TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
2) Akad Tijarah
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan
untuk tujuan komersial. Yang dimaksud dengan akad tijarah
disini adalah akad mudharabah. Akad mudharabah dalam
asuransi syariah adalah akad kerjasama antara dua pihak
dimana pihak pertama, yaitu peserta bertindak sebagai shahibul
maal (pemilik dana) sedangkan pihak kedua, yaitu pihak asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola).
b) Konsep Tabarru’ Dalam Asuransi Syariah
Tabarru’ berasal dari kata tabarra`a, yatabarra`u, tabarru`an, artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri` (dermawan).
Tabarru` (hibah) merupakan pemberian sukarela seseorang kepada
orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya
pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi. Jumhur ulama mendefinisikan tabarru` (hibah/pemberian) dengan: “Akad
yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang
dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara
sukarela. (Nurul Huda, 2010:64)
Nilai tabarru’ (dana kebajikan) dalam akad asuransi
syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara`
dalam melepaskan diri dari praktek gharar yang diharamkan oleh
saling tolong menolong (ta’awuni) dan melindungi (takaful) di
antara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru’) yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi
resiko tertentu. (Nurul Huda, 2010:64)
Beberapa hal yang dapat digaris bawahi berkaitan dengan
definisi takaful di atas adalah : a) Usaha saling tolong menolong
dan saling melindungi di antara para peserta takaful, b) Para
peserta takaful melakukan pembentukan kumpulan dana yang
disebut dengan dana tabarru’, c) dana tabarru dikelola sesuai
dengan prinsip syariah, d) Pengelolaan dana tabarru dimaksudkan
untuk persiapan apabila terjadi risiko diantara para peserta takaful.
Ai Nur Bayinah et.al (2017:32) dalam buku Akuntansi
Asuransi Syariah menjelaskan: Tabarru’ secara bahasa berarti
bersedekah, dalam arti yang lebih luas yaitu melakukan kebaikan berupa syarat. Adapun secara istilah, tabarru’ diartikan
mengerahkan segala upaya untuk memberikan harta atau manfaat
kepada orang lain, baik secara langsung maupun nanti dimasa
depan yang akan datang tanpa adanya kompensasi dengan tujuan
kebaikan dan perbuatan ihsan (Fiqh al Muamalah, Al-Shakhr). Tujuan tolong menolong dalam akad tabarru’ ini sangat
dianjurkan dalam syariat Islam sebagaimana firman Allah SWT. Yang artinya. “ Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
tiap tiap butir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah ayat 261)
Ketinggian martabat orang yang membantu
saudara-saudaranya digambarkan dalam hadist Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan
memeuhi hajatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Dalam akad tabarru’ yang merupakan akad hibah berlaku
ketentuan sebagai berikut. Ai Nur Bayinah et.al (2017:32)
1) Akad tabarru’ tidak mensyaratkan adanya “kepastian” dalam
waktu pembayaran, jumlah pembayaran, dan objek yang
ditransaksikan.
2) Akad tabarru’ tidak mensyaratkan kepastian mendapatkan
manfaat, ketidakpastian tentang terjadi atau tidak terjadi
musibah yang menjadi risiko peserta asuransi, tidak
menjadikan akad tabarru’ mengandung ghara,, sebagaimana
jika terjadi di akad tabaduli.
Dengan akad tabarru’ maka kondisi ketidakpastian yang
sifatnya melekat dalam asuransi tidak dibenturkan dengan syarat
dari akadnya yang menyebabkan rusak atau batalnya akad itu
sendiri secara hukum. Oleh karena tabarru’ menjadi alternatif dari
tabarru’ telah mengatur hal tersebut sedemikian rupa, sehingga akad tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua
produk asuransi, yaitu asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan
reasuransi. Akad tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad
yang dilakukan antarpeserta atau pemegang polis dan dilakukan
dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong
antarpeserta, bukan untuk tujuan komersial. (Ai Nur Bayinah et.al,
2017:32)
c) Mekanisme Pengelola Risiko
Sebagaimana dijelaskan bahwa asuransi merupakan cara
mengelola risiko yaitu segala bentuk kerugian yang tidak
diharapkan, yang bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan
kejadian buruk di masa depan.
Dalam sistem operasional asuransi syariah yang berpijak
pada akad tabarru’, premi asuransi tetap menjadi milik peserta
asuransi bukan milik perusahaan asuransi, sehingga tidak ada
perpindahan risiko dari peserta ke perusahaan asuransi (transfer of
risk) sebagaimana yang berlaku dalam sistem operasional asuransi konvensional. Dalam asuransi syariah, peserta asuransi secara
perseorangan mengikatkan diri dengan peserta lainnya untuk saling
menanggung risiko kerugian (sharing of risk) dan para peserta
perusahaan asuransi syariah untuk mengelola dana premi milik
peserta. Ai Nur Bayinah et.al (2017:33)
Untuk memperoleh kejelasan dalam pengelolaan dana
premi asuransi, maka premi peserta asuransi syariah
diklasifikasikan berdasarkan peruntukannya, yaitu dana tabarru’
dan dana tijari (komersial). Dana tabarru’ yang merupakan dana
untuk tolong-menolong di antara peserta asuransi dibukukan dalam
rekening khusus dana tabarru’ dan hanya boleh dugunakan untuk
hal-hal yang berkaitan dengan kepantingan nasabah, seperti klaim,
cadangan dana tabarru’, dan reasuransi syariah. Sementara dana
tijari digunakan untuk membiayai operasional perusahaan asuransi syariah. Ai Nur Bayinah et.al (2017:33)
Konsep tabarru’ dalam asuransi syariah mengatur bahwa
dana tabarru’ tidak dapat diubah menjadi dana tijari, misalnya
untuk biaya operasional perusahaan atau diakui sebagai
keuntungan perusahaan. Kedua jenis dana ini harus dikelola secara
terpisah karena ketidakjelasan dalam pengelolaan dana akan
berdampak pada rusak dan batalnya akad dalam berasuransi.
Pengelolaan risiko dengan dana tabarru’ dapat diperluas
terkait risiko yang dikelola perusahaan asuransi yang melebihi
kapasitasnya, yaitu dengan membagi risiko kepada perusahaan
reasuransi syariah atau retakaful, sehingga risiko yang dikelola
tabarru’ yang dikelola perusahaan asuransi dapat juga dialokasikan keperusahaan reasuransi syariah. Dengan penerapan sharing of risk
dan pembagian dana premi asuransi kedalam dana tabarru’ dan
dana tijari, maka transaksi asuransi syariah terhindar dari unsur
maisir atau perjudian karena tidak ada satu pihak yang diuntungkan dengan merugikan pihak lain. (Ai Nur Bayinah et.al,
2017:34)
d) Mekanisme Pengelola Dana
Ai Nur Bayinah et.al (2017:35) dalam buku Akuntansi
Asuransi Syariah menjelaskan bahwa:
Mekanisme pengelolaan dana pada asuransi syariah, yaitu
dalam asuransi syariah para peserta asurasnsi merupakan kelompok
yang menjadi pemilik sepenuhnya dana premi (shohibul mal),
sementara perusahaan asuransi berperan sebagai pemegang amanah
(mudharib) yang mengelola dana peserta asuransi dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah bagi hasil yang
disepakati.mekanisme seperti ini lebih dekat kepada unsur keadilan
yang sangat dianjurkan dalam sistem syariah. Mekanisme
pengelolaan dana pada asuransi syariah terbagi menjadi dua yaitu
sistem pada produk yang mengandur unsur tabungan dan sistem
pada produk yang tidak mengandung unsur tabungan.
Dalam asuransi syariah, premi yang dibayarkan oleh peserta
asuransi untuk produk asuransi yang memiliki unsur tabungan
dikelompokan ke dalam 2 rekening yang berbeda, yaitu :
a) Rekening tabungan yang merupakan milik peserta dan
dibayarkan apabila perjanjian berakhir, peserta
mengundurkan diri atau peserta meninggal dunia.
b) Rekening tabarru’, yaitu kumpulan dana yang dimaksudkan
untuk saling membantu dan saling menanggung di antara
peserta dan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia
atau perjanjian telah berakhir (yaitu bila terdapat surplus
dana tabarru’).
Sistem ini merupakan implementasi dari akad takaful dan
akad mudharabah yang menghindarkan asuransi syariah dari
unsur gharar dan maisir. Dana milik peserta ini selanjutnya
diinvestasikan ke dalam instrumen investasi yang sesuai
dengan syariah dan hasil investasi setelah dikurangi beban
klaim asuransi dan premi reasuransi akan dibagi menurut
prinsip mudharabah antara peserta dan perusahaan asuransi.
2) Sistem pada Produk Non Saving (tidak terdapat unsur tabungan)
Pada produk yang tidak memiliki unsur tabungan, premi
yang diterima dari peserta asuransi dimasukkan kedalam
rekening tabarru’ dan dibayarkan apabila peserta meninggal
surplus dana. Perusahaan asurasi dapat mengelola dana tabarru’ dan dana tabungan milik peserta berdasarkan konsep bagi hasil dengan menempatkan dana-dana tersebut pada
instrumen investasi berbasis syariah. Beberapa pilihan investasi
syariah diantaranya ada di Bank Syariah, Obligasi Syariah,
Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, dan instrumen bisnis
syariah lainnya yang sesuai dengan akad-akad syariah. Dengan
demikian diharapkan dana tabarru’ dan dana tabungan peserta
bertambah dan mencukupi untuk pembayaran klaim dari
peserta. Selain itu dana peserta juga diharapkan berkembang
sesuai dengan perencanaan investasinya.
5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK) 108
a. Ruang lingkup dalam PSAK 108 ini mencakup :
1) Diterapkan untuk transaksi asuransi syariah, yaitu transaksi
yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau
defisit underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
2) Diterapkan untuk entitas asuransi syariah sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, terdiri dari asuransi umum
syariah, asuransi jiwa syariah, reasuransi syariah, dan unit
usaha syariah dari entitas asuransi dan reasuransi konvensional.
b. Berikut hal-hal yang berlaku terkait pengakuan awal berdasarkan
1) Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dana tabarru’
dalam dana peserta.
2) Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai:
(1) Dana syirkah temporer jika menggunakan aka mudharabah
atau mudharabah musytarakah dan (2) Kewajiban jika
menggunakan akad wakalah.
3) Pada saat entitas pengelolaan menyalurkan dana investasi yang
menggunakan akad wakalah bil ujrah.
4) Bagian kontribusi untuk fee (ujrah) diakui sebagai pendapatan
dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan
surplus defisit underwriting dana tabarru’
c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
1) Surplus defisit underwriting dana tabarru’
Penetapan besarnya pembagian suplus underwriting dana tabarru’ dalam PSAK 108 sama dengan yang tertera dalam PMK No. 18/PMK.010/2010, yakni: (a) seluruh surplus sebagai
cadangan dana tabarru’, (b) sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, dan sebaian lainnya didistribusikan ke peserta, (c) sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, sebagian
didistribusikan ke peserta, sementara sebagian laiinya
didistribusikan ke entitas pengelola.
Bagian suplus underwriting dana tabarru’ yang
dana tabarru’ yang didistribusikan ke entitas pengelola diakui
sebagai pengurang surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’. Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas pengelola diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba
rugi dan surplus underwriting dana tabarru’ yang
didistribusikan kepeserta diakui sebagai liabilitas dalam
laporan posisi keuangan.
Apabila terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka
entitas pengelola wajib menutupi kekurangan tersebut dalam
bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut ke
entitas pengelola berasal dari surpkus dana tabarru’ periode
yang akan datang. Pinjaman qardh dalam laporan posisi
keuangan dan pendapatan dalam laporan surplus underwriting
dana tabarru’ diakui pada saat entitas pengelola menyalurkan
dana talangan sebesar jumlah yang disalurkan.
2) Penyisihan teknis (technical provision)
Penyisahan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan
sebagai beban dalam laporan surplus underwriting dana tabarru’. Penyisihan teknis diukur dengan: (a) penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak, yang dihitung
menggunakan metode yang berlaku dalam industri
perasuransian, (b) klaim yang masih dalam proses diukur
entitas pengelola. Jumlah estimasi tersebut harus memadai agar
mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai
dengan akhir periode pelaporan, setelah mengurangkan bagian
reasuransi dan klaim yang telah dibayarkan, (c) klaim yang
terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar jumlah estimasi
klaim yang diekspektasikan akan dibayarkan pada tanggal
neraca berdasarkan pengalaman masa lalu yang terkait dengan
klaim paling kini yang dilaporkan dan metode statistik.
3) Cadangan dana tabarru’
Cadangan dana tabarru’ digunakan untuk menutup defisit yang
mungkin akan terjadi di periode mendatang.
Cadangan dana tabarru’ diakui pada saat dibentuk sebesar
jumlah yang dianggap mencerminkan kehati-hatian agar
mencapai tujuan pembentukannya yang mana bersumber dari
surplus underwriting dana tabarru’. Pada akhir periode
pelaporan, jumlah yang diperlukan untuk mencapai saldo
cadangan dana tabarru’ diperlukan sebagai penyesuaian atas
surplus underwriting dana tabarru’.
d. Penyajian
Dalam penyajiannya, PSAK 108 mengatur:
1) Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang
didistribusikan kepeserta disajikan secara terpisah pada pos-pos
ke peserta dan bagian surplus yang didistribusikan ke entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos “bagian surpuls
underwriting dan dana tabarru’ yang didistribusikan ke pengelola” dalam laporan perubahan dana tabarru’.
2) Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada liabilitas
dalam laporan posisi keuangan.
3) Dana tabarru’ disajikan sebagai dana peserta yang terpisah dari
liabilitas dan ekuitas dalam laporan posisi keuangan.
4) Cadangan dana tabarru’ disajikan secara terpisah pada laporan
perubahan dana tabarru’.
e. Pengungkapan
Dalam pengungkapannya, PSAK 108 mengatur:
1) Entitas pengelola mengungkapkan terkait kontribusi, mencakup
tetapi tidak terbatas pada :
a) Kebijakan akuntansi : kontribusi yang diterima dan
perubahannya dan pembatalan polis asuransi dan
konsekuensinya.
b) Piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan
reasuransi.
c) Rincian kontribusi berdasarkan jenis asuransi.
d) Jumlah dana persentase komponen kontribusi untuk bagian
e) Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’.
f) Jumlah pinjaman (qardh) untuk menutup defisit
underwriting (jika ada).
2) Entitas pengelola mengungkapkan terkait dengan dana
investasi, mencakup tetapi tidak terbatas pada:
a) Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang
berasal dari peserta.
b) Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang
digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan dana
investasi.
3) Entitas pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis
mencakup tetapi tidak terbatas pada : Jenis penyisihan teknis
(saldo awal, jumlah yang ditambahkan, dan digunakan selama
periode berjalan, dan saldo akhir).
4) Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’, mencakup tetapi tidak terbatas pada :
a) Dasar yag digunakan dalam penentuan dan pengukuran
cadangan dana tabarru’.
b) Perubahan cadangan dana tabarru’ per jenis tujuan
pencadangannya (saldo awal, jumlah yang ditambahkan,
c) Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas. d) Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi
surplus underwriting.
5) Entitas pengelola mengungkapkan aset dan liabilitas terkait
dana tabarru’.
6. Pengertian Dana Peserta Dalam Asuransi Syariah
Dana peserta dalam asuransi syariah merupakan kumpulan
dana dari setiap premi yang dibayarkan oleh para peserta asuransi
syariah. Dana ini diperuntukan untuk dana tolong-menolong dan
juga diinvestasikan untuk pengembangan kumpulan dana peserta.
Dan dari bagian dana peserta tersebut juga akan digunakan untuk
membayar biaya pengelolaan kepada pihak asuransi. Secara umum
transaksi yang berkaitan dengan dana peserta terdiri dari saat
penerimaan premi dari peserta, bagi hasil kepada peserta, dan
pembayaran klaim kepada peserta. Abdul Ghoni (2007: 79-98)
Berdasarkan PSAK No. 108 dana peserta adalah semua
dana milik peserta secara individual dan kolektif berupa dana tabarru’ dan dana investasi. Dana peserta dalam asuransi syariah
terdiri dari rekening dana tabarru’ dan rekening tabungan peserta
untuk produk yang mengandung unsur saving serta hanya terdiri
dari rekening dana tabarru’ saja untuk produk yang mengandung
oleh pihak asuransi untuk diinvestasikan ke lembaga-lembaga
syariah, hasil investasi yang diperoleh tersebut akan dibagi sesuai
dengan skim bagi hasil (mudharabah) yang telah disepakati diawal
perjanjian, yaitu antara pihak asuransi dengan peserta. Dana
peserta adalah semua dana milik peserta secara individual dan
kolektif berupa dana tabarru’ dan dana investasi.
Bedasarkan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001, dana peserta
adalah kumpulan dana kontribusi dari para peserta yang
diperuntukkan sebagai dana tolong-menolong sesama peserta.
Kontribusi adalah istilah untuk premi yang dibayarkan oleh
peserta/nasabah ke perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola.
Kontribusi yang dibayarkan mencakup dana tabarru’ (dana sosial)
dan dana fee (ujrah) yang diberikan ke perusahaan untuk
mengelola dana dan risiko dari kumpulan dana nasbah. Dalam
produk asuransi jiw syariah dengan produk tabungan (saving),
selain dana tabarru’ dan dana fee (ujrah), dana kontribusi tersebut
juga dapat mencakup dana tabungan atau dana investasi. Dana tabarru’ merupakan komponen utama kontribusi yang dibayarkan nasabah, yang selanjutnya akan dikelola perusahaan sebagai dana
tolong-menolong antarsesama nasabah. Pembayarannya ke nasabah
yang tertimpa musibah diwakilkan oleh perusahaan. Dana peserta
reasuransi, fee (ujrah) untuk pengelola, dan penyisihan teknik. (Ai
Nur Bayinah et.al, 2017:94)
7. Akuntansi Dana Peserta
Ai Nur Bayinah et.al (2017: 98-108) dalam buku Akuntansi
Asuransi Syariah menjelaskan :
a. Transaksi Dana Peserta
Transaksi dana peserta adalah seluruh transaksi yang terkait
dengan dana kontribusi yang telah dibayarkan oleh peserta dan
dianggap sebagai transaksi dana peserta karena transaksi-transaki
yang dimaksud akan memengaruhi kumpulan dana peserta dalam
satu periode. Hal yang perlu diperhatikan kalau peserta secara
kolektif bukan peserta secara individu. Dalam transaksi normal,
berikut transaksi-transaki yang dikategorikan sebagai dana peserta,
yaitu; Kontribusi, tabarru’, investasi, fee (ujrah) yang dibayarkan,
kontribusi reasuransi, fee (ujrah) reasuransi yang diterima, surplus
reasuransi, klaim, klaim reasuransi, penyisihan teknik, hasil
investasi dan bagi hasil dana peserta, surplus (defisit) dana peserta,
cadangan ekuitas dana peserta (reserves), distribusi surplus
underwriting.
b. Transaksi Kontribusi
Berdasarkan PSAK 108 dan FAS No. 19, kontribusi adalah
jumlah bruto yang menjadi kewajiban peserta untuk mendapatkan
Kontribusi adalah premi dalam istilah asuransi konvensional.
Jumlah dana yang dibayarkan diperuntukkan bagi pengelolaan
risiko dan fee (ujrah) untuk pengelola (perusahaan) sebagai
kompensasi upaya pengelolaan risiko. Bagian pengelolaan risiko
atau disebut juga dana tabarru’ (dana sosial) digunakan untuk
pembayaran klaim, pembayaran biaya reasuransi, dan
pembentukan penyisihan. Sementara fee (ujrah) akan diakui
sebagai pendapatan oleh perusahaan untuk mendanai aktivitas
operasional perlakuan akuntansi untuk transaksi kontribusi diatur
dalam PSAK 108, FAS No. 19, dan Fatwa DSN No 21, 52, dan 53.
1) Pengakuan dan Pengukuran
Kontribusi secara sederhana dapat berupa dana tabarru’ dan
dana fee (ujrah). Berdasarkan PSAK 108 paragraf 14 disebutkan bahwa “kontribusi dari peserta diakui sebagai
bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta.” Paragraf ini
menjelaskan kalau kontribusi atau premi bukanlah pendapatan
atau milik pengelola seperti dalam asuransi konvensional, akan
tetapi kontribusi adalah milik peserta secara kolektif yang mana
salah satu bagian/komponen utamanya adalah dana tabarru’.
Akumulasi dana tabarru’ milik peserta secara kolektif tersebut
juga dapat bertambah dari hasil investasi dana tabarru’ yang
dari akumulasi cadangan surplus underwriting dana tabarru’ di
akhir periode.
2) Penyajian
Penerimaan kontribusi dana tabarru’ disajikan dalam Laporan
Surplus Defisit Underwriting, sementara dana tabarru’ dan
bagian kontribusi untuk fee (ujrah) masing-masing disajikan
dalam laporan surplus defisit underwriting dan laporan laba
rugi.
c. Transaksi Tabarru’
Dana tabarru’ merupakan dana yang menjadi bagian dari
kontribusi/premi untuk risiko. Dana tabarru’ adalah komponen
utama kontribusi yang mencerminkan karakteristik transaksi
asuransi syariah. Dana tabarru’ merupakan bagian dari dana sosial
yang dihibahkan oleh setiap peserta/nasabah untuk dana
tolong-menolong dalam aktivitas pembagian risiko (sharing of risk)
antarsesama peserta/nasabah. Akumulasi dana tabarru’ ini akan
dipergunakan sebagai sumber dana utama pembayaran klaim. “sederhanya, dana tabarru’ adalah kontribusi setelah dikurangi fee
(ujrah).
d. Transaksi Investasi
Investasi sebagai transaksi dana peserta adalah bagian dana
investasi (tabungan) dari dana kontribusi yang dibayarkan nasabah.
kepeserta ditambah dengan bagi hasil dari keuntungan investasi.
Berdasarkan PSAK 108 pargaraf 17 disebutkan bahwa bagian
pembayran dari peserta untuk investasi diakui sebagai; (a) dana
syirkah temporer, jika menggunakan akad mudharabah atau
mudhrabah musytarakah dana atau (b) kewajiban, jika
menggunakan akad wakalah. Pargaraf ini menjelaskan bahwa
bagian investasi dalam kontribusi dapat menggunakan salah satu
dari dua akad, yaitu akad bagi hasil seperti mudhrabah dan
mudharabah musytarakah, serta akad wakalah (perwakilan). Jikan
menggunakan akad bagi hasil, maka bagian investasi tersebut
diakui dalam transaksi dana peserta sebagaimana syikah temporer.
Dana syirkah temporer adalah bagian dari akumulasi dana peserta
di laporan posisi keuangan.
e. Transaksi Fee (Ujrah) Yang Dibayarkan
Fee (ujrah) yang dibayarkan dapat disebut juga sebagai beban fee (ujrah), yaitu bagian kontribusi yang akan dibayarkan ke pengelola dalam bentuk fee. Pembayaran ujrah ini akan menjadi
bebean ujrah bagi akun Dana Peserta dan akan mengurangi nilai
kontribusi. Dalam fatwa DSN disebutkan kalau fee (ujrah) yang dibayarkan adalah “biaya yang dibebankan dari dana peserta
sebagai fee pengelolaan digunakan untuk biaya operesional, komisi, dan lain sebaginya.”
Dalam PSAK 108 Paragraf 20 disebutkan kalau “bagian
kontribusi untuk fee (ujrah) diakui sebagai pendapatan (bagi
pengelola) dalam laporan laba rugi dan beban (bagi peserta) dalam
laporan surplus defisit underwriting.”
f. Transaksi Klaim
Klaim adalah nilai pertanggungan yang diberikan
kepeserta/nasabah atas kerugian yang dialaminya. Pembayaran
klaim dilakukan oleh pengelola berdasarkan klausul yang
disepakati dalam polis dan hasil penyelidikan yang dilakukan atas
kerugian tersebut. Klaim diakui sebagai beban sebesar jumlah yang
diputuskan untuk dibayarkan kepeserta/nasabah setelah proses
penyelidikan klaim selesai dilakukan.
g. Transaksi Hasil Investasi dan Bagi Hasil Dana Peserta