• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sejarah Pendidikan Islam Al Az

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sejarah Pendidikan Islam Al Az"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Berbicara al-Azhar, pandangan kita tertuju pada sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang hingga saat ini masih menjadi rujukan masyarakat untuk menimba ilmu-ilmu keislaman secara khusus dan ilmu-ilmu umum secara global. Sebagai institusi pendidikan, al-Azhar memiliki banyak peran penting mencetak dan mengantarkan alumni-alumninya menjadi orang-orang penting dalam berbagai bidang kehidupan.

Awal didirikannya pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir1. Al-Azhar adalah

bangunan masjid yang tidak berbeda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang sudah ada pada saat itu. Namun, al-Azhar selain sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk menanamkan faham Syi’ah Ismailiyah. Dengan mazhab Syi’ah yang dikembangkan inilah masjid al-Azhar menjadi pencetak dan penguat Dinasti Fatimiyah. Pada masa ini masjid menjadi tempat berkumpulnya ulama Fikih khususnya ulama Syi’ah Ismailiyah juga para wazir dan hakim. Hingga kemudian madzhhab Syi’ah ini berubah pada dinasti Ayyubiyah yang berfaham sunni.

Bagaimana pergeseran fungsi masjid menjadi sarana menanamkan faham syiah Ismailiyah hingga kemudian berganti ke faham sunni, serta jatuh bangunnya lembaga ini hingga mampu bertahan dan menjadi rujukan para pencari ilmu, perlu dikaji untuk melihat, mempelajari dan mengambil aspek-aspek penting yang dapat digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan kita saat ini.

Perjalanan panjang Universitas al-Azhar sebagai sebuah lembaga pendidikan tidak pernah lepas dari persinggungan-persinggungan dengan dunia sosial, politik dan ekonomi di mana saling mempengaruhi, baik itu positif ataupun negatif. Al-Azhar awalnya memang didirikan untuk melatih kader penyebar ideologi Syi’ah untuk mengancam otoritas Abbasiyah dan rakyat yang memang mayoritas berasal dari kaum

(2)

Sunni. Lambat laun dalam eksistensinya sebagai sebuah universitas, dianggap masih terlalu kolot dan tradisionalis. Hingga akhirnya muncul pembaharu-pembaharu di al-Azhar, diantaranya yakni Muhammad Abduh, Muhammad Ali Pasya.

Saat ini al-Azhar merupakan universitas pertama di dunia yang masih menunjukkan eksistensinya, dan masih menjadi kiblat pendidikan Islam

Oleh karena cakupan pembahasan al-Azhar begitu luas maka dalam makalah ini penulis hanya membatasi kajian pada beberapa hal berikut. Pertama, Sejarah singkat berdirinya al-Azhar. Kedua, perkembangan al-Azhar dari Masjid menjadi Universitas. Ketiga, Peran Al Azhar sebagai Institusi Pendidikan dari Masa ke Masa.. Dan keempat, 4. Kontribusi al-Azhar.

(3)

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Al Azhar.

Sudah menjadi suatu kaedah tak tertulis bahwa peradaban Islam di suatu daerah selalu dikaitkan dengan peran masjid di kawasan tersebut. Hal ini mungkin diilhami dari kerja nyata Rasulallah SAW. Ketika hijrah ke madinah. Hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi. Ini menandakan peran masjid yang tidak hanya terbatas pada kegiatan ritual semata. Tapi lebih dari itu, masjid adalah sentral pemerintahan islam, sarana pendidikan, mahkamah, tempat mengeluarkan fatwa, dan sebagainya.

Al-Azhar bermula dari sebuah masjid yang dibangun pada 970 M/ 359 H. Didirikan oleh Jenderal Jauhar2 yaitu panglima Jauhar al Katib al-Shiqily

(Ilyas al-Shiqily) setahun setelah penaklukan Dinasti Fathimiyah terhadap Mesir, dan langsung setelah pendirian pangkalan kerajaan yang baru (Kairo, Jumadil Ula tahun 259 Ramadhan 361). Dan dibuka untuk shalat pada bulan Ramadhan tahun 361 H, Huzairan – Tamuz tahun 972)3 pada masa

pemerintahan khalifah Mauizuddin li Dinillah4. Nama Masjid ini sebelumnya

adalah al-Qahiroh atau Jami’ Al Qohirah yang berarti sama dengan nama kota, yaitu Cairo5.

Pada masa khalifah Al-‘aziz billah, sekeliling jami’ Al-Qahirah dibangun beberapa istana yang disebut al-Qushur az-zahirah. Istana-istana ini sebagian besar berada di sebelah timur (kini sebelah barat husein), sedangkan beberapa sisanya yang kecil di sebelah barat (dekat masjid al -azhar sekarang), kedua istana dipisahkan oleh sebuah taman nan indah. keseluruhan

2 Philip K. Hitti, History of Arab terj. Dedi Slamet Riyadi, dkk., (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 804.

3 Syeikh Khalil al-Haurany, Shofahat min Tarikh al-Azhar al-Syarif, Ta’sisan wa ‘Ilman wa Muqowamatan lil Ajnaby, http://www.alazhar.gov.eg.

(4)

daerah ini dikenal sengan sebutan “madinatul fathimiyin al- mulukiyah”.

kondisi sekitar yang begitu indah dan bercahaya ini mendorong orang menyebut jami’al-Qahirah dengan sebutan baru, jami’ Al-Azhar (berasal dari kata zahra’ artinya : yang bersinar, bercahaya, berkilauan), namun ada juga yang menganggap bahwa nama Masjid al-Azhar dinisbatkan kepada putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah az-Zahra6.

Masjid ini merupakan masjid pertama di Kairo dan masjid keempat di Mesir, setelah masjid ‘Amr ibn ‘Ash, masjid ‘Askar, dan masjid Ahmad ibn Thulun7. Hal ini merupakan usaha Dinasti Fatimiyah untuk menyebarkan

faham Syi’ah. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada 365 H / 976 M. mulai dibuka kegiatan belajar-mengajar dan majelis ilmu pengetahuan bermadzhab Syi’ah Ismailiyah. Pada masa itu duduk sebagai pengajar Abu Hasan Ali bin Nu’man al-Maghribi, ia mengajarkan sebuah kitab al-Iqtishar karya ayahnya sendiri. Kitab ini berisi masalah-masalah fiqhiyah yang berpegang kepada iman Ahlu al-Bait. Ini merupakan kelompok studi pertama di Jami’ al-Azhar. Selain Abu Hasan Ali bin Nu’man al-Maghribi, saudara kandungnya yang bernama Abu Abdillah Muhammad bin Nu’man pada tahun 385 H turut pula membantu mengajarkan ilmu-ilmu Ahlu al-Bait

B. Perkembangan Al Azhar dari Masjid menjadi Universitas.

Al-Azhar sebagai sebuah lembaga pendidikan baru dibuka untuk umum pada Bulan Ramadhan 361 H, dengan diawali kuliah agama oleh al-Qodi Abu Hasan al-Qoirowani pada masa pemerintahan Malik al-Nasir. Selain berfungsi sebagai tempat menyelenggarakan pendidikan al-Azhar juga berungsi sebagai tempat ibadah dan mengajrkan madzhab Syi’ah kepada

6 Syeikh Khalil al-Haurany, Opcit. Lihat juga http://www.azhar.edu.eg/pages/history.htm,

Asholah wa Hadatsah Jami’ wa Jamiatan

(5)

kader-kader muballigh yang bertugas meyakinkan masyarakat akan kebenaran yang dianutnya.

Baru pada masa pemerintahan khalifah ke-5 Dinasti Fatimiyyah yakni al-Aziz Billah, yang mengubah fungsi masjid al-Azhar menjadi Universitas. Al-Azhar dan kota Kairo adalah bukti monumental produk peradaban Inslam di Mesir yang tetap eksis sampai saat ini. Kata al-Jami’ah yang diterjemahkan universitas berawal dari nama sebuah masjid al-Jami’ al-Azhar.

Para khalifah jauh -jauh hari menyadari bahwa kelanjutan al-azhar tidak lepas dari segi pendanaannya. Oleh karena itu setiap khalifah memberikan harta wakaf baik dari kantong pribadi maupun kas negara. Penggagas pertama wakaf bagi al-azhar dipelopori oleh khalifah Al-hakim bin Amrillah, lalu diikuti oleh para khalifah berikutnya serta orang-orang kaya setempat dan seluruh dunia islam sampai saat ini -harta wakaf tersebut kabarnya pernah mencapai sepertiga dari kekayaan mesir. Dari harta wakaf inilah roda perjalanan al-azhar bisa terus berputar, termasuk memberikan bea siswa, asrama dan pengiriman utusan al-azhar ke berbagai penjuru dunia . Dari masjid ‘amru bin ‘ash dan ahmad bin thoulun, perlahan poros pendidikan berpindah ke al -azhar.

C. Al Azhar sebagai Institusi Pendidikan dari Masa ke Masa.

Perjalanan panjang Al-Azhar yang kini jelang usia 1000 tahun lebih memang menarik disimak. Sebelum mengalami stagnasi pada masa kepemimpinan Dinasti Turki Usmani, al-Azhar di berada di bawah kekuasaan tiga Dinasti yang berturut-turut. Dinasti tersebut yakni Dinasti Fatimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik.

Sejarah al-Azhar sejak masa Dinasti Fatimiyyah hingga al-Mamalik mempersonaikasikan semangat keilmuwan yang sama sekali tak mengenal dikotomi agama dan sekuler8.

1. Dinasti Fatimiyyah

(6)

Sebagaimana diketahui bahwasannya awal berdirinya al-Azhar adalah untuk menanamkan madzhab Syi’ah. Dan ini terus berlanjut hingga akhir kepemimpinan Mu’iz. Baru pada kepemimpinan selanjutnya, yakni masa Khalifah al-Aziz, Ya’qub bin Kallas mengajukan kepada Khalifah al-Aziz agar jami’ al-Azhar tidak hanya terbatas untuk mendirikan Shalat dan penyebaran da’wah Fatimiyyah, tetapi juga dijadikan sebagai lembaga pendidikan. Tidak lama kemudian akhirnya muncul pemikiran tentang studi di Jami’ al-Azhar pada akhir masa al-Mu’iz Lidinillah al-Fatimi pada Bulan Safar 365 H (Oktober 975 M)9. Namun baru pada masa al-Aziz Billah 387 H

(988 M) al-Azhar dijadikan sebuah universitas10.

Pada masa Dinasti Fatimiyyah secara umum sistem pengajaran dibagi menjadi 4 kelas, yaitu: (1) Kelas umum diperuntukkan bagi orang yang ke al-Azhar untuk mempelajari al-Qur’an dan penafsirannya; (2) kelas para mahasiswa al-Azhar kuliah dengan para dosen yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan dan mengkaji jawabannya; (3) kelas Darul Hikam, kuliah yang diberikan kepada para muballigh seminggu sekalipada hari Senin yang dibuka untuk umum dan pada hari Kamis dibuka khusus untuk mahasiswa pilihan; (4) kelas nonformal, yakni kelas untuk pelajar wanita11.

Pada masa al-Aziz, al-Azhar juga dilengkapi dengan asrama untuk para fuqaha’ (dosen, tenaga pendidik) serta semua urusannya ditanggung oleh Khalifah12.

Banyak sekali ulama yang menempuh pendidikan di al-Azhar, diantaranya:

a. Hasan Ibn Ibrahim, lebih dikenal dengan Ibnu Zulaq (wafat tahun 387 H), diantara karyanya adalah Kitab Fadhailu Misr, Kitab qadhatu Misr, Kitab al-‘Uyun al-Da’j.

(7)

b. Al-Amir al-Mukhtar ‘Izzul Mulk Muhammad bin Abdullah (w. 450 H). Seorang pakar politik, administrasi, dan sejarah. Diatara karyanya adalah al-Tarikh al-Kabir, tarikh Misr.

c. Abu Ali Muhammad bin al-Hasan bin al-Haitsman (w. 436 H). Ilmuwan bidang tehnik, filsafat dan matematika13.

Sebuah pendidikan yang disajikan dengan sangat sistematis. Apalagi pada masa ini tak ada dikotomi antara pengetahuan agama dan sekuler. Al-Azhar tidak hanya mengajarkan ilmu tafsir, qiraat, nahwu, sharaf, sastra dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya, akan tetapi juga mengajarkan ilmu filsafat, ilmu falak, ilmu ukur, music, kedokteran, kimia, sejarah, ilmu bumi. Sebuah peradaban yang sudah sangat terdepan di zamannya, mencetak ilmuwan-ilmuwan yang maksimal di bidangnya pula. Demikian, karena rasa dahaga akan ilmu pengetahuan pula, orang-orang Barat bertolak ke tempat –tempat pusat ilmu Islam, termasuk al-Azhar. Mereka mempelajari beberapa mata pelajaran, dengan pertimbangan yang mungkin, bahwa ilmu tersebut dapat diajarkan di Eropa. Bahkan universitas pertama di Eropa-pun, jauh masanya dari universitas Kairo. Baru pada tahun 1088, didirikan Universitas yang pertama di belahan dunia Barat yakni Universitas Bologna, di Italia.

2. Dinasti Ayyubiyah

Setelah Daulat Fatimiyyah jatuh ke tangan Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 567 H (1171 M)14, Salahuddin al-Ayyubi menghentikan segala aktivitas

al-Azhar sebagai tempat yang menyelenggarakan peribadatan dan pendidikan. Sebab Shalahuddin al-Ayyubi adalah orang yang menganut paham Sunni, dengan demikian al-Azhar ditutup sebagai universitas dan tertutup pula untuk tempat shalat Jum’at. Untuk memanjukan ilmu pengetahuan dan bahasa Arab, Shalahuddin al-Ayyubi membuka madrasah sebagai sarana perkuliahan. Perkuliahan-perkuliahannya beralih ke madrasah-madrasah dan lembaga

(8)

kuliah setingkat universitas, yang sejumlahnya hingga mencapai 25 lembaga di Kairo, diantaranya adalah Madrasah al-Nashiriyah tahun 566 H yang terletak di samping Masjid Amr bin Ash15.

Pada masa al-Ayyubi juga dikenal juga sosok Musa Ibn Maymun, dokter pribadi panglima besar Salah al-Din al-Ayyubi, yang semula beragama Yahudi, yang aktif mengajar kedokteran, astronomi, matematika di al-Azhar.

Kondisi sosial-politik pada saat itu, yang tidak bisa dianggap baik-baik saja, di tengah perang Salib yang bergemuruh. Dapat dilihat bahwasannya semangat keilmuwan seorang Muslim tak pudar sama sekali. Hal yang sangat berbeda terjadi pada masa Dinasti Umayyah, yang karena sibuk dengan kekuasaaan dan perluasan wilayah akhirnya hanya sebagian ilmu pengetahuan yang tersentuh. Selain itu bagaimana di satu sisi Salah al-Din al-Ayyubi sebagai pemegang tambuk kekuasaan al-Azhar pasca Dinasti Fatimiyyah, mampu membekukan al-Azhar, meminimalisir bahkan cenderung menghentikan perkembangan Syi’ah, serta membangun hingga mencapai 25 lembaga-lembaga pendidikan setingkat universitas bermadzhab Sunni. 3. Dinasti Mamalik

Pada masa Dinasti Mamalik terjadi serbuan besar-besaran dari bangsa Mongol ke timur dan jatuhnya Islam di barat, sehingga menyebabkan banyak ulama dan ilmuwan muslim mencari perlindungan ke al-Azhar. Hal ini menyebabkan posisi al-Azhar menjadi penting dan sejak saat itu, banyak pelajar-pelajar negara Islam tertarik menjadi mahasiswa al-Azhar. Hancurnya Baghdad dan Spanyol sebagai pusat peradaban Islam, al-Azhar menjadi satu-satunya tempat berlindung untuk para ulama16. Sejak itu banyak ulama yang

datang untuk belajar dan mengajar ke al-Azhar seperti Ibnu Khaldun (784 H/ 1383 M), Ibnu Hajar al-Atsqolani (808 H/ 1141 M), Jalaluddin a-Suyuti

(9)

(911H/1505 M)17. Sehingga para orientalis menyebut masa ini sebagai zaman

keemasan pada sejarah al-Azhar.

Sistem pembelajaran yang digunakan adalah para mahasiswa diberi kebebasan memilih mata kuliah yang ingin dipelajarinya, sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasai oleh masing-masing dosen. Setelah mahasiswa berhasil menguasai disiplin ilmu yang diberikan oleh dosen, maka dipersilahkan untuk memilih dosen lain untuk mempelajari mata kuliah berbeda. Bagi mahasiswa yang sudah menyelesaikan kuliahnya kepada seorang dosen, maka ia akan diberi syahadah (ijazah)18.

Demikianlah al-Azhar di masa kejayaannya. Sebagai sebuah universitas pertama di dunia. yang mencetak ilmuwan-ilmuwan dan ulama-ulama Muslim. Sebuah kesatuan ilmu pengetahuan yang barang kali belum bisa dicapai umat Muslim setelahnya sampai saat ini.

Stagnasi dan kemunduran al-Azhar sebagai universitas terjadi mulai saat Mesir kehilangan kedaulatannya tahun 922 H/ 1517 M. Pada masa ini yang diajarkan hanya bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama saja. Sedangkan ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, ilmu bumi dan ilmu pasti lainnya dianggap haram hukumnya.

Stagnasi keilmuwan yang terjadi kurang lebih 200an tahun tentu membuat ilmu pengetahuan aqliyah umat Islam tertinggal jauh. Stagnasi yang terus berlanjut hingga beberapa puluh tahun hingga sampailah pada masa kepemimpinan Muhammad Ali, seorang perwira Turki, yang berhasil menjadi penguasa tunggal Mesir setelah berhasil mengusir tenara Perancis. Dilanjutkan dengan perjuangan Muhammad Abduh, yang melakukan perubahan karena berangkat ketertarikan terhadap pemikiran Jamaluddin al-Afghani, dan akhirnya Muhammad Abduh Abdullah Nadzim dan beberapa alumni al-Azhar lain melakukan gerakan pembaharuan.

(10)

Ridwan Sayyed membagi kemodern-an al-Azhar ke dalam 3 fase, yakni fase Muhammad Abduh, Fase Abad 20 dan Fase 21. Pada fase Muhammad Abduh merupakan fase rintisan yang telah dilakukan al-Azhar dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan dan rasionalisasi pendidikan Islam. Muhammad Abduh memandang perlunya integrasi pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Beliau menganggap perlunya diajarkan ilmu pengetahuan modern di al-Azhar, di samping memperkuat ilmu-ilmu agama. Hasil dari perjuangan beliau, maka pada masa ini mulai dimasukkan kurikulum modern, seperti fisika, ilmu pasti, filsafat, sosiologi, dan sejarah. Di samping masjid didirikan Dewan Administrasi al-Azhar (‘idarah al-Azhar) dan diangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas Syaikh. Juga dibangun Rauq al-Azhar yang dapat memenuhi kebutuhan pemondokan untuk guru dan mahasiswa19.

Kedua, fase abad ke- 20. Pada fase ini, al-Azhar sudah memulai untuk mengintegrasikan diri dengan pemerintah. Al-Azhar juga mulai beradaptasi dengan menjawab beberapa isu kontemporer dalam kaitan dengan isu modern dan modial. Pada masa ini pendidikan menjadi 4 jenjang, (1) pendidikan rendah selam 4 tahun; (2) pendidikan menengah selama 5 tahun; (3) pendidikan Tinggi selama 4 tahun; (4) Pendidikan Tinggi Keterampilan selama 5 tahun.

Ketiga, fase abad 21. Pada fase ini, al-Azhar secara ekspisit menjadikan dirinya sebagai gerakan moderat. Salah satu tuntunan yang harus segera diimplementasikan adalah ijtihad dan pengaturan metodologi konklusi hukum, yang memadukan antara teks-teks klassik dengan perangkat-perangkat pengetahuan modern. Pada fase ini, al-Azhar mulai mempelajari sistem penelitian yang dilakukan universitas barat, dan mengirim alumni terbaiknya ke Eropa dan Amerika.

(11)

Pada abad ke-21 ini, Al Azhar mulai memandang perlunya mempelajari sistem penelitihan yang dilakukan oleh Universitas di Barat, dan mengirim Alumni terbaiknya untuk belajar ke Eropa dan Amirika. Tujuan mengirim ini adalah untuk mengikuti perkembangan ilmiah di tingkat internasional sekaligus upaya perbandingan dan pengukuhan pemahaman Islam yang benar. Cukup banyak duta Al Azhar yang berhasil meraih gelar Ph.D dari Universitas luar tersebut, diantaranya ialah: Syekh DR. Abdul Halim Mahmud, Syekh DR. Muhammad Al Bahy20.

pada tahun 1930 M, keluar undang undang no 49 yang mengatur al-Azhar mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, dan membagi Universitas al-Azhar menjadi tiga fakultas yaitu: Syari’ah, Usuluddin, dan Bahasa Arab21.

Saat ini al-Azhar telah mempunyai 41 fakultas, 19 fakultas diantaranya berada di Kairo dan selebihnya berada diberbagai provinsi Mesir.

Fakultas-Fakultas al-Azhar Putera terdiri dari :

1. Fakultas Ushuluddin; masa kuliah selama empat tahun, dengan jurusan-jurusan sebagai berikut :

a. Tafsir dan Ilmu-Ilmu al-Qur’an, b. Hadis dan Ilmu Hadis,

c. Akidah Filsafat

d. Dakwah dan Peradaban Islam.

2. Fakultas Syariah; dengan jurusan sebagai berikut :

a. Program Under Graduate, dengan jurusan; Syariah Islamiyah (4 tahun), Syariah dan Hukum (5 tahun)

20 Antonio, Ensiklopedi., 162.

(12)

b. Program Post Graduate, dengan jurusan: 1). Ushul Fiqh, 2). Perbandingan Mazhab, 3). Perbandingan Hukum, 4). Sosial Politik.

3. Fakultas Dakwah; jurusan-jurusannya baru ada pada Post Graduate: 1). Perbandingan Agama, 2). Kebudayaan Islam.

4. Fakultas Studi Islam; dengan jurusan pada post graduate. 5. Fakultas Bahasa Arab;

dengan jurusan: 1). Bahasa Arab dan Adab (Umum), 2). Sejarah dan Peradaban, 3). Pers dan Informasi.

6. Fakultas-Fakultas Umum, terdiri dari :

1) Fakultas Bahasa dan Terjemah, 2). Fakultas Perdagangan/Ekonomi, 3). Fakultas Tarbiyah, 4). Fakultas Kedokteran, 5). Fakultas Farmasi, 6). Fakultas Kedokteran Gigi, 7. Fakultas Tekhnik, 8). Fakultas Ilmu Pasti, 9). Fakultas Pertanian

Sedangkan Fakultas-Fakultas al-Azhar Puteri.

1. Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab, dengan jurusan sebagai berikut :

a. Syariah Islamiyah b. Ushuluddin c. Bahasa Arab.

2. Fakultas Studi Sosial, 3. Fakultas Kedokteran, 4. Fakultas Ilmu Pasti, 5. Fakultas Perdagangan, 6. Fakultas Farmasi.

(13)

Disamping semua yang telah disebutkan di atas, al-Azhar juga mempunyai lembaga-lembaga pendidikan yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Î’dadiyah (setingkat SMP), Tsanawiyah (setingkat SMA), Sekolah Pendidikan Guru, dan Institut Seni Membaca dan Menghafal Al Qur’an22.

Hal menarik lain dari al-Azhar adalah sistem administrasi yang masih manual. Tidak seperti universitas di Indonesia yang sudah memakai komputer dan alat canggih lainnya. Di al-Azhar, administrasi masih menggunakan tulisan tangan. Hal ini pula yang membuat para mahasiswa harus mengantre panjang, bahkan harus menunggu berhari-hari untuk menyelesaikan administrasi kuliah. Tapi hal itu tidak membuat para mahasiswa surut dan malas. Banyak di antara mereka yang sabar menunggu bahkan, menurut sebagian mereka, ini merupakan pembelajaran agar sabar dalam segala hal.

Begitu juga dengan ruang kuliah, al-Azhar masih menggunakan meja dan bangku panjang yang bisa diduduki sekitar lima sampai tujuh orang, yang seharusnya mahasiswa duduk sendiri-sendiri layaknya perkuliahan lain. Al-Azhar bukannya tidak mampu untuk membeli komputer ataupun meja dan bangku layaknya sebuah universitas, tapi inilah sifat kesederhanaan yang diajarkan oleh al-Azhar kepada para mahasiswanya

D. Kontribusi al-Azhar.

Jasa terpenting al-Azhar bagi kemajuan umat Islam adalah di bidang pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak pemerintahan Dinasti Fatimiyyah, Kairo telah menjadi pusat intelektual muslim dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi saat ini, telah banyak melahirkan ulama yang tak dapat diragukan lagi dari aspek keilmuwannya, dan telah menyumbangkan khazanah keilmuwan terutama

(14)

keislaman. Diantaranya adalah Imam Subkhi, Jalaluddin as-Suyuti, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqolani.

Bidang ilmu pengetahuan adalah bidang yang paling dominan pengaruhnya, termasuk di Indonesia sendiri. Transmisi keilmuwan al-Azhar ke Indonesia, pada periode kontemporer, mengalir setidaknya pada tiga jalur.

Pertama, kepulangan mahasiswa dari sana yang kemudian sedikit banyak menularkan ilmu yang diperolehnya, baik melalui aktifitas mengajar, menulis buku atau artikel di media. Kedua, masuknya buku-buku karya pemikir Timur Tengah, khususnya al-Azhar yang dibawa oleh mahasiswa dan alumni maupun tenaga kerja ynag meskipun tidak tersebar luas tetapi kemudian banyak diterjemahkan dan banyak beredar di tanah air. Ketiga, kedatangan para da’i dan guru dari al-Azhar, baik atas undangan orang Indonesia, maupun inisiatif sendiri. Lulusan-lulusan al-Azhar tak hanya disebar ke Indonesia saja, akan tetapi juga negara-negara Muslim di seluruh dunia.

Dari ketiga faktor yang dipaparkan di atas, faktor pertamalah yang dominan. Hal ini dikarenakan dalam aktifitas pendidikan inilah ada proses mengkonstruk maupun merekonstruk pemikiran seseorang. Bagaimana seorang pendidik memiliki peranan penting dalam membuka wacana, mengenalkan bahkan mendoktrin siswa. Apalagi jika dipadukan dengan posisi penting dalam dunia pendidikan maupun pemerintahan. Tentunya akan mudah sekali bagi sosok tertentu untuk mentransmisi keilmuwan dari al-Azhar.

Setidaknya peran transmisi, alumni al-Azhar memiliki peranan yang dapat dibedakan menjadi tiga yakni kelompok dosen dan ustadz, muballigh atau pembicara, dan penulis.

(15)

Al-Azhar bermula dari sebuah masjid yang dibangun pada 970 M/ 359 H. Didirikan oleh Jenderal Jauhar pada masa pemerintahan khalifah Mauizuddin li Dinillah. Dan diresmikan menjadi sebuah universitas pada masa pemerintahan al-Aziz.

Azhar memiliki sejarah panjang. Lebih dari 1000 tahun berdirinya, Al-Azhar mengalami masa kejayaannyapada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik. Setelah berada di bawah kepemimpinan Turki Usmani hingga masa penjajahan Perancis, terjadi stagnasi keilmuwan. Hingga sampai kepada kempemimpinan Muhammad Ali, dan dilanjutkan fase kemodern-an yang telah dibagi menjadi 3 fase, yakni Fase Muhammad Abduh, Abad-20 dan Abad 21.

Pada abad ke-21 ini, Al Azhar mulai memandang perlunya mempelajari sistem penelitihan yang dilakukan oleh Universitas di Barat, dan mengirim Alumni terbaiknya untuk belajar ke Eropa dan Amerika. Banyak sekali perkembangan yang dialami Azhar, namun tidak sejalan dengan sistem pendidikan dan birokrasi di al-Azhar. Berbeda dengan kebanyakan universitas lain yang sudah memberlakukan sistem modern dan canggih, al-Azhar al-Syarif hingga kini masih eksis dengan sistem klasiknya.

Jasa terpenting al-Azhar bagi kemajuan umat Islam adalah di bidang pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. peran transmisi, alumni al-Azhar memiliki peranan yang dapat dibedakan menjadi tiga yakni kelompok dosen dan ustadz, muballigh atau pembicara, dan penulis.

(16)

Philip K. Hitti, History of Arab terj. Dedi Slamet Riyadi, dkk., (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002).

Syeikh Khalil al-Haurany, Shofahat min Tarikh al-Azhar al-Syarif, Ta’sisan wa ‘Ilman wa Muqowamatan lil Ajnaby, http://www.alazhar.gov.eg.

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam ( Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2013). Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999).

Ahmad Syalabi, History of Muslim Education, (Dar al-Kasysyaf, Beirut, Libanon, 1954), hal 49 dalam tesis Mukti Ali, Pembaharuan Lembaga Pendidikan di Mesir, Studi Tentang Sekolah-sekolah Modern Muhammad ‘Ali Pasya, Cv. Perdana Mulya Sarana, 2008.

http://uusmuhammadhusaini.blogspot.com/2012/12/madrasah-tingkat-tinggi-universitas-al_14.html, 21 Maret 2015, Pukul 22.20 WIB

Prof Dr Khoiruddin Nasution, Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan sedang Visiting Profesor di Mesir pada https://alumnialazhar.wordpress.com/ke-azhar-an/, diakses 21 Maret 2014, Pukul 22.28 WIB

Referensi

Dokumen terkait

massage effleurage dan VCO untuk pencegahan kejadian luka tekan pasien yang dirawat di ICU, ada perbedaan kejadian luka tekan antara kelompok intervensi dan

Perkembangan teknologi internet saat ini telah berkembang sangat pesat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan yang tidak bisa kita hindari sehingga dituntut

Jumlah produksi jagung respnden di Desa Bange Kecamatan Sangau Ledo dijelaskan sebesar 97,00% oleh faktor-faktor penggunaan benih, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah

Mulai dari proses penerimaan zakat, infak/sedekah yang diakui sesuai dengan nominal yang disetorkan kepada BAZNAS dari muzzaki, penyaluran zakat, infak/sedekah yang diakui ketika

Aplikasi ini merupakan aplikasi dari analisa yang terjadi di lapangan bagaimana prosedur penyewaan fasilitas yang ada digambarkan ke dalam rancangan sistem

Kondisi pembibitan sapi potong saat ini sangat beragam dan sebagian besar (95%) dikelola dan dikembangkan pada peternakan rakyat dengan pola produksi induk-anak dalam

Pendekatan fenomenologi menggunakan pola pikir subjektivisme yang tidak hanya memandang masalah dari suatu gejala yang tampak, akan tetapi berusaha menggali makna

Berdasar poin pemikiran di atas maka jika dikaitkan dengan domain disiplin arsitektur memunculkan beberapa asumsi yang harus ditetapkan; (1) wujud fisik ruang (space) dan