• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serat Anglingdarma 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Serat Anglingdarma 1"

Copied!
474
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Serat

ANGLINGDARMA

1

Alih Bahasa SUJADI PRATOMO TIDAK DIPERJUALBELIKAN

Proyek Bahan Pustaka Lokal Konten Berbasis Etnis Nusantara Perpustakaan Nasional, 2011

(4)

D i t e r b i t k a n oleh Proyek P e n e r b i t a n B u k u Sastra

Indonesia d a n D a e r a h

(5)

KATA PENGANTAR

Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.

Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu penge-tahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang ter-simpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.

Pemeliharaan, pembinaan, dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya. Saling pengertian antardaerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antarsuku dan agama, akan dapat ter-cipta pula, bila sastra-sastra daerah yang termuat dalam karya-karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam bahasa In-donesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkan-dung dalam sastra-sastra daerah itu. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari dalamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra dunia.

Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas, kami sa-jikan pada kesempatan ini suatu karya sastra daerah Jawa, yang berasal dari Sasana Pustaka, Kraton Surakarta, dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyarakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas.

Jakarta, 1981

Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah

(6)
(7)
(8)

31. Mijil 171, 424 32. Durma 177, 432 33. Pangkur 182, 439 34. Dandanggula 185, 442 35. Durma 190, 449 36. Asmarandana 193, 454 37. Pangkur 197, 460 38. Kinanti 200, 463

(9)

KATA PENDAHULUAN

Cerita Prabu Anglingdarma sangat terkenal di kalangan rakyat Jawa Timur, khususnya di daerah Bojanegara dan sekitarnya. Selain mengandung banyak petunjuk dan pedoman bagi para calon pemimpin, para perjurit dan para wanita, jalan ceritanya sangat menarik dan tertulis dalam sastra daerah yang baik.

Dalam masyarakat daerah Jawa cerita Anglingdarma kerap kali digunakan untuk bahan lakon pertunjukan teater rakyat, mi-salnya kethoprak atau sandiwara, diambil sebagian yang dige-mari oleh masyarakat setempat.

Atas kerja sama yang baik dengan pihak Sasana Pustaka Sura-karta, maka Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen P dan K, kini menerbitkannya dalam bentuk buku, yang semula berupa naskah tulisan tangan berhuruf daerah Jawa menjadi buku berhuruf Latin serta terje-mahannya dalam bahasa Indonesia.

Semoga bermanfaat hendaknya.

(10)
(11)

1. ASMARANDANA

1. Dalam pupuh Asmarandana ditulis awal sebuah buku bernama Anglingdarma. Milik paduka Sri Baginda, yang bertahta ke sepuluh di negeri Surakarta. Beliau berkenan menghimpun buku-buku Babad dan bukuPetunjuk.

2. Semua tulisan tersimpan baik-baik dalam ruang Sana Pustaka. Waktu dimulainya penulisan ini jatuh pada hari Senin, tang-gal 10 bulan Dulka'idah, tahun Jimakir. Diberi catatan Sang-kala LUHUR TATA NGESTI NATA. (1859 Caka).

3. Meskipun cerita yang dipaparkan tentang ihwal Pulau Jawa ketika jaman Budha, tetapi telah dipilih Budha yang baik, yang patut dilestarikan. Riwayatnya berlangsung pada waktu seorang Raja bernama Anglingdarma bertahta di Malawa. 4. Tidak ada negara lain yang kewibawaannya seimbang selama

Baginda bertahta. Raja-raja di tiga benua takut bermusuhan, tidak satu pun yang berani. Kehendak Baginda direstui oleh para Dewa. Maka benar-benar Anglingdarma termashur dan disebut sebagai Ratu Bathara.

5. Adapun nama negara Sang Baginda ialah Malapati. Letaknya melingkupi daerah bukit dan pantai. Membelakangi pegunung-an dpegunung-an menghadap ke muara sungai. Segala ypegunung-ang ditpegunung-anam di sana tumbuh subur, sehingga rakyatnya hidup dengan rasa tenteram.

6. Diceritakan, bahwa penduduk negara Malapati sangat banyak, petugas negaranya beijumlah lebih dari 800 orang. Terdiri dari punggawa yang pandai berulah perang. Mereka tersebar di dae-rah-daerah. Para manggala serta para pemimpinnya mempunyai pengalaman dalam memperluas daerah taklukan.

(12)

7. Adapun nama julukan Sri Baginda ialah Maharaja Anglingdar-ma, berwajah bagus tiada bercela dan memiliki kesaktian yang luar biasa, Beliau memegang tampuk kekuasaan penuh wibawa, mendapat restu dari kedua ayah-bunda serta neneknda yang telah melakukan darma sebagai pertapa.

8. Baginda berasal dari keturunan ahli tapa yang berdarah bangsa-wan. Yang berbuat baik menolong sesama Diceritakan bahwa wajah Sang Baginda Anglingdarma sangat tampan lagi rupa-wan, seperti wajah Bathara Marmata.

9. Baginda mengangkat seorang Patih bernama Batik Madrim, seorang keluarga dekat darah bangsawan. Kesaktiannya pun luar biasa. Mahir dalam berulah perang, oleh karenanya Sang Baginda mampu memiliki angkatan yang terdiri dari sesama raja.

10. Semuanya karena jasa dan hasil peijuangan Patih Batik Ma-drim. Yang memperoleh tambahan daerah jajahan dengan jalan perang. Semua raja-raja takluk kepada Sang Baginda. Mereka menyerahkan puteri-puterinya sebagai isteri yang dipertuan. 11. Jumlah puteri-puteri itu mencapai delapan ratus orang.

Se-muanya dipersembahkan kepada Sang Baginda, berwajah cantik lagi muda-muda usianya. Sang Patih menerima pula ha-diah seorang puteri keluarga dekat Sang Baginda yang cantik rupanya.

12. Ia bernama Dewi Ranggawati. Ada adiknya seorang berwajah tampan laki-laki bernama Arya Wijanarka. Oleh Baginda dia di-tangkap menjadi penggawa kerajaan dan kepadanya diberi ta-nah seluas dua ribu bahu.

13. Diceritakan bahwa Patih Batik dan Sang Baginda sama-sama berguru pada seorang pertapa yang sama. Oleh karenanya ke-duanya memiliki kesaktian yang luar biasa. Wajah Sang Patih mirip dengan wajah Sang Baginda. Muda perwira dan tampan. Sayang ia bersuara parau dan kurang jelas didengar orang. 10

(13)

14. Guru yang mendidik Sang Baginda bertempat tinggal di Rasa-mala. Sebuah daerah pegunungan termashur. Dahulunya beliau juga seorang raja yang setelah berusia lanjut bertapa dan ber-gelar Begawan Maniksutraku. Kesaktiannya tidak ada ubahnya dengan dewa.

15. Sang Pendeta mempunyai seorang puteri rupawan bernama Ambarawatya. Ia biasa disebut Dewi Setya. Tiada terkira ke-cantikannya, sampai-sampai sesama perempuan pun termangu apabila memandang kecantikan Sang Puteri.

16. Kerling matanya tajam dan sangat memikat hati menjadi buah percakapan orang. Apabila kecantikannya digambarkan dengan kata-kata, maka orang akan kesulitan menperoleh kata-kata yang tepat. Ibarat kecantikan Dewi Ratih di Kahyangan tak mampu mengimbangi kecantikan Sang Puteri.

17. Seandainya orang berkeliling seribu negeri untuk mencari wa-nita yang secantik dia pasti nihil. Ia paling cantik di seluruh Tanah Jawa meskipun kelahiran dari gunung. Tiada yang patut untuk dibuat perbandingan, benar-benar ratu wanita.

18. Diceritakan bahwa Puteri yang berparas bidadari itu telah beberapa lamanya diperisteri oleh Sang Baginda Anglingdarma di negeri Malawa. Ia diboyong masuk ke dalam istana dan di-jadikan Ibu Suri, yang menguasai seisi istana.

19. Semua puteri yang dijadikan isteri Sang Baginda diperintah oleh puteri yang berasal dari pertapaan di gunung. Namun demikian selama ia menjadi isteri raja belum pernah tidur ber-sama dengan Sri Baginda.

20. Diceritakan bahwa Sang Puteri memiliki tabiat yang sulit di-tebak. Karena selama menjadi permaisuri Baginda belum per-nah duduk bercakap-cakap seperti biasa. Bahkan ia melarang semua isteri dan simpanan wanita mendekati Sang Raja.

21. Yang diperkenankan menghadap Sang Raja hanyalah wanita-wanita pengasuh yang telah berusia tua, yang telah melampaui

(14)

masa haid. Sudah tiga bulan lamanya peristiwa itu berlangsung hingga menyebabkan Sang Raja sangat berduka. Pagi hari Ba-ginda duduk di balai penghadapan.

22. Baginda tidak mengenakan pakaian kebesaran dan tidak pula berhias, akibat duka yang sangat mendalam. Tampak wajah-nya hijau memendam rasa, akibat kurang santap dan beradu. Namun Sang Raja kelihatan semakin bagus bagaikan Bathara Marmata.

23. Cahayanya seperti menyala, ibarat Dewa Asmara yang turun ke bumi. Demikianlah para penggawa segera menghadap Sang Raja, para manggala yang bertanggungjawab akan segala baha-ya. Penuh semua penggawa duduk menunggu perintah di balai penghadapan.

24. Tidak kecuali semua mantri, para demang, rangga dan ngabei, berderet duduk di antara para keluarga dekat Baginda. Paling depan duduk Arya Wijanarka di samping Raden Dayaningrat. Keluarga Raja duduk berjajar dengan sesama keluarga.

25. Raden Tumenggung Amongpraja duduk berdampingan dengan Demang Ngurawan dan Adipati Mataun. Lengkap sudah semua penggawa Kerajaan di Malawa, baik yang berpangkat tinggi maupun yang rendah. Tak terhitung banyaknya mantri yang ikut menghadap di Balairung penuh sesak seperti kuncup daun-daunan.

26. Patih Batik Madrim maju ke penghadapan Baginda mohon ki-ranya dapat memajukan sesuatu kepada Baginda. Baginda mengisaratkan agar Patih lebih dekat lagi menghadapnya. Se-sudah Patih menyembah dan duduk lebih dekat maka Baginda pun bersabda,

27. "Ketahuilah wahai Patih mengapa kau kuperintahkan meng-hadap sekarang. Hatiku sangat gundah akibat cobaan yang saya terima. Bagimana sebaiknya untuk mengatasi rasa hati yang ti-dak keruan. Sesungguhnya saya seorang Raja Agung yang me-miliki kekurangan yang jarang teijadi.

(15)

28. Yang telah dikenal oleh banyak orang di Pulau Jawa, bahwa saya Raja yang berwibawa seperti bathara. Namun ada kurang-nya ialah ditampik cintakurang-nya oleh wanita. Celaka sungguh nasib saya karena selama saya mempunyai permaisuri belum pernah tidur bersama dia.

29. Kehendak hati ingin marah dan mengajar yang benar, tetapi hatiku tak sampai, mengingat dia sangat saya sayang. Ia anak Sang Pendeta dan masih keluarga dekat saya, ialah puteri Be-gawan Maniksutra sendiri." Sang Patih berdatang sembah. Seyogyanya Paduka suka bersabar.

30. Karena telah sama-sama kita ketahui, bahwa wanita mempu-nyai tabiat angkuh. Kita harus pandai melayani kehendaknya sampai terkena hatinya. Pasti dia akan menuruti kehendak Baginda. Apabila Baginda sampai hati memurkai permaisuri sendiri, maka tidak patut tindakan itu bagi seorang Raja." 31. Mendengar kata-kata Sang Patih terhiburlah hati Sang Baginda.

Selanjutnya berkatalah Sang Raja kepada Patih, "Kehendakku Patih, ingin bercengkerama ke Taman Bagenda. Untuk itu siap-kan gajah kendaraanku dan aturlah pengawal secukupnya." Sang Patih menjawab "siap" melaksanakan perintah.

32. Gajah telah siaga, dengan alas beludru merah di atas punggung-nya, bertepi kain suter kuning dengan umbai-umbai manis di ekornya. Pada leher gajah itu tergantung untaian kalung berhias emas berseling intan berlian, sinar intan itu sangat ce-merlang.

33. Indah dan bagus tampaknya gajah kendaraan Baginda berbela-lai yang terbalut oleh sutra berwarna merah dan hijau. Bagai-kan pelangi pagi jika ia berdiri, melengkung tampak seperti bianglala, malang bagaikan sinar senja dan bila melenggang kelihatan seperti celeret tahun.

34. Naik sudah Sang Baginda di atas gajah kerajaan. Raja Angling-darma tampak seperti bukan manusia biasa, tetapi mirib de-ngan dewa di suralaya yang bernama Bathara Cakra. Yang

(16)

turun ke bumi untuk memerangj kejahatan yang dilakukan oleh Raja Raksasa bernama Kawaca, seorang raja raksasa di negeri Manikmantaka.

35. Semua bala tentara bertolak dari pusat negara dengan serentak beijalan beriringan. Rapi dan bagus kelihatannya. Bermacam-macam barisan melengkapi upacara. Barisan yang membawa senjata berseragam merah tua. Bergerak-gerak dalam barisan seperti bunga-bunga di dalam taman.

36. Barisan yang membawa senapan disebut Sarageni dan barisan yang membawa panah disebut Nyutra. Masing-masing menda-pat temmenda-pat khusus dalam barisan. Ada yang membawa pedang terhunus serta bertutup kulit berwarna hitam. Ada yang ber-tugas membawa bendera dan umbul-umbul, berkibaran tertiup oleh angin tampak meriah.

37. Sebagai penunjuk jalan bertindak Demang Ngurawan lebih dulu membawa beberapa orang peijurit untuk menyiapkan gerogol, tempat berburu; menggiring binatang liar seperti ban-teng, kerbau, kijang, kancil dan menjangan. Tidak lama ke-mudian Baginda beserta rombongan pun tiba di tempat ber-buru.

38. Segera setelah Raja melihat banteng dan menjangan (rusa), minta untuk disiapkan kuda wilisan. Dengan menyandang panah di tangan Baginda mulai berburu. Banyak rusa yang ter-kena oleh anak-panah Sang Raja.

39. Para mantri pun diperintah untuk naik kuda masing-masing, untuk melawan kerbau dan banteng. Para panglima dan mantri menyambut perintah dengan gembira. Sementara ada yang me-nyerbu binatang liar itu dan menusuknya dengan tombak. 40. Tak terhitung jumlah binatang yang tewas, kerbau dan rusa

terkena oleh tombak. Malah-malah tangkai tombak Ki Arya Wijanarka patah akibat serangan keras seekor babi hutan, De-ngan taDe-ngan kosong dipukulnya hancur kepada binatang itu.

(17)

41. Sangat senang Baginda menyaksikan keterampilan para pung-gawa. Mereka berani-berani dan mahir menggunakan senjata. Begitu juga peijurit yang menyaksikan tampak gembira, mere-ka bersorak-sorak gemuruh tanda kegirangan.

(18)

2. SINOM

1. Ki Patih Batik Madrim menghadap ke pada Sri Nata, mohon agar Baginda segera berkenan pulang. Sembahnya dengan khid-mat, "Marilah kita kembali ke istana. Hambamu kawatir kalau-kalau Paduka mendapat marabahaya di hutan. Sembah hamba mohon diperhatikan, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan."

2. Maka kembalilah Baginda pulang ke istana. Semua peijurit dan para pengawal diperintah menuju langsung ke Taman Bagenda. Paling depan berbaris bagian pengawal raja, yang selama per-jalanan membunyikan tanda kebesaran. Bumi terasa terbelah oleh riuhnya derap kaki barisan pengiring, berbaur dengan ringkik kuda-kuda serta gajah.

3. Adapun barisan bersenjata dipimpin oleh Raden Handayaning-rat. Mereka mengenakan pakaian seragam yang indah. Jumlah-nya sebaJumlah-nyak dua ribu orang, terdiri dari peijurit-peijurit pilihan. Mereka berasal dari keturunan para ahli senjata, ber-badan tegap dan berwajah tampan.

4. Tiap-tiap peijurit membawa tombak pendek dan perisai, serta perlengkapan yang lain. Bendera Merah dan Putih berkibar di barisan depan, dibawa oleh Sarageni. Di belakang barisan bersenjata berbaris para punggawa, kemudian di belakangnya menyusul barisan para mantri yang mengapit gajah Sri Baginda di kanan dan kiri.

5. Semua peralatan upacara Baginda dibawa oleh punggawa Gan-dek Muda. Banyak sekali perlengkapan upacara itu tampak seperti gunung bunga. Juga senjata milik Sri Nata tampak di dalam barisan. Berkilau-kilau pakaian para peijurit terkena

(19)

oleh sinar matahari, gemerlapan bagaikan kilat. Sementara itu dari kejauhan tampak sudah gerbang masuk ke dalam kota. Semuanya berjalan dengan bagus dan lancar, begitulah iring-iringan tiba di luar pintu masuk. Sekonyong-konyong barisan terhenti, mereka tidak berani meneruskan perjalanan, masuk ke dalam Taman Bagenda. Di dalam gerbang terdapat seekor ular besar tengah bersanggama dengan ular tampar. Barisan ter-henti menunggu keputusan dari raja.

Sambil marah Baginda menanyakan sebab mengapa para peng-awal tidak langsung masuk tetapi terhenti di depan pintu gerbang. Arya Manunjaya mendapat perintah untuk mengada-kan pemeriksaan ke barisan depan. Dengan khidmat Mangun-jaya menyembah kemudian mengadakan pemeriksaan.

Tak lama kemudian ia kembali memberikan laporan, "Baginda, hamba telah mengadakan pemeriksaan seperlunya, sembahnya sambil duduk bersila. Ada seekor ular naga besar yang tengah bersanggama dengan seekor ular kecil di dalam Taman. Setelah mendengar laporan Baginda cepat-cepat turun serta memerin-tahkan agar para pengawal menyingkir ke samping.

Saya ingin menyaksikan sendiri, kata Baginda, bagaimana mungkin seekor ular besar bersenggama dengan seekor ular kecil. Para pengawal pun bergeser ke ke samping memberikan jalan kepada Sang Raja. Setelah tiba di tempat kejadian maka tahulah Baginda bahwa ular naga yang sedang makrida tidak lain adalah Nagagini, betina Nagapratala, naga sahabat tua Sang Raja sendiri.

Nagapratala adalah sahabat baik dan sangat erat dengan Sri Na-ta; ia telah menjadi saudara seperguruan tidak beda dengan saudara sekandung. Melihat kejadian itu sangat marahlah hati-nya. Wahai Nagagini, kata di hati Sri Nata, bukan sepatutnya kau berbuat serong dengan jenis ular tampar yang kecil.

Seandainya kau memang berhendak serong, sepatutnya kau memilih sama-sama ular naga. Jadi tidak menyakitkan hati. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

(20)

Sedang si ular kecil pun tidak tahu diri merasa bahwa sama-sama dirinya besar. Baiklah kalian pasti celaka. Baginda me-ngambil busur dengan anak-panahnya. Dipentangnya dan ter-lepaslah anak-panah dari busur.

12. Kenalah ular tampar itu, tepat mengenai lehernya dan putus kepalanya. Sedang Sang Nagagini terkena pucuk ekornya. Ia terperanjat dan melihat ke arah datangnya panah. Tahulah ia bahwa Raja Anglingdarma yang telah berbuat melepaskan anak panah kepadanya. Cepat-cepat ia lari menembus barisan. 13. Ia merasa malu bukan kepalang. Di dalam hati mengutuk

Ba-ginda, mengapa sampai hati membunuh makhluk yang tengah berpadu kasih. Perlakuan itu tak dapat ia terima dengan rela. Ia akan mengadukannya kepada jantannya Sang Nagapratala dan minta agar pelakunya dihukum pati. Melihat kelakuan Nagagini Baginda Anglingdarma heran.

14. Mengapa Sang Naga lari tunggang-langgang ketakutan. Maka berteriaklah Sang Baginda, minta agar Sang Nagagini mau kem-ali dan diobati luka pada ekor yang terkena panah. Namun Sang Nagagini tidak mau berpaling kembali dan menjawab panggilan Baginda. Ia lari terus melompati pagar bata.

15. Melihat semuanya itu Baginda berpikir di dalam hati. Pasti akibatnya akan membuat diriku dalam bahaya. Sekiranya Na-gagini tiba di tempat tinggalnya, ia pasti mengadu kepada jan-tannya dengan dalih yang tidak benar. Apa yang diceritakan tidak sesuai. Nagapratala bagaimana ia bisa tahu yang sesung-guhnya teijadi. Namun begitulah peristiwanya.

16. Bagina melanjutkan perjalanan dengan perasaan sedih. Kemu-dian melihat-lihat tanaman bunga-bunga yang tumbuh indah di dalam taman sari. Selanjutnya Baginda berkenan mandi di kolam taman. Semua pengawal menjaga dengan ketat di sekitar taman.

17. Hanya para keluarga dekat dan Patih Raja yang diperkenankan turut serta masuk ke dalam taman. Melihat berbagai bunga-bu-18

(21)

nga Baginda sangat senang. Dipetiknya sekuntum untuk sun-ting telinga. Kemudian beliau melihat wajah beliau di permu-kaan air. Aku Raja muda lagi tampan, katanya dalam hati, ti-dak sepatutnya ditolak oleh seorang perempuan.

18. Jika demikian halnya aku lebih baik mati, begitu cipta di dalam hati Baginda. Maka dihiburnya hati yang gundah dengan bercengkerama melihat bunga-bunga indah, seperti: Argula, Nagasari, Tanjung, Sumarsana dan Bunga Tutur. Angin bertiup melanda bunga hingga beijatuhan, menyebarkan bau harum. Ada yang jatuh ke air tampak seperti buih yang terapung. 19. Berbagai macam bunga terdapat di sana. Bunga Jelamprang,

Jati Kemuning, Pudak, Kenanga, Noja, Menur, Mandakaki, Andul, Gambir dan Melati. Juga terdapat bunga Srigading, Pa-car-air, Seruni. Tanjung serta Pacar, di samping Walikadep dan Nagasari. Banyak sekali jika disebut satu persatu.

(22)

3. DANDANGGULA

1. Kumbang-kumbang banyak berdatangan, terbang dan hinggap di atas bunga-bunga. Suaranya terdengar dari jauh. Bermaksud menghisap madu di dalam bunga. Ada yang hinggap pada daun bunga berair. Terpeleset si kumbang jatuh, segera ia terbang di udara. Tersenyum Baginda melihat ulah Si Kumbang. Ber-pikir di dalam hati, keadaan Baginda seperti keadaan si Kum-bang itu.

2. Berterbangan di atas dengan bunyi yang ramai kemudian hing-gap pada dahan batang Nagasari, seakan-akan binatang itu me-ngetahui keresahan hati Sang Baginda yang sedang dirundung asmara. Demikian pikir burung-burung di bagian lain taman bunga. Burung Ketangga berbunyi keras, seolah-olah memberi-tahukan kepada burung yang lain siapa yang sedang berada di bawah sana.

3. Janganlah kalian berani terbang di atas tempat Raja Angling-darma berada, kalian akan menemui bahaya besar. Dan semua burung pun terbang meninggalkan pohon Nagasari. Mereka ta-kut kepada Sang Baginda. Tinggal sepasang burung Kutilang masih hinggap di atas cabang Nagasari, tengah saling bercum-bu.

4. Sri Baginda melihat Kutilang tersebut dengan perasaan marah. Dalam hatinya berkata mengapa burung itu berani berada di atas saya, sedang yang lain takut semuanya? Sekarang kalian pasti mati. Cepat-cepat Baginda mengambil panah dan dilepas-kan ke arah burung.

5. Dada Kutilang betina tadi terkena oleh anak panah dan mati-lah ia seketika. Yang jantan terbang menjauh. Maka

(23)

terdengar-lah oleh Sang Baginda suara seperti berikut, "Sungguh kejam kau Baginda, membunuh orang sedang bercumbu. Kini istriku mati karena panahmu. Kelak kau akan mendapat balasan se-perti saya ialah ditinggal mati oleh permaisurimu."

6. Itu terjadi di kala Baginda sedang memadu kasih. Maka suara itupun tidak terdengar lagi, sebab bukan suara dari burung biasa. Sesungguhnya burung Kutilang itupun jelmaan Sang Hyang Guru dengan Dewi Uma. Yang membuat jebakan ter-hadap Sang Baginda. Maka semangkin rusuhlah hati Baginda, karena banyak rintangan yang dihadapi selama bercengkerama. Bersabdalah Sri Baginda,

7. "Kakakku Patih Madrim, aku tidak berkehendak pulang. Ingin tidur dan menginap saja di dalam taman." Perintah Baginda dilaksanakan tanpa ragu-ragu oleh Sang Patih. Matahari pun tenggelam diganti oleh terbitnya bulan. Sang Patih minta diri dari penghadapan Baginda, kemudian ia memperingatkan ke-pada para prajurit agar semuanya beijaga lebih ketat.

8. Mereka diperintahkan selalu waspada dan jangan sampai lupa membawa senjata. Kata Sang Patih, "Kalian ketahui bahwa Baginda telah menghalang-halangi maksud Sang Nagagini ke-tika asyik bercumbu dengan ular Tampar. Diduga Sang Ular pasti sakit hatinya, oleh karena kekasihnya telah dibunuh dengan panah oleh Sri Baginda.

9. Pasti dia akan mengadu kepada jantannya dan jantannya akan mempercayai apa yang dikatakan betinanya, karena bila tidak tahu asal mulanya. Akibatnya si jantan pasti marah kepada Sang Baginda. Itulah sebabnya mengapa para punggawa harus siap siaga menghadapi bahaya, mengingat Nagapratala sangat sakti, mampu mengubah dirinya menjadi binatang besar atau kecil. Kesaktiannya sungguh luar biasa."

10. Semua mantri beijanji akan tetap siaga, demikian juga segala peijurit bawahan. Kita tinggalkan sebentar cerita Sang Bagin-da. Tersebutlah Raja Raksasa yang lain, yang terkenal pula kesaktiannya. Kedatonnya bernama Negeri Baka. Sang Raja Raksasa tersebut bernama Maharaja Kalawerdati.

(24)

11. Ia adalah keturunan dari Maharaja Kalasrenggi, yang mati terbunuh oleh Sang Dananjaya. Diceritakan bahwa Kalawerda-ti bermaksud hendak membalas hukum terhadap anak ketu-runan Dananjaya. Ia bertiwikrama mengubah dirinya menjadi seorang puteri yang cantik jelita. Lengkap dengan pengawalnya sebanyak empat puluh orang. Bertolaklah mereka ke negeri Malawa. Didapatinya bahwa Baginda sedang bercengkerama. Hal yang diharapkan.

12. Raja raksasa telah tahu di mana Baginda berada dan iapun me-nuju ke taman untuk membunuh Baginda secara diam-diam. Dipilihnya waktu tengah malam, Batik Madrim, Patih Seri Ba-ginda Anglingdarma merasa gelisah di dalam hati. Bertanya ia kepada diri sendiri mengapa sepanjang sore hari hatinya merasa tidak enak dan rusuh. Ia turun ke halaman taman.

13. Dilihatnya semua penjaga tidur nyenyak, seolah-olah terkena oleh mentera yang sangat mujarab. Berkata Sang Patih per-lahan-lahan, apakah sebab-musababnya sampai-sampai semua penjaga tertidur? Apakah si Nagapratala yang telah mengucap-kan menteranya untuk menidurmengucap-kan semua penjaga? Dengan demikian ia dapat menghabisi nyawa Baginda secara diam-diam. Awas-awaslah kau akan celaka jika ku temui dirimu. 14. Di mana gerangan engkau bersembunyi. Aku sama sekali tidak

takut terhadap ular naga. Sambil berkata demikian Sang Patih meningkatkan kewaspadaannya. Diambilnya panahnya tanpa ada perjuritnya yang terbangun langsung menuju ke luar ta-man. Ia merasa bimbang di hati. Maka tibalah kemudian di tempat itu Prabu Kalawerdati yang mengubah dirinya sebagai seorang wanita cantik.

15. Berpapasanlah Raja Raksasa itu dengan Sang Patih. Batik Madrim segera menegurnya perlahan-lahan. Apa maksud pe-rempuan itu malam-malam datang ke sana. Yang ditanya men-jawab bahwa ia berasal dari gunung. Maksud kedatangannya

ke kota untuk dapat diterima oleh Sang Baginda sebagai calon isteri. Ia ceritakan bahwa berita yang tersebar di gunung dari

(25)

mulut ke mulut, bahwa Raja Anglingdarma tidak lain adalah keturunan Aijuna.

16. Patih Madrim menjawab dengan kata manis, "Benar akulah Raja Anglingdarma yang kau cari. Sungguh anak keturunan Aijuna. Jika kau sungguh-sungguh berkeinginan menjadi istri-ku maka menyembahlah dikau dan ciumlah kakiistri-ku." Men-dengar itu wanita gadungan tertawa terbahak-bahak. Kembali rupanya menjadi seorang raksasa besar beserta balanya sejum-lah empat puluh.

17. Raja Kalawerdati telah kembali menjadi berupa raksasa kuat dan tegap, rambut lebat tumbuh melingkar di mukanya dan dadanya penuh berbulu. Matanya besar seperti matahari terbit, bertaring putih tajam ke luar dari bibir. Kelihatannya seperti senjata yang tajam. Ia berkata seperti meraung, "Untunglah aku Anglingdarma, dapat bertemu kau satu lawan satu. Itulah yang saya harapkan selama ini.

18. Kedatanganku kemari perlu menagih utangmu kepadaku. Dulu kau berhutang pati karena nenek moyangmu telah membunuh moyangku. Namanya Kalasrenggi dan moyangku telah dibu-nuh oleh Dananjaya yang menjadi leluhurmu. Kini aku mena-gih kepadamu dan serahkan segera mati hidupmu. Sang Patih sangat terkejut, jawabnya,

19. "Wahai kau raksasa tunjukkan semua kesaktianmu untuk me-lawan saya seorang diri. Segala senjatamu hunjamkanlah ke da-lam diriku." Maka raja raksasa itupun beringas. Dan dengan geramnya menerkam meraung sambil menggigit. Ia berusaha mematahkan leher Batik Madrim.

20. Sambil tertawa Madrim berkata, "Anjing kau lepaskan leherku. Geii rasanya dan aku tak tahan oleh air liurmu yang mengahr ke mana-mana. Kau ambil saja senjata kerismu tusukkan ke tu-buhku. Gigi taringmu tak mampu melukai diriku. Mendengar itu Kalawerdati menjadi semakin beringas. Segera ia mencabut senjata dan menyerang Batik Madrim bertubi-tubi. Namun Sang Patih tidak luka sedikit pun.

(26)

21. Akhirnya Sang Kalawerdati ganti diserang oleh Madrim, Di-pukul remuk mukanya pecah mengeluarkan darah merah. Matilah raja raksasa itu. Pengawalnya sebanyak empat puluh maju bersama hendak mengeroyok Sang Patih. Mereka me-ngepung Madrim dari segala jurusan hingga membuat Sang Patih terkejut. Berkatalah Madrim kepada empat puluh raksasa yang dengan gigih mengerubutinya,

22. "Jangan kalian hindari anak panahku ini," katanya seraya melepaskan anak panah ke arah raksasa raksasa itu. Semuanya mati tidak ada yang dapat meloloskan diri. Sementara itu tiba-lah waktu pagi dan Sang Patih kembali pulang ke dalam taman. Para peijurit telah bangun tetapi seorang pun tidak tahu bahwa Sang Patih habis berperang melawan raksasa. Matahari telah terbit sementara para mantri siap menghadap di depan tempat bersemayam raja.

23. Gajah, kenaikan Baginda, telah siap dilengkapi pelana semen-tara para peijurit mengira bahwa Sang raja berkehendak kem-bali pulang ke istana. Diceritakan Sang raja telah bangun dan terkenang kepada istrinya. Baginda memerintahkan untuk se-gera menyiapkan gajah kenaikannya. Patih pun sese-gera menja-lankan perintah untuk menyiapkannya.

24. Tanda berangkat dibunyikan dan barisan segera bergerak maju, sepanjang jalan kelihatan gembira meliputi semua punggawa dan para mantri. Baginda dengan gajah kenaikannya dikelilingi beberapa peijurit kelihatan sangat indah. Tak lama Sang raja bersama barisan pengawal tiba di negara. Selanjutnya para di-pati diperintahkan semuanya agar tidak tidur di dalam rumah mereka.

25. Mereka mendapat tugas beijaga di dalam istana. Hati-hatilah, kata Sang Patih, Nagapratala sangat sakti mampu menjelma berbagai macam binatang. Bila kau lihat binatang senuk, ban-teng, kijang, serta kancil, atau pun berupa ular bunuhlah itu. Pasti dia penjelmaan Sang Nagapratala yang sangat sakti serta mampu mewujutkan segala ciptanya. Semuanya menjawab siap melaksanakan perintah.

(27)

26. Tidak seorang pun punggawa yang pulang ke rumah sementara itu Baginda telah sampai di Balai tempat mengadakan pertemu-an. Beliau turun dari gajah kenaikannya. Diceritakan bahwa permaisuri raja yang bernama Dewi Setia tengah duduk di da-lam ruang dada-lam yang khusus untuk permaisuri raja.

Sang putri dikelilingi oleh banyak dayang-dayang. Ketuanya bernama Niken Inya Mandhala. Ia selalu duduk menghadap di dekat Sang Puteri. Berkatalah Sang Puteri,

27. Mamanda Inya kemanakah pergi Baginda raja? Niken Inya melaporkan bahwa Sri Baginda pergi bercengkerama ke luar kota, berburu rusa dan banteng di tengah-tengah hutan. Sang Puteri melanjutkan pertanyaannya mengapa ia tidak diperin-tahkan mengikuti Sang raja. Setelah Baginda meninggalkan istana, Sang Puteri merasa sangat rindu hatinya dan mengha-rapkan setelah Baginda kembali agar diperkenankan menyam-paikan sesuatu.

28. Saya menyadari sudah bahwa Baginda adalah suami saya. Men-dengar itu Inya Mandhala sangat gembira, ia menyembah me-nyampaikan berita tentang kedatangan Baginda yang baru saja turun dari gajah. Seyogyanya Sang Puteri menjemput Baginda di pintu gerbang masuk. Sang Puteri menerima saran permo-honan Niken Inya. Dalam pada itu Baginda telah tiba di depan pintu gerbang dielu-elukan oleh hamba sahaya yang memenuhi halaman di luar istana. Permaisuri siap menjemputnya di depan pintu.

29. Baginda berdiri termangu menyaksikan permaisurinya tiba-tiba menunduk dan mencium kaki Baginda. Dengan segera disam-butnya tangan Sang Puteri dibimbing perlahan-lahan menuju ke ruangan puteri. Baginda dan Sang Puteri berkenan duduk di atas permadani. Beijejal-jejal para dayang dayang para nyai dan para bibi menghadap di sekeliling Sri Baginda.

30. Apabila para puteri itu diibaratkan bintang-bintang, maka Si Puteri Gunung, adalah merupakan bulannya. Cahayanya ber-kilau-kilauan, dan duduk tak terpisah dengan Paduka Raja.

(28)

Hati Baginda sangat senang, permaisuri dicium berulang-ulang sambil mengatakan kata-kata yang manis. Tak lama kemudian Sang Puteri dibawanya menuju ke tempat peraduan. Dan bu-barlah semua dayang-dayang mundur dari pesebaan ke tempat masing-masing.

(29)

4. DURMA

1. Kita tinggalkan yang sedang memadu kasih. Kita ceritakan kembali peijalanan Nagagini yang dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya. Di penghadapan suaminya ia menangis, mem-buat lakinya bertanya-tanya. Mengapa sebabnya sang isteri tiba sambil menangis?

2. Kata Sang Suami, "Janganlah engkau menangis, katakan apa yang telah teijadi. Sang Nagagini menjawab, "Aku menuju ke Taman Bunga, ketika itu Baginda sedang minum air. Tiba-tiba sahabatku itu mengejar saya dan berkehendak untuk membunuhku.

3. Aku lari menghindari bahaya dengan melompat pagar bata. Namun Baginda melepaskan panahnya dan mengenai ekorku. Dalam pada itu semua peijuritnya bersorak meneriakkan kata-kata kegirangan dan mengira bahwa saya telah mati oleh pa-nahnya. Tidak rela adinda menerima perlakuan seperti itu, lagi pula ekorku terluka karenanya.

4. Cepat-cepat kakanda mengambil putusan peradilan terhadap peristiwa ini. Balaskan hukuman pati kepada Sang Raja Ang-lingdarma. Ia sungguh-sungguh kejam sampai hati berbuat jahat kepada orang yang baik. Dan apabila kakanda tidak ber-sedia membunuh kepada Baginda Raja.

5. Tak sampai hati membunuh Raja di Malawa itu, maka adinda mohon pamit kakanda, akan masuk ke dalam perapian saja. Aku malu terhadap para dewa karena hidupku tidak ada fa-edahnya. Sia-sia disengsarakan oleh orang yang tidak bersedia memberikan pertolongan.

(30)

6. Jika begitu halnya kakanda lebih berat cintanya kepada Ang-lingdarma. Apa gunanya mempunyai isteri? Sang Nagapratala mendengar jelas kata-kata isterinya. Ia tersentak dan terasa sa-kit di hati, mengingat selama ini isterinya belum pernah ber-buat tidak baik.

7. Telinganya serasa dipotong dengan pisau tajam. Ia menjadi beringas dan marah sehingga matanya tampak sangat merah seperti bola matahari. Satu di kiri satu di kanan sangat me-nakutkan. Tubuhnya seolah-olah membesar, ekornya bergetar sangat cepat.

8. Sisiknya sangat tajam bagaikan pisau cukur, bisa yang berada di lidah bagaikan mirah berwarna kuning tua. Kedua matanya seperti matahari. Lidahnya bagaikan petir berlalu, sedang gigi-giginya menyerupai bintang-bintang yang beredar; adapun be-sar ekornya sama dengan batang pohon tal.

9. Giginya tajam merata dan sangat kuatnya, bertaring seperti taring gajah. Bentuk wajahnya seperti belahan pedang sedang hidungnya berlubang bagaikan mulut gua sepasang. Dibukanya mulutnya dan keluarlah suara yang menakutkan. Tinggallah kau Nagagini, katanya keras-keras.

10. Keluarlah Nagapratala dari tempat tinggalnya, ia terapung di atas pantai sambil menjulurkan lidah ke kanan kiri dibarengi oleh desisan suara keras.Berputer sebentar di atas pasir kemu-dian keluar dan langsung pergi menuju ke arah negara Mala-wati.

11. Ia iupa sudah akan segala kasih sayangnya terhadap sahabat baiknya, ialah Sang Baginda. Kehendaknya Sang Baginda hendak dibunuhnya oleh karena telah berbuat jahat terhadap isterinya. Isteri Sang Nagagini yang cintanya tak terkatakan terhadap suaminya.

12. Peijalanan Sang Nagapratala sangat cepat, seperti kilat, seben-tar kemudian telah sampai di negara Malawati. Ia masuk ke da-lam kota dan terhenti sejenak di balai penghadap yang penuh 28

(31)

dengan orang-orang beijaga. Memang para peijurit telah men-jalankan perintah Patih Batik Madrim.

13. Para peijurit dan para nayaka semuanya beijaga-jaga, siap de-ngan peralatan perang. Demikian perintah Sang Patih, "Wahai para penggawa, kalian semua harus siap siaga dan berhati-hati. Jangan sampai ada seorang pun yang lalai. Ketahuilah olehmu bahwa Nagapratala itu sangat sakti."

14. Nagapratala tersenyum mendengar perintah Sang Patih Dalam hatinya berpikir, "Benar Sang Raja Anghngdarma telah buat jahat, tandanya semua penggawa dikerahkan untuk ber-jaga-jaga. Mereka kini siap siaga. Macam-macam ulahnya. 15. Jika ada keinginan Nagapratala hendak berbuat jahat terhadap

para penggawa raja, pastilah mereka dengan mudah dikalahkan dan mati semuanya. Tetapi Nagapratala tidak bermaksud membunuh-bunuh. Para perjurit tidak bersalah, jika mereka terbunuh ia akan dikutuk oleh para dewa.

16. Maka undurlah Nagapratala, kemudian ber"tiwikrama" berdiri ia di atas pohon Beringin kembar. Ia mampu mengelilingi ja-gad, kesaktiannya menyamai para dewa dan pendeta. Maka seorang pun tidak ada yang melihat ketika ia masuk ke dalam pura Sang Raja.

17. Berkat kesaktiannya yang luar biasa, ia tidak memerlukan ban-tuan berupa jalan ataupun diiringi oleh suara yang berisik. Tahu-tahu telah berada di balai bangunan indah tempat bersemayam Baginda. Ia telah dapat memastikan di mana Sang Raja berada ketika itu.

18. Tiba-tiba timbul rasa ragu-ragu di dalam hati Nagapratala. Ia teringat janji-janji dengan Baginda ketika sama-sama menuntut ilmu di hadapan guru yang sama. Teringat ketika sama-sama duduk, saling mengikat janji sebagai sahabat seperguruan yang lebih erat daripada s a h a b a t yang lain.

(32)

19. Tersebutlah Baginda sedang memadu kasih dan berada di dalam tempat peraduan bersama-sama dengan Dewi Setia. Ke-duanya duduk-duduk membicarakan sesuatu. Berdatanglah sembah Sang Puteri dengan lemah-lembut.

20. Paduka Sri Baginda, sesungguhnya rasa hati hamba selalu ce-mas. K arena sedatang Paduka dari cengkerama seolah'-olah ter-belenggu oleh rasa duka. Hamba takut kalau-kalau telah ber-buat khilaf. Melampaui batas-batas yang boleh dilakukan oleh seorang wanita.

21. Hamba berasal dari gunung, banyak yang hamba ketahui de-ngan baik sehingga membuat hati hamba selalu was-was jade-ngan- jangan-jangan hambamu telah berbuat salah. Mohon paduka sudi

memberi petunjuk bagaimana seharusnya hamba harus keija-kan, mengingat hamba dilahirkan di daerah pegunungan. 22. Baginda menjawab dengan panuh kasih sayang seraya memeluk

tubuh Sang Puteri, "Wahai jiwa kakanda sayang. Janganlah kau keliru menanggapi apa sebab aku tampak murung setelah kembali dari berburu. Sepulang saya dari cengkerama, saya ingin menuju ke Taman Bagenda.

23. Saya bermaksud mandi di dalam Taman, jika malam telah da-tang. Tiba-tiba para peijurit gaduh melihat sesuatu yang aneh. Seekor ular naga besar telah memadu kasih di dalam taman bunga. Besar naga itu bukan kepalang, membuat terheran-heran semua yang menyaksikan.

24. Yang jantan adalah jenis Ular Tampar, hanya satu ranting be-samya. Meskipun mendapat ejekan dan disoraki oleh para per-jurit, bahkan ada yang melempar dia supaya pergi, namun ke-duanya tak menghiraukan, enak memadu kasih. Perjuritku ketakutan. setelah aku melihat, ternyata Nagagini yang ber-buat.

25. Aku segera mengambil anak bunuh, kupentang busur kuarah-kan kepada si ular Tampar. Terputus lehernya dan mati. Na-mun ekor Nagagini terkena sementara ia berusaha lari. Ia

(33)

ter-jang saja apa yang ada di dekatnya tidak memperdulikan se-suatu dan tak mau mendengarkan seruanku agar kembali.." 26. Sang Puteri nyela kata, "Paduka telah keliru bertindak,

meng-halang-halangi orang yang tengah berpadu kasih." Dijawab oleh Sang Raja, "Memang benar kata-katamu itu sayang. Tetapi hendaknya kau ketahui, bahwa Si naga betina, tidak lain ada-lah Nagagini.

27. Isteri dari naga besar Nagapratala. Dia telah menjadi sahabat karibku, kuangkat menjadi saudaraku tua. Tidak lagi membe-dakan pangkat dan kedudukan, seperti saudara sendiri. Bagai-mana bila kuberdiam diri menyaksikan isterinya berbuat se-rong dengan ular kecil?

28. Dan jika aku tak berani menghukum kepada si ular Tampar, apa kata orang terhadap diriku? Belum terhadap ular besar, sedang terhadap ular kecil saja aku tidak berani bertindak. Apalagi terhadap ular lain yang berkehendak serong terhadap isteri sahabatku.

29. Itu berarti merendahkan martabat sahabatku. Begitulah pikir-anku. Maka kupanah Si Ular Tampar hingga mati. Namun aku kira Nagagini pasti berkata tidak sesungguhnya kepada laki-nya, apabila dia telah tiba di rumah. Ia akan mengadu kepada sang suami tentang kebaikannya.

30. Sungguh-sungguh sulit terjadi bila ia mengatakan telah ber-buat serong. Ia pasti memburuk-burukkan saya. Dan jika Ka-kak Naga bertindak gegabah tidak mengadakan pemeriksaan lebih dulu, tentu aku mati karenanya. Itulah sebabnya aku merasa pedih hati."

31. Sangatlah heran Sang Puteri di dalam hati setelah mendengar-kan cerita Baginda. Air matanya berlinang-linang, dan segera ia mencium kaki Sang Raja. Baginda sangat kasihan melihat permaisuri duduk di bawah sambil mengeluarkan bercucuran.

(34)

5. MIJIL

1. Segera dipegangnya tangan permaisuri, sambil berkata perla-han-lahan. Wahai intanku, janganlah kau cemas di hati. Per-cayalah kepada Dewa pengasih. Siapa pun tidak dapat meng-hindar, apabila saat kematiannya telah datang.

2. Sang Nagapratala mendengar semua percakapan Baginda, Ia tidak jadi bertindak. Tak habis dia berfikir, bagaimana jika ia terlanjur membunuh sahabatnya. Hukum apa yang ditimpa-kan jika gigitannya membuat orang mati.

3. Yang pasti ia kehilangan sahabat dan mendapatkan murka dari Dewa. Utang pati besar dosa yang dipikulkan kepada si pelaku. Sedang orang yang berbuat baik, bagaimana pun juga akan menemui kebajikan. Baiklah adinda Raja.

4. Telah nyata Nagagini berdusta terhadap diriku. Apa yang di-ceritakan semuanya bohong. Bercerita yang bukan-bukan agar supaya dirinya terlindung. Ah seandainya adinda Raja ter-bunuh, tak urung Nagagini pun saya beri hukuman mati. 5. Sementara itu Nagapratala telah pergi menuju ke luar ruangan

di mana Sang Raja beradu. Ia kembali berupa seekor ular naga dan bersuara keras mendesis-desis. Seluruh penghuni gedung menjadi ketakutan karena bunyi ular tersebut.

6. Mereka berfikir bahwa ajalnya telah sampai. Hiruk pikuk seisi istana memberitahukan tentang kedatangan Nagapratala. Ber-kata Nagapratala kepada adinda Raja dari halaman bagian belakang Taman Bunga.

(35)

7. Wahai adinda Raja, demikian seru Nagapratala. Harap adinda keluar sebentar barang sejenak saja. Suara berulang-ulang di-ucapkan oleh ular besar itu sehingga membuat Sang Raja ter-kejut. Tak salah itulah suara Nagapratala.

8. Baginda ingin segera keluar ruangan tetapi Sang Puteri meng-halangi maksudnya. Puteri itu sambil menangis berdatang sem-bah, "Aduh Paduka Raja akan pergi ke mana?" Maka dijawab oleh Baginda, "Aku ingin pergi ke luar gedung.

9. Kakak Nagapratala berada di luar gedung ini, dan berseru ke-padaku agar menemuinya." Sang Puteri menyambung perla-han, "Janganlah Paduka cepat-cepat menemui Si Naga. Hamba kawatir jikalau dia menggigit Paduka.

10. Dia tentu tak akan memeriksa benar tidaknya, sebab tidak sembarang orang memiliki nalar dan lebih dulu mengadakan pemeriksaan." Sang Raja menjawab, "Janganlah adinda berpi-. kir demikianberpi-. Oleh karena Nagapratala adalah sahabatku

sen-diri.

11. Ia benar-benar rindu terh'adap diriku, dan kerap kali datang langsung dari kayangan ke tempatku. Kalau toh aku harus me-nemui 'ajalku tidaklah aku takut menghadapinya. Karena aku tetap percaya kepada Dewa yang Agung.

12. Ketahuilah olehmu, bahwa kakakku sangat sakti tidak terham-bat segala kehendaknya. Ia bisa menjelma menjadi besar atau menjadi cair sekalipun. Bahkan andai kata aku bersembunyi di dalam gedung besi, tak urung pasti tertangkap olehnya, apa-bila ia sedang marah."

13. Sang Puteri menarik pucuk kain Baginda, seraya mengucur-kan air matanya. Sementara itu terdengar lagi Nagapratala ber-seru, "Wahai adinda Raja, harap adinda ke luar sebentar saja, aku sahabatmu datang berkunjung." Maka Sang Raja segera berlalu.

(36)

14. Tangan permaisuri dikesampingkan dan cepat menghindar pergi. Di luar gedung bertemu Baginda dengan sahabatnya. Ular naga itu merapatkan tubuhnya seolah-olah memangku Sang Raja. Tampak keduanya saling menyayangi, Nagaraja berkata,

15. "Bagaimana jadinya adinda jika kakanda benar-benar berbuat tidak baik terhadap adinda Raja. Terbukti sudah kelacuran Nagagini. Aku tidak dapat membalas budi baik adinda, yang telah menghapuskan noda paoa mukaku."

16. Menjawablah Maharaja Anglingdarma, "Kakak aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena adinda memberanikan diri mengurungkan niat kakanda. Kakanda tidak jadi melam-piaskan hati yang dikendalikan oleh amarah."

17. Sang Naga berkata lebih lanjut, "Janganlah adinda memikir-kan hal yang telah lalu. Benar-benar aku berterimakasih ke-pada adinda. Di dunia dan akhirat tidak ada lagi saudaraku selain adinda seorang. Hanya adinda Raja sahabatku sejati. 18. Tak salah semua orang menyembah kepada adinda. Bagus

rupanya lagipula muda belia, saktinya luar biasa tahu akan ke-benaran yang harus diagungkan, setia pada janji dan rela mem-berikan segalanya kepada sahabat. Aku tak bisa membalas. 19. Sepadan dengan pemberianmu kepadaku. Adalah kakanda

memiliki aji Suleman, yang besar sekali manfaatnya. Karena siapa yang memiliki aji tersebut akan mampu mengetahui bahasa satwa, di manapun satwa itu hidup. Sudah kehendak Dewa Agung kiranya.

20. Adinda Raja yang memiliki ilmu tersebut. Ketahuilah wahai Sang Raja, bahwa tidak seorang pun kecuali adinda boleh mendengar dan mengetahui. Marilah kita pergi sebentar ke tempat yang sunyi. Ke dalam hutan belantara, selain itu hen-dak kupesankan kepada adinda.

21.Jangan sekali-kali mengajarkan ilmu ini kepada isteri. Serta 34

(37)

kepada sanak keluarga yang lain, itulah pesanku sungguh-sungguh. Sebab jika adinda sampai mengajarkannya kepada orang lain. Akibatnya tidak baik, aku akan menemui ajalku." 22. Sang Baginda Anglingdarma menyanggupi segala pesan

Naga-pratala dan berjanji akan melaksanakannya. Ibaratnya seperti terikat erat di pucuk rambut, sebagai ajimat yang dikeramat-kan untuk selama-lamanya.

23. Berkatalah Sang Naga lebih lanjut, "Adinda Raja, apabila telah adinda setujui syarat-syaratnya dengan jelas. Marilah kita pergi ke dalam hutan yang sunyi. Adinda boleh naik di atas punggung kakanda."

24. Sang Raja tak menolak ajakan Sang Naga, segera tubuhnya mendekat dan dinaikkan ke atas punggung Sang Ular Besar. Nagapratala menuju ke luar istana. Cepat jalannya bagaikan bintang beralih.

25. Hanya sebentar mereka telah tiba di tengah hutan. Maka ber-katalah Sang Naga kepada Baginda, "Marilah adinda turun dari punggung, kita telah sampai di tengah hutan. Jauh dari Utara dan Selatan, tiada makhluk lain yang tahu.

26. Di sinilah tempat yang paling baik." Maka turunlah Sang Raja dari punggung Sang Ular kemudian duduk di hadapan-nya. Berkatalah Sang Naga pelan-pelan, "Wahai adinda terima-lah aji-aji saya bernama Aji Suleman yang sangat keramat. 27. Dekat-dekatlah duduk adinda dan pejamkanlah mata."

Bagin-da pun mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Sang Naga saling mendekat dan saling memejamkan mata mereka. Naga-pratala berkata perlahan-lahan sambil mencucurkan air mata, diperhatikan oleh Baginda dengan penuh perasaan.

(38)

6. ASMARANDANA

1. Maka diturunkanlah ilmu Suleman kepada Sang Raja Angling-darma. Sang Naga membisikkan rapal ke telinga Baginda. Ti-dak begitu lama berlangsung, Sang Raja telah menanggapi segala kata-kata keramat dalam hati, seolah-olah masuk ke dalam dada Sang Raja.

2. Perasaan di dada terasa lain dari sebelum menerima ilmu itu Raja Anglingdarma merasakan sesuatu yang lain dari biasa-nya, berkat aji Suleman yang telah diturunkan kepadanya. Pendengarannya terasa mampu menjangkau jauh. Maka berta-nyalah Nagapratala kepada Raja Anglingdarma,

3. Apakah telah adinda pahami segala tanda-tanda yang terasa lain di dalam hati adinda?" Yang ditanya memberikan jawab-an, "Kakanda berkat ajaran kakanda adinda telah menangkap segalanya. Perasaan hati adinda berbeda dengan sebelumnya. 4. Sangat berlainan dengan sebelum kudapat ilmu Suleman,

lang-sung ke dalam pendengaran." Sang Nagapratala sangat senang mengetahui Baginda telah terbuka hatinya dan betul-betul memahami hingga sedalam-dalamnya. Marilah adinda, katanya lebih lanjut, kita sama-sama pulang ke tempat tinggal kita masing-masing.

5. Baginda hanya memikirkan keadaan Sang Permaisuri yang menunggu kedatangannya di istana. Langkahnya dipercepat. Dalam hati Baginda berkata, "Apabila hari ini saya tidak tiba di istana, saya tak dapat mengira-ngirakan bagaimana akibat-nya.

(39)

sendiri. Ia berada di dalam istana dan mengira bahwa Nagapra-tala telah membunuh diriku. Di dalam hutan. Kupinta kepada Dewa Agung, semoga permaisuriku tidak membunuh dirinya sendiri dengan keris.

7. Semoga ada yang memberinya peringatan dan menghibur ha-tinya." Begitulah perasaan Baginda sambil menuju kembali ke istana. Maka diceritakan keadaan Sang Puteri yang diting-galkan, ialah permaisurinya anak Sang Pendeta di gunung. 8. Ketika itu Sang Dewi sedang bersemayam di kelilingi oleh dayang-dayang dan para isteri Sang Raja. Duduk paling depan ialah Inya Mandala. Tidak terkecuali para penghuni istana yang lain, semua babu dan inya-inya. Berkatalah Permaisuri kepada Inya Mandala.

9. "Ibu Mandala bagaimana gerangan kabar Paduka Sri Baginda? Hatiku sangat sedih karena hingga sekarang belum juga kemba-li. Apabila Sri Baginda tidak datang pada hari ini, pasti telah termakan oleh tipu daya Nagapratala dan dilarikan pergi ke dalam hutan belantara.

10. Dibunuh Baginda di dalam hutan itu oleh Si Nagapratala. Apa-bila benar-benar Baginda berpulang, aku akan bela mati pula. Tak ada faedahnya aku hidup terus, lebih baik bunuh diri." Sang Puteri berkata sambil berlinang air matanya.

11. Inya Mandala bersembah sambil menyambung kata-kata "Mes-ki hambamu hanya pelayan yang terendah, tetapi jika Tuan Puteri bela diri ikut mati Sang Raja, pasti hambamu tak ingin tinggal. Ingin juga bela bersama-sama, hamba tidak bisa me-ngabdikan diri pada orang lain."

12. Demikian pula halnya dengan penghuni keputerian itu, semua-nya mesemua-nyampaikan hasratsemua-nya untuk ikut bela pati. Namun, kata Inya Mandala, sebaiknya Puteri bersabar dan menanti sampai hari ini. Mohon kiranya Puteri menuruti saran hamba ini.

(40)

13. Baiklah Inya Mandala, saut Puteri. sekarang telah pukul bera-pa? Dijawab, bahwa hari telah rembang petang. Maka diajak lah Sang Puteri menghibur hati, menuju ke Pintu Selatan. Mungkin Baginda sebentar lagi tiba, semua telah siap untuk menyongsongnya.

14. Dengan perasaan semakin duka Sang Puteri beserta para da-yang-dayang pergi menuju ke Pintu Selatan. Jalannya bergon-tai, tidak bergairah, karena rasa hati yang sangat gundah. Tak

henti para dayang-dayang menjaga jangan sampai Sang Puteri terjatuh hampir semuanya tidak dapat menahan jatuhnya air mata.

15. Mereka merasa kasihan menyaksikan penderitaan tuannya. Ti-balah para dayang-dayang di Pintu Selatan. Rombongan ber-henti di bawah pintu. Puteri tak ber-henti-ber-henti mengharap ke-datangan Sri Baginda dengan hati rindu. Sementara para babu dan inya mengawal di dekat Sang Puteri.

16. Sang Puteri berkata sambil menahan airmatanya: Mamanda telah bulat dalam hatiku aku akan menusukkan keris ini ke tubuhku, apabila sampai sore hari Sang Baginda tidak tiba di istana. Aku tujukan tepat ke arah ulu hatiku.

17. Semua yang berada di dalam puri tergerak rasa sedih yang mendalam mendengar kata-kata Sang Puteri. Mereka bergu-mam satu sama lain membicarakan yang sedang di rundung duka. Tiba-tiba Sang Baginda muncul berjalan ke arah pintu sambil memegang ujung kainnya, bagaikan Hyang Asmara. 18. Dewa Asmara yang tengah mencari Dewi Ratih. Begitu

ke-adaan Maharaja Anglingdarma, tampak parasnya bercahaya seperti bulan yang sedang purnama. Tampan dan menarik. Baginda sangat terkejut melihat permaisuri berada di pintu dikerumuni oleh semua isi puri.

19. Apalagi permaisuri menggegam keris pendek siap untuk bunuh diri. Tidak salah penglihatan Sang Puteri, bahwa Sang 38

(41)

Raja sendiri yang datang. Pandangan keduanya bertemu, saling berdebar-debar ibarat piling jatuh ke atas batu, pecah ber-keping-keping.

20. Gemetar lunglai rasa tubuh keduanya, tak kuat untuk berdiri maka larilah cepat-cepat Sang Puteri seraya membuang sen-jata. Menunduk dan mencium kaki Sang Baginda sambil men-cucurkan air mata. Ratapnya mengundang belas kasih, "Wahai Tuan Sembahan hamba.

21. Tak mengira sedikitpun hambamu, bahwa masih dapat berte-mu dengan Paduka. Hamba telah siap untuk mati sebab mengi-ra Paduka dibunuh oleh Naga di tengah hutan. Hamba semua telah bersepakat, untuk bela pati.

22. Sekiranya Baginda tidak kembali pada hari ini, maka semua penghuni keputrian telah siap membela Paduka. Tidak kecuali semua babu dan inya. Tak seorang pun yang ingin ditinggal hidup sendiri.

23. Bersabdalah Sang Baginda dengan tenang, "Percayalah selalu kepada Dewa Agung. Tidak ada sesuatu yang menyebabkan Nagapratala menjadi murka. la bahkan mengakui saya sebagai saudaranya yang paling erat, baik selama hidup di dunia maupun sampai di akhirat nanti.

24. Oleh karena itu kalian bersyukurlah, bergembiralah dengan menampilkan bedaya." Baginda langsung berjalan sambil mem-bawa Sang Permaisuri di atas kedua tangannya. Tak henti-hentinya diciumnya dengan rasa kasih sayang. Permaisuri yang cantik bagaikan ratna juita.

25. Terkejut Sang Raja sekonyong-konyong mendengar dengan je-las kata-kata seekor semut kepada yang lain, "Hai teman-temanku semua, hati-hati dan menyingkirlah segera. Kalau tidak pasti kalian terinjak oleh para dayang-dayang pelayan Raja Anglingdarma.

(42)

"Men-dengar kata-kata semut Baginda tersenyum sendiri tak meng-hiraukan pandangan Sang Puteri. Bertanya Puteri kepada Ba-ginda mengapa tersenyum tanpa sebab, adakah sesuatu yang luar biasa? Maka menjawablah Sang Raja Anglingdarma,

27. Aku tersenyum sayang, demikian kata Sang Raja, teringat pe-ristiwa yang terjadi di dalam hutan. Aku dengan Nagapratala berkeliling di dalam hutan. Melihat berbagai macam pohon-pohonan. Kami tidak tahu kegunaan pohon-pohon itu barang sedikit saja.

28. Itulah sebabnya aku tertawa sendiri. Mendengar jawaban Ba-ginda puaslah hati Sang Puteri. Maka sampailah mereka di ruang dalam istana. Tempat Sang Raja duduk-duduk bersama. Baginda bersemayam di samping permaisuri di atas permadani. 29. Hidangan pun disajikan untuk dahar Sang Raja bersama

per-maisuri. Semuanya merasa gembira, demikian juga isteri-isteri Baginda yang lain. Melimpah banyaknya hidangan tanda rasa senang karena Sang Raja telah kembali selamat. Tidak seorang pun merasa susah.

30. Sementara itu terdengar suara gamelan yang merdu, yang di-pukul para penabuh di ruang pendapa. Mengiringi dua barisan bedaya penari istana. Sampai selesai menghibur Sang Baginda. Maka permaisuri dibawa Sang Raja ke peraduan.

31. Nyi Inya menutup kain tirai dan membiarkan Sang Raja ber-dua memadu cinta. Terdengar rayuan Sang Raja terhadap Sang Puteri, ibarat kumbang mencium bunga guna memperoleh ma-dunya. Banyak dayang-dayang yang tergiur hatinya mende-ngarkan, yang tidak tahan segera keluar meninggalkan ruangan.

(43)

7. MIJIL

1. Tak henti-henti permaisuri dirayu, kemudian dibawa ke dalam peraduan. Ulah Sang Puteri seperti belalang tak kenal lelah. Masih sangat muda lagi pula benar-benar sayang terhadap suami. Baginda tak kalah pandainya.

2. Ah kiranya dikau penjelmaan bunga indah yang ditakdirkan menjadi orang, demikian kata Baginda. Hampa semua isi sari bunga di dalam taman, berhimpun menjadi satu padamu sa-yang. Itulah sebabnya mengapa kakanda selalu merindukan dirimu.

3. Kain Sang Puteri dikendurkan, demikian pula kain penutup dadanya. Baginda memeluk pinggangnya. Puteri memaling-kan mumemaling-kanya sambil mencubit. Ia melempar pandang maka dipeluklah ia oleh Baginda.

4. Tiada lagi hati dapat disabarkan untuk bermain asmara antara berdua. Ibarat wayang Sang Puteri berulah tak menentu. Na-fas tersegun-segun seperti orang sedang menangis. Ketika hendak diselesaikan Sang Puteri menghindari.

5. Berulang-ulang Baginda ingin menghabisi kerja dan dengan sabar melepas kainnya. Ibarat bunga yang mekar semerbak baunya. Puteri menghindar dan menangkis dengan tangannya. Tak urung terpancar keras hasrat di hati. Mengaduhlah puteri berdesah lemah.

6. Diceritakan pada waktu itu terdapat dua ekor cicak yang ada di langit-langit. Putih warna kulitnya. Yang jantan ber-nama Ki Srepana, yang betina berber-nama Ni Srepani. Keduanya berada di dalam ruangan peraduan Sri Baginda.

(44)

7. Berkatalah Ki Srepana kepada betinanya, "Marilah isteriku, kita memadukasih sebentar. Aku ingin sekali menirukan ulah Baginda." Betinanya menolak tidak mau menuruti kehendak

hati sang jantan. datum keadaan hamil tua.

8. Berkata Ni Srepani dengan nada minta dikasihani, "Duh la-kiku, aku tak dapat menuruti kehendakmu. Karena perutku sedang berisi telur. Bagaimana jadinya jika kita memadu kasih. Maafkanlah aku kali ini, mengingat keadaan perut yang buncit dan menonjol."

9. Namun demikian Ki Srepana memaksa isterinya untuk mela-yani maksudnya. "Marilah perempuan," katanya, "jangan-lah kau takut mendapat celaka. Aku akan melakukan pelan-pelan, sehingga kamu tidak menderita. Kubuat kau geli, su-paya segera keluar."

10. Dengan nada yang keras betinanya menjawab, "Janganlah berbuat yang kurang senonoh. Bukankah kukatakan bahwa aku tidak sampai hati melakukannya demi telur yang ada di dalam perut. Jika sampai pecah telur itu pasti meninggal akibatnya."

11.Maka cicak jantan itu memaksakan kehendaknya untuk meniduri betinanya, biarpun betinanya menolak dengan ke-ras. Ia berusaha melarikan diri dan menghindar. Segera jantan-nya mengejar dan menangkapjantan-nya. Akibat pergeseran yang keras itu maka terputuslah ekor si betina.

12. Kesakitan karena terputus ekornya Ni Srepani menangis seraya memaki-maki jantannya, "Laki-laki tak tahu aturan baik. Ti-dak patut untuk dipelihara keturunannya. Karena sedikitpun tidak menaruh belas kasihan terhadap isterinya. Lebih baik jika aku mati saja, daripada hidup malu tidak berekor.

13. Baginda tersenyum di kulum, tidak jadi melanjutkan tidur. Dilihat pekerti Baginda itu oleh permaisuri, hati bertanya-tanya. Ia salah menerka kehendak Baginda hingga membuat 42

(45)

hatinya marah. Dikiranya pasti Sang Raja tidak puas oleh la-yanan yang telah diberikan.

14. Segera Sang Puteri bangun dan duduk dengan wajah cemberut. Ia berdatang sembah katanya, "Mengapa Baginda tersenyum di kulum sehabis mencumbu diri saya? Apakah tidak sela-yaknya Baginda telah tidur bersama dengan hamba?

15. Hamba akui bahwa hamba adalah anak kelahiran gunung yang diperisteri oleh Baginda. Jadinya membuat repot orang saja ti-dak patut untuk menjadi isteri seorang raja. Sekiranya hamba tidak layak untuk menjadi abdi raja, sebaiknya Tuan pulang-kan kembali ke gurfung.

16. Bukankah banyak jumlahnya isteri Paduka Raja, yang ter-diri dari puteri-puteri pilihan. Sedang hamba senter-diri perem-puan dari keturunan rendah." Berkatalah Sang Baginda dengan manis, "Wahai adik intan juwitaku. Ketahuilah.

17. Biarpun banyak jumlah wanita yang berparas cantik, puteri-puteri raja di sekitar. Tidak seorang pun yang menyamai adinda sayang. Kuibaratkan sekuntum bunga untuk sumping di telinga kakanda. Pantas dan kuhormati selalu.

18. Aku akan senantiasa setia terhadapmu, sampai akhir hayatku. Menjelmalah sampai tujuh keturunan, penjelmaanku selalu akan mempersuntingmu. Aku tak takut membelinya dengan nyawa, demi untuk tetap berada di sampingmu.

19.Janganlah adinda keliru menanggapi ulah kakanda, karena kakanda tersenyum sendirian. Aku telah melihat sepasang cicak yang bertengkar, yang menyebabkan kakanda tersenyum. Ki Srepana nama cicak yang jantan, betinanya bernama Sre-pani. Si Jantan minta betinanya melayani kehendaknya. Te-tapi betinanya enggan melakukannya.

20. Ia ingin melakukan sanggama seperti yang kita lakukan. Beti-nanya sedang mengandung tua, maka tidak mau menuruti-nya. Si Jantan terus saja memaksakan kehendaknya sehingga terjadilah kecelakaan. Pada waktu betinanya menghindari sergapan ia terjatuh di atas bantal dan putuslah ekornya.

(46)

21. Sekiranya adinda kurang percaya terhadap cerita kakanda, mari kutunjukkan ekor yang putus itu, ia bergerak-gerak di dekat bantal saya. Melihat sepotong ekor yang bergerak-gerak di samping bantal sang suami, Sang Puteri pun turut tersenyum. Dengan rendah hati ia berkata sendiri,

22. "Aduhai Dewa pujaanku. Baru sekarang adinda tahu bahwa Tuanku mengetahui bahasa-bahasa satwa. Dari mana kiranya ilmu itu datang?" Baginda dengan manis menjawab, "Sesung-guhnya aku telah memperoleh aji tentang bahasa Satwa. Dengan ilmu itu akan dapat mengetahui kehendak satwa yang diucapkan dengan bahasanya.

23. Yang menurunkan ilmu Satwa itu kepada kakanda, tidak lain adalah kakak Nagapratala. Ialah guru kakanda." Maka Sang Putri berkata lebih lanjut, "Hanyalah kepada Baginda seorang tempat patik berlindung dan mengabdikan diri patik, sampai kelak hambamu meninggalkan dunia ini.

24. Tak ada pilihan lain sesungguhnya hanya Baginda yang akan memiliki hamba untuk selama-lamanya. Akan tetapi perkenan-kanlah hamba juga mengetahui aji Baginda yang mampu me-ngetahui bahasa-bahasa segala yang hidup di dunia ini." 25. Terperanjatlah Sang Baginda mendengar kata-kata

permai-suri, bersabdalah perlahan-lahan, "Aduhai ratna juwitaku sayang. Segala sesuatu yang kau kehendaki pasti kukabulkan, tetapi janganlah adinda minta aji yang satu itu.

26. Karena sama sekali kakanda tidak mempunyai wewenang un-tuk mengajarkannya kepada seorang wanita." Sang Puteri mendesaknya sungguh-sungguh, katanya, "Duhai Sang Bagin-da, kasihanilah hamba. Sudilah Baginda menurunkan pula aji luhung itu kepada patik."

27. Berkatalah Sang Raja Anglingdarma, "Adinda kakanda sangat takut melanggar larangan yang dipesankan oleh Naga pratala kepadaku tempo hari. Aku tidak dibenarkan menurunkan ilmu kepada isteri. Ataupun kepada anak-anak saya. Mariiah adinda kuberi ilmu yang lain.

(47)

28. Yaitu ilmu Janurwenda, yang sangat besar manfaatnya. Karena meniru dan mengambil ilmu dari Sang Dyah Srikandi yang terkenal mahir memanah dan menggunakan bedil. Puteri dari Cempala tersebut sangat mahir memanah. Itulah guna ilmu Janurwenda yang akan kuberikan kepadamu.

29. Sebelumnya Aji Janurwenda itu berasal dari suaminya ialah Sang Arjuna, satria yang sangat sakti. Tak ubahnya Srikandi dengan dirimu sayang. terimalah aji Danurwenda saja." Sang Ratna menjadi marah karenanya, katanya, "Aku tak ingin menerimanya.

30. Tak ada keinginanku untuk bermain senjata. Aku tidak men-jadi peijurit, apa gunanya menerima ilmu Janurwenda. Jangan disamakan dengan isteri Sarageni hambamu ini. Adapun yang aku inginkan adalah ilmu yang Baginda miliki itu.

31. Agar supaya hamba dapat pula bahasa-bahasa binatang yang hidup di dunia. Ah alangkah bahagia rasa hati hamba, sesuai dengan janji Baginda sendiri. Bahwa Baginda enggan melihat wanita yang lain sampai saatnya kita sama-sama meninggal dan diperabukannya bersama-sama.

32. Kini ternyata tidak benar dan tidak secara tulus memberikan segala kasih sayangnya." Berkatalah Sang Baginda," Duhai juitaku. Apakan buktinya bahwa kakanda tidak mencintaimu

setulus hati?" Maka berkatalah Sang Puteri,

33. "Mengapa Baginda. banyak berdalih untuk meluluskan per-mohonan hamba agar sudi menurunkan Ilmu Suleman yang luhung itu?" Menjawab Sang Raja, "Sebenarnya aku telah mendapat larangan keras untuk tidak memberikan kepada orang lain. Itulah alasannya, perintah yang kuterima.

34. Dari kakanda Nagapratala langsung kepadaku disertai ancaman berat; seandainya kuberikan ilmu itu kepadamu sayang. Aku mengingkari janjiku kepada guru. Pasti berakibat celaka yang kutemui nanti. Ada lagi aji yang kumiliki, sekiranya adinda ingin menerimanya.

(48)

35. Besar guna dan manfaat aji yang akan kuberikan kepadamu. Jika kau ingin bepergian jauh, kau dapat menjelma menjadi apa yang kauinginkan, baik besar maupun kecil. Itulah se-baiknya kau miliki aji yang utama. Marilah adinda sayang kuturunkan aji itu kepadamu."

36. Dewi Setiawati menolak keras dan tidak mau menerima aji utama yang akan diturunkan oleh Baginda. Ia hanya minta aji Suleman untuk diturunkan kepadanya. Demikianlah di-ceritakan Sang Puteri senantiasa minta kepada Baginda selama tujuh hari, namun Baginda tetap memegang janjinya.

(49)

8. SINOM

1. Tak terkirakan rusuh hati Sang Baginda berusaha menenang-kan hati Sang Puteri yang tetap minta aji Suleman. Selama tu-juh hari Baginda tidak menerima laporan para penggawa di Balai Penghadapan. Marah Sang Puteri semakin menjadi-jadi, parasnya seakan-akan berwarna merah dan bibirnya selalu bergetar hendak mengatakan sesuatu yang tertahan.

2. Maka keluarlah kata-katanya penuh rasa marah dan kasar, "Apa jadinya Baginda tidak mengindahkan kata-kata hamba. Apa gunanya Paduka beristerikan hamba, rupa jelek tak tahu diri. Pulangkanlah hamba ke gunung saja. Tidak ada faedahnya orang bersuami tetapi tidak mendapatkan cinta ka-sih." Sembari memeluk pinggang Sang Puteri bersabdalah Ra-ja,

3. "Sampai kauhancur luluh di tanganku, kau tak akan kubawa pulang ke gunung asalmu." Maka berkatalah Puteri sambil menangis, "Jika demikian kehendak Baginda lebih baik ham-ba mohon pamit untuk mati. Sekiranya hamham-ba tidak diper-kenankan pulang kembali ke gunung, maka izinkanlah hamba masuk ke dalam perapian.

4. Hamba sangat malu terhadap Dewa serta tak tahan melihat pandangan orang terhadap hamba." Maka Sang Baginda meng-usap dada seraya berkata, "Aduhai juwita hatiku. Aku masih selalu ingat pesan Sang Tapa orang tuamu, agar aku selalu di sampingmu, biarpun dikau masuk ke dalam api sekali pun. Jangan kakanda disebut orang yang mengingkari janji.

5. Seandainya dikau hancur dimakan api jangan sampai kita terpisah satu sama lain." Berkatalah Sang Puteri, "Segeralah

(50)

Baginda memanggil datang Patih Baginda. Untuk Baginda perintahkan agar membuat gunung api di tengah alun-alun, Telah menjadi tabiat Raja Sakti, tak mengingkari kata yang terucapkan, telah diperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat."

6. Percakapan itu didengar oleh Nyi Inya Mandala, apa yang di-titahkan Sri Baginda, maka semuanya menangis meraung-raung, meratapi diri Sang Raja. Demikian juga para dayang-dayang, turut menangis keras setelah mendengar peristiwa-nya. Tak menentu rasa di hati, semua penghuni istana tak terkendali tangisnya bagaikan suara guruh sambung-menyam-bung.

7. Aduhai Gusti yang kami suhun-suhun, ratap mereka, siapa lagi yang akan kami jadikan perlindungan. Para isteri yang dirahasiakan banyak yang bingung tak tahu apa yang akan dikerjakan. Mereka memukul-mukul paha sendiri tidak sadar pakaiannya tidak teratur, selendang berjuntai, gelung lepas bunganya berhamburan. Baginda menenteramkan mereka dan minta agar jangan menangis lagi.

8. Dewa telah memastikan kehendaknya, bahwa saya harus mati karena membela tuan puteri masuk ke dalam perapian. Wahai kau Nyai Inya segeralah menghadap Sang Patih Batik Ma-drim, mohon kehadirannya ke mari. Sang Baginda ingin bicara langsung dengan Sang Patih. Nyai pun segera mening-galkan balai penghadapan dan menyampaikan perintah Ba-ginda.

9. Mendapat perintah dari Baginda untuk masuk ke istana, maka Sang Patih bersama-sama dengan Inya segera pula kembali menghadap Baginda. Sang Raja melambaikan tangan agar Pa-tih duduk lebih dekat. Ketika PaPa-tih menyembah Baginda se-gera menghampiri dan memeluknya. Berbisiklah Raja, "Kakak-ku buatkan untuk"Kakak-ku gunung api dan panggung di alun-alun. 10. Perintah ini kaukerjakan secepat mungkin, aku ingin

(51)

Patih keheran-heranan, "Paduka sudilah menjelaskan perin-tah Paduka, hamba belum dapat menangkap. Paduka meng-hendaki adanya perapian besar lengkap dengan panggung. Siapa yang akan masuk ke dalam api itu?" Bersabdalah Raja Anglingdarma,

11. "Ketahuilah Kakak Patih, adinda Sang Ayu Setiawatilah yang bermaksud masuk ke dalam api. Dan saya akan membela dia." Mendengar kata-kata itu Ki Patih menyembah sambil men-cucurkan air mata, "Aduh Sang Dewa Malawa. Paduka adalah Raja besar dan termashur. Tidak sepantasnya membela mati isterinya. Pekerti demikian adalah nista di mata orang banyak. 12. Telah jamak bagi perempuan umumnya, berbuat

macam-macam terhadap laki-laki, tetapi itu tidak dimaksudkan de-ngan sungguh. Jika hati tidak dikekang dede-ngan teguh. Wahai Tuanku Puteri yang cantik. Janganlah diperturut kehendak hawa nafsu. Akibatnya tidak baik. Ibarat putri yang utama pasti dia akan tunduk dan patuh terhadap kehendak lakinya. 13. Banyak lagi saran dan permintaan Sang Patih Batik Madrim kepada Puteri Raja untuk menangguhkan kehendaknya. Namun Sang Kesuma menjawab dengan lantang, "Diamlah kau Patih janganlah banyak bicara. Bila tidak kaukeijakan perintah Baginda. Aku lebih baik mati dengan jalan yang lain. 14. Pasti Dewa yang Agung telah menggariskan nasib kami."

Sang Raja tak tahu apa yang hendak dilakukan, kata Baginda pelan-pelan," Hanya pesanku kepadamu Patih, apabila aku telah tiada, kaulah yang menggantikan diriku menjadi Raja. Perintahlah selanjutnya negara Malawapati ini.

15. Patih bukan orang lain, kaulah sahabatku sendiri. "Maka menangislah Ki Patih mendengar pesan-pesan Baginda itu. Ia mencium kaki Sang Raja meratap seperti wanita." Hamba tidak mampu menjadi raja," sembahnya," pengetahuan hamba nihil, bagaimana hamba dapat menguasai para perjurit Mala-wapati. Apalagi hamba takut terhadap kutukan Dewa.

(52)

16. Hamba bukan pewaris mahkota, akibatnya mengundang baha-ya besar jika hambamu diangkat sebagai Raja. "Baginda me-nyambung, "Bukankah kau keluargaku sendiri? Lagi pula se-perguruan dengan diriku. Kukira kau kuat melaksanakan dan dijauhi bahaya. Maka terimalah tugas ini dengan baik." Semakin keraslah tangis Sang Patih didesak oleh perasaan duka.

17. Sang Baginda melanjutkan perintahnya, "Segeralah kau keluar menuju tanah lapang." Dan menyembahlah Batik Madrim mohon diri, beijalan sambil mencucurkan air mata. Semua he-ran menyaksikan peristiwa itu, para punggawa dan para peijurit. Mengapa Sang Patih kembali dari penghadapan Ra-ja mencucurkan air mata?

18. Hati mereka bergetar penuh dengan tanda tanya. Pasti

Ki Patih mendapat murka dari Baginda. Soal apa? Tiba di Balai penghadapan Sang Patih berkata dengan berat, "Perin-tah Sang Baginda tegas wahai semua punggawa. Buatlah se-gera perapian yang besar beserta dengan panggung. Keijakan-lah secepat mungkin.

19. Di alun-alun tak jauh dari tempat rakyat menghadap raja. Baginda berhasrat akan masuk ke dalam perapian, membela isterinya. Dan kalian para menteri siapkan segera minyak dan ijuk secukupnya. Sekiranya Baginda mangkat dalam melaku-kan belapati terhadap isterinya, maka akulah diperintahmelaku-kan Baginda untuk menggantikannya.

20. Memerintah semua punggawa di Melawa, "demikianlah perin-tah Sang Baginda." Aku sangat pusing mendapat perinperin-tah yang berat dan mendadak ini, maka aku tidak bisa menahan tangisku." Tidak terkirakan rasa haru para mantri dan pung-gawa, mereka hanya menjawabnya dengan kata"ya tuanku" bersama-sama. Mengapa Sang Raja berkehendak masuk ke da-lam api besar?

21. Dan apa sebabnya bersama-sama dengan permaisuri? Maka berkatalah Patih Batik Madrim kepada semua punggawa dan 50

(53)

mantri, "Permaisuri bersikeras untuk dibuatkan gunung api. Baginda tidak mampu mencegah dan aku pun dibentaknya," Semua punggawa menjadi terheran-heran mendengarkannya. Mereka memajukan saran kepada Sang Patih, sebaiknya biar-lah Sang Puteri yang melakukan sendiri, Sang Raja jangan. 22. Marilah kita sampaikan hal itu kepada Raja untuk

mencegah-teijadinya maut yang sia-sia. Banyak wanita yang lain yang lebih cantik dan pandai, puteri raja yang pantas untuk dijadi-kan penggantinya. Kita lamar puteri itu untuk Sri Baginda. Dan kita perangi mereka jika berani menolak lamaran Raja, kita hancurkan negaranya.

23. Hamba sekalian minta diadu di dalam perang, biarkan kami menemui ajal kami dengan senang demi menjalankan pe-rintah Sang Raja. Berkatalah Raden Dayaningrat, "Wahai Kakak Batik Madrim, jika benar demikian sangatlah hina Pa-duka Raja, karena mati membela isterinya. Jika kakanda Patih setuju, marilah kita rebut saja Raja Anglingdarma de-ngan paksa.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan selama penelitian diketahui bobot yang paling tertinggi antara semua perakuan terdapat pada perlakuan E yang menggunakan media kombinasi ke 4

Beberapa indikator yang dapat dijadikan rujukan berkenaan dengan.. tingkat kematangan gonad ikan gabus adalah estradiol-17β, IHS, IGS, diameter telur, bobot tubuh, bobot

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif pertanaman kakao di Kelompok Tani Sumber Rezeki Desa Penyandingan, Kecamatan Punduh

Dari data-data yang telah diperoleh melalui uji coba tersebut maka mesin pengupas ini dapat menghasilkan rata-rata sekitar 96 batok kelapa per harinya, dengan jam kerja

Berdasarkan hasil penelitian, pemanfaatan teknologi informasi oleh dosen perguruan tinggi swasta di Indonesia yang diwakili oleh dosen PTS di Banjarmasin sebagai sampel

U.S.. yang melibatkan banyak actor Negara karena menurut Amerika Serikat semua actor memiliki kekhawatiran yang sama atas krisis nuklir yang terjadi di Semenanjung

pensiun/tunjangan hari tua, THR, reward haji dan umrah. Kedua, ialah berbentuk non materi yang bersifat keperdulian.. YBWSA perduli terhadap peningkatan spritualitas nazhir

Gambar 2: Graphic Display from Cultures from McCrae et al (2005).. Seorang pendidik dengan wawasan kependidikannya harus menyadari betul ketika menyampaikan pembelajaran