• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN ASURANSI TAKAFUL DI INDONESIA

C. Akibat Hukum Pengaturan Asuransi Takaful

125

123

Burhanudin.S.,Aspek Hukum Lembaga Keuangan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 116-117

124 Ibid.

125Wirdyaningsih,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,2005), hal. 186.

55

Tabel 1

Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Asuransi Konvensional

No Prinsip Asuransi Konvensional Asuransi syariah 1 Konsep Perjanjian antara dua pihak

atau lebih, dengan mana

pihak penanggung mengingkatkan diri kepada

tertanggung dengan menerima premi asuransi,

untuk memberikan pergatian kepada tertanggung.

Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, denga cara masing-masing

menfeluarkan dana tabarru’.

2 Maisir, gharar, dan riba

Tidak selaras dengan syariah Islam. Dan di haramkan dalam Islam.

Bersih dari praktik Maisir, gharar, dan riba. 3 Dewan

Pengawas Syariah

Tidak ada, sehingga dalam banyak praktiknya

bertentangan dengan khaidah-khaidah syariah.

Ada, berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik

muamallah.

4 Akad Akad jual-beli. Akad tabarru dan akad

tijarah. 5 Jaminan/Risiko Terjadi transfer risiko dari

tertanggung kepada penanggung.

Terjadi proses salingmenanggung

antara satu peserta dengan peserta lainnya. 6 Pengelolaan

Dana

Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)

Pada produk-produk saving life terjadi pemisahan dana yaitu dana tabarru’ ‘derma’ dan dana peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru.

7 Investasi Bebasmelakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan.

Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan

perundang-undagan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dan riba dan tempat-tempat investasi terlarang.

56 8 Kepemilikan

dana

Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana insurance

Dana yang terkumpul dalam bentuk iuran atau kontribusi, meruakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.

9 Unsur premi Unsur premi terdiri dari tabel mortalitas (mortality tables), bunga (interest), biaya asuransi (cost of insurance)

Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (yang tidak mengandung unsur riba). Tabarru’ juga dihitung dari tabel mortalitas, tapi tanpa perhitungan bunga teknik.

10 Sumber pembayaran klaim

Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan,

sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual

Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu

pesera saling menanggung. Jika salah

satu peserta mendapat

musibah, maka penanggung lainnya ikut

menanggung bersama resiko.

11 Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan peusahaan.

Profit yag diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta.

Pokoknya pertanyaan berpangkal pada dua permasalahan. Pertama, apakah sudah terpenuhi syarat dalam akad jaminan menurut prinsip syariah. Kedua, kedudukan perusahaan takaful itu sendiri: apakah ia berperan sebagai perusahaan penjamin, ataukah sebagai perusahaan pengelola dana nasabah, atau

57

hanya sekedar sebagai lembaga yang mempertemukan nasabah sebagai pemilik dana dengan pengusaha.126

Pada sisi lain ada kesamaran pada mekanisme asuransi takaful, tampak dua akad sekaligus yaitu akad saling menaggung diantara para nasabah dan akad syariat antara nasabah dan perusahaan takaful yang dibuktikkan dengan adanya dana bagi hasil oleh perusahaan asuransi takaful.127 Faktanya dilapangan maka kita akan menemukan perusahaan asuransi syariah tidak menjadi pengelola. Sebab dana yang dikumpulkan tersebut tidak dikelola sendiri menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu asuransi syariah takaful termasuk lembaga keuangan non-bank yang hanya boleh menghimpun dana tetapi tidak boleh menyalurkan sendiri, melainkan disalurkan ke Bank Muamalat Indonesia.128

126Zainuddin Ali, Op.Cit, hal. 90. 127Ibid, hal. 91.

1

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mempunyai jumlah angkatan kerja yang sangat banyak. Pemerintah sebagai pengelola negara menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.1 Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan terdapat risiko. Dalam rangka meminimalisir terjadinya resiko tersebut, lahirlah asuransi sebagai solusi untuk mengalihkan resiko atau pertanggungan. Asuransi merupakan perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi berdasarkan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Perasuransian”).2

Kehidupan dan kegiatan manusia pada hakekatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud adalah adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umunya.3 Sifat yang tidak kekal dimaksud selalu meliputi dan menyertai manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian kelompok atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegitatannya.4

Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah, mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan atau diprediksi lebih dahulu

1Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 huruf D, angka 2 2

Indonesia (Perasuransian), Undang-Undang tentang Perasuransian, UU No.40 Tahun 2014, LN Nomor 337 Tahun 2014, TLN Nomor 5618.

3Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi,(Jakarta : Sinar grafika, 2008), hal. 2.

2

secara tepat sehingga dengan demikian keadaan yang dimaksud tersebut tidak akan pernah memberikan rasa pasti.5 Keadaan yang tidak pasti tersebut dapat dalam berbagai bentuk dan peristiwa, yang biasanya selalu dihindari.6 Upaya dan usaha manusia untuk menghindari dan melimpahkan risikonya kepada pihak lain beserta proses pelimpahan sebagai suatu kegiatan itulah yang merupakan cikal bakal perasuransian yang dikelola sebagai suatu kegiatan ekonomi yang rumit sampai dengan saat ini.7

Hidup ini penuh ketidakpastian, seseorang tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Sedia payung sebelum hujan peribahasa sesuai untu korang yang sadar asuransi. Asuransi di negara-negara maju sudah merupakan kewajiban bagi warga negaranya karena mereka sadar akan berasuransi mereka telah mengurangi kekhawatiran akan masa depan, mereka telah memberikan yang terbaik bagi keluarga mereka.8 Masyarakat Indonesia sekarang ini sudah mulai mengenal dan sadar akan pentingnya asuransi bagi kehidupan mereka terbukti dengan penjualan produk asuransi meningkat dan dibarengi dengan produk investasi.9 Asuransi penting untuk melindungi dari berbagai risiko. Adapun alasan-alasan untuk berasuransi antara lain :10

1. Melindungi peristiwa yang sudah pasti

5

Ibid.

6Ibid.

7Ibid, hal. 3.

8Lihat “Pentingnya Berasuransi”,

(diakses pada tanggal 17 April 2016)

9Lihat “Pentingnya Memahami Aturan Berasuransi Jiwa”,

10Lihat “7 Alasan Mengapa Pentingnya Berasuransi”,

3

2. Melindungi terhadap peristiwa yang tidak pasti 3. Aman dan tentram jika ada asuransi

4. Sebagai instrumen Investasi, dan disiplin dalam menabung 5. Untuk menambah modal usaha

6. Memberikan ketenangan dan kedamaian

7. Berguna untuk menyusun masa depan dan dana pensiun.

Indonesia adalah negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia. Dari sekitar 205 juta penduduk Indonesia sekitar, 88 persen memeluk agama Islam atau sekitar 12,7 persen dari populasi dunia.11 Secara menyeluruh ajaran agama Islam dapat masuk kedalam segala lini kehidupan bernegara, salah satunya dalam bidang ekonomi dan bidang perasuransian. Perasuransian umum yang diperkenalkan oleh bangsa barat dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam.12

Munculnya konsep asuransi menurut Islam diawali dengan silang pendapat antara para ulama tentang status hukum asuransi konvensional.13

Jawatan Fatwa Malaysia tanggal 15 Juni 1972 mengeluarkan keputusan yang menetapkan bahwa praktek asuransi jiwa di Malaysia hukumnya adalah Munculnya anggapan bahwa asuransi konvensional dalam beberapa hal mengandung unsur-unsur yang di haramkan oleh Islam. Dengan adanya anggapan itu, maka sebagian umat Islam memnadang bahwa transaksi dalam asuransi konvensional termasuk transaksi yang di haramkan berdasarkan syariat.

11Lihat “Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”,

12Yadi Janwari, Asuransi Syariah (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 46. 13Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), hal. 96.

4

haram.14 Dekade 1970-an di negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu pada nilai-nilai Islam. Pada tahun 1979 berdiri Islamic Insurance Co. Ltd. di Sudan. Pada tahun 1983 Dar al-Mal al-Islami berdiri di Genewa, Swiss.15

Ajaran Islam juga terdapat substansi mengenai perasuransian. Substansi terkait asuransi yang termuat itu menghindarkan prinsip operasional asuransi dari unsur gharar

16

, masyir17, dan riba18.19 Gagasan dan pemikiran untuk mendirikan auransi syariah di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dan pemikiran itu lebih menguat lagi setelah di resmiannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.20

Sejarah perkembangan asuransi di Indonesia, muncul pemikiran baru di kalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah yang masih sedikit ketika itu, untuk membuat asuransi syariah.

Mencuatnya alasan berdirinya asuransi syariah berasal dari Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (“ICMI”).

21

Pada tanggal 27 Juli 1993, di bentuklah Tim Pembentukkan Takaful Indonesia (TEPATI) yang disponsori oleh Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri dan Depkeu.22

14Ibid.

15 Ibid.

16Gharar adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui

keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.

17

Masyir adalah transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan

bersifat untung-untungan.

18Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah. 19

Yadi Janwari, Op.Cit, hal. 47. 20Ibid.

21Muhammad syakir sula, Asuransi Syariah(Life and General) (Jakarta : Gema Insani, 2004), hal.718-719.

22Ibid.

5

pada bulan Oktober 1993 di Hotel Indonesia, akhirnya pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia sebagai perusahaan asuransi pertama di Indonesia. PT. Syarikat Takaful Indonesia kemudian menjadi holding PT. Asuransi Takaful Keluarga (berdiri tanggal 25 Agustus 1994) dan PT. Asuransi Takaful Umum (berdiri pada tanggal 2 Juni 1995).23

Menjalankan asuransi syariah tidak semudah seperti apa yang dipikirkan dalam teori. Tidak semua orang atau perusahaan memiliki kesadaran untuk menjalankan prinsip syariah tersebut. Tidak jarang kita menemui penyimpangan baik secara administratif maupun teknis. Contohnya perusahaan asuransi syariah tersebut tidak memiliki kondisi keuangan yang sehat.24

Berdasarkan hasil pemikiran tersebut dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (“DPS”) yang pembentukkannya diserahkan kepada Dewan Syariah Nasional (“DSN”) DSN sendiri merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.

Untuk menghindari dan meminimalisir hal ini maka perlu dibentuk suatu lembaga atau setidaknya yang bertugas melakukan pengawasan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh perasuransian syariah.

25

23Ibid, hal. 719.

24

Lihat, “OJK Mohon Pailit Asuransi syariah Mubarakah”, http://nasional.kontan.co.id/news/ojk-mohonkan-pailit-asuransi-syariah-mubarakah (diakses pada tanggal 28 April 2016)

25Gemala Dewi, Aspek-aspek hukum dalam perbankan & perasuransian syariah di

indonesia (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 143.

Melalui Dewan Pengawas Syariah inilah dilakukan pengawasan terhadap prinsip opeasional yang digunakan, produk asuransi yang

6

ditawarkan, serta investasi yang dilakukan oleh manajemen asuransi.26 Pengawasan ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan oleh manajemen asuransi tidak keluar dari apa yang telah ditentukan syariat Islam.27

UU Perasuransian yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) menyebutkan mengenai pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah (“UUS”) perusahaan asuransi dan reasuransi.28 Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan asuransi atau reasuransi yang memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai minimal 50% dari total nilai dana asuransi peserta pada perusahaan induknya atau 10 tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, wajib melakukan pemisahan (spin-off) unit syariah menjadi perusahaan asuransi syariah atau reasuransi syariah (full pledge).29

Untuk dapat “menyapih” UUS-nya dan dalam rangka memenuhi ketentuan ini, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki UUS wajib menyampaikan rencana kerja kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya UU Perasuransian tersebut.30Kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan para pelaku industri asuransi syariah dalam menyiapkan UUS menjadi perusahaan asuransi syariah.31 Kajian spin off asuransi syariah ini juga ditujukan agar para pelaku industri memiliki gambaran teknis pelaksanaan spin off asuransi syariah.32

26

Ibid, hal. 144

27Ibid.

28Lihat, “Kajian Pemishan Unit Asuransi Syariah

29Ibid.

30Ibid.

31Ibid.

7

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh penulis di atas, maka penulis tertarik untuk menjadi bahan tulisan Skripsi dengan judul : “Kajian

Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014.”

B. Rumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peniliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalahmaka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehinggatidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan asuransi takaful di Indonesia ?

2. Bagaimana pengelolaan dana nasabah pada perusahaan asuransi takaful ?

3. Bagaimana transaksi pemisahaan unit usaha takaful dari perusahaan asuransi umum berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Asuransi Syariah di Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaturan dana nasabah pada Asuransi Syariah.

3. Untuk mengetahui bagaimana pemisahan unit usaha asuransi syariah pada asuransi umum.

8

1. Manfaat teoritis

Diharapkan akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca maupun penulis mengenai asuransi syariah di Indonesia serta dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum ekonomi khusunya berkaitan dengan Asuransi Syariah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan ilmu hukum dalam bidang perasuransian sehingga dapat menjadi bahan referensi dan pertimbangan bagi pembinaan hukum di masa yang akan datang.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui tentang pemiahan unit usaha asuransi syariah pada asuransi umum

b. Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum asuransi dan juga memberikan pemahaman pada pihak terkait seperti: praktisi hukum, praktisi perusahaan, dan juga mahasiswa.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful Dari Perusahaan Asuransi Umum Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014.” Disusun berdasarkan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, Undang-undang, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, maupun peraturan lain mengenai asuransi dan asuransi syariah. Sehubungan untuk mengetahui keaslian penelitian, penulis sebelumnya melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 18 Februari 2016 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan

9

dan substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Apabila di kemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain daam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini di buat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Asuransi

R. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.33

HMN. Purwosutjipto juga mendefenisikan asuransi sebagai suatu perjanjian (timbal-balik) dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkannya, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker voorval).34

Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan

33R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia. (Jakarta: Intermasa, 2006, halaman 12

34H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6 (Hukum

10

keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga memberikan defenisi dari asuransi. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:35

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Berdasarkan defenisi asuransi yang diberikan oleh Kitab Undang – Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, terdapat perbedaan diantara keduanya dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan bahwa suatu perjanjian asuransi hanyalah perjanjian yang melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung (perusahaan asuransi) dan juga pihak tertanggung (yang membayar premi asuransi). Selain itu,

11

unsur penting dari perjanjian asuransi ini ialah hanya menunjuk kepada asuransi kerugian saja (loss insurance) yang objeknya hanya harta kekayaan saja.36

Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”) menyebutkan bahwa kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah, antara lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur :

Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang menyebutkan bahwa perjanjian asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja (penanggung dan tertangung) tetapi juga pihak ketiga yang dipertanggungkan serta unsur peristiwa dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian ini tidak hanya merujuk kepada asuransi kerugian (loss Insurance) yang objeknya hanya harta kekayaan saja tetapi juga merujuk kepada asuransi jiwa (life insurance). Hal ini bisa dibuktikan dari kalimat “memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan”. Dengan kata lain dapat dikatakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian memberikan defenisi asuransi yang lebih luas bila dibandingkan dengan defenisi asuransi yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD.

37

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan

36 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, halaman 9.

37Indonesia (Perbankan Syariah), Undang-Undang tentang Perbankan Syariah, UU No. 21 Tahun 2008, LN Nomor 94 Tahun 2008, TLN Nomor 4867.

12

Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah).

b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.

c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

2. Asuransi Syariah (Asuransi Takaful)

Berdasarkan UU Perasuransian, asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:38

a. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaatyang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

3. Perusahaan Perasuransian

13

Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.39

4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Berdasarkan Undang-undnag Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), Otoritas Jasa Keuangan adalahLembaga Negarayang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.40

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

F. Metode Penulisan

41

1. Spesifikasi Penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum normatif, normatif disini maksudnya adalah bahwa penelitian hukum tersebut dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, nama lain dari

39

Ibid, angka 14

40Indonesia (OJK), Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No.21 Tahun 2011, LN Nomor 111 Tahun 2011, TLN Nomor 5253.

41Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), hal. 2.

14

penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan.42Penelitian

Dokumen terkait