• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dari Kitab Minhajul Muslim

2. Akhlak terhadap diri sendiri

Manusia adalah mahluk ciptaan Allah Swt yang paling sempurna karena dibekali akal dan nafsu, jika mereka mnggunakan akalnya dengan baik maka Allah akan mengangkat derajatnya melebihi makluk Allah yang selalu patuh dan tak pernah membangkangnya yaitu malaikat. Sebaliknya apabila mereka mengunggulkan nafsunya dan meninggalkan akal sehatnya dan selalu berbuat maksiat maka derajatan lebih hina daripada hewan.

Maka dari itu setiap individu harus dibekali dengan pendidikan yang berkaitan dengan diri sendiri agar mereka bisa mengarahkan dirinya kepada hal-hal yang baik dan menjadi jalan selamat dunia dan akhirat.

53

Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar, tentang pendidikan akhlak kepada diri sendiri sikap yang harus ditanamkan antara lain:

a. Selalu menanamkan rasa malu

Malu Menurut bahasa kata malu berasal dari bahasa Arab yaitu ﺀبٛذ(malu) merupakan leburan dari kata بٛذ (hidup). Malu dibangun di atas dasar hidupnya hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan di akhirat.

Memiliki rasa malu adalah hal yang perlu dimiliki oleh setiap orang karena dengan rasa malu ia tidak akan melalukan perbuatan yang dibenci oleh Allah Swt dan hal-hal yang melanggar norma- norma sehingga ia dapat menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.

Dalam kitab Minhajul Muslim dikatakan:

ُىِهْسًُْنَا

ٌٙرَِّٛد ٌفِْٛفَع

َُّن ٌكْهَخ ُءبََٛذْنأَ

.

ٌِبًَِْٚ ْلْا ٍَِي َءبََٛذْنا ٌَِّ

ِِّتبََٛد ِوإََلَٔ ِىِهْسًُْنا ُ َ ًَِْٛع ٌُبًَِْٚ ْلْأَ

Artinya: “Seorang muslim pandai menjaga diri dan pemalu. Malu

adalah salah satu akhlaknya, bahkan malu itu bagian dari iman yang merupakan pedoman muslim dan penegak hidupnya”. (Al-Jazairi, tt: 115)

54

Keimanan menyuruh seorang mukmin melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan rasa malu mencegah perilakunya dari kurang bersyukur kepada pemberi nikmat, termasuk mengurangi hak dari orang yang berhak. Sebagaimana orang yang pemalu mencegah dirinya dari berbuat keburukan atau berkata buruk, menjaga dari cela dan dosa cemoohan, maka rasa malu itu baik dan tidaklah menimbulkan kecuali kebaikan.

Lebih lanjut dapat penulis jabarkan tentang apa itu malu yang terdapat dalam kitab Minhajul Muslim. Malu adalah sifat yang terpuji dan merupakan akhlak yang mulia, sifat malu merupakan benteng dari melakukan perbuatan-perbuatan buruk, jika rasa malu telah hilang pada seseorang maka berbagai keburukan akan ia lakukan, seperti membunuh, zina, durhaka pada kedua orang tua dan lain-lain. Sebagaimana pada zaman sekarang betapa banyak manusia dengan tidak ada rasa malu melakukan kemaksiatan mereka bangga atas apa yang ia lakukan, seakan perbuatan maksiat bukan dosa, bahkan menjadi sebuah kebiasaan atau adat penanaman rasa malu masih relevan apabila ditanamkan kepada para pelajar untuk lebih menjaga diri dari pergaulan-pergaulan yang jelek dan jauh dari perkara yang baik inilah perlunya rasa malu itu diterapkan oleh pelajar di zaman sekarang.

55 b. Selalu bersikap Jujur

Jujur adalah perilaku yang mencerminkan adanya kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang diniatkan hati, diucapkan lisan dan digambarkan melalui perbuatan.

Seorang muslim memandang kejujuran bukan sekedar akhlak yang utama saja yang wajib dilakukan tanpa lainnya, akan tetapi ia memandang lebih jauh lagi daripada itu, ia berpendapat kejujuran adalah penyempurna imannya, menyempurnakan Islami, sebab Allah memerintah demikian seraya menuji hamba yang menyandang sifat ini.

Sebagaimana Rasulullah SAW menganjurkan dan mengajak kepadanya. Allah SWT berfirman di dalam memerintahkan kejujuran,



















Artinya: “ Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan Hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (Q.S. At-taubah: 119). (http//www.al-qur‟an-digital.com).

Dalam kitab Minhaj Al-Muslim dikatakan:

ِٙفَٔ ِِّنإَْلَأ ِٙف بًُِطبَبَٔ اًزِْبَظ ُُّيِزَتْهََٚٔ َقْ رِّصنَا دُّبِذُٚ ٌقِ بَص ُىِهْسًُْنَا

ُ ََُّجْنأَ ِ ََُّجْنا َٗنِ ِ٘ َْٓٚ دُّزِبْنأَ رِّزِبْنا َٗنِ ِ٘ َْٓٚ َقْ ِصنا َذِ ؛ ِِّنبَعْفَأ

َِِّْٛبَيَأ َٗصْلَأَٔ ِىِهْسًُْنا ِتبَٚبَغ ًَْٗ َأ

Artinya: “Seorang mukmin adalah orang yang jujur, mencintai

kebenaran dan senantiasa menetapi kebenaran, lahir maupun batin, di dalam berkata dan berbuat, kerna kebenaran itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukan ke surga, sedangkan

56

surga itu puncak cita-cita seorang muslim dan angan-angannya yang terlalu jauh”.(Al Jazairi, 2012: 118).

Ucapan dapat menjadi agung dan tinggi nilainya, apabila sesuai dengan kenyataan yang ada, tetapi dapat menjadi kecil atau rendah nilainya, apabila tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Benar tidaknya dan baik buruknya suatu perkataan itulah yang menyebabkan seseorang dipuji dan dihormati orang lain, atau bahkan akan dicela dan dihina (Al-Ghalayaini, 2006: 160).

Takutlah bagi kita untuk berbuat dusta. Karena sekali berbuat dusta niscaya apa yang diucapkan tidak akan dibenarkan oleh orang lain sekalipun perkataan itu benar (Syakir, 1997: 27).

Penting bagi pelajar untuk mengetahui apakah orang itu jujur atau tidak, dengan memahami tanda-tanda kejujuran yakni:

1) Berbicara benar. Seorang muslim apabila berbicara tidak membicarakan selain kebenaran dan kejujuran, bila memberitakan tidak mau kecuali yang nyata benar-benar sesuai dengan perkaranya, karena bohong dalam pembicaraan termasuk dalam kemunafikan.

2) Jujur dalam bekerja. Seorang muslim apabila bekerja sama dengan orang lain ia berbuat jujur dalam kerjanya, tidak ingin menipu, memperdaya, bersumpah palsu, maupun membujuk dalam keadaan apapun.

57

3) Jujur dan bersungguh-sungguh dalam kemauan. Seorang muslim apabila telah berniat melakukan suatu perbuatan, ia tidak akan ragu-ragu di dalam hal itu bahkan melangsungkannya dengan teguh tanpa menoleh kemampuan atau memperhatikan orang lain, sehingga pekerjaan selesai dengan sempurna.

4) Jujur dalam ikatan janji. Seorang muslim jika berjanji kepada orang lain, ia memenuhi janji kepadanya, sebab menyalahi janji termasuk kemunafikan.

5) Jujur dalam berpenampilan. Seorang muslim tidak akan tidak akan menampakkan penampilan yang tidak sesuai dengan keadaannya, tidak akan menampakkan sesuatu yang menyelisihi batinnya, ia tidak mengenakan pakaian palsu, tidak pamer, dan tidak pula memaksakan apa yang bukan miliknya (Al-Jazairi, t.t:259).

Jadi sifat jujur adalah sifat yang tidak boleh ditinggalkan dan harus selalu melekat pada seluruh muslim terutama untuk para pelajar karna sifat jujur salah satu sifat wajib Nabi Muhammad Saw dan sepatutnya sebagai pelajar hendaknya dapat meneladani sifat beliau yang dapat ditanamkan pada setiap individu mulai dari perkataan, perbuatan dan tingkah laku. Sifat jujur merupakan akhlak seeorang muslim sebagai penyempurna iman sehingga menjadikannya jalan menuju ke surga.

58

Pendidikan akhlak dalam kitab Minhajul Muslim apabila diterapkan kepada pelajar masih relevan karena masih banyak pelajar yang belum dapat berbuat jujur seperti halnya mencontek saat ujian, berbicara bohong hal tersebut masih jauh dari akhlak yang terpuji maka dengan adanya pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Minhajul Muslim diharapkan pelajar dapat menerapkan sifat jujur dan menjadi seorang muslim berakhlak terpuji.

c. Salalu bersikap tawadhu‟

Tawadhu (ع إتنأ) secara bahasa adalah ketundukan dan rendah hati, asal katanya adalah tawadhu‟atil ardhu‟ tanah itu lebih rendah dari pada tanah di sekelilingnya.

Tawadhu‟ secara istilah adalah tunduk dan patuh kepada otoritas kebenaran, serta kesediaan menerima kebenarabn dari siapapun yang mengatakannya, tawadhu juga merendahkan diri dan santun terhadap manusia dan tidak membandingkan diri dengan lain (http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2012/11/tawadhu-rendah-hati.html Diakses pada hari Senin, 02 Oktober 2017. pada pukul 07.03).

Dalam kitab Minhajul Muslim dikatakan:

ِِّل َلاْخَأ ٍِْي ُعَ إََّتنأَ ٍ ََبَُٓي َلأَ ٍ َّنِذُي ِزَْٛغ ِْٙف ُعَّ إََتَٚ ُىِهْسًُْنا

ِذِ ؛ ِِّهْثًِِن ِٙغَبَُْٚ َلأَ َُّن َسَْٛن ّزدُّبَكْنا ٌََّأ بًََك ِ َِٛنبَعْنَا ِِّتبَفِصَٔ ِ َِٛنبَثًُْنا

ِٙف ٌ َِٚربَج ِالله ُ َُُّ ِذِ ؛ ُضِمْخَٚ َّلاَئِن ُزَّبَكَتَٚ َلأَ َعِمَتْزَِٛن ُعَ إََتَٚ ُىِهْسًُْنا

ٍَِْٛعرِّ إََتًُنْا ِعْفَر

Artinya: “Seorang muslim bertawadhu‟ dengan tidak merendahkan maupun menhinakan diri. Tawadhu‟ adalah akhlaknya yang luruh

59

dan sifatnya yang tinggi, sementara kesmbongan (takabbur) bukan termasuk akhlaknya dan tidak patut bersanding dengannya, sebab orang muslim bertawadhu‟ untuk dimuliakan dan tidak mau sombong agar tidak dicampakan, sebab sunnah Allah berlaku mengangkat derajat orang-orang yang bertawadhu”. (Al Jazairi, 2012: 122).

Orang yang tawadhu‟ memang hatinya sudah diliputi oleh kesucian, hingga kejahatan yang menimpanya akan dibalas dengan suatu kebaikan.

Adapun ciri-ciri orang tawadhu‟ menurut Al-Jazairi (T.t: 267) adalah sebagai berikut:

1) Jika seseorang selalu ingin menonjol, maju ke muka diantara sesamanya, berarti dia orang yang sombong, namun jika mundur (menalik diri) dari mereka, maka dia bertawadhu.

2) Jika seseorang berdiri dari tempat duduknya karena kehadiran seorang yang alim yang mulia dan mempersilakan duduk ditempatnya, jika ulama itu akan berdiri dia mempersiapkan sandalnya dan keluar mengikutinya dari belakangnya sampai ke pintu rumah mengantarkannya, maka orang itu bertawadhu‟. 3) Jika menyambut kedatangan orang-orang sebaya dengan muka

berseri-seri dan gembira, lemah lemput, memenuhi undangannya, membantu kebutuhannya, dan tidak menganggap dirinya lebih baik dari mereka, maka itulah orang yang bertawadhu‟.

4) Jika makan dan minum tanpa berlebihan, berpakaian tanpa sombong, maka dia juga orang yang tawadhu‟.

60

Karena itu sifat tawadhu‟ perlu dimiliki oleh pelajar karena dengan keadaan dan perkembangan zaman saat ini banyak sekali pelajar yang kurang tata krama kepada orang yang lebih tua maka dari itu dengan pelajar memiliki bersifat tawadhu‟, maka mereka akan terhidar dari sifat sombong dan takabur pada dalam diri mereka. Hal ini sengatlah relevan apa bila diterapkan kepada para pelajar dengan bersikap tawadhu‟ mereka akan lebih menghargai perbedaan antara setu dan yang lain.

Dokumen terkait