• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akhirnya Sang Kalawerdati ganti diserang oleh Madrim, Di- Di-pukul remuk mukanya pecah mengeluarkan darah merah

Dalam dokumen Serat Anglingdarma 1 (Halaman 26-46)

Matilah raja raksasa itu. Pengawalnya sebanyak empat puluh maju bersama hendak mengeroyok Sang Patih. Mereka me-ngepung Madrim dari segala jurusan hingga membuat Sang Patih terkejut. Berkatalah Madrim kepada empat puluh raksasa yang dengan gigih mengerubutinya,

22. "Jangan kalian hindari anak panahku ini," katanya seraya melepaskan anak panah ke arah raksasa raksasa itu. Semuanya mati tidak ada yang dapat meloloskan diri. Sementara itu tiba-lah waktu pagi dan Sang Patih kembali pulang ke dalam taman. Para peijurit telah bangun tetapi seorang pun tidak tahu bahwa Sang Patih habis berperang melawan raksasa. Matahari telah terbit sementara para mantri siap menghadap di depan tempat bersemayam raja.

23. Gajah, kenaikan Baginda, telah siap dilengkapi pelana semen-tara para peijurit mengira bahwa Sang raja berkehendak kem-bali pulang ke istana. Diceritakan Sang raja telah bangun dan terkenang kepada istrinya. Baginda memerintahkan untuk se-gera menyiapkan gajah kenaikannya. Patih pun sese-gera menja-lankan perintah untuk menyiapkannya.

24. Tanda berangkat dibunyikan dan barisan segera bergerak maju, sepanjang jalan kelihatan gembira meliputi semua punggawa dan para mantri. Baginda dengan gajah kenaikannya dikelilingi beberapa peijurit kelihatan sangat indah. Tak lama Sang raja bersama barisan pengawal tiba di negara. Selanjutnya para di-pati diperintahkan semuanya agar tidak tidur di dalam rumah mereka.

25. Mereka mendapat tugas beijaga di dalam istana. Hati-hatilah, kata Sang Patih, Nagapratala sangat sakti mampu menjelma berbagai macam binatang. Bila kau lihat binatang senuk, ban-teng, kijang, serta kancil, atau pun berupa ular bunuhlah itu. Pasti dia penjelmaan Sang Nagapratala yang sangat sakti serta mampu mewujutkan segala ciptanya. Semuanya menjawab siap melaksanakan perintah.

26. Tidak seorang pun punggawa yang pulang ke rumah sementara itu Baginda telah sampai di Balai tempat mengadakan pertemu-an. Beliau turun dari gajah kenaikannya. Diceritakan bahwa permaisuri raja yang bernama Dewi Setia tengah duduk di da-lam ruang dada-lam yang khusus untuk permaisuri raja.

Sang putri dikelilingi oleh banyak dayang-dayang. Ketuanya bernama Niken Inya Mandhala. Ia selalu duduk menghadap di dekat Sang Puteri. Berkatalah Sang Puteri,

27. Mamanda Inya kemanakah pergi Baginda raja? Niken Inya melaporkan bahwa Sri Baginda pergi bercengkerama ke luar kota, berburu rusa dan banteng di tengah-tengah hutan. Sang Puteri melanjutkan pertanyaannya mengapa ia tidak diperin-tahkan mengikuti Sang raja. Setelah Baginda meninggalkan istana, Sang Puteri merasa sangat rindu hatinya dan mengha-rapkan setelah Baginda kembali agar diperkenankan menyam-paikan sesuatu.

28. Saya menyadari sudah bahwa Baginda adalah suami saya. Men-dengar itu Inya Mandhala sangat gembira, ia menyembah me-nyampaikan berita tentang kedatangan Baginda yang baru saja turun dari gajah. Seyogyanya Sang Puteri menjemput Baginda di pintu gerbang masuk. Sang Puteri menerima saran permo-honan Niken Inya. Dalam pada itu Baginda telah tiba di depan pintu gerbang dielu-elukan oleh hamba sahaya yang memenuhi halaman di luar istana. Permaisuri siap menjemputnya di depan pintu.

29. Baginda berdiri termangu menyaksikan permaisurinya tiba-tiba menunduk dan mencium kaki Baginda. Dengan segera disam-butnya tangan Sang Puteri dibimbing perlahan-lahan menuju ke ruangan puteri. Baginda dan Sang Puteri berkenan duduk di atas permadani. Beijejal-jejal para dayang dayang para nyai dan para bibi menghadap di sekeliling Sri Baginda.

30. Apabila para puteri itu diibaratkan bintang-bintang, maka Si Puteri Gunung, adalah merupakan bulannya. Cahayanya ber-kilau-kilauan, dan duduk tak terpisah dengan Paduka Raja.

Hati Baginda sangat senang, permaisuri dicium berulang-ulang sambil mengatakan kata-kata yang manis. Tak lama kemudian Sang Puteri dibawanya menuju ke tempat peraduan. Dan bu-barlah semua dayang-dayang mundur dari pesebaan ke tempat masing-masing.

4. DURMA

1. Kita tinggalkan yang sedang memadu kasih. Kita ceritakan kembali peijalanan Nagagini yang dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya. Di penghadapan suaminya ia menangis, mem-buat lakinya bertanya-tanya. Mengapa sebabnya sang isteri tiba sambil menangis?

2. Kata Sang Suami, "Janganlah engkau menangis, katakan apa yang telah teijadi. Sang Nagagini menjawab, "Aku menuju ke Taman Bunga, ketika itu Baginda sedang minum air. Tiba-tiba sahabatku itu mengejar saya dan berkehendak untuk membunuhku.

3. Aku lari menghindari bahaya dengan melompat pagar bata. Namun Baginda melepaskan panahnya dan mengenai ekorku. Dalam pada itu semua peijuritnya bersorak meneriakkan kata-kata kegirangan dan mengira bahwa saya telah mati oleh pa-nahnya. Tidak rela adinda menerima perlakuan seperti itu, lagi pula ekorku terluka karenanya.

4. Cepat-cepat kakanda mengambil putusan peradilan terhadap peristiwa ini. Balaskan hukuman pati kepada Sang Raja Ang-lingdarma. Ia sungguh-sungguh kejam sampai hati berbuat jahat kepada orang yang baik. Dan apabila kakanda tidak ber-sedia membunuh kepada Baginda Raja.

5. Tak sampai hati membunuh Raja di Malawa itu, maka adinda mohon pamit kakanda, akan masuk ke dalam perapian saja. Aku malu terhadap para dewa karena hidupku tidak ada fa-edahnya. Sia-sia disengsarakan oleh orang yang tidak bersedia memberikan pertolongan.

6. Jika begitu halnya kakanda lebih berat cintanya kepada Ang-lingdarma. Apa gunanya mempunyai isteri? Sang Nagapratala mendengar jelas kata-kata isterinya. Ia tersentak dan terasa sa-kit di hati, mengingat selama ini isterinya belum pernah ber-buat tidak baik.

7. Telinganya serasa dipotong dengan pisau tajam. Ia menjadi beringas dan marah sehingga matanya tampak sangat merah seperti bola matahari. Satu di kiri satu di kanan sangat me-nakutkan. Tubuhnya seolah-olah membesar, ekornya bergetar sangat cepat.

8. Sisiknya sangat tajam bagaikan pisau cukur, bisa yang berada di lidah bagaikan mirah berwarna kuning tua. Kedua matanya seperti matahari. Lidahnya bagaikan petir berlalu, sedang gigi-giginya menyerupai bintang-bintang yang beredar; adapun be-sar ekornya sama dengan batang pohon tal.

9. Giginya tajam merata dan sangat kuatnya, bertaring seperti taring gajah. Bentuk wajahnya seperti belahan pedang sedang hidungnya berlubang bagaikan mulut gua sepasang. Dibukanya mulutnya dan keluarlah suara yang menakutkan. Tinggallah kau Nagagini, katanya keras-keras.

10. Keluarlah Nagapratala dari tempat tinggalnya, ia terapung di atas pantai sambil menjulurkan lidah ke kanan kiri dibarengi oleh desisan suara keras.Berputer sebentar di atas pasir kemu-dian keluar dan langsung pergi menuju ke arah negara Mala-wati.

11. Ia iupa sudah akan segala kasih sayangnya terhadap sahabat baiknya, ialah Sang Baginda. Kehendaknya Sang Baginda hendak dibunuhnya oleh karena telah berbuat jahat terhadap isterinya. Isteri Sang Nagagini yang cintanya tak terkatakan terhadap suaminya.

12. Peijalanan Sang Nagapratala sangat cepat, seperti kilat, seben-tar kemudian telah sampai di negara Malawati. Ia masuk ke da-lam kota dan terhenti sejenak di balai penghadap yang penuh 28

dengan orang-orang beijaga. Memang para peijurit telah men-jalankan perintah Patih Batik Madrim.

13. Para peijurit dan para nayaka semuanya beijaga-jaga, siap de-ngan peralatan perang. Demikian perintah Sang Patih, "Wahai para penggawa, kalian semua harus siap siaga dan berhati-hati. Jangan sampai ada seorang pun yang lalai. Ketahuilah olehmu bahwa Nagapratala itu sangat sakti."

14. Nagapratala tersenyum mendengar perintah Sang Patih Dalam hatinya berpikir, "Benar Sang Raja Anghngdarma telah buat jahat, tandanya semua penggawa dikerahkan untuk ber-jaga-jaga. Mereka kini siap siaga. Macam-macam ulahnya. 15. Jika ada keinginan Nagapratala hendak berbuat jahat terhadap

para penggawa raja, pastilah mereka dengan mudah dikalahkan dan mati semuanya. Tetapi Nagapratala tidak bermaksud membunuh-bunuh. Para perjurit tidak bersalah, jika mereka terbunuh ia akan dikutuk oleh para dewa.

16. Maka undurlah Nagapratala, kemudian ber"tiwikrama" berdiri ia di atas pohon Beringin kembar. Ia mampu mengelilingi ja-gad, kesaktiannya menyamai para dewa dan pendeta. Maka seorang pun tidak ada yang melihat ketika ia masuk ke dalam pura Sang Raja.

17. Berkat kesaktiannya yang luar biasa, ia tidak memerlukan ban-tuan berupa jalan ataupun diiringi oleh suara yang berisik. Tahu-tahu telah berada di balai bangunan indah tempat bersemayam Baginda. Ia telah dapat memastikan di mana Sang Raja berada ketika itu.

18. Tiba-tiba timbul rasa ragu-ragu di dalam hati Nagapratala. Ia teringat janji-janji dengan Baginda ketika sama-sama menuntut ilmu di hadapan guru yang sama. Teringat ketika sama-sama duduk, saling mengikat janji sebagai sahabat seperguruan yang lebih erat daripada s a h a b a t yang lain.

19. Tersebutlah Baginda sedang memadu kasih dan berada di dalam tempat peraduan bersama-sama dengan Dewi Setia. Ke-duanya duduk-duduk membicarakan sesuatu. Berdatanglah sembah Sang Puteri dengan lemah-lembut.

20. Paduka Sri Baginda, sesungguhnya rasa hati hamba selalu ce-mas. K arena sedatang Paduka dari cengkerama seolah'-olah ter-belenggu oleh rasa duka. Hamba takut kalau-kalau telah ber-buat khilaf. Melampaui batas-batas yang boleh dilakukan oleh seorang wanita.

21. Hamba berasal dari gunung, banyak yang hamba ketahui de-ngan baik sehingga membuat hati hamba selalu was-was jade-ngan- jangan-jangan hambamu telah berbuat salah. Mohon paduka sudi

memberi petunjuk bagaimana seharusnya hamba harus keija-kan, mengingat hamba dilahirkan di daerah pegunungan. 22. Baginda menjawab dengan panuh kasih sayang seraya memeluk

tubuh Sang Puteri, "Wahai jiwa kakanda sayang. Janganlah kau keliru menanggapi apa sebab aku tampak murung setelah kembali dari berburu. Sepulang saya dari cengkerama, saya ingin menuju ke Taman Bagenda.

23. Saya bermaksud mandi di dalam Taman, jika malam telah da-tang. Tiba-tiba para peijurit gaduh melihat sesuatu yang aneh. Seekor ular naga besar telah memadu kasih di dalam taman bunga. Besar naga itu bukan kepalang, membuat terheran-heran semua yang menyaksikan.

24. Yang jantan adalah jenis Ular Tampar, hanya satu ranting be-samya. Meskipun mendapat ejekan dan disoraki oleh para per-jurit, bahkan ada yang melempar dia supaya pergi, namun ke-duanya tak menghiraukan, enak memadu kasih. Perjuritku ketakutan. setelah aku melihat, ternyata Nagagini yang ber-buat.

25. Aku segera mengambil anak bunuh, kupentang busur kuarah-kan kepada si ular Tampar. Terputus lehernya dan mati. Na-mun ekor Nagagini terkena sementara ia berusaha lari. Ia

ter-jang saja apa yang ada di dekatnya tidak memperdulikan se-suatu dan tak mau mendengarkan seruanku agar kembali.." 26. Sang Puteri nyela kata, "Paduka telah keliru bertindak,

meng-halang-halangi orang yang tengah berpadu kasih." Dijawab oleh Sang Raja, "Memang benar kata-katamu itu sayang. Tetapi hendaknya kau ketahui, bahwa Si naga betina, tidak lain ada-lah Nagagini.

27. Isteri dari naga besar Nagapratala. Dia telah menjadi sahabat karibku, kuangkat menjadi saudaraku tua. Tidak lagi membe-dakan pangkat dan kedudukan, seperti saudara sendiri. Bagai-mana bila kuberdiam diri menyaksikan isterinya berbuat se-rong dengan ular kecil?

28. Dan jika aku tak berani menghukum kepada si ular Tampar, apa kata orang terhadap diriku? Belum terhadap ular besar, sedang terhadap ular kecil saja aku tidak berani bertindak. Apalagi terhadap ular lain yang berkehendak serong terhadap isteri sahabatku.

29. Itu berarti merendahkan martabat sahabatku. Begitulah pikir-anku. Maka kupanah Si Ular Tampar hingga mati. Namun aku kira Nagagini pasti berkata tidak sesungguhnya kepada laki-nya, apabila dia telah tiba di rumah. Ia akan mengadu kepada sang suami tentang kebaikannya.

30. Sungguh-sungguh sulit terjadi bila ia mengatakan telah ber-buat serong. Ia pasti memburuk-burukkan saya. Dan jika Ka-kak Naga bertindak gegabah tidak mengadakan pemeriksaan lebih dulu, tentu aku mati karenanya. Itulah sebabnya aku merasa pedih hati."

31. Sangatlah heran Sang Puteri di dalam hati setelah mendengar-kan cerita Baginda. Air matanya berlinang-linang, dan segera ia mencium kaki Sang Raja. Baginda sangat kasihan melihat permaisuri duduk di bawah sambil mengeluarkan bercucuran.

5. MIJIL

1. Segera dipegangnya tangan permaisuri, sambil berkata perla-han-lahan. Wahai intanku, janganlah kau cemas di hati. Per-cayalah kepada Dewa pengasih. Siapa pun tidak dapat meng-hindar, apabila saat kematiannya telah datang.

2. Sang Nagapratala mendengar semua percakapan Baginda, Ia tidak jadi bertindak. Tak habis dia berfikir, bagaimana jika ia terlanjur membunuh sahabatnya. Hukum apa yang ditimpa-kan jika gigitannya membuat orang mati.

3. Yang pasti ia kehilangan sahabat dan mendapatkan murka dari Dewa. Utang pati besar dosa yang dipikulkan kepada si pelaku. Sedang orang yang berbuat baik, bagaimana pun juga akan menemui kebajikan. Baiklah adinda Raja.

4. Telah nyata Nagagini berdusta terhadap diriku. Apa yang di-ceritakan semuanya bohong. Bercerita yang bukan-bukan agar supaya dirinya terlindung. Ah seandainya adinda Raja ter-bunuh, tak urung Nagagini pun saya beri hukuman mati. 5. Sementara itu Nagapratala telah pergi menuju ke luar ruangan

di mana Sang Raja beradu. Ia kembali berupa seekor ular naga dan bersuara keras mendesis-desis. Seluruh penghuni gedung menjadi ketakutan karena bunyi ular tersebut.

6. Mereka berfikir bahwa ajalnya telah sampai. Hiruk pikuk seisi istana memberitahukan tentang kedatangan Nagapratala. Ber-kata Nagapratala kepada adinda Raja dari halaman bagian belakang Taman Bunga.

7. Wahai adinda Raja, demikian seru Nagapratala. Harap adinda keluar sebentar barang sejenak saja. Suara berulang-ulang di-ucapkan oleh ular besar itu sehingga membuat Sang Raja ter-kejut. Tak salah itulah suara Nagapratala.

8. Baginda ingin segera keluar ruangan tetapi Sang Puteri meng-halangi maksudnya. Puteri itu sambil menangis berdatang sem-bah, "Aduh Paduka Raja akan pergi ke mana?" Maka dijawab oleh Baginda, "Aku ingin pergi ke luar gedung.

9. Kakak Nagapratala berada di luar gedung ini, dan berseru ke-padaku agar menemuinya." Sang Puteri menyambung perla-han, "Janganlah Paduka cepat-cepat menemui Si Naga. Hamba kawatir jikalau dia menggigit Paduka.

10. Dia tentu tak akan memeriksa benar tidaknya, sebab tidak sembarang orang memiliki nalar dan lebih dulu mengadakan pemeriksaan." Sang Raja menjawab, "Janganlah adinda berpi-. kir demikianberpi-. Oleh karena Nagapratala adalah sahabatku

sen-diri.

11. Ia benar-benar rindu terh'adap diriku, dan kerap kali datang langsung dari kayangan ke tempatku. Kalau toh aku harus me-nemui 'ajalku tidaklah aku takut menghadapinya. Karena aku tetap percaya kepada Dewa yang Agung.

12. Ketahuilah olehmu, bahwa kakakku sangat sakti tidak terham-bat segala kehendaknya. Ia bisa menjelma menjadi besar atau menjadi cair sekalipun. Bahkan andai kata aku bersembunyi di dalam gedung besi, tak urung pasti tertangkap olehnya, apa-bila ia sedang marah."

13. Sang Puteri menarik pucuk kain Baginda, seraya mengucur-kan air matanya. Sementara itu terdengar lagi Nagapratala ber-seru, "Wahai adinda Raja, harap adinda ke luar sebentar saja, aku sahabatmu datang berkunjung." Maka Sang Raja segera berlalu.

14. Tangan permaisuri dikesampingkan dan cepat menghindar pergi. Di luar gedung bertemu Baginda dengan sahabatnya. Ular naga itu merapatkan tubuhnya seolah-olah memangku Sang Raja. Tampak keduanya saling menyayangi, Nagaraja berkata,

15. "Bagaimana jadinya adinda jika kakanda benar-benar berbuat tidak baik terhadap adinda Raja. Terbukti sudah kelacuran Nagagini. Aku tidak dapat membalas budi baik adinda, yang telah menghapuskan noda paoa mukaku."

16. Menjawablah Maharaja Anglingdarma, "Kakak aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena adinda memberanikan diri mengurungkan niat kakanda. Kakanda tidak jadi melam-piaskan hati yang dikendalikan oleh amarah."

17. Sang Naga berkata lebih lanjut, "Janganlah adinda memikir-kan hal yang telah lalu. Benar-benar aku berterimakasih ke-pada adinda. Di dunia dan akhirat tidak ada lagi saudaraku selain adinda seorang. Hanya adinda Raja sahabatku sejati. 18. Tak salah semua orang menyembah kepada adinda. Bagus

rupanya lagipula muda belia, saktinya luar biasa tahu akan ke-benaran yang harus diagungkan, setia pada janji dan rela mem-berikan segalanya kepada sahabat. Aku tak bisa membalas. 19. Sepadan dengan pemberianmu kepadaku. Adalah kakanda

memiliki aji Suleman, yang besar sekali manfaatnya. Karena siapa yang memiliki aji tersebut akan mampu mengetahui bahasa satwa, di manapun satwa itu hidup. Sudah kehendak Dewa Agung kiranya.

20. Adinda Raja yang memiliki ilmu tersebut. Ketahuilah wahai Sang Raja, bahwa tidak seorang pun kecuali adinda boleh mendengar dan mengetahui. Marilah kita pergi sebentar ke tempat yang sunyi. Ke dalam hutan belantara, selain itu hen-dak kupesankan kepada adinda.

21.Jangan sekali-kali mengajarkan ilmu ini kepada isteri. Serta 34

kepada sanak keluarga yang lain, itulah pesanku sungguh-sungguh. Sebab jika adinda sampai mengajarkannya kepada orang lain. Akibatnya tidak baik, aku akan menemui ajalku." 22. Sang Baginda Anglingdarma menyanggupi segala pesan

Naga-pratala dan berjanji akan melaksanakannya. Ibaratnya seperti terikat erat di pucuk rambut, sebagai ajimat yang dikeramat-kan untuk selama-lamanya.

23. Berkatalah Sang Naga lebih lanjut, "Adinda Raja, apabila telah adinda setujui syarat-syaratnya dengan jelas. Marilah kita pergi ke dalam hutan yang sunyi. Adinda boleh naik di atas punggung kakanda."

24. Sang Raja tak menolak ajakan Sang Naga, segera tubuhnya mendekat dan dinaikkan ke atas punggung Sang Ular Besar. Nagapratala menuju ke luar istana. Cepat jalannya bagaikan bintang beralih.

25. Hanya sebentar mereka telah tiba di tengah hutan. Maka ber-katalah Sang Naga kepada Baginda, "Marilah adinda turun dari punggung, kita telah sampai di tengah hutan. Jauh dari Utara dan Selatan, tiada makhluk lain yang tahu.

26. Di sinilah tempat yang paling baik." Maka turunlah Sang Raja dari punggung Sang Ular kemudian duduk di hadapan-nya. Berkatalah Sang Naga pelan-pelan, "Wahai adinda terima-lah aji-aji saya bernama Aji Suleman yang sangat keramat. 27. Dekat-dekatlah duduk adinda dan pejamkanlah mata."

Bagin-da pun mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Sang Naga saling mendekat dan saling memejamkan mata mereka. Naga-pratala berkata perlahan-lahan sambil mencucurkan air mata, diperhatikan oleh Baginda dengan penuh perasaan.

6. ASMARANDANA

1. Maka diturunkanlah ilmu Suleman kepada Sang Raja Angling-darma. Sang Naga membisikkan rapal ke telinga Baginda. Ti-dak begitu lama berlangsung, Sang Raja telah menanggapi segala kata-kata keramat dalam hati, seolah-olah masuk ke dalam dada Sang Raja.

2. Perasaan di dada terasa lain dari sebelum menerima ilmu itu Raja Anglingdarma merasakan sesuatu yang lain dari biasa-nya, berkat aji Suleman yang telah diturunkan kepadanya. Pendengarannya terasa mampu menjangkau jauh. Maka berta-nyalah Nagapratala kepada Raja Anglingdarma,

3. Apakah telah adinda pahami segala tanda-tanda yang terasa lain di dalam hati adinda?" Yang ditanya memberikan jawab-an, "Kakanda berkat ajaran kakanda adinda telah menangkap segalanya. Perasaan hati adinda berbeda dengan sebelumnya. 4. Sangat berlainan dengan sebelum kudapat ilmu Suleman,

lang-sung ke dalam pendengaran." Sang Nagapratala sangat senang mengetahui Baginda telah terbuka hatinya dan betul-betul memahami hingga sedalam-dalamnya. Marilah adinda, katanya lebih lanjut, kita sama-sama pulang ke tempat tinggal kita masing-masing.

5. Baginda hanya memikirkan keadaan Sang Permaisuri yang menunggu kedatangannya di istana. Langkahnya dipercepat. Dalam hati Baginda berkata, "Apabila hari ini saya tidak tiba di istana, saya tak dapat mengira-ngirakan bagaimana akibat-nya.

sendiri. Ia berada di dalam istana dan mengira bahwa Nagapra-tala telah membunuh diriku. Di dalam hutan. Kupinta kepada Dewa Agung, semoga permaisuriku tidak membunuh dirinya sendiri dengan keris.

7. Semoga ada yang memberinya peringatan dan menghibur ha-tinya." Begitulah perasaan Baginda sambil menuju kembali ke istana. Maka diceritakan keadaan Sang Puteri yang diting-galkan, ialah permaisurinya anak Sang Pendeta di gunung. 8. Ketika itu Sang Dewi sedang bersemayam di kelilingi oleh dayang-dayang dan para isteri Sang Raja. Duduk paling depan ialah Inya Mandala. Tidak terkecuali para penghuni istana yang lain, semua babu dan inya-inya. Berkatalah Permaisuri kepada Inya Mandala.

9. "Ibu Mandala bagaimana gerangan kabar Paduka Sri Baginda? Hatiku sangat sedih karena hingga sekarang belum juga kemba-li. Apabila Sri Baginda tidak datang pada hari ini, pasti telah termakan oleh tipu daya Nagapratala dan dilarikan pergi ke dalam hutan belantara.

10. Dibunuh Baginda di dalam hutan itu oleh Si Nagapratala.

Dalam dokumen Serat Anglingdarma 1 (Halaman 26-46)

Dokumen terkait