• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH

B. Dasar Hukum Wakalah Dalam Hukum Islam

Dasar Hukum Islam yang dijadikan acuan akad Wakalah bersumber pada dalil-dalil Al-Quran, hadis dan kesepakata ulama (ijma), diantaranya :74

a. Al-Qur’an :

Q.S. Al-Kahfi (18) :19)

“dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.”

Ayat tersebut diatas menggambarkan peristiwa perginya salah satu anggota ash-habul kahfi untuk bertindak atas nama teman-temannya sebagai perwakilan dalam melakukan transaksi pembelian makanan. Didalam ayat ini terdapat hal yang terkait dengan tauhid yaitu tauhid rububiyah dimana hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk membangkitkan (baatsnahum). Kekuasaan Allah ini ditunjukkan secara langsung kepada kelompok hambanya yang tidak mengakui atau meragukan adanya kebangkitan / baats yang didakwahkan Ash-habul Kahfi sehingga mengejar

74

Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia, PT Citra Aditya

dan melempari batu kepada mereka karena dianggap ajarannya tidak masuk akal dan melawan kepercayaan mereka. Kebangkitan secara fisik ini juga diluar kebiasaan dan kaidah biologis yaitu selama 300 tahun75, suatu pembuktian yang sangat ekstrim yang hanya bisa dilakukan oleh Allah (Al-Baaits) sebagai hujjah tak terbantahkan.

Selain itu pada ayat diatas juga terdapat salah satu sifat Allah yaitu Aliimun (Maha Mengetahui) karena hanya Allah lah yang mengetahui berapa lama mereka tertidur. Disamping itu secara tersirat terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai Dzat yang maha menjaga karena mustahil mereka dapat aman dalam gua tersebut selama itu jika bukan Allah melindungi atau memliharanya.

Disamping pokok akidah dalam ayat tersebut juga terdapat tuntunan akhlak yakni hendaklah kita memperhatikan (undhur) terhadap jenis makanan yang akan kita konsumsi karena itu akan berpengaruh terhadap jasmani dan akhlak kita. Makanan yang buruk akan membawa mafsadat tidak hanya bagi jasmani tapi juga bagi rohani kita. Makanan yang halal dan baik insya Allah akan membantu kita menjadi lemah lembut sebagaimana Allah ingatkan kepada ashabul kahfi dan dengan keumuman lafalnya juga kepada kita agar berlaku lemah lembut.

Selain dua hal diatas sebenarnya masih ada kandungan akhlak dalam ayat tersebut seperti kaidah kepemimpinan dan keterwakilan, amanah dan strategi.

Dalam hal muamalah maka ayat tersebut diatas membicarakan tentang perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia

75

Muhammad Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Jakarta-Gema Insan,

mengalami kondisi tertentu dalam mengakses atau melakukan transaki yaitu dengan jalan wakalah, menetapkan pekerjaan wakil berupa perginya ia kepada tempat dimana barang tersebut berada kota, dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu wariq atau uang perak dan ketentuan (sighat) terhadap barang (taukil) yang akan diadakan serta bolehnya diadakan non-disclossure agreement antara wakil dan muwakil.

Ayat ini merujuk pada diperbolehkan konsep wakalah. Dalam ayat ini terdapat lafal ”Fab’atsu ahadakumbiwariqkum” yang bermakna ”Maka suruhlah seseorang kamu pergi kekota dengan membawa uang perakmu”. Lafal ini dijadikan sebagai lstidlal atas keabsahan praktek wakalah. Dalam ayat ini diceritakan, salah satu dari mereka menjadi wakil untuk membeli makanan yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka atas rasa lapar dan dahaga.

Q.S. Al-Baqarah (2) : 283

”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang berdosa hatinya; dan Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”76

Merujuk pada posisi wakil sebagai pihak penerima atas sesuatu yang diwakilkan. Pihak wakil harus menunaikan segala sesuatu yang diamanahkan oleh muwakkil tanpa ada sesuatu yang dikurangi dan ditambahi. Muwakkil sangat percaya

76

terhadap wakil sehingga dengan sebaik mungkin, wakil harus menjalankan apa yang diwakilkan oleh pihak muwakkil.

Dalam transfer uang misalnya bank merupakan wakil nasabah untuk melakukan transfer atas sejumlah uang yang diwakilkan, pihak bank tidak bisa mengurangi jumlah itu, tetapi harus amanah dan menjalankan sesuatu sesuai dengan yang diwakilkan. Menjaga amanah dengan menjalankan sesuatu yang diwakilkan secara proporsional.

Hal ini diperkuat lagi dengan kalimat ” Dan hendaklah yang menanggung amanah bertakwa kepada Allah SWT. Dengan tidak berkhianat kepada orang yang mempercayai nasabah, seperti lalai dalam melakukan transfer, melakukan kesalahan yang berakibat kerugian bagi pihak nasabah.

QS Yusuf (12:55).

“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.

Ayat ini merupakan dalil lain diperbolehkan akad wakalah, yaitu selain mengakui keabsahan praktik wakalah, juga mengindikasikan dua sikap mendasar yang harus ada dalam konsep wakalah. Sifat tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga, memelihara, dan dapat dipercaya dalam menjalankan pekerjaan yang diwakilkan. Selain itu juga harus memiliki pengetahuan dana kompetensi atas pekerjaan yang didelegasikan.

Ayat diatas mempertegas bahwa setiap yang diwakilkan harus amanah dan bersumber pada Sumber Daya Manusianya.

Sumber daya manusia (SDM) yang memahami prinsip syari’ah dengan baik belum bisa terpecahkan. Masih banyak sumber daya manusia bank syari’ah yang berlatar belakang ilmu ekonomi, sosial atau ilmu sains, sementara sumber daya manusia yang berlatar belakang ilmu syariah masih sedikit. Atau dengan kata lain

sumber daya manusia yang memahami tentang perbankan sekaligus prinsip syari’ah masih sedikit.

Secara umum bank syari’ah masih perlu pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusianya sehingga kapasitas sumber daya manusia bank syari’ah ini dapat mengikuti bahkan melampaui perkembangan bank syariah itu sendiri. Peningkatan dan pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bank syari’ah adalah penting setelah disahkannya Undang-Undang Bank Syari’ah.

Bank syariah sebagai bagian dari institusi syariah sudah sepantasnya memiliki sumber daya manusia yang kompetitif dan potensial sehingga bisa membawa bank syariah ’memenangkan pertarungan’. 77 hal yang perlu dilakukan oleh sumber daya manusia bank syariah adalah pembinaan diri berkesinambungan. Dalam literatur manajemen sumber daya manusia modern, barangkali pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan tidak menjadi bahasan utama meskipun ada pembahasan masalah etika.

Pembinaan sumber daya manusia berkesinambungan sangat diperlukan oleh sumber daya manusia bank syariah. Bank syari’ah juga perlu menampakkan spirit (ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah) sebagai lembaga yang menjalankan prinsip syariah dan mampu memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat. Keringnya ruhiyah akan berpengaruh juga terhadap sumber daya manusia bank syariah.

Pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan adalah peninggalan kejayaan Islam yang sudah lama pudar. Perjuangan Rasulullah SAW. dalam

77

menyampaikan Islam bersama keluarga dan sahabatnya sarat dengan pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan. Mereka yang masuk Islam dan mengikuti pembinaan berkesinambungan mengalami perubahan yang sangat bagus. Bilal yang pernah menjadi budak di jaman jahiliyah kelak menjadi gubernur dan mampu menjalankan amanah.

Demikian pula Umar bin .Khaththab yang gelap dalam jahiliyah, diberikan amanah sebagai khalifah dan menjalankan amanah tersebut dengan sungguh-sungguh. Khalid bin Walid yang dikenal dengan kehebatannya berperang semasa jahiliyah, setelah masuk ke dalam Islam jumlah pasukan yang dipimpinnya sering lebih sedikit dari pasukan musuh namun mampu memenangkan pertarungan.

b. Al Hadist

Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:

Hadist Riwayat Al-Malik dalam al-Muwaththa

“Bahwasanya Rasulullah SAW. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harits”. HR. Malik dalam al-Muwaththa’)

Hadist ini mengungkapkan praktik wakalah yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. Dalam hadist ini jelas sekali Rasulullah SAW. pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’ untuk mengganti posisi beliau dalam menerima perkawinan dengan Maimunah binti Harist. Dengan demikian praktik wakalah adanya ada mendapat legalitas dari Syara.

Hadist Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).

Hadist Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah

”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Untuk menagih utang kepada Beliau dengan cara kasar sehingga para sahabat berniat untuk ”menanganinya”.

Rasulullah Saw bersabda ” biarkan la, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara. Lalu ”Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang diutangkan itu).”

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW. telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.78

c. Kesepakatan ulama atas kebolehan Wakalah :

Para ulama bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah.

Ulama bahkan memandangnya sebagai sunnah karena hal itu termasuk jenis ta’awun (tolong menolong) atas dasar kebaikan dan takwa, yang oleh Al-qur’an dan hadis sangat relevan.

d. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Sebagai dasar akad wakalah Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa NO: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah

78

yang menetapkan hukum wakalah tidak bertentangan dengan Syariah. Disamping itu pula pertimbangan Dewan Syari’ah Nasional dalam menetapkan fatwa mengenai kegiatan wakalah yaitu :

1. Bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan, sering diperlukan pihak lain untuk mewakilkan melalui akad Wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

2. Bahwa praktik Wakalah pada LKS (Lembaga Keuangan Syari’ah) dilakukan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah.

3. Bahwa agar praktik Wakalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran lslam, DSN Memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS. LKS adalah Lembaga Keuangan Syari’ah, Lembaga Keuangan terbagi atas Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Perbankan Syari’ah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 /2008 tentang Perbankan Syari’ah.

Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 ditetapkan ketentuan tentang wakalah sebagai berikut :

a. Ketentuan Wakalah.

b. Rukun dan Syarat Wakalah c. Aturan terjadinya perselisihan

Ketentuan wakalah dalam hukum lslam sebagai berikut:

1. Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemberi kuasa (muwakkil) dan yang penerima kuasa (wakil)

2. Pihak yang memberi kuasa (muwakkil) dan pihak yang menerima kuasa (wakil) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syari’ah Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Kewajiban Pihak yang memberi kuasa (muwakkil) dan pihak yang menerima kuasa (wakil) dalam wakalah

4. Kewajiban pihak yang memberi kuasa (muwakkil) adalah sebagai berikut: a. Memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

hal-hal yang boleh dikuasakan dan

b. Menyatakan secara tertulis bahwa pihak yang memberi kuasa (muwakkil) memberikan kuasa kepada Pihak penerima kuasa (wakil) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu (pernyataan ijab).

c. Kewajiban pihak yang menerima kuasa (wakil) adalah sebagai berikut: d. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan perbuatan hukum yang

dikuasakan kepadanya

e. Melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan kepadanya serta dilarang memberi kuasa kepada pihak lain kecuali atas persetujuan pihak yang memberi kuasa (muwakkil) dan menyatakan secara tertulis bahwa Pihak yang menerima kuasa (wakil) menerima kuasa dari Pihak yang memberi kuasa (muwakkil) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu (pernyataan qabul)

Ketentuan lain tentang akad wakalah adalah :

Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-131/BL/2006 Tanggal : 23 Nopember 2006 persyaratan obyek wakalah. Obyek Wakalah adalah perbuatan hukum yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Diketahui dengan jelas jenis perbuatan hukum yang dikuasakan serta cara melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan tersebut

b. Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam; dan c. Dapat dikuasakan menurut syari’ah Islam.

Ketentuan lain yang dapat diatur dalam wakalah, selain wajib memenuhi ketentuan diatas, wakalah dapat disepakati antara lain para pihak dapat menetapkan besarnya imbalan atas pelaksanaan perbuatan hukum yang dikuasakan. Dalam hal para pihak menyepakati adanya imbalan, maka wakalah tersebut bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antara para pihak dalam kafalah dan atau Jangka waktu pemberian kuasa. DPS (Dewan Pengawas Syari’ah) (Haiah al-Muraqabah as-Syari’ah). Dewan yang melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari’ah dalam lembaga keuangan syari’ah (LKS).

Adapun fungsi Dewan Pengawasan Syari’ah pada masing-masing lembaga keuangan syari,ah sebagai berikut:

(i) melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang berada di bawah pengawasannya;

(ii) berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

(iii) melaporkan perkembangan produk dan operasional Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang diawasinya kepada Dewan Syari’ah Nasional (DSN) sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran

(iv) merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syari’ah Nasional (DSN).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa istilah kuasa dalam hukum perdata adalah memiliki makna yang sama dengan istilah wakalah dalam hukum lslam. Selanjutnya bila ditinjau dari aspek yuridis, keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam suatu perbuatan hukum dibawah satu sistem hukum nasional lndonesia.

Karena kuasa dan wakalah merupakan satu kesatuan format hukum yang berbeda. Dimana kuasa bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Sedangkan wakalah bersumber dari Hukum Syariat Islam. Namun keduanya adalah merupakan bagian dari sub sistem yang berada dalam satu sistem hukum nasional Indonesia.

Akad wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan kredit kepemilikan rumah adalah karena dalam praktek murabahah harus ada wakalah yaitu pihak bank memakai kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkan nasabah.

Wakalah merupakan akad yang harus dilaksanakan oleh kegiatan perbankan syariah di lndonesia harus berasaskan pada peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh masing-masing lembaga yang mengawasi kegiatan perbankan syari’ah. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank lndonsia dengan Hukum lslam satu sama lain berkaitan dan masing-masing mengharuskan akad wakalah ini terjadi dalam kegiatan jual beli dalam rangka pemberian kredit perbankan.

C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat dari Perbedaan dan Persamaan

Dokumen terkait