• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat-akibat yang Ditimbulkan Oleh Gangguan Hutan (Faktor Eksternal) Pada Kondisi Tegakan Secara Umum

F. Kondisi Sosial Ekonomi

B.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Rasio Kelestarian Hutan

B.4.2. Akibat-akibat yang Ditimbulkan Oleh Gangguan Hutan (Faktor Eksternal) Pada Kondisi Tegakan Secara Umum

Dengan melihat kenyataan di atas bahwa penurunan kualitas tanaman Acacia mangium sangat dipengaruhi oleh berbagai gangguan yang ada, berikut penjelasan terperinci tentang akibat yang mungkin ditimbulkan terhadap berbagai kondisi tegakan Acacia mangium.

a. Akibat Gangguan Konflik Lahan

Seperti yang telah dikemukakan pada sub-bab sebelumnya, gangguan hutan berupa konflik lahan merupakan salah satu jenis gangguan hutan yang tidak mengenal

34 umur tegakan. Kerugian yang ditimbulkan akibat adanya konflik lahan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada kasus perambahan lahan, kerugian yang muncul berupa berkurangnya produksi volume pohon, kehilangan sejumlah luasan lahan dan keterlambatan waktu tanam (untuk lahan Logged Over Area/LOA). Sementara pada kasus klaim lahan, kerugian yang muncul berupa keterlambatan waktu tanam serta juga pengurangan luas lahan yang signifikan bila masalah ini sampai berlarut-larut atau dimenangkan oleh penggugat. Kerugian berupa pengurangan volume pada kasus klaim lahan biasanya tidak terjadi, karena dalam kasus ini masyarakat penggugat biasanya hanya menginginkan agar lahan tersebut menjadi milik mereka, tanpa disertai adanya pengrusakan tegakan.

Kerugian berupa berkurangnya volume pohon yang seharusnya dapat diproduksi terjadi karena pada kasus perambahan lahan, masyarakat perambah umumnya akan menebang kemudian membakar pohon-pohon yang ada di areal tersebut untuk dijadikan lahan terbuka yang siap untuk ditanami. Apabila lahan yang dirambah berusia muda, perusahaan akan kehilangan produksi volume sejumlah riap rata-rata/ha/thn dikalikan dengan umur yang tersisa hingga mencapai masak tebang. Sementara, bila perambahan lahan terjadi pada areal yang telah berusia tua, kerugiannya akan ditambah dengan jumlah biaya yang telah dikeluarkan untuk proses persiapan lahan hingga pemeliharaan. Untuk kehilangan sejumlah luasan dan keterlambatan waktu tanam, adalah merupakan kerugian yang harus ditanggung perusahaan selama masalah perambahan ini belum dapat terselesaikan. Dengan adanya luasan yang hilang (meskipun untuk sementara waktu) serta keterlambatan waktu tanam, maka akan mempengaruhi proses produksi selanjutnya dan menambah jumlah biaya yang harus dikeluarkan (antara lain biaya tambahan untuk pemeliharaan bibit yang belum dapat ditanam, biaya yang terlanjur dikeluarkan untuk memproduksi bibit serta biaya akibat tidak dapat memenuhi jadwal yang telah ditetapkan). Selain itu, kerugian utama dari adanya konflik ini adalah tidak terjaganya stabilitas kawasan hutan yang dimiliki perusahaan yang akan berdampak pada terancamnya kelestarian produksi dan perusahaan.

b. Akibat Gangguan Kebakaran Lahan.

Kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan akan sangat tergantung pada intensitas dari kebakaran itu sendiri. Intensitas kebakaran dalam hal ini akan sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan bahan bakar, ketersediaan energi serta juga ketersediaan oksigen. Seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, salah satu ciri dari tegakan Acacia mangium adalah banyak tersedianya akumulasi serasah daun phylodia yang sulit terdekomposisi dan merupakan bahan bakar yang baik pada musim kemarau. Sungguhpun demikian, apabila tidak ada energi yang cukup untuk mengantarkan bahan bakar sampai ke suhu pembakaran, kebakaran hutan tidak akan terjadi. Berdasarkan pengalaman, kebakaran hutan hanya terjadi apabila ada yang mulai membakarnya, walaupun kondisi alam sedang sangat kering.

Menurut Saharjo (1996) dalam Hardiyanto (2004), hasil studi kebakaran pada hutan Acacia mangium di Subanjeriji menunjukkan bahwa pada kandungan bahan bakar sebesar 21,2 ton/ha temperatur nyala api mencapai 343-454°C pada permukaan tanah dan 101-159°C pada ketinggian 2 m dari permukaan tanah, intensitas api mencapai 863,9kW/m, dengan tinggi bekas kebakaran mencapai 13,8 m. Tingkat kebakaran seperti ini menyebabkan kematian yang besar pada tanaman Acacia mangium. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kerugian dari terjadinya suatu kebakaran hutan pada tegakan A.mangium akan sangat tergantung pada jumlah bahan bakar yang tersedia serta tinggi dari kebakaran itu sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara pada pelaksana operasional lapangan, dikatakan bahwa usia tegakan 1-3 tahun merupakan usia yang rentan terhadap bahaya kebakaran. Bila lewat dari usia tersebut, harapan tegakan untuk tetap hidup dan tumbuh pada umumnya masih tinggi. Hal ini tentunya apabila kebakaran yang terjadi merupakan kebakaran bawah dan tidak sampai pada tajuk pohon.

Dalam hal ini, kerugian yang diderita oleh perusahaan tergantung dari kondisi tegakan setelah mengalami kebakaran. Apabila tegakan mengalami kematian total (kebakaran mencapai tajuk pohon), maka kerugian yang harus ditanggung antara lain kehilangan sejumlah volume serta sejumlah biaya investasi, bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan serta juga kemungkinan bertambahnya serangan hama dan penyakit pada pohon yang mengalami luka bakar. Pada tegakan yang tidak mengalami kematian total (kebakaran tidak sampai mencapai tajuk pohon), meskipun masih ada sejumlah volume yang dapat diproduksi, nilainya akan berkurang secara cukup signifikan, karena adanya gangguan pada pertumbuhan berikutnya. Selain itu, akan ada biaya tambahan

36 yang harus ditanggung dalam melakukan proses produksi (proses produksi akan berjalan lebih lambat karena harus memastikan dengan teliti bahwa kayu bulat yang dikirim tidak mengandung arang sedikitpun). Adanya pencucian unsur-unsur hara pada lahan terbakar yang mengakibatkan turunnya kesuburan lahan dan kerdilnya pertumbuhan tanaman daur berikutnya juga menjadi salah satu konsekuensi adanya gangguan hutan tersebut.

c. Akibat Gangguan Penggembalaan

Sebagai akibat dari adanya kegiatan penggembalaan yang pada umumnya terjadi pada usia satu tahun antara lain adalah gagalnya tanaman, baik karena patah, terinjak-injak ataupun karena pucuk/tunas tanaman muda dimakan. Selain itu juga berakibat pada berkurangnya kesuburan tanah akibat terjadinya penurunan tingkat porositas tanah. Dengan berkurangnya porositas tanah sebagai akibat dari pemadatan tanah, air sebagai salah satu faktor yang dibutuhkan tanaman menjadi sulit terserap dan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil.

d. Akibat Gangguan Hama Penyakit

Jenis hama penyakit yang menyerang wilayah penelitian antara lain adalah hama monyet serta penyakit jamur akar putih. Akibat yang ditimbulkan oleh keduanya adalah menurunnya kualitas dan kuantitas pohon pada tegakan, atau bahkan kegagalan tanaman (kematian tanaman dalam jumlah besar) sehingga perlu untuk ditanami ulang.

Dokumen terkait