksudnya berbicara tentang pemberian kuasa dalam jual beli, yang
dalam hukum lslam dan Hukum Perdata masuk kedalam lapangan hukum
perjanjian/perikatan, atau aqad (bahasa Arab), dan Van Verbentenissen (bahasa
Belanda),
Praktisi, (Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan
Syariah, 1999), hal.117. Lebih lengkapnya disebutkan bahwa produk-produk yang dapat diaplikasikan
dengan prinsip wakalah adalah: Letter of Credit, berupa L/C Impor, Red Clause L/C, Diskonto Wesel
Expor Ussance L/C ke Bank Indonesia, jasa-jasa bank lainnya berupa Clean and Documentary
Collection, Money Transfer serta penyelesaian L/C (settlement L/C), yang apabila tidak tersedia dana
oleh nasabah dapat dilakukan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang prosesnya
perjanjian. Karena dalama pemberian kuasa, harus ada persetujuan kedua belah pihak
untuk memberi dan menerima kuasa.
Baik persetujuan itu secara tertulis dalam suatu akta otentik, ataupun akta
dibawah tangan. Namun dalam kasus-kasus tertentu, persetujuan kuasa dapat
dilakukan secara lisan. Tentang sifat suatu pemberian kuasa, KUH Perdata pasal 1792
menyebutkan sebagai berikut :
”Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang
memberikan kuasa kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.”
Dari ketentuan pasal diatas jelas dapat dilihat, bahwa pemberian kuasa
mengakibatkan timbulnya akibat hukum yang melahirkan hak dan kewajiban dari
kedua belah pihak. Dari kerangka teori diataslah maka akan dicoba membahas
masalah Pemberian kuasa/wakalah dalam akad pembiayaan yang berisi perjanjian
pembiayaan wakalah .
2. Konsepsi
Perlu dijelaskan bahwa konsepsi salah satu bagian terpenting dari teori.
Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang
sebelumnya hanya baru dalam pikiran.
“Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori
dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.22 Konsep diartikan sebagai kata yang
22
menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut
dengan definisi operasional.23
Definisi Operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas
masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu
masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi
operasional ini, Tan Kamelo mengatakan sebagai berikut : “Pentingnya defenisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran
mendua dari suatu istilah yang dipakai.24
Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses
penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan
serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga
dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah
dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka
konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang
diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.
Agar menghindari terjadinya salah pengertian dalam pemahaman yang
berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan
pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu :
23
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.
24
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,
a) Bank syariah/Bank lslam adalah mencakup bank umum syariah, Bank
perkreditan rakyat syariah dan unit usaha syariah dari bank umum
konvensional.
b) KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah suatu fasilitas kredit yang
diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan
membeli atau memperbaiki rumah.
c) BTN adalah Bank Tabungan Negara yang dimiliki oleh Pemerintah
dengan dua bentuk, Bank Tabungan Negara Konvensional dan Bank
tabungan Negara Syariah, Bank ini telah memberikan kontribusi dalam
pembangunan negara yang secara luas telah membuktikan ikut
memberikan kontribusi turut mensejahterahkan warga negara dengan
menyediakan kredit kepemilikan rumah untuk memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat.
d) Pengertian Wakalah dalam hukum lslam, adalah memiliki makna yang
sama dengan istilah Pemberian Kuasa dalam pasal 1792 KUH Perdata.
e) Pengertian Aqad (bahasa Arab) dalam hukum lslam, adalah memiliki
makna yang sama dengan istilah perjanjian (bahasa lndonesia) atau
verbintenis (bahasa Belanda), sebagaimana dimaksud dalam pasal 1233
dan 1315 KUH Perdata. Namun demikian ada juga yang menyamakan
dengan istilah perikatan (bahasa lndonesia) atau overeenkomst (bahasa
Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka
dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :
a. Kuasa mewakili, adalah memberikan kuasa dari seseorang kepada orang
lain untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1792-1818 KUH Perdata
lndonesia. Penjelasan atas pasal 19 ayat (1) huruh o Undang-undang
Nomor 21 tahun 2008 menjelaskan pengertian wakalah yaitu akad
pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan tugas atas
nama pemberi kuasa.
b. Aqad pembiayaan wakalah adalah suatu akad yang dilaksanakan oleh
pihak Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam sebagai langkah
awal akad pembiayaan murabahah sehingga terjadi suatu ikatan jual beli
antara nasabah dengan Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam
dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli,
dengan harga jual dari bank ditentukan berdasarkan harga beli dari
pengembang ditambah sejumlah nominal tertentu untuk keuntungan bank,
yang besar persentasenya disesuaikan dengan kesepakatan bersama.
c. Dasar hukum adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dijadikan oleh seseorang sebagai dasar untuk bertindak dan melakukan
d. Pembelian barang dari pengembang maksudnya pihak bank membelikan
rumah kepada nasabah dari pihak pengembang sebagai objek yang akan
dijadikan perikatan akad .
e. Barang yang dimaksud berupa satu atau dua unit rumah untuk yang
bernilai ekonomis untuk dijadikan jaminan yang berupa hak mutlak atas
suatu benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda
tertentu dari debitur, dapat di pertahankan terhadap siapapun selalu
mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan.
G. Metodologi Penelitian
1. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum, dikenal ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif ( tidak
berbentuk angka). Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa penelitian hukum dapat
dibagi dalam :25
1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :
a) Penelitian terhadap asas-asas hukum;
b) Penelitian terhadap sistematika hukum;
c) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;
d) Penelitian sejarah hukum;
e) Penelitian perbandingan hukum;
25
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press,
2. Penelitian Hukum Sosiologis dan Empiris yang terdiri dari :
a) Penelitian terhadap indentifikasi hukum;
b) Penelitian terhadap efektivitas hukum;
Untuk memperjelas perbedaan pengertian antara penelitian hukum normatif
dengan penelitian hukum sosiologis dan empiris, J. Supranto menjelas sebagai berikut
Penelitian hukum normatif sering disebut juga studi hukum istilah dalam bahasa
Inggris adalah Law in books.
Sedangkan penelitian hukum sosiologis disebut juga studi hukum dalam
aksi/tindakan atau istilah dalam bahasa lnggris law in action. Disebut demikian
karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan
lembaga-lembaga sosial lain, jadi merupakan studi hukum social yang non-doktrinal,
sedangkan bersifat empiris artinya data yang terjadi di lapangan.26
Adapun penelitian yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah
penelitian hukum Yuridis Normatif yang dalam perumusan dan pembahasan
masalahnya bersifat kualitatif (tidak berbentuk angka).
Adapun maksud dari penelitian normatif ini upaya untuk penelitian yang
dengan cara meneliti berbagai literatur, buku-buku dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan peristiwa dan realitas hukum yang telah terjadi
ditengah-tengah masyarakat, dan merupakan fakta-fakta dan realitas hukum yang
telah menjadi suatu peristiwa hukum dan berlangsung secara terus menerus
26
tengah masyarakat dan merupakan fakta dan data yang didapat mendukung penulisan
tesis ini.
Untuk itu dalam penelitian ini juga meneliti terhadap apa yang yang sudah
dilakukan oleh bank dalam menggunakan surat kuasa pembelian barang dengan akad
Wakalah, serta melihat kekuatan hukum akan akad wakalah dilihat dari Peraturan
Bank dan lndonesia serta Landasan hukum Islam.
Jadi penelitian ini juga untuk mengiventarisasi, serta menghimpun berbagai
pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan masalah hukum perbankan
tentang pemberian kuasa.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam,
yang beralamat di Jalan Sultan Abdul Rahman Komplek Lumbung Rejeki Blok D
No. 07 Nagoya Batam.
Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena Bank Tabungan
Negara Syari’ah Cabang Batam merupakan salah satu Bank Perkreditan yang
memberi nilai kredit nominal diatas Rp. 500 juta.
Kemudian dalam penelitian awal diketahui, bahwa Bank Tabungan Negara
syari’ah cabang Batam, pada umumnya menggunakan akta akad Wakalah sebagai
Selain itu untuk mendapatkan data pendukung, juga dilakukan penelitian pada
beberapa bank Perkreditan Syari’ah lainnya yang berada di luar Kota Batam, seperti
Tanjung Pinang dan Tanjung Uban.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua sumber, yaitu :
a. Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengumpulan data
secara langsung melalui wawancara, yaitu proses Tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan, dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan
langsung informasi atau keterangan-keterangan mengenai masalah diteliti.
b. Data Sekunder
Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari
penelusuran kepustakaan, literatur-literatur, makalah, peraturan perundang-undangan
serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini yang
dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.27
4. Alat Pengumpul Data
Untuk mendapatkan hasil yang obketif dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah, maka data dan penelitian ini di peroleh melalui :
27
a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.28
b. Terhadap Data Sekunder, Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang
berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, karya ilmiah,
seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah
maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
5. Analisis Data
Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun
sekunder, maka secara kualitatif dilakukn penyusunan analisi data yaitu pemaparan
kembali kalimat dengan kalimat yang sistematis dan logis agar dapat memberikan
jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan dan akhirnya ditariklah suatu
kesimpulan.
Dalam melakukan analisis data pada pada penelitian hukum normatif,
Bambang Sunggono mengatakan bahwa pada penelitian hukum normatif, pengolahan
data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data pada pembahasan
berikut adalah :
28
Memilih dan menghimpun pasal-pasal dalam undang-undang yang berisi
kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah perjanjian, pengakuan hutang,
pemberian jaminan, dan pemberian kuasa, serta pasal-pasal dalam
undang-undang perbankan.29
29
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,
BAB II
HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK TABUNGAN NEGARA
SYARI’AH CABANG BATAM
A. Pengertian Wakalah Dalam Pandangan Hukum Islam
Wakalah (Perwakilan), penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat
atau power of attorney (bahasa lnggris) akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktek wakalah dalam
lembaga keuangan syariah mengharuskan adanya, muwakil atau yang mrwakili, wakil
dalam hal bank ini dan taukil atau objek atau wewenang yang diwakilkan.
Sementara Al wakalah dalam fiqh Islam adalah penyerahan tugas dan
tanggung jawab masing-masing pihak yang berdasarkan pada definisi wakalah yaitu
menyerahkan tugasnya atau urusannya kepada orang lain dan diserahkan
tanggungjawabnya untuk bertindak bagi pihaknya. 30
Hikmah disyariatkan wakalah merupakan tugas asal tanggungjawab urusan
seseorang yang terkadang tidak dapat meneruskan tugas itu oleh sebab keuzuran
yang timbul pada pemberi kuasa dengan sebab-sebab dan urusan-urusan lain atau
sakit sehingga berhalangan yang tidak dapat dihindari maka seseorang berhajat
kepada orang lain yang boleh bertindak untuk menyempurnakan tanggung jawab
tersebut maka terpaksa dia mewakilkan bagi pihak dirinya untuk faedah dan
kebaikannya. Hukum berwakalah ada pada hukum syara’ adalah harus berdasarkan
Al Qur’an dan sunnah.
30
Sebagaiman Firman Alllah SWT dalam Surah Al Kahfi ayat 19 yang
bermaksud :
"Hendaklah kamu utuskan seorang daripada kamu ke bandar dengan
membawa uang untuk membeli makanan."31
Diriwayatkan bahawa Rasullullah SAW telah mewakilkan Hakim bin Hazm
membeli kambing untuk membuat qurban. Di riwayat dari Abdullah bin Jaafar r.a.
berkata : Saidina Ali tidak pernah menghadir diri dalam perbicaraan berhubung
dengan harta benda dan beliau mewakilkan Aqil r.a. bagi pihak dirinya. Maka
atas aqad wakalah inilah kita menyediakan khidmat bagi pihak pelanggan untuk
urusan jual beli dan amanah menjaga emas bagi pihak penyimpan emas. Elektronik
dinar atau edinar hanyalah cara simpanan dan transaksi dinar emas.
Masyarakat Islam sejak zaman awal Islam telah menggunakan al wakalah
dalam urusan jual beli, terutamanya yang melibatkan urusan yang jauh, dimana
seseorang tidak dapat menghadirkan dirinya akan mewakilkan urusannya kepada
orang lain. Rasullulah SAW sendiri bertindak sebagai wakil Siti Khadijah dalam
urusan jual beli sebelum baginda diangkat menjadi rasul.
Pengertian lain tentang wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan
yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah
pekerjaan wakil32. Al-wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai
berikut :
31
Rachmadi Usman, Op cit, hal 268
32
a. Golongan Malikiyah : “Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang
lain dalam hak (kewajiban)
b. Golongan Hanafiyah : “Seseorang menempati diri orang lain dalam
pengelolaan”
c. Golongan Syafi’iyah : “Seseorang menyerahkan sesuatu kepada yang lain
untuk dikerjakan ketika hidupnya”
d. Golongan Hambali : “permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat
penggantian hak Allah dan hak manusia”
e. Ulama fiqh klasik Al-Dhimyati : “seseorang menyerahkan urusannya kepada
yang lain yang didalamnya terdapat penggantian”
f. Imam Taqy : “Seseorang yang menyerahkan hartanya untuk dikelola kepada
orang lain ketika hidupnya”.33
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud wakalah
adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu
dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup34.
Wakalah dalam pengertian penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat juga terdapat dalam kata Al-hifzhu yang berarti pemeliharaan35. Karena itu
penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap bermakna sama dengan hifzhun
33
Makalah, lzzudin Abdul Manaf, LC MA,Produk-produk syariah,peneliti STEI SEBI
34
Dr. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Press, hal. 233.
35
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori
(pemeliharaan), kata yang digunakan dalam pelaksanaan akad wakalah adalah
wakalah, karena antara wakalah dan wikalah mempunyai pengertian yang sama.36
Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau berakhir adalah:
a.) Bila salah satu pihak yang berakad Wakalah itu tidak dalam kondisi sadar.
b.) Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya
atau dihentikan.
c.) Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik
pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
d.) Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang
dikuasakan.
B. Praktek Akad Wakalah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang Batam
Pada prinsipnya wakalah dalam praktek perbankan syariah terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang atau dalam
hal pembiayaan. Hal ini juga berlaku di Bank Tabungan Negara Syari’ah Cabang
Batam yang mana dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada Peraturan Bank
lndonesia, Fatwa Majelis Ulama lndonesia dan Fatwa Dewan Syarian Nasional. Akan
tetapi pada praktek akad wakalah di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Batam
ada penyimpangan dalam hal pelaksanaan penandatanganan akad antara akad
wakalah dan akad murabahah, serta adanya penyimpangan yaitu pihak bank hanya
36
menyelipkan saja akad wakalah tanpa melakukan praktek yang sebenarnya sesuai
anjuran Peraturan Bank Indonesia, Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Indonesia.
Di dalam ketentuan hukum lslam jarak waktu penandatanganan akad antara
wakalah dan murabahah terjadi tenggang waktu satu minggu, alasan adanya jarak
waktu ini karena wakalah tidak bisa terjadi jika belum ada kesepakatan antara
nasabah dan bank yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima kuasa untuk
membelikan suatu barang yang mana barang tersebut harus ada kesepakatan akan hal
penambahan harga untuk penentuan margin/bagi hasil. Pelanggaran ini terjadi
sebabkan kurangnya pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah,
Menurut Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama
Indonesia No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah
Nasional dan Majelis Ulama Indonesia memberikan tugas kepada Dewan Pengawas
Syariah untuk :
1. Pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syarian
Nasional
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan Dewan
Syariah Nasional.
5. Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota Dewan Pengawas
Syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh
muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar
perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat Dewan Pengawas Syariah
karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena
keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.
Masih banyak anggota Dewan Pengawas Syariah yang belum mengerti
tentang teknis perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, apalagi ilmu ekonomi
keuangan Islam seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis
lainnya sangat tidak optimal. Dewan Pengawas Syariah juga harus memahami ilmu
yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya,
dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment.
Dampak bunga terhadap inflasi dan volatilitas currency, Dengan memahami
ini, maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan
bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin
murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena
pengangkatan Dewan Pengawas Syariah bukan didasarkan pada keilmuannya, maka
sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan Dewan Pengawas Syariah tidak optimal,
terjadi. Sehingga perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang
bersifat syar’ah.
Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja
pada setiap cabang bank syari’ah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja
keuangan, akan dapat mendorong para pimpinan dan praktisi yang bisa melanggar
ketentuan syari’ah. Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syari’ah dengan
tingkat pengawasan syariah yang rendah.
Oleh karena itu masih banyak ditemukannya pelanggaran aspek syari’ah yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya perbankan yang
konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah. Sering kali kasus-kasus yang
menyimpang dari syar’ah Islam di bank syari’ah, lebih dahulu diketahui oleh Bank
Indonesia daripada oleh Dewan Pengawa Syariah, sehingga Dewan Pengawas
Syari’ah baru mengetahui adanya penyimpangan syari’ah setelah mendapat informasi
dari Bank Indonesia.
Demikianlah lemahnya pengawasan Dewan Pengawas Syariah di bank-bank
syari’ah. Bank syariah harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan
prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi (reputation-risk) yang
bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus merusak citra lembaga
pelanggaran syari’ah yang dilakukan oleh lembaga perbankan syari’ah dalam praktek
operasionalnya.37
Dari indikator pengawasan dan pemeriksaan yang dilaporkan Bank Indonesia,
masih ditemui berbagai sistem operasional bank syariah yang belum sesuai dengan
prinsip kepatuhan pada nilai-nilai syariah.38 Bank Syariah seharusnya segera
meluruskan pihak manajemen bank syariah terkait.
Sejak dini Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan pengawas bank syari’ah,
harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini
penting agar bank syari’ah tidak menjadi bank yang bermasalah. Khusus terhadap
prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah harus sepenuhnya konsisten terhadap
penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena umumnya di dunia ini kegagalan bank
syari’ah dapat terjadi, karena ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip
syari’ah. Peran DPS sangat menentukan dalam mengawasi operasi bank syari’ah agar
tetap memenuhi prinsip-prinsip syari’ah. DPS harus secara aktif dan rutin melakukan
pengawasan terhadap bank syari’ah.
Kelangkaan ulama integratif sebagaimana disebut di atas, bahwa DPS harus
menguasai fiqh mu’amalah bersama perangkatnya (ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh,
tafsir dan hadits ekonomi), juga harus menguasai ilmu ekonomi keuangan dan
perbankan Islam modern. Tapi kenyataannnya persyaratan tersebut sangat sulit
37
sumber : http://blog.umy.ac.id/rodes2008/peran-dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah-dps/ Topik : Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Tautan http://www.gudangmateri.com/2011/01/ peran- dan-fungsi-dewan-pengawas-syariah.html.
38
diwujudkan, karena kita kekurangan ulama yang memahami kedua disiplin keilmuan
tersebut sekaligus.
Fenomena itu tidak saja di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Dalam
lembaga DPS bank syariah misalnya, harus mengetahui konsep dan mekanisme
operasional perbankan syari’ah, struktur dan terminologi bank dan LKS, legal
documentation, mengatahui dasar-dasar akuntansi sehingga bisa membaca laporan
keuangan, dan tentu saja pemahaman yang baik tentang fikih muamalah . Karena itu
Yasaar sebagai lembaga yang khusus menangani shariah board mulai merekrut
ulama muda potensial yang menguasai ilmu ekonomi keuangan.
Dengan ilmu yang integral tersebut pengawasan bisa lebih optimal dan
mereka bisa merumuskan menetapkan serta pembuatan fatwa hukum ekonomi
syari’ah di Indonesia, ulama muda potensial dapat direkrut di program Doktor
Ekonomi Ekonomi Islam yang mulai tumbuh dan berkembang di berbagai Perguruan
Tinggi. Keunggulan mereka ini adalah dikarenakan para Doktor Ekonomi memiliki
dua keahlian keilmuan sekaligus, yaitu pertama, fiqih mumalah, ushul fiqh, qawaid
fiqh serta ayat dan hadits ekonomi dan kedua, mereka juga mengerti tentang praktek
perbankan dan LKS yang disertai bekal ilmu ekonomi keuangan modern, sehingga
C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syariah
Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang
dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.39
Sebagaimana bank konvensional, bank syariah memiliki fungsi sebagai
intermediasi yang menjembatani para penabung dan investor. Hubungan antara bank
syariah dengan nasabah lebih bersifat partner dari pada lender atau borrower,
sehingga bank ini dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang
menyewakan. Produk yang ditawarkan bank syariah sangat bervariasi dengan prinsip
saling menguntungkan (fairness) dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan.
Produk yang ditawarkan bank syariah berupa pengerahan dana masyarakat,
penyaluran dan jasa perbankan lainnya.40
Produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang digunakan
dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi
dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan perbankan
39
Edy Wibowo, Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2005, hal. 87.
40
Ahmad Ramzy Tadjoeddin, et.al,Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3EI