• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pelaksanaan Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks

Pelaksanaan Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks merupakan suatu perintah yang harus dilaksanakan oleh Tergugat dalam hal ini Walikota Makassar sebagai pihak yang diwajibkan. Dalam amar Putusan No.

37/G/2015/PTUN.Mks, Tergugat diwajibkan untuk mencabut Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 dan Surat Keputusan No. 821.22.33-2015, merehabilitasi jabatan Para Penggugat, dan membayar ganti rugi yang dialami Para Penggugat.

Berikut akan dijelaskan mengenai pelaksanaan Putusan No.

37/G/2015/PTUN.Mks, yaitu:

a. Perintah Pencabutan Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 dan Surat Keputusan No. 821.22.33-2015

1. Pencabutan Surat Keputusan No. 821.29.32-2015, tanggal 12 Februari 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pegawai

Negeri Sipil dari dan dalam Jabatan Komisi Pengendalian dan Percepatan Program Strategis (KP3S) Kota Makassar.

Surat keputusan tersebut di atas, memuat nama Para Penggugat yaitu, Andi. M Hatta, NIP. 19590623.1984031.002, pangkat/golongan ruang Pembina Utama Muda IV/c, jabatan lama Kepala Badan Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Kota Makassar, jabatan baru Anggota Komisi Pengendalian dan Percepatan Program Strategis (KP3S) Kota Makassar, khususnya pada lampiran nomor urut 3.

Kemudian Norma Bakir, NIP. 19580410.198803.2.003, pangkat/golongan ruang Pembina Utama Muda IV/c, jabatan lama Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar, jabatan baru Anggota Komisi Pengendalian dan Percepatan Program Strategis (KP3S) Kota Makassar, khususnya pada lampiran nomor urut 20.

Sesuai perintah Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks setelah berkekuatan hukum tetap, Tergugat diperintahkan untuk mencabut Surat Keputusan No. 821.29.32-2015, tanggal 12 Februari 2015 karena telah dinyatakan tidak sah. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian pada Kantor Walikota Makassar Bagian Data dan Informasi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (selanjutnya disebut BKPSDMD) yang dilakukan

pada tanggal 09 Februari 2018, Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 belum dicabut oleh Tergugat.

Zulkifli M. Selaku kuasa hukum Tergugat sekaligus Kasubag Bantuan Hukum Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sekretariat Daerah Kota Makassar menjelaskan (wawancara, 08 Februari 2018);

Meskipun pengadilan tidak memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 yang memuat nama Para Penggugat terkhusus lampiran nomor urut 3 dan 20, sebenarnya sudah tidak ada lagi persoalan karena lampiran nomor urut 3 dan 20 surat keputusan itu telah dicabut lebih dulu oleh Tergugat sebelum putusan berkekuatan hukum tetap. Tergugat telah menerbitkan surat keputusan baru terkait pengangkatan Pak Hatta ke jabatan fungsional Badan Diklat Widiaswara. Begitu pula dengan Ibu Hj. Norma yang telah bermohon menjadi Pejabat Pemda Prov. Sul-Sel.

Lebih lanjut Zulkifli M. SH. (wawancara, 08 Februari 2018) menjelaskan;

Kenapa kemudian Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 tidak dicabut secara keseluruhan karena surat keputusan tersebut merupakan surat keputusan kolektif yang bukan hanya nama Para Penggugat yang terdapat di dalamnya, melainkan juga terdapat nama-nama Anggota KP3S lain, termasuk nama-nama Anggota KP3S yang gugatannya tidak dikabulkan oleh pengadilan. Oleh karena itu, tidak serta merta surat keputusan dicabut secara keseluruhan, jika surat keputusan dicabut maka seluruh nama yang terdapat dalam surat keputusan tersebut tidak memeiliki kududkan hukum yang pasti, jadi hanya nama Para Penggugat yang dikeluarkan dalam lampiran berdasarkan surat keputusan baru.

2. Pencabutan Surat Keputusan No. 821.22.33-2015 tanggal 12 Februari 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pegawai

Negeri Sipil dari dan dalam Jabatan Struktural Eselon II dalam Lingkup Pemerintah Kota Makassar.

Surat keputusan tersebut di atas, memuat nama Para Pejabat Pengganti jabatan Para Penggugat yaitu, Evi Aprialty, NIP.

19680417.199203.2.009, pangkat/golongan ruang Pembina Tingkat I IV/b, jabatan lama Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar, jabatan baru Kepala Badan Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Kota Makassar, khususnya pada lampiran nomor urut 23.

Kemudian Tenri Ampa, NIP. 19680412. 199603.2.005, pangkat/golongan ruang Pembina IV/b, jabatan lama Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Sekretariat Daerah Kota Makassar, jabatan baru Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar, khususnya pada lampiran nomor urut 25.

Perintah yang sama dalam amar Putusan No.

37/G/2015/PTUN.Mks setelah berkekuatan hukum tetap, Tergugat diperintahkan untuk mencabut Surat Keputusan No. 821.22.33-2015 tanggal 12 Februari 821.22.33-2015 karena telah dinyatakan batal.

Akan tetapi, dari hasil penelitian pada BKPSDMD (09 Februari 2018), Surat Keputusan No. 821.22.33-2015 juga belum dicabut oleh Tergugat.

Mahmud selaku Kepala Bagian Data dan Informasi pada BKPSDMD Kota Makassar menjelaskan (wawancara, 05 Maret 2018);

Sebagai seorang pejabat, apalagi pejabat di instansi seperti ini (pemerintahan) pergeseran pejabat dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain itu sangat sering terjadi. Untuk para pejabat yang telah dinyatakan batal surat keputusan pengangkatannya oleh hakim melalui suatu putusan tentu pejabat tersebut tidak lagi memiliki legitimasi untuk menduduki jabatannya, namun untuk ibu Tenri dan Ibu Evi itu surat keputusan pengangkatannya sudah terbit yang baru bahkan secara bersama-sama dengan Pak Hatta dilantik.

Lebih lanjut Mahmud menjelaskan (wawancara, 05 Maret 2018);

Dalam pemerintahan, rotasi surat keputusan tentang pengangkatan, pemutasian, dan pemberhentian pejabat itu terus-menerus dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, sementara suatu gugatan yang masuk ke pengadilan sampai pada putusan berkekuatan hukum tetap itu sangat lama, jadi ada kemungkinan perubahan-perubahan terjadi sebelum putusan berkekuatan hukum tetap.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa Tergugat tidak melakukan pencabutan terhadap kedua surat keputusan yang telah dinyatakan tidak sah dan batal oleh pengadilan dengan alasan surat keputusan itu merupakan surat keputusan kolektif yang jika dilakukan pencabutan maka semua pejabat yang terdapat dalam daftar lampiran surat keputusan tersebut akan kehilangan dasar hukumnya dalam menduduki suatu jabatan dan juga Tergugat telah menerbitkan surat keputusan baru untuk para Penggugat sebelum putusan berkekuatan hukum tetap.

Perlu diketahui mengenai ciri keistimewaan dari Putusan PTUN yang membedakan dengan putusan perkara perdata, menurut Paulus Effendi Lotulung (2013: 137) sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya mengenai akibat hukum Putusan PTUN bahwa; “Putusan PTUN tersebut mempunyai daya mengikat bagi setiap orang (bersifat erga omnes), tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang berperkara”.

Putusan PTUN yang bersifat erga omnes tentunya berlaku untuk setiap putusan PTUN. Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks yang dalam amarnya telah menyatakan tidak sah Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 dan menyatakan batal Surat Keputusan No.

821.22.33-2015 yang memuat bukan hanya nama Para Penggugat beserta pejabat penggantinya tetapi juga memuat pejabat lain.

Persoalannya adalah apakah sifat erga omnes dapat dikenakan juga bagi para pejabat lain yang ada namanya dalam lampiran dua surat keputusan tersebut sebagaimana alasan Tergugat di atas.

Muh. Ikbal sebagai Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar menjelaskan (wawancara, 06 Maret 2018);

Biasanya surat keputusan tentang kepegawaian itu adalah surat keputusan yang memuat banyak nama-nama pejabat dalam lampirannya (surat keputusan kolektif), manakala salah seorang atau beberapa orang diantaranya atau pihak lain yang menggugat surat keputusan tersebut pada pengadilan dan pengadilan menyatakan surat keputusan itu tidak sah atau batal, maka yang perlu diperhatikan hanyalah lampiran surat keputusannya karena yang harus dicabut hanyalah lampiran nomor urut yang menggugat saja kemudian dibuatkan surat keputusan baru.

Lebih lanjut Muh. Ikbal mencoba menggambarkan tentang sifat erga omnes (wawancara, 06 Maret 2018);

Dalam amar Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks terdapat disitu disebutkan “terkhusus nomor urut Para Penggugat dan para pejabat penggantinya”, jadi pejabat lain tidak dapat diikat dengan alasan sifat erga omnesPutusan PTUN karena jabatan yang digugat berbeda dengan jabatan pejabat lain meskipun dalam satu surat keputusan yang sama,contohnya surat keputusan No. 1 yang memuat nama B pada jabatan D dan C pada jabatan E, apabila si Z menggugat B kepengadilan karena Z merasa dirugikan atas pengangkatan B pada jabatan D, maka C tidak dapat diikat oleh sifat erga omnes karena C tidak merugikan kepentingan si Z dan tidak juga digugat. Berbeda halnya dengan sengketa dalam hal pertanahan misalnya BPN menerbitkan sertifikat hak milik yang dijadikan dasar jual beli tanah ke beberapa orang lain dengan cara membagi-bagi tanah tersebut kemudian diterbitkanlah akta jual beli, jika sertifikat yang diterbitkan BPN tersebut dibatalkan, maka bukan hanya nama yang terdapat dalam sertifikat tersebut terikat melainkan juga semua pihak dalam perjanjian jual beli tanah menjadi terikat oleh sifat erga omnes.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa meskipun pengadilan membatalkan suatu surat keputusan yang telah diterbitkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara, akan tetapi pengadilan masih memerhatikan kepentingan orang lain yang terdapat dalam surat keputusan tersebut. Dengan demikian kedua Surat Keputusan No. 821.29.32-2015 yang telah dinyatakan tidak sah dan Surat Keputusan No. 821.22.33-2015 yang telah dinyatakan batal tidak memiliki sifat erga omnes yang mengikat pejabat lain yang namanya juga termuat dalam lampiran kedua surat keputusan tersebut. Hal itu berarti Tergugat dengan mudah dapat mencabut lampiran nomor urut surat keputusan yang

memuat nama para Penggugat beserta pejabat penggantinya dan menerbitkan yang baru.

b. Perintah Merehabilitasi jabatan Para Penggugat

Sesuai dengan data BKPSDMD Kota Makassar (09 Februari 2018), Jabatan Struktural Eselon II yaitu Jabatan Kepala Arsip, Perpustakaan, dan Pengelolaan Data Kota Makassar masih diduduki oleh Evi Aprialty dan Jabatan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar masih diduduki oleh Tenri Ampa. Sementara itu, Andi M. Hatta menjabat pada Badan Diklat Widiaswara Kota Makassar dan Norma Bakir telah beralih jabatan pada Pemerintah Daerah Sulawesi-Selatan.

Berdasarkan data tersebut, jelas Tergugat sama sekali belum pernah melaksanakan rehabilitasi jabatan sesuai perintah Putsan No.

37/G/2015/PTUN.Mks meskipun putusan tersebut dalam amarnya juga memungkinkan apabila tidak dapat direhabilitasi pada jabatan semula dapat diganti dengan jabatan lain yang setingkat dengan jabatan Eselon II b.

Para Penggugat yang telah menjabat saat ini pada jabatan baru bukan karena perintah putusan pengadilan melainkan mengikuti proses seleksi dan dinyatakan lolos sebelum putusan No.

37/G/2015/PTUN.Mks berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian Para Penggugat menduduki jabatan lain atau jabatan baru bukan

karena rehabilitasi jabatan yang dilakukan oleh Tergugat sesuai perintah putusan.

c. Perintah Pembayaran ganti rugi yang dialami Para Penggugat

Mengenai ganti rugi yang dialami Para Penggugat, telah ditetapkan dalam amar Putusan No. 37/G/2015/PTUN.Mks sebesar Rp. 5.000.000. (lima juta rupiah). Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya yang menentukan bahwa; “besarnya ganti rugi yang dapat diberikan yakni paling kecil Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) dan paling besar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)”.

Ganti rugi yang diperintahkan kepada Tergugat, telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (selanjutnya disebut APBD) tahun 2017 sebagaimana Zulkiflie M. (wawancara, 08 Fabruari 2018) mengatakan;

Untuk ganti rugi yang terdapat dalam putusan PTUN, Putusan No.

37/G/2015/PTUN.Mks, itu sudah dianggarkan sebesar Rp.

5.000.000. (Lima Juta Rupiah) sebagaimana ketentuan perundang-undangan juga bahwa besaran ganti rugi tidak bisa melewati Rp 5.000.000. (Lima Juta Rupiah), ganti rugi dianggarkan di tahun 2017 yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai ketentuan.

Pembebanan ganti rugi juga telah ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 yang menentukan;

“ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Daerah, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Karena APBD adalah anggaran yang ditetapkan dalam

jangka waktu satu tahun, maka penganggaran ganti rugi yang yang dialami Para Penggugat masuk ke dalam penganggaran APBD tahun selanjutnya.

Dokumen terkait