• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karena sama sekali kakanda tidak mempunyai wewenang un- un-tuk mengajarkannya kepada seorang wanita." Sang Puteri

Dalam dokumen Serat Anglingdarma 1 (Halaman 46-200)

mendesaknya sungguh-sungguh, katanya, "Duhai Sang Bagin-da, kasihanilah hamba. Sudilah Baginda menurunkan pula aji luhung itu kepada patik."

27. Berkatalah Sang Raja Anglingdarma, "Adinda kakanda sangat takut melanggar larangan yang dipesankan oleh Naga pratala kepadaku tempo hari. Aku tidak dibenarkan menurunkan ilmu kepada isteri. Ataupun kepada anak-anak saya. Mariiah adinda kuberi ilmu yang lain.

28. Yaitu ilmu Janurwenda, yang sangat besar manfaatnya. Karena meniru dan mengambil ilmu dari Sang Dyah Srikandi yang terkenal mahir memanah dan menggunakan bedil. Puteri dari Cempala tersebut sangat mahir memanah. Itulah guna ilmu Janurwenda yang akan kuberikan kepadamu.

29. Sebelumnya Aji Janurwenda itu berasal dari suaminya ialah Sang Arjuna, satria yang sangat sakti. Tak ubahnya Srikandi dengan dirimu sayang. terimalah aji Danurwenda saja." Sang Ratna menjadi marah karenanya, katanya, "Aku tak ingin menerimanya.

30. Tak ada keinginanku untuk bermain senjata. Aku tidak men-jadi peijurit, apa gunanya menerima ilmu Janurwenda. Jangan disamakan dengan isteri Sarageni hambamu ini. Adapun yang aku inginkan adalah ilmu yang Baginda miliki itu.

31. Agar supaya hamba dapat pula bahasa-bahasa binatang yang hidup di dunia. Ah alangkah bahagia rasa hati hamba, sesuai dengan janji Baginda sendiri. Bahwa Baginda enggan melihat wanita yang lain sampai saatnya kita sama-sama meninggal dan diperabukannya bersama-sama.

32. Kini ternyata tidak benar dan tidak secara tulus memberikan segala kasih sayangnya." Berkatalah Sang Baginda," Duhai juitaku. Apakan buktinya bahwa kakanda tidak mencintaimu

setulus hati?" Maka berkatalah Sang Puteri,

33. "Mengapa Baginda. banyak berdalih untuk meluluskan per-mohonan hamba agar sudi menurunkan Ilmu Suleman yang luhung itu?" Menjawab Sang Raja, "Sebenarnya aku telah mendapat larangan keras untuk tidak memberikan kepada orang lain. Itulah alasannya, perintah yang kuterima.

34. Dari kakanda Nagapratala langsung kepadaku disertai ancaman berat; seandainya kuberikan ilmu itu kepadamu sayang. Aku mengingkari janjiku kepada guru. Pasti berakibat celaka yang kutemui nanti. Ada lagi aji yang kumiliki, sekiranya adinda ingin menerimanya.

35. Besar guna dan manfaat aji yang akan kuberikan kepadamu. Jika kau ingin bepergian jauh, kau dapat menjelma menjadi apa yang kauinginkan, baik besar maupun kecil. Itulah se-baiknya kau miliki aji yang utama. Marilah adinda sayang kuturunkan aji itu kepadamu."

36. Dewi Setiawati menolak keras dan tidak mau menerima aji utama yang akan diturunkan oleh Baginda. Ia hanya minta aji Suleman untuk diturunkan kepadanya. Demikianlah di-ceritakan Sang Puteri senantiasa minta kepada Baginda selama tujuh hari, namun Baginda tetap memegang janjinya.

8. SINOM

1. Tak terkirakan rusuh hati Sang Baginda berusaha menenang-kan hati Sang Puteri yang tetap minta aji Suleman. Selama tu-juh hari Baginda tidak menerima laporan para penggawa di Balai Penghadapan. Marah Sang Puteri semakin menjadi-jadi, parasnya seakan-akan berwarna merah dan bibirnya selalu bergetar hendak mengatakan sesuatu yang tertahan.

2. Maka keluarlah kata-katanya penuh rasa marah dan kasar, "Apa jadinya Baginda tidak mengindahkan kata-kata hamba. Apa gunanya Paduka beristerikan hamba, rupa jelek tak tahu diri. Pulangkanlah hamba ke gunung saja. Tidak ada faedahnya orang bersuami tetapi tidak mendapatkan cinta ka-sih." Sembari memeluk pinggang Sang Puteri bersabdalah Ra-ja,

3. "Sampai kauhancur luluh di tanganku, kau tak akan kubawa pulang ke gunung asalmu." Maka berkatalah Puteri sambil menangis, "Jika demikian kehendak Baginda lebih baik ham-ba mohon pamit untuk mati. Sekiranya hamham-ba tidak diper-kenankan pulang kembali ke gunung, maka izinkanlah hamba masuk ke dalam perapian.

4. Hamba sangat malu terhadap Dewa serta tak tahan melihat pandangan orang terhadap hamba." Maka Sang Baginda meng-usap dada seraya berkata, "Aduhai juwita hatiku. Aku masih selalu ingat pesan Sang Tapa orang tuamu, agar aku selalu di sampingmu, biarpun dikau masuk ke dalam api sekali pun. Jangan kakanda disebut orang yang mengingkari janji.

5. Seandainya dikau hancur dimakan api jangan sampai kita terpisah satu sama lain." Berkatalah Sang Puteri, "Segeralah

Baginda memanggil datang Patih Baginda. Untuk Baginda perintahkan agar membuat gunung api di tengah alun-alun, Telah menjadi tabiat Raja Sakti, tak mengingkari kata yang terucapkan, telah diperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat."

6. Percakapan itu didengar oleh Nyi Inya Mandala, apa yang di-titahkan Sri Baginda, maka semuanya menangis meraung-raung, meratapi diri Sang Raja. Demikian juga para dayang-dayang, turut menangis keras setelah mendengar peristiwa-nya. Tak menentu rasa di hati, semua penghuni istana tak terkendali tangisnya bagaikan suara guruh sambung-menyam-bung.

7. Aduhai Gusti yang kami suhun-suhun, ratap mereka, siapa lagi yang akan kami jadikan perlindungan. Para isteri yang dirahasiakan banyak yang bingung tak tahu apa yang akan dikerjakan. Mereka memukul-mukul paha sendiri tidak sadar pakaiannya tidak teratur, selendang berjuntai, gelung lepas bunganya berhamburan. Baginda menenteramkan mereka dan minta agar jangan menangis lagi.

8. Dewa telah memastikan kehendaknya, bahwa saya harus mati karena membela tuan puteri masuk ke dalam perapian. Wahai kau Nyai Inya segeralah menghadap Sang Patih Batik Ma-drim, mohon kehadirannya ke mari. Sang Baginda ingin bicara langsung dengan Sang Patih. Nyai pun segera mening-galkan balai penghadapan dan menyampaikan perintah Ba-ginda.

9. Mendapat perintah dari Baginda untuk masuk ke istana, maka Sang Patih bersama-sama dengan Inya segera pula kembali menghadap Baginda. Sang Raja melambaikan tangan agar Pa-tih duduk lebih dekat. Ketika PaPa-tih menyembah Baginda se-gera menghampiri dan memeluknya. Berbisiklah Raja, "Kakak-ku buatkan untuk"Kakak-ku gunung api dan panggung di alun-alun. 10. Perintah ini kaukerjakan secepat mungkin, aku ingin

Patih keheran-heranan, "Paduka sudilah menjelaskan perin-tah Paduka, hamba belum dapat menangkap. Paduka meng-hendaki adanya perapian besar lengkap dengan panggung. Siapa yang akan masuk ke dalam api itu?" Bersabdalah Raja Anglingdarma,

11. "Ketahuilah Kakak Patih, adinda Sang Ayu Setiawatilah yang bermaksud masuk ke dalam api. Dan saya akan membela dia." Mendengar kata-kata itu Ki Patih menyembah sambil men-cucurkan air mata, "Aduh Sang Dewa Malawa. Paduka adalah Raja besar dan termashur. Tidak sepantasnya membela mati isterinya. Pekerti demikian adalah nista di mata orang banyak. 12. Telah jamak bagi perempuan umumnya, berbuat

macam-macam terhadap laki-laki, tetapi itu tidak dimaksudkan de-ngan sungguh. Jika hati tidak dikekang dede-ngan teguh. Wahai Tuanku Puteri yang cantik. Janganlah diperturut kehendak hawa nafsu. Akibatnya tidak baik. Ibarat putri yang utama pasti dia akan tunduk dan patuh terhadap kehendak lakinya. 13. Banyak lagi saran dan permintaan Sang Patih Batik Madrim kepada Puteri Raja untuk menangguhkan kehendaknya. Namun Sang Kesuma menjawab dengan lantang, "Diamlah kau Patih janganlah banyak bicara. Bila tidak kaukeijakan perintah Baginda. Aku lebih baik mati dengan jalan yang lain. 14. Pasti Dewa yang Agung telah menggariskan nasib kami."

Sang Raja tak tahu apa yang hendak dilakukan, kata Baginda pelan-pelan," Hanya pesanku kepadamu Patih, apabila aku telah tiada, kaulah yang menggantikan diriku menjadi Raja. Perintahlah selanjutnya negara Malawapati ini.

15. Patih bukan orang lain, kaulah sahabatku sendiri. "Maka menangislah Ki Patih mendengar pesan-pesan Baginda itu. Ia mencium kaki Sang Raja meratap seperti wanita." Hamba tidak mampu menjadi raja," sembahnya," pengetahuan hamba nihil, bagaimana hamba dapat menguasai para perjurit Mala-wapati. Apalagi hamba takut terhadap kutukan Dewa.

16. Hamba bukan pewaris mahkota, akibatnya mengundang baha-ya besar jika hambamu diangkat sebagai Raja. "Baginda me-nyambung, "Bukankah kau keluargaku sendiri? Lagi pula se-perguruan dengan diriku. Kukira kau kuat melaksanakan dan dijauhi bahaya. Maka terimalah tugas ini dengan baik." Semakin keraslah tangis Sang Patih didesak oleh perasaan duka.

17. Sang Baginda melanjutkan perintahnya, "Segeralah kau keluar menuju tanah lapang." Dan menyembahlah Batik Madrim mohon diri, beijalan sambil mencucurkan air mata. Semua he-ran menyaksikan peristiwa itu, para punggawa dan para peijurit. Mengapa Sang Patih kembali dari penghadapan Ra-ja mencucurkan air mata?

18. Hati mereka bergetar penuh dengan tanda tanya. Pasti

Ki Patih mendapat murka dari Baginda. Soal apa? Tiba di Balai penghadapan Sang Patih berkata dengan berat, "Perin-tah Sang Baginda tegas wahai semua punggawa. Buatlah se-gera perapian yang besar beserta dengan panggung. Keijakan-lah secepat mungkin.

19. Di alun-alun tak jauh dari tempat rakyat menghadap raja. Baginda berhasrat akan masuk ke dalam perapian, membela isterinya. Dan kalian para menteri siapkan segera minyak dan ijuk secukupnya. Sekiranya Baginda mangkat dalam melaku-kan belapati terhadap isterinya, maka akulah diperintahmelaku-kan Baginda untuk menggantikannya.

20. Memerintah semua punggawa di Melawa, "demikianlah perin-tah Sang Baginda." Aku sangat pusing mendapat perinperin-tah yang berat dan mendadak ini, maka aku tidak bisa menahan tangisku." Tidak terkirakan rasa haru para mantri dan pung-gawa, mereka hanya menjawabnya dengan kata"ya tuanku" bersama-sama. Mengapa Sang Raja berkehendak masuk ke da-lam api besar?

21. Dan apa sebabnya bersama-sama dengan permaisuri? Maka berkatalah Patih Batik Madrim kepada semua punggawa dan 50

mantri, "Permaisuri bersikeras untuk dibuatkan gunung api. Baginda tidak mampu mencegah dan aku pun dibentaknya," Semua punggawa menjadi terheran-heran mendengarkannya. Mereka memajukan saran kepada Sang Patih, sebaiknya biar-lah Sang Puteri yang melakukan sendiri, Sang Raja jangan. 22. Marilah kita sampaikan hal itu kepada Raja untuk

mencegah-teijadinya maut yang sia-sia. Banyak wanita yang lain yang lebih cantik dan pandai, puteri raja yang pantas untuk dijadi-kan penggantinya. Kita lamar puteri itu untuk Sri Baginda. Dan kita perangi mereka jika berani menolak lamaran Raja, kita hancurkan negaranya.

23. Hamba sekalian minta diadu di dalam perang, biarkan kami menemui ajal kami dengan senang demi menjalankan pe-rintah Sang Raja. Berkatalah Raden Dayaningrat, "Wahai Kakak Batik Madrim, jika benar demikian sangatlah hina Pa-duka Raja, karena mati membela isterinya. Jika kakanda Patih setuju, marilah kita rebut saja Raja Anglingdarma de-ngan paksa.

9. DANDANGGULA

1. Bila Baginda tak mau mendengarkan saran yang baik, kita re-but saja bersama-sama. Baik para peijurit, maupun para ke-luarga Raja sendiri harus ikut serta merebut Sang Baginda. Mencegah teijadinya rencana membakar diri. Khusus Sang Raja saja yang kita rebut." Ki Patih Madrim membenarkan sa-ran-saran tersebut, tetapi tidak berani berbuat lebih lanjut. 2. Aku takut dikutuk oieh Baginda. Saran dan permohonanku tidak ada yang diterima sedikit pun. Mengapa Baginda sampai berbuat demikian? Pertama Dewi Setiawati adalah puteri gu-ru nata yang kini bertapa di gunung. Kedua, Sang Raja sen-drii telah bersumpah sebelumnya akan mati bersama-sama. Yang ketiga, keduanya sedang dirundung asmara, saling ber-kasih-kasihan tidak dapat dipisahkan.

3. Para Bupati tidak mampu pula menahan deras air mata yang bercucuran, tidak terkecuali para keluarga yang mendengar penegasan itu. Batik Madrin melanjutkan perintahnya, "Mari janganlah kalian terus-terusan menangis, tidak patut dilihat. Jangan lagi membicarakan soal ini. Kita serahkan kepada ke-hendak Dewata. Bekerjalah dengan cepat-cepat agar panggung segera terwujud.

4. Kalau-kalau Baginda nanti murka melihat kelalaian kita se-mua." Maka mulai para perjurit dan punggawa bekeija sambil menangis. Panggung beserta dengan gunung api telah siap seperti yang dikehendaki. Ki Patih segera menuju ke istana melaporkan tugasnya kepada Baginda. Panggung beserta gunung api telah selesai disiapkan di depan Balai Penghadapan. 5. Sang Raja serta permaisuri mengambil air "jamas" untuk

meng-awali upacara membakar diri. Tak lupa mengenakan pakaian kebesaran Raja lengkap dengan wangi-wangiannya. Beran-ting-anting dan berjamang terbuat dari emas. Bertutup lem-baran emas di atas perut, berkilau-kilau cahayanya. Celananya putih bersalut benang keemasan. Ikat pinggangnya berupa kain gringsing, tampak sangat anggun dan bersinar-sinar.

6. Baginda tidak lupa memulas bibir, giginya tampak hitam mengkilat seperti sayap kumbang. cahayanya terbias pada bibir. Banyak wanita tergila-gila melihatnya, parasnya sangat bagus. Bahkan para jin, peri dan manusia bunian termangu serta tergiur oleh ketampanan Sri Baginda. Benar-benar Sang Raja memiliki wajah sangat bagus, sayang bahwa beliau tidak memerintah selamanya.

7. Permaisuri pun telah berganti pakaian, mengenakan pakaian puteri Raja, bagaikan Dewi Ratih rupanya. Berkata ia kepada Inya Mandala, "Marilah mamanda kita menuju ke ruang penghadapan." Maka menyembahlah Nyi Inya diikuti oleh semua isi istana menyongsong Sang Baginda. Permaisuri disambut tangannya oleh Baginda dan beijalan menuju tem-pat upacara.

8. Dayang-dayang dan dara-dara manis penghuni istana menge-nakan pakaian putih-putih berjalan beriringan paling depan. Tak ada ketinggalan ikut melakukan upacara masuk gunung api. Bahkan mereka bertekat untuk turut mati di dalam api karena sangat cinta dan besarnya bakti terhadap Sang Ra-ja. Dengan senang mati dan hancur bersama. Riuh suara tangis

orang-orang istana. Patih dan emban menyusul Raja di pintu pertama.

9. Raja Anglingdarma manis bersabda, "Kakak Madrim, keija-kan pesanku sungguh-sungguh, janganlah kau bimbang hati. Semuanya Kakak duduklah di bawah panggung, setelah aku berada di dalamnya." Perintah Baginda pasti dilaksanakan oleh Sang Patih. Maka Sang Raja melanjutkan beijalan menuju ke pagelaran seraya menghapus airmata yang meleleh.

10. Panggung telah disiapkan dengan baik, bertangga naik tiga tingkat. Sang Raja pun naik ke atas panggung melalui tangga bersama-sama Sang Permaisuri. Panggung itu dikelilingi oleh pagar yang terjadi dari daun-daun kelapa muda, berwarna ku-ning. Sang Puteri berkata, "Apakah yang kita tunggu lagi? Mengapa gunung api tidak segera disulut?"

11. Sang Baginda menjawab manis, "Janganlah adinda marah terus menerus. Agaklah sabar sedikit sayang," Berkata Sang Puteri, "Hamba tak mempunyai keinginan yang lain, sekali berkata jadilah." "Aku pun tidak akan mempunyai keinginan yang lain," kata Baginda," ucapanku hanya sekali." Maka disampaikan perintah kepada Sang Patih,

12. "Cepat-cepatlah wahai kakaku Madrim. Perintahkan agar gu-nung api segera disulut." Menyembahlah Patih sambil mem-berikan isyarat kepada Lurah gandek untuk mengerjakan pe-rintah. Maka menyalalah gunung api, tinggi seakan-akan me-nyentuh langit Berkobar-kobar menakutkan, bergulung-gulung bak lautan api. Berkatalah Sang Puteri mengajak Baginda un-tuk masuk ke dalam perapian, "Marilah Baginda kita masuk bersama-sama.

13. Gunung api telah menyala besar. "Raja Anglingdarma men-jawab, "Janganlah adinda tergesa-gesa." Tangannya mem-belai-belai sayang tubuh permaisuri yang berada di pangkuan-nya." Sebentar lagi kita sama-sama masuk supaya lebur ber-sama. Lagi pula api belum cukup besarnya, " Demikian kta-kata Baginda menyabarkan hati Sang Permaisuri.

14 Diceritakan kini keadaan di Jonggring Selaka, tempat Sang Hyang Surapati bertakhta. Sang Dewa sedang dihadap oleh segenap dewa di Balai Penghadapan. Berkata Sang Hyang Nara-da, "Wahai adinda Bathara Indra, apakah yang menyebabkan teijadinya hara di Suralaya. Banyak macamnya huru-hara yang kita alami di sini. Angin taufan datang dari lima penjuru, besarnya bukan kepalang.

demikian juga Kawah Candradimuka bergumpal-gumpal me-ngeluarkan suara keras, bayu-bajra menyerang bertubi-tubi kuatnya, sehingga menyebabkan pohon-pohon besar tumbang atau patah cabangnya maupun terbelah batangnya. Sedang Kayu Dewandaru tak kecuali, patah terpenggal batangnya oleh tiupan angin. Banyak Dewa berlari-larian karena bumi Suralaya berguncang oleh gempa.

16. Bidadara dan bidadari pergi mengungsi membawa peralatan tidur mereka. Tahukah adinda Endra sebab-musababnya? "Sang Surapati menjawab, "Jika kakanda setujui sebaiknya kita ke atas mohon kepada Hyang Guru petunjuk selanjut-nya." Keduanya pergi menuju ke kamuksan tempat Hyang Guru bersemayam dan menyampaikan pertanyaan. Maka ber-sabdalah Sang Hyang Guru menanyakan maksud kedatangan-nya.

17. "Apakah gerangan maksud kalian menghadap dengan tiba-ti-ba?" Resi Narada menjawab dengan khidmat, "Pukulun adin-da Guru, hamba laporkan teijadinya huru-hara di kediaman para dewa. Kami tidak tahu yang menjadi sebabnya, sehingga dewasa ini keadaan di Suralaya bagaikan di guncang-guncang. Berilah kami keterangan."

18. Dengan manis Hyang Guru bersabda, "Ketahuilah Kakak Narada asal-mula teijadinya huru-hara sehingga terasa perba-wanya. Ada Raja yang ingin bunuh diri bersama-sama dengan permaisurinya. Mereka sedang saling bercinta satu sama lain. Nama raja itu Anglingdarma, terkenal kesaktiannya dan men-jadi kesayangan Sang Hyang Tunggal. Raja yang bertakhta di

Malawapati itu tidak ada yang menyamai di seluruh jagad. 19. Ia diperanakkan dari keturunan yang istimewa sebagaimana telah ditulis dan diuraikan dalam purwa-wasana." Narada sa-ngat tercengang mengetahui sebab terjadinya kekalutan itu. Maka bersabdalah Sang Hyang Guru, "Kakak segera turun ke Marcapada dan bawalah serta Bathara Indra. Ketahuilah bahwa Anglingdarma merupakan penerus raja-raja di Jawa. Apabila ia meninggal, akan terputuslah jalur keturunannya."

20. Begitulah perintah Sang Bathara Guru kepada Narada dan In-dra. Keduanya mohon diri bersama-sama pergi turun ke bumi. Kembali diceritakan Raja Anglingdarma dan permaisurinya. Permaisuri mendesak kepada Sang Raja agar supaya segera ma-suk ke dalam perapian. Apa lagi yang masih kita tunggu? begitu desak Sang Permaisuri.

21. Sekiranya Baginda memang tidak ingin masuk ke dalam api, hamba sendirilah yang masuk. Tinggallah Baginda di dunia, memerintah negara Malawapati. Dikelilingi para wanita, ka-winlah dengan puteri yang cantik dari keturunan raja-raja. Apa gunanya kawin dengan orang gunung yang kasar, tak tahu sopan-santun. Jahat dan berhati angkara.

22. Cepat-cepat Sang Dyah ingin teijun ke bawah dan masuk api yang berkobar-kobar. Namun Sang Raja tidak melepaskannya. semakin erat permaisuri dipeluk pinggangnya. Seraya berkata, "Tunggulah sebentar sayang. Sebaiknya kau ingat-ingat pesan ayahanda Wiku bagaimana seorang yang akan meninggal dunia harus berbuat. Jangan sampai keliru yang diucapkan Itulah maka saya terhenti, bukan karena takut mati.

23. Demi mengindahkan pesan dan petunjuk Sang Pendeta, meng-hindari kekeliruan dalam moksa. Mengingat banyaknya orang yang tidak tahu jalan benar dalam menghadapi maut. Tidak melihat dengan awas mana sesungguhnya yang dituju." Dewi Setiawati menjawab, bahwa semuanya itu telah direnung-amalkan ketika di istana. Segala petunjuk ayahanda yogi ten-tang moksa dan maut telah dihafalkan dengan baik.

24. Tiba-tiba Sang Raja dikejutkan oleh munculnya sepasang kam-bing berkulit putih. Entah dari mana datangnya, kamkam-bing sepasang itu telah berada di luar pagar janur kuning. Perca-kapan kedua binatang itu didengar jelas oleh Sang Raja. Si betina bertanya, "Wahai jantanku, aku ingin menanyakan ke-padamu. Apakah maksudnya orang membuat api sebesar ini? 25. Besarnya bagaikan gunung yang tinggi, dikelilingi oleh pagar dari daun kelapa muda berwarna kuning. Bertangga tingkat 56

tiga menuju panggung. Mengapa orang-orang yang hadir menahan tangis, berlinang-linang airmatanya?" Menjawablah kambing jantan, "Ketahuilah, bahwa permaisuri Sang Raja ingin bunuh diri masuk ke dalam gunung api itu." "Mengapa ia berbuat begitu?" sela kambing betina.

26. "Apa sebab-musababnya hingga ia memutuskan kehendak akan mati membakar diri?" Kambing jantan menjawabnya per-lahan-lahan, "Wanita cantik itu minta kepada Sang Raja agar sudi menurunkan aji kepadanya. Tetapi Sang Raja tidak mau menurunkannya. Itulah sebabnya hati permaisuri menjadi ma-rah dan kini ingin masuk ke dalam perapian. Sedang Sang Ra-ja ingin bela mati isterinya.

27. Sebenarnya Raja Anglingdarma raja yang sakti luar biasa, di cintai oleh semua peijuritnya karena budinya yang luhur." "Hai jantanku," sela kambing betina, "aku ingin tahu kesetiaan-mu. Aku sedang hamil dua bulan lebih sedikit. Aku meng-inginkan sesuatu untuk bayi kambing kita. Ambilkan daun janur muda hiasan pagar itu cepat-cepat, ingin kumakan

se-bagai pelepas "nyidam". Maka menjawablah si jantan agak keras,

28. "Aku telah tahu kebiasaan semua betina, kurang tepat menge-tahui yang benar dan yang saiah. Yang bukan-bukan selalu di-mintanya. Bagaimana kau kehendaki janur itu? Itu milik Sang Raja lagi pula untuk keperluan upacara. Aku tidak berani mengambilnya. Silakan makan makanan yang lain, jangan kau

Dalam dokumen Serat Anglingdarma 1 (Halaman 46-200)

Dokumen terkait