120
A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011.
---; Teori dan Preaktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 2008.
Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan Operasionalnya di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia), Yogyakarta: UII Press, 2007.
AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah, Bandung: PT Karya Kita, 2009.
A. M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, dan Praktis, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Antonio Muhammad syafi’I, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta : Tazkia Institute, 2007.
Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan NVIVO, Jakarta : Media Grup, 2010.
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.
Chuzaimah Tyanggo dan HA. Hafiz Ansharg, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: LSIK, 2004.
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004.
---; Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005, Hamid Hisa Hasan, Asuransi Dalam Hukum Islam, Tinjauan atas Riba, Maisir,
121
Hasan Ali, Asuransi dakam perspektif Hukum Islam(Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan praktis), Jakarta: Prenada Media, 2004.
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia 6 (Hukum Pertanggungan). Jakarta: Djambatan, 2006.
Karnoto Mohamad, Peran dan Prospek Asuransi Takaful di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007.
Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004.
Mahmud Yunus Daulay dan Nadlrah Naimi, Studi Islam, Medan: Ratu Jaya, 2012. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
Bandung : Alumni, 2007.
---; Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung: Alumni, 2004.
Mohammad Muslehuddin, Asuransi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 2005. Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta:
Salemba Emban Patria, 2002.
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), Jakarta : Gema Insani, 2004.
---, “Asuransi syariah “ Konsep dan System Operasional, Jakarta : Gema Insani, 2004.
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Uoaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba , Jakarta: Gema Insani, 2006.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005.
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Intermasa, 2006. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Pustaka, Jakarta: Rajawali Press,1993.
122
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Sri Susilo,Y, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat, 2000. Sri Fatmawati Subagyo dan Rudi Badrudin, Bank dan Lembaga keuangan
Lainnya, Yogyakarta : STIE YKPN, 2004
Wirdyaningsih, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2005. Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
B. Peraturan Perundang-Undangan
UndangUndang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, LN Nomor 337 Tahun 2014, TLN Nomor 5618.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, LN Nomor 94 Tahun 2008, TLN Nomor 4867
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, LN Nomor 111 Tahun 2011, TLN Nomor 5253
C. Fatwa
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.52/DSN-MUI/X/2006 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Fatwa DSN-MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah.
Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
123
D. Internet/Majalah
Andi Ihsan Arqam. “Asuransi Takaful: Sebuah Solusi, Dalam Bunga Rampai Asuransi Takaful” http//www.kompas com. (diakses tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib).
Budi Setyawan. “Asuransi Dilihat Dari Perspektif Hukum Islam (Syariah)”, Dalam http//www.com.id. (diakses tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib). Cholil Nafis, “Mengenal Asuransi Syariah”, https://www.google.com/, (diakses
tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib).
Hasbi Hasan, Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga Perbankan Syariah”, (Jakarta : Jurnal Legislasi Indonesia Volume 9 No. 3 Tahun 2012
“7Alasan Mengapa Pentingnya Berasuransi”, http://asuransi tabungan prudential.blogspot.co.id/-alasan-mengapa-pentingnya-berasuransi.html
“Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”, (diakses pada tanggal 17 April 2016).
28 April 2016.
“Kajian Pemishan Unit Asuransi Syariah
“OJK Mohon Pailit Asuransi syariah Mubarakah”,
http://nasional.kontan.co.id/news/ojk-mohonkan-pailit-asuransi-syariah-mubarakah (diakses pada tanggal 28 April 2016)
“Pentingnya Berasuransi
“Pentingnya Memahami Aturan Berasuransi Jiwa”, http://www. kompasiana. com/majawati/pentingnya-memahami-aturan-berasuransi-jiwa_
“Studi Kepustakaan”,
(diakses pada tanggal 17 Mei 2016)
pada tanggal 28 april 2016).
“Teknik Pengumpulan Data Kualitatif dan Teknik Analisis Data Kualitatif”, (diakses pada tanggal 28 april 2014).
58
A. Eksistensi Pelaksanaan Prinsip Ekonomi Syariah pada Perusahaan
Asuransi Takaful.
Umat Islam dalam abad modern dihadapkan pada berbagai masalah ekonomi, sebagai akibat dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Suatu problem yang amat berat yang dirasakan oleh umat Islam dewasa ini adalah berhadapan dengan sistem ekonomi kontemporer yang bebas nilai, yakni sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan komunis.129 Sistem ekonomi kontemporer itu bila dihadapkan dengan prinsip ekonomi Islam sangat berlawanan, sebab sistem ekonomi Islam mengandung nilai-nilai serta norma-norma illahiah, yang secara keseluruhan mengatur kepentingan ekonomi individu dan masyarakat.130
Hakekatnya secara teoritis semangat yang terkandung dalam sebuah lembaga asuransi tidak bisa dilepaskan dari semangat sosial dan saling tolong-menolong antara sesama manusia.131
Berbagai persoalan yang aktual dan dibicarakan dunia Islam dewasa ini adalah persoalan asuransi. Asuransi sebagai lembaga keuangan non bank, terorganisir secara rapi dalam bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada
Secara historis, fenomena di atas sudah ada bersama adanya manusia.
129
Chuzaimah Tyanggo dan HA. Hafiz Ansharg, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, (Jakarta: LSIK, 2004), hal. 115
130Ibid.
131 A. M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
59
aspek bisnis kelihatan nyata pada era modern. Bersamaan dengan semangat revolusi industri dikalangan masyarakat barat, banyak tuntutan untuk mengadakan sebuah langkah proteksi terhadap kegiatan atau aktivitas ekonomi. Sehingga secara psikologi, ketenangan dan ketenteraman dapat dinikmati selama melakukan aktifitas ekonomi, disamping resiko yang selama ini dikhawatirkan dapat dihindari atau paling tidak diminimalisir menjadi sesuatu yang tidak memberatkan jika suatu hari nantinya mendapatkan kerugian dalam aktivitas ekonomi.132
Perkembangan asuransi dalam sejarah Islam sudah lama terjadi. Keberadaan usaha asuransi syariah tidak lepas dari keberadaan usaha asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang.133
Perusahaan asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU).
Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan manfaat yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah.
134
132 Ibid. hal.8
133 AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah. (Bandung: Karya
Kita, 2009), hal.16.
134 Ibid, hal.17
60
Konsep asuransi Islam berasaskan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Kata takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kafala yakfulu. Ilmu tashrif atau haraf memasukkan kata takaful ke dalam kelompok bina muta'adi yaitu tafaa'alaa yang artinya saling menanggung atau saling menjamin.135 Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma (tabarru') karena Allah semata dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah seperti: kematian, bencana, dan sebagainya. Dengan demikian, falsafah asuransi Islam adalah penghayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab.136
Secara prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas keadilan, tolong menolong, menghindari kezaliman, pengharaman riba, serta menghilangkan unsur gharar.
Ruang lingkup usaha asuransi meliputi usaha jasa keuangan dengan cara menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi. Asuransi juga memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
137
135 Wirdyaningsih, Op.Cit, hal. 224 136 Ibid, hal.225.
137 Ibid.
61
lembaga asuransi syari'ah, yaitu harus mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara mandiri, terpadu, profesional serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah digariskan dalam syariat Islam.138
Asuransi syari'ah mengemban tugas agar melakukan pembersihan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syari'ah terhadap praktek yang dijalankan oleh asuransi konvensional. Nilai-nilai seperti materialistis, individualistis, kapitalis, harus dihapuskan, sebagai gantinya dimasukkan semangat keadilan, kerja sama dan saling tolong menolong.139
Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah salah satu lembaga yang diakui oleh pemerintah untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan produk-produk syari'ah di lembaga-lembaga keuangan syari'ah termasuk asuransi syari'ah.
Asuransi yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan. Sedangkan kegiatan asuransi yang berdasar pada hukum Islam belum lama berkembang di Indonesia. Untuk itu, kegiatan asuransi syari'ah masih berdasar pada peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang peraturan mengenai asuransi syari'ah ini belum dibuat.
140
Konsep asuransi takaful bersendikan pada asas saling membantu atau gotong royong dan kerjasama untuk saling membantu serta saling melindungi dengan penuh rasa tanggung jawab apabila ada peserta yang tertimpa musibah. Asuransi takaful adalah asuransi yang di dalamnya terdapat kekhususan
138 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 168
62
operasional. 141 Kekhususan sistem operasionalnya asuransi takaful terletak pada dua bidang, yaitu pertama adanya arahan terhadap investasi dari dana yang terkumpul ke sector-sektor investasi yang tidak bertentangan dengan syari'ah Islam dan kedua adanya porsi bagi hasil yang dapat diterima oleh peserta asuransi/tertanggung.142
Adapun prinsip-prinsip utama dalam asuransi syari'ah adalah ta’awanu’ ala al-birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan
takwa) dan al-tamin (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung resiko.143 Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takaful (saling menanggung) bukan akad tadabuli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan yang pertanggungan.144
1. Saling bertanggungjawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syari'ah atau asuransi takaful ditegakkan tiga prinsip utama, yaitu :
141
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta: Salemba Emban Patria, 2002), hal. 109
142 Ibid.
63
mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu yang berarti di antara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.145
Niat yang ikhlas karena Allah untuk membantu sesama yang mengalami penderitaan karena musibah, merupakan landasan awal dalam asuransi takaful. Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi takaful harus didasarkan kepada kerjasama tolong-menolong, tabarru’ (sedekah), sesuai dengan perintah Allah dan untuk mendapat keridhaan-Nya hanya prinsip asuransi takaful adalah penghayatan semangat saling bertanggung jawab, kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan sosial menuju tercapainya kesejahteraan umat dan persatuan masyarakat.146
Berkembangnya asuransi syari’ah berawal dari munculnya berbagai macam lembaga keuangan yang berbasis syariah baik lembaga keuangan Bank maupun non Bank. Lembaga keuangan syariah ini bermula dari Bank Muamalat Indonesia. Dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
64
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dimana sisem transaksi dengan prinsip syariah dimuat pada Pasal 1 ayat 12 dan 13. Dari sinilah muncul lembaga keuangan yang berbasis syariah termasuk didalamnya asuransi syariah.
Asuransi syariah dalam literatur ke Islaman lebih banyak bernuansa sosial dari pada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong menolong yang menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam.147 Maka, tatkala konsep asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang berbeda, yaitu visi sosial (social vision) yang menjadi landasan utama (eminent), dan visi ekonomi (economic vision) yang merupakan landasan peripheral.148
Lembaga asuransi sebagaimana yang dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan
Asuransi pada dasarnya, merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil, sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari. Apabila kerugian itu menimpa seorang anggota dari perkumpulan tersebut, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama. Masyarakat muslim sekarang ini sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah yang terjadi, akan tetapi setidaknya dapat menanggulangi akibat krisis keuangan yang terjadi pada diri seseorang atau lingkungan yang kecil atau lainnya.
65
bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktek yang halal. Di kalangan umat Islam, ada anggapan bahwa asuransi non syariah yang banyak berkembang tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam dan yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga:149
a. Asuransi sama dengan judi.
Pertama asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya (termasuk asuransi jiwa). Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalqii (Mufti Yordania), Yusuf Qadhawi dan Muhammad Bakhil Al-Muth’I (Mutfti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah:
b. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti. c. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai. g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
Kedua, asuransi non syariah diperbolehkan. Pendapat kedua ini
dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar
66
Hukum Islam pada fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pemegang Kitab Al-Muamallha A-Hadistah Wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
a. Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang adanya asuransi. b. Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak
d. Asuransi dapat menaggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) f. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah)
g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti Taspen Ketiga, asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula halnya dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syuhbat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.150
Masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat ada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk
67
menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.151
Sebagian para ahli syariah menyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem makalahnya mendefinisikan takaful dengan at taknim, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan
terjadilah kesepakatan dari anggota untuk bersama-sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing aggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah).
Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam atau yang dikenal dengan asuransi syariah.
152
Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Di sini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.153
Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah sebagai berikut:154
1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan,
151 Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hal.55 152 Ibid. hal. 56.
68
dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.
2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Dalam asuransi syari’ah tidak ada piha yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
4. Akad asuransinya syari’ah bersih dan gharar dan riba. 5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
Asuransi diperbolehkan jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu, prinsip-prinsip dasar dalam asuransi syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 155
1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatanm dengan tidak urang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil nudhorobah bukan riba.
69
2. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
3. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba. 4. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
5. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan materi semata.
6. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
7. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu, haram hukumnya bila ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
8. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambillah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
9. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapa imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
70
Keberadaan asuransi yang bersifat ijtihadi menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat ulama tentang dasar hukumnya. Sebagian mereka membenarkannya sebagian yang lain tidak membenarkannya, dengan argumentasi masing-masing.156
Dasar ekonomi asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian walaupun organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.
Sebagian ulama mengambil jalan tengah, yaitu dengan membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang bersifat komersil semata.
157
B. Pengelolaan Dana Nasabah pada Perusahaan Asuransi Takaful.
Sebagaimana diatur dalam UU Perasuransian, maka asuransi syariah atau takaful terdiri dari dua jenis yaitu:158
1. Takaful keluarga (asuransi jiwa) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Produk takaful keluarga meliputi: a. Takaful berencana
b. Takaful Pembiayaan c. Takaful Pendidikan. d. Takaful berjangka e. Takaful dana haji
156 Ibid, hal.102
157 Abdul Manan, Teori dan Preaktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 2008), hal 302
71 f. Takaful kecelakaan siswa
g. Takaful kecelakaan diri h. Takaful khairat keluarga
2. Takaful umum (asuransi kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadpi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya. Produk takaful umum meliputi:
a. Takaful kendaraan bermotor b. Takaful kebakaran
c. Takaful kecelakaan diri d. Takaful pengangkutan laut e. Takaful rekayasa / Enginering
Adapun mekanisme pengelolaan dana nasabah pada perusahaan asuransi takaful adalah sebagai berikut :159
1. Takaful Keluarga.
Pengelolaan dana asuransi syariah pada takaful keluarga terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan. Untuk aktivitas asuransi syariah takaful Keluarga yang tanpa unsur tabungan.160
159 Ibid, hal.35.
160 Antonio Muhammad syafi’i, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan (Jakarta : Tazkia Institute, 2007), hal. 152
72
klaim (manfaat takaful) kepada ahli waris apabila ada diantara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya.
Premi takaful akan disatukan kedalam ‘kumpulan dana peserta yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan dibagikan sesuai dengan perjanjian mudharabh yang disepakati bersama. Perjanjian mudharabah adalah melekat dalam takaful oleh karena itu semua peserta harus setuju untuk berbagi keuntungan dari usaha dan harus yakin bahwa keuntungan tidak ada uang haram misalnya 70% dati keuntungan untuk peserta dan 30 % untuk perusahaan takaful.161
Bagian keuntungan milik peseta 70 % akan ditambahkan ke dalam rekening tabungan dan rekening khusus secara proporsional. Rekening tabungan akan dibayarkan apabila pertanggungan berakhir atau mengundurkan diri dalam dalam masa pertanggungan. Sedangkan rekening khusus akan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan atau pertanggungan berakhir (jika ada). Sedangkan bagian keuntungan milik perusahaan (30%) akan digunakan untuk membiayai oprasional perusahaan. Walaupun dalil yang langsung merujuk kepada Al Qur’an dan sunah tentang mudharabah tidak ada namun dalam hal ini ulama dari mazab Hanafi mengatakan bahwa Mudharabah diperbolehkan karena memang banyak yang membutuhkan kontrak ini. Sedangkan dari mazab Maliki dan syafi’I menegaskan bahwa mudharabah aslinya merupakan pendukung utama dalam memperluas jaringan perdagangan.
73 2. Takaful Umum.
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan ke dalam rekening khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/ tabarru dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri.162
C. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Asuransi Takaful di
Indonesia.
Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasi yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk kemudian dikurangi “bebas asuransi’ (klaim, premi asuransi). Bila terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudhorobah. Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan.
Di Indonesia kegiatan asuransi merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda,163
162 Ibid, hal.334.
163 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 277
74
1845, N.V. Levensverzekering Maatschappij NILLMIJ van 1859, dan Onderlinge Levensverzekering Genootschap de Olveh van 1879.164 Sedangkan perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994 yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994 dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga yang melayani asuransi jiwa (life) melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-385/KMK.017/1994.165 Setahun kemudian yaitu pada tahun 1995 beroperasilah Asuransi Takaful Umum yang melayani asuransi umum (general).166
Melihat pertumbuhan asuransi syariah yang begitu pesat maka ke depan perusahaan asuransi syariah berpeluang tumbuh lebih cepat lagi karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.
167
Hukum positif yang mengatur tentang asuransi syariah sangatlah minim karena masih menginduk kepada peratuan yang mengatur perasuransian konvensional, yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah.Asuransi syariah dalam menjalankan usahanya hanya menggunakan pedoman yang
Pertumbuhan asuransi yang begitu pesat tersebut bukan berarti tidak ada tantangan-tantangan yang merupakan kendala bagi pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia, di antaranya adalah minimnya regulasi asuransi syariah. Selama ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur asuransi syariah sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kesemrawutan.
164
AM. Hasan Ali, Op.Cit. hal.74 165 Ibid., hal. 76
166 Karnoto Mohamad, Peran dan Prospek Asuransi Takaful di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007), hal. 99
75
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.168
Peran pemerintah dalam pengembangan asuransi salah satunya adalah melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong pembangunan nasional.
Ada lima (lima) fatwa yang terkait dengan asuransi, yaitu Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 39/DSN-MUI/X/2002 Tentang Asuransi Haji, Fatwa Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, serta Fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah.
169
Sehingga pada tanggal 17 Oktober 2014, Pemerintah mengesahkan UU Perasuransian kepada pelaku industri perasuransian di Indonesia, untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan diterbitkannya UU Perasuransian ini penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan perlindungan kepentingan masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan.170
Peran pemerintah dalam asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) UU Perasuransian bahwa Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Kebijakan umum dalam rangka pengembangan
168 Ibid., hal. 101
76
pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional meliputi hal kepemilikan asing atas perusahaan perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiscal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah.171
UU Perasuransian sudah mengakomodir keberadaa secara lebih lengkap, diharapkan industri asuransi syariah akan semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia. Para praktisi asuransi syariah akan sangat terbantu dalam pengembangan bisnisnya dengan dukungan penerapan UU Perasuransian.
UU Perasuransian merupakan salah satu unsur penting guna memajukan industri asuransi syariah di tanah air. Adanya regulasi tersebut, industri asuransi syariah akan bisa bergerak lebih optimal ke depannya dan bisa terus berkembang, setelah sebelum ini stagnan saja perkembangannya akibat terkendala banyak hal, termasuk diantaranya regulasi yang kurang mendukung. Dengan ketentuan UU Perasuransian ini, setiap perusahaan yang memiliki unit syariáh wajib segera menyampaikan business plan mengenai portofolio unit syariahnya.
Salah satu poin yang penting dari UU Perasuransian adalah pada Pasal 87 tentang ketentuan terhadap perusahaan asuransi yang di dalam pengaturan operasional asuransi syariáh yang harus diterapkan secara full-fledged (operasi penuh, bukan lagi melalui unit syariah).
77
UU Perasuransian menegaskan, bahwa perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya, atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah.172
Ketentuan dalam regulasi di atas banyak menentukan arah masa depan usaha perasuransian syariah di Indonesia. Karena dengan begitu, maka ke depannya tidak bisa lagi perusahaan asuransi (konvensional) menjual produk asuransi syariah ke nasabahnya. Begitu pula agen (utamanya di asuransi), tidak bisa lagi menjual dua produk bersamaan, karena akan terbentur aturan bahwa seorang agen hanya boleh bekerja mewakili sebuah perusahaan.
UUPerasuransian juga mengamanatkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk asuransi syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentuka
Secara umum pengaturan dalam UU Perasuransian mencerminkan perhatian dan dukungan besar bagi upaya perlindungan konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yang lebih terbuka
78
pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan dan pengawasan industri perasuransian.173
173 Ibid. hal.116
79
A. Pengelolaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.
Sistem pengelolaan dana pada asuransi syariah adalah perusahaan sebagai mudharib atau pemegang amanah. Asuransi syariah secara professional dan transparan melakukan investasi dana tabarru yang terkumpul dari konstribusi peserta untuk instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’.174 Dalam pengelolaan dana tabarru mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Mudharib berkewajiban membayar klaim apabila salah satu peserta mengalami musibah.175
Setiap peserta asuransi syariah wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi tergantung kepada kemampuan peserta, dimana jumlah minimum premi yang akan dibayarkan ditetapkan oleh perusahaan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:176
1. Rekening tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang akan dibayarkan jika perjanjian terakhir, peserta mengundurkan diri, dan peserta meninggal dunia.
2. Rekening tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan tolong-menolong dan saling
174
AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah (Bandung: PT Karya Kita, 2009), hal. 85
175Ibid, hal. 86
176 Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan Operasionalnya
80
membantu, yaitu dibayarkan bila peserta meninggal dunia atau perjanjian telah berakhir (ketika ada surplus dana).
Dana yang berasal dari konstribusi peserta dikelola oleh mudharib berdasarkan akad mudharobah yang kemudian diinvestasikan secara syariah ke instrument-instrumen investasi yang dibenarkan oleh syara’. Hasil investasi adalah setelah dikurangi biaya-biaya operasional, seperti klaim, reasuransi, komisi broker. Profit tersebut dibagi hasil antara mudharib dan shahibul maal sesuai dengan perjanjian bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya.177
Dalam asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana antara dana peserta dengan dana pemegang saham. Pada asuransi syariah untuk produk yang mengandung unsur tabungan kedua sumber dana dipisahkan secara tegas yang mana di dalam mekanismenya terdapat dua alur yaitu alur Dana Peserta Takafuli (DPT) dan alur Dana Pemegang Saham.178 Dana tersebut kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dalam suatu kumpulan dana investasi. Hasil investasi dikembalikan secara proporsional ke masing-masing dua alur dana tadi, setelah dilakukan pembagian keuntungan antara peserta sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan perusahaan sebagai pengelola (mudharib). Sementara mekanisme dana pada non saving dana kontribusi/iuran peserta yang merupakan dana tabarru’ atau dana tolong menolong terkumpul dalam Total Dana Peserta (TDP), kemudian diinvestasikan oleh perusahaan.179
TDP plus investasi yang dihasilkan kemudian dikurangi dengan beban asuransi (klaim, reasuransi, dan sebagainya). Keuntungan yang diperoleh dibagi
177 Ibid, hal.83
81
antara peserta (sahibul mal) dan pengelola (mudharib). Sistem opreasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertangung jawab, bantu-membantu dan saling melindungi antara para pesertanya.180
Peserta takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul mal) dan perusahaan takaful berfungsi sebagai pemeganga amanah (mudharib). Keuntugan yang diperoleh dari pengembagan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang telah disepakati. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem :
Perusahaan asuransi syariah diberi kepercayaan atau oleh amanah oleh peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan cara yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan isi akta perjanjian. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil).
181
1. Sistem Pada Produk Saving (Ada Unsur Tabungan).
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung pada keuangan peserta. perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisahkan dalam dua rekening yang berbeda yaitu :
a. Rekening Tabungan Peserta, yaitu ada yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila:
1) Perjanjian berakhir.
82 2) Peserta mengundurkan diri 3) Peserta meninggal dunia.
b. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:
1) Peserta meninggal dunia.
2) Perjanjian telah berahir (jika ada surpls dana)
Sistem inilah sebagai implementasi dari akad takaful dan akad mudharabah, sehingga asuransi syariah dapat terhindar dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat IIslam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip al-mudharobah. Presentase pembagian mudharabah dibuat dalam perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dan peserta.
2. Sitem pada produk non saving
Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimaksukkan dalam rekening tabarru’ perusahaan. Yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan apabila:
a. Peserta meninggal dunia.
b. Perjanjian telah berahir (jika ada surplus dana)
al-83
mudharabah dalam suatu perbandingan tetap bedarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan (takaful) dan peserta.
Dengan demikian jelaslah bahwa pengelolaan unit usaha takaful adalah sebagai berikut :182
1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) daripengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
B. Transaksi Pemisahan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.
Bisnis asuransi syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan peningkatan sektor perbankan syariah. Perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.183
182 Ibid, hal.105
183Halim Alamsyah, Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:
Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, (Jakarta: Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), 2012),
hal.2
Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam
84
keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih
adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.
Jenis akad yang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah dipengaruhi oleh para pihak dalam perjanjian asuransi syariah tersebut maupun produk dasar asuransi syariah.184
Konsep asuransi umum syariah menggunakan jenis akad sebagai berikut :
1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ dalam asuransi syariah merupakan akad tabarru’ dalam bentuk lending yourself dan giving something mengingat dalam asuransi syariah ini terdapat beberapa pihak yang terlibat akad tabarru’. Akad tabarru’ ini mendudukkan perusahaan sebagai pengelola dana tabarru’ (lending yourself) dan peserta memberikan konstribusi dana sebagai iuran kebajikan yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah (giving something). Perjanjian asuransi syariah merupakan akad takafuli dan didalamnya mengandung prinsip akad tabarru’.185
Perusahaan menerima amanah dari peserta asuransi syariah untuk mengelola hartanya (premi), yang mana premi tersebut akan dikelola dalam dua rekening yang berbeda yaitu rekening tabungan dan rekening tabarru’ dan di sisi lain peserta memberikan sebagian dana yang telah disetornya sebagai santunan
85
kebajikan untuk saling berbagi resiko apabila ada diantara peserta yang mengalami musibah.
Rekening tabarru’ untuk pengelolaan kumpulan dana tabarru’ dari seluruh peserta akan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim diantara salah seorang peserta serta keuntungan yang didapat dari pengelolaan dana ini akan dikembalikan dalam rekening tabarru’. Ini berarti dalam tabarru’ lending yourself perusahaan asuransi syariah memberikan jasa kepada peserta asuransi dengan keahlian dan skill yang dipunyainya untuk mengelola premi dari peserta termasuk di dalamnya premi tabarru’ secara profesional, dan di dalam tabarru’ giving something seorang peserta memberikan kontribusi berupa premi dan dari sebagian premi tersebut didermakan untuk menyantuni apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah melalui premi tabarru’. Adanya tabarru’ lending yourself dan giving something ini mencerminkan bahwa dalam asuransi syariah terdapat risk sharing diantara para pihaknya.186
Tabarru’ adalah dana yang dihibahkan oleh peserta kepada kumpulan peserta asuransi syariah sebagai derma/dana kebajikan untuk tujuan tolong menolong dan saling menanggung diantara peserta apabila terjadi klaim karena mengalami musibah yang ditentukan/dijamin dalam polis asuransi syariah, yang pengelolaannya diamanahkan kepada pengelola takaful (perusahaan asuransi syariah).187
Dana tabarru’ akan menjadi santunan kebajikan untuk membiayai klaim apabila salah seorang dari peserta mengalami musibah atau membayar kerugian yang akan timbul, sehingga dengan dana tabarru’ ini berarti terjadi perlindungan
186 Ibid, hal.89
86
bersama antar peserta asuransi syariah (risk sharing).188
Akad tabarru’, menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, merupakan akad yang melekat pada semua produk asuransi yaitu akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ ini sekurang-kurangnya harus menyebutkan mengenai:
Mengenai besarnya dana tabarru’ antara peserta yang satu dengan peserta lainya mempunyai prosetase yang tidak sama, ini dipengaruhi oleh masa perjanjian dan usia peserta.
189
a. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu.
b. Hak dan kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok.
c. Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
d. Syarat-syarat lain yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Akad tabarru’ yaitu kontrak dimana peserta adalah pihak yang menanggung resiko bersama bukan perusahaan, dalam hal ini perusahaan bukanlah pemilik dana tetapi hanya mengelolanya sesuai dengan amanah dari peserta dan pengelola tidak boleh menggunakan dana–dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.190
Peserta memberikan kontribusi berupa dana yang diikhlaskan(tabarru’ fund) untuk tolong menolong antar peserta dan diantara peserta saling menanggung setiap resiko yang ada diantara peserta(risk sharing), ada saat
188 Hamid Hisa Hasan, Asuransi Dalam Hukum Islam (Tinjauan atas Riba, Maisir, dan
Gharar) (Jakarta: Firdaus Press, 2006), hal. 35
87
membayar dan menerima bantuan untuk membagi resiko yang ada bagi setiap peserta, sehingga premi yang dibayar bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan dan klaim yang diterima bukan merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, serta bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan tetapi untuk kemaslahatan umat (social oriented).
Implementasi akad tabarru’ menurut masyarakat yang menjadi peserta asuransi syariah adalah: 191
a. Wujud dari adanya akad tabarru’ berupa premi tabarru’ yang merupakan sebagian premi yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah dan mengajukan klaim terhadap musibah tersebut sehingga pembayaran klaim diambilkan dari premi tabarru’ yang terkumpul dari seluruh peserta.
b. Berupa premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetor dan besarnya berdasarkan prosentase yang telah ditentukan oleh perusahaan, yang nantinya kan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim dari salah seorang peserta.
c. Diwujudkan dalam bentuk premi tabarru’ yang akan digunakan sebagai santunan kebajikan dan sumber pembayaran klaim.
d. Berupa premi tabarru’ sebagai dana yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan diantara sesama peserta.
e. Premi tabarru’ untuk dana sosial diantara peserta apabila salah satu peserta meninggal dunia.
88
f. Berupa premi tabarru’ yang ditentukan berdasarkan prosentase dari perusahaan sebagai santunan kebajikan apabila salah seorang diantara peserta mengalami musibah.
Pelaksanaan akad tabarru’ pada perusahaan asuransi syariah diwujudkan dengan adanya premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetorkan oleh peserta berdasarkan prosentase yang telah ditetapkan perusahaan, premi tabarru’ ini merupakan dana yang berasal dari peserta yang dimasukkan dalam rekening tabarru’ kemudian diinvestasikan melalui instrumen syariah, dan akan digunakan untuk membayar klaim sebagai santunan kebajikan diantara para peserta.
Dana tabarru’ yang dimasukkan dalam rekening khusus tabarru’ dan diinvestasikan ini akan mendapatkan hasil investasi. Menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, terdapat 3 (tiga) opsi mengenai perlakuan terhadap dana peserta dalam rekening tabarru’ yaitu: 192
a. Keuntungan hasil dana tabarru’ akan kembali dalam akun tabarru’ (tabarru’ back to tabarru’) yaitu diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
b. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen resiko.
c. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada perusahaan dan peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian
89
lainnya kepada perusahaan dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
Hasil investasi dari dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan akan dikembalikan seluruhnya dalam rekening tabarru’ dan digunakan untuk santunan kebajikan (pembayaran klaim meninggal dunia) diantara peserta, sehingga ahli waris/orang yang ditunjuk dari peserta yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan kebajikan, tabungan yang terkumpul dan mudharabah hasil investasi dari rekening tabungan.
Perlakuan terhadap hasil investasi dana tabarru ini terdapat perbedaan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Dana tabarru’ yang terkumpul ini nantinya akan diinvestasikan ke dalam rekening tabarru’ dan akan digunakan untuk santunan kebajikan apabila terjadi klaim atas meninggalnya salah seorang dari peserta asuransi syariah. Perlakuan atas hasil investasi dana tabarru’ ini berbeda dengan perlakuan hasil investasi yang dikelola oleh
perusahaan asuransi yang lain yaitu apabila dalam pengelolaan investasi dana tabarru terjadi surplus maka hasil investasi ini akan dibagikan kepada peserta berupa pengembalian surplus tabarru’dengan ketentuan peserta tidak menerima pembayaran atau sedang mengajukan klaim atas polis, peserta tidak membatalkan perjanjian dan terdapat surplus dana tabarru’ diakhir manfaat takaful.193
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa akad tabarru’, pada asuransi syariah terjadi antara perusahaan dengan individu/lembaga/perusahaan lain baik berkedudukan sebagai peserta maupun mitra kerja terikat dalam akad tabarru’
90
lending yourself. Sedangkan hubungan antara peserta asuransi syariah dalam akad tabarru’ giving something yaitu dengan adanya unsur tabarru’ yang tertuang dalam polis asuransi syariah berupa kontribusi premi tabarru’ yang diambilkan dari setiap premi yang disetorkan.194
Hasil investasi dana tabarru’ pada perusahaan asuransi jiwa/asuransi keluarga menggunakan opsi keuntungan hasil dana tabarru’ akan kembali dalam akuntabarru’ (tabarru’ back to tabarru’) yaitu diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’, sebagaimana ditentukan dalam Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, untuk digunakan sebagai santunan kebajikan dan pembayaran klaim. Sedangkan asuransi umum/kerugian terkait dengan hasil investasi dana tabarru’ menggunakan opsi yang kedua dari fatwa tersebut yaitu pengembalikan surplus dana tabarru’ kepada peserta yang memenuhi syarat aktuaria dan sebagian digunakan sebagai cadangan dana tabarru’.
Premi tabarru’dari setiap peserta ini akan dikumpulkan dalam rekening khusus tabarru’ untuk tujuan tolong menolong diantara sesama peserta, yang nantinya akan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim dari salah seorang peserta. Premi tabarru’ ini merupakan kewajiban bagi peserta untuk tujuan tolong menolong dan saling menanggung resiko (sharing risk) apabila salah seorang dari peserta mengalami musibah yang tertuang dalam perjanjian, sedangkan hak bagi peserta adalah menerima santunan kebajikan yang berasal dari kumpulan dana tabarru’ dalam rekening tabarru’ apabila mengalami musibah yang diperjanjikan.
195
194 Ibid, hal.42.
91
2. Akad Mudharabah
Akad dalam asuransi syariah bersifat takafuli (tolong menolong), yang didalamnya mengandung unsur tabarru’ dan mudharabah. Mudharabah merupakan hubungan kontrak investasi para pemilik modal yaitu penyedia dana (shahibul maal/investor) dengan pengelola (mudharib), investor mempercayakan modalnya kepada pengelola untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan dalam jangka waktu yang disepakati.196
Mudharib dalam hal ini memberikan konstribusi pekerjaan, waktu, dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam kontrak. Salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara investor dengan pengelola berdasarkan proporsi yang disetujui bersama (nisbah). Jika terdapat kerugian karena resiko bisnis (bussiness risk) dan bukan kelalaian mudharib (character risk), maka kerugian ditanggung oleh shahibul maal (penyedia modal).197
Akad mudharabah ini dapat menggunakan prinsip profit and loss sharing ataupun revenue sharing, dimana bagi hasil ini ditentukan berdasarkan ratio perhitungan bagi hasil yang telah ditentukan dalam perjanjian. Ratio ini dikenal sebagai nisbah bagi hasil. Besarnya nisbah bagi hasil ini untuk setiap perusahaan asuransi syariah mempunyai kebijakan tersendiri dan terkait dengan produk asuransi syariah dalam perusahaan tersebut.
198
Hasil investasi ini akan ditambahkan pada dana peserta untukdigunakan sebagai biaya klaim, simpanan (dana cadangan), biaya reasuransi, biaya
196 Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung: Mizan, 2009), hal. 25
92
operasional dan jika terjadi surplus maka akan dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil tadi, namun jika mengalami kerugian maka akan diambilkan dari rekening perusahaan dan bagian peserta tetap dibagikan.199
Mekanisme akad mudharabah bermula dari seorang participant (peserta) memberikan kontribusinya berupa premi kepada perusahaan asuransi dan dimasukkan ke dalam rekening khusus yaitu takaful account untuk kemudian dana tersebut diinvestasikan melalui lembaga investasi syariah. Hasil investasi ini akan dimasukkan ke dalam takaful account yang akan digunakan dan apabila takaful account terdapat surplus setelah dikurangi dengan reasuransi, pembayaran klaim
dan operational maka surplus tersebut akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan dengan menggunakan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan dan apabila takaful account mengalami defisit maka akan dilakukan qard hasan oleh perusahaan dengan mengambil dana cadangan dari rekening perusahaan, sedangkan pembayaran klaim seorang participant diambilkan dari takaful account.200
Akad mudharabah dalam asuransi syariah mendudukkan peserta sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola), yaitu peserta mempercayakan dananya untuk dikelola.
Modal yang dimaksud adalah premi dari peserta yang dibayarkan kepada perusahaan dimana perusahaan, sebagai pemegang amanah terhadap modal yang diterimanya dari shahibul maal, akan mengelola atau menginvestasikan dana tersebut melalui investasi yang sesuai dengan ketentuan syariah sebagaimana telah
93
ditentukan dalam Kep. DJLK No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Terhadap hasil investasi ini apabila mengalami keuntungan akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam perjanjian, misalnya 70 : 30, atau 60 : 40, atau 50 : 50.201
Prinsip mudharabah yang diterapkan dalam akad oleh asuransi takaful lebih tepatnya adalah mudharabah musytarakah, karena di dalamnya mengandung unsur kerjasama antara asuransi takaful dengan peserta asuransinya dalam hal menempatkan dan pengelolaan dana berdasarkan amanah dari peserta takaful, sedangkan disisi lain peserta dan perusahaan bersedia untuk membagi hasil investasi tersebut berdasarkan nisbah yang ditentukan. Sedangkan prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara perusahaan sebagai mudharib dan peserta
sebagai shahibul maal dalam pengelolaan premi asuransi dengan menggunakan prinsip bagi hasil berdasarkan nisbah yang ditentukan yaitu 70 : 30.
202
Adapun mudharabah menurut pengertian peserta asuransi syariah pada pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah adalah:203
a. Bagi hasil dari hasil pengelolaan premi yang besarnya bagian masing-masing telah ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah.
b. Mudharabah merupakan bagi hasil dari pengelolaan dana peserta (premi) khususnya premi tabungan dengan menggunakan prosentase yang besarnya ditentukan oleh perusahaan.
201 Ibid, hal.107.
94
c. Hak peserta mendapatkan bagian hasil investasi berdasarkan prosentase yang ditentukan perusahaan.
d. Keuntungan yang diperoleh dari hasil pengelolaan premi sesuai besarnya prosentase bagi hasil yang ditentukan perusahaan.
e. Bagi hasil dari pengelolaan dana peserta yang nantinya merupakan suatu keuntungan yang akan diterima peserta.
f. Mudharabah merupakan bagi hasil investasi dari hasil pengelolaan dana peserta (premi) yang terkumpul dengan menggunakan nisbah bagi hasil 30% untuk perusahaan dan 70% untuk peserta.
Nisbah bagi hasil yang diberlakukan oleh asuransi takaful dengan ratio 70 : 30 dimana peserta mendapatkan 70% dari hasil investasi dan 30% untuk perusahaan apabila dalam pengelolaan mengalami keuntungan, namun nisbah tersebut tidak berlaku untuk produk fulnadi (pendidikan anak) dan produk takafulinkalia (unitlink) tetapi terhadap produk tersebut berlaku nisbah 70 : 30
untuk fulnadi yaitu 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan apabila dalam pengelolaan dana tersebut mendapatkan keuntungan. Sedangkan untuk takafulink tidak terdapat nisbah bagi hasil karena untung rugi dari hasil investasi 100% diberikan pada peserta dan perusahaan sebagai pengelola mendapatkan ujrah,sehingga produk takafulink menggunakan akad wakalah bil ujrah.
Adapun rincian nisbah bagi hasil yang berlaku pada asuransi takaful Divisi adalah: 204
95
a. Produk untuk program investasi sebesar 40 : 60 yaitu 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan
b. Produk untuk program kesehatan sebesar 60 : 40 yaitu 60% untuk peserta dan 40% untuk perusahaan
c. Produk untuk program unit link (takafulink alia) tidak ada nisbah bagi hasil, karena seluruh keuntungan maupun kerugian sebesar 100% untuk peserta, dan tidak ada bagi hasil investasi karena dalam pengelolaan dananya menggunakan akad wakalah bil ujrah.
Produk-produk asuransi umum yang dikeluarkan oleh asuransi takaful tidak mengenal adanya nisbah bagi hasil, karena akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah dan akad tabarru, dimana dalam pengelolaan perusahaan mendapatkan ujrah dan apabila pengelolaan tersebut mengalami surplus dan sudah diperjanjikan dalam klausula maka surplus tersebut akan diberikan kepada peserta sebagai pengembalian dana tabarru’. Prinsip mudharabah dalam praktik asuransi syariah ini belum dilaksanakan secara murni (profit and loss sharing) tetapi masih sebatas pada berbagi keuntungan/pendapatan (profit sharing/revenue sharing) dan apabila mengalami kerugian peserta tetap
mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah bagi hasil dengan diambilkan dari dana cadangan perusahaan.205
Penggunaaan prinsip mudharabah dalam praktik asuransi yang belum dilaksanakan secara murni, karena menurut perusahaan asuransi syariah ketika mengelola dana peserta yang diinvestasikan melalui investasi syariah dan
96
mengalami keuntungan maka hasil investasi ini akan dibagi (sharing) dengan peserta sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan dalam perjanjian yaitu menggunakan nisbah 60% bagian peserta dan 40% bagian perusahaan namun apabila terjadi kerugian hanya ditanggung oleh perusahaan dan peserta tetap mendapat bagian hasil investasi 60%.206
Pembayaran nisbah bagi hasil sebagai hak dari peserta ini apabila terjadi kerugian akan diambilkan dari dana cadangan klaim, dana cadangan ini sesuai
Begitu pula dengan prinsip mudharabah dalam hal ini mudharabah musytarakah yang digunakan oleh asuransi takaful belum dilaksanakan secara murni masih sebatas pada berbagi penghasilan apabila hasil investasi mengalami keuntungan dengan besarnya nisbah bagi hasil untuk produk asuransi kebakarab sebesar 70% bagian peserta dan 30% bagian perusahaan. Sedangkan jika terjadi kerugian maka kerugian tersebut tidak dibebankan kepada peserta tetapi perusahaan meminjam dana cadangan perusahaan untuk tetap memberikan hak bagi hasil bagian peserta.
Profit sharing/revenue sharing ini mempunyai pengertian apabila investasi yang dijalankan perusahaan dalam rangka mengelola dana perserta mempunyai hasil investasi berupa keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi antara peserta dengan perusahaan sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati dalam akad. Namun jika terjadi kerugian dalam hasil investasi tersebut, maka kerugian hanya akan ditanggung oleh perusahaan dan pelaksanaaan bagi hasil investasi tetap berjalan tanpa membebankan kerugian pada peserta, sehingga peserta tetap mendapat bagian hasil investasi sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam akad.
97
dengan kebijakan pemerintah dalam KMK Republik Indonesia No. 422/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi mengenai batasan tingkat solvabilitas sebesar 120% sebagai rate based capital, namun apabila dana cadangan tersebut tidak dapat memenuhi besarnya
kerugian maka akan dilakukan penyuntikan dana dari pemegang saham.207
Sebenarnya, usaha asuransi di Indonesia yang menerapkan prinsip mudharabah secara murni adalah asuransi takaful karena perusahaan tersebut merupakan usaha bersama (mutual), dimana kekuasaan tertinggi bukan para pemegang saham melainkan para pemegang polis itu sendiri yang terpilih dan terwakili dalam Badan Perwakilan Anggota (BPA), sehingga apabila terjadi kerugian dan kerugian tersebut tidak bisa tercover oleh RBC maka penyuntikan dana dilakukan oleh para peserta sekaligus para pemegang polis dalam Badan Perwakilan Anggota (BPA).
208
Penerapan akad mudharabah pada asuransi takaful tercermin dalam hal pengelolaan dana yaitu berkaitan dengan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta atas hasil investasi berdasarkan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan untuk produk saving, dan bagi hasil atas surplus underwriting antara peserta dengan perusahaan untuk produk non saving yaitu surplus dari hasil pengelolaan dana (premi) akan dibagikan antara perusahaan sebagai operator dengan peserta sebagai partisipan berdasarkan rata-rata tertimbang surplus underwriting yang diperoleh.209
207 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.123. 208 Ibid, hal.124.
209 Muhammad Syakir Sula. Op.Cit. hal. 66.
98
bil ujrah dan hasil investasi baik untung maupun rugi seluruhnya diberikan kepada peserta. Bagi hasil ini dilakukan apabila dalam pengelolaan dana tersebut mengalami keuntungan dan jika mengalami kerugian maka seluruh kerugian tersebut ditanggung oleh perusahaan tetapi peserta tetap mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan. Selain itu, peserta sebagai shahibul mal tidak ikut campur dalam pengelolaan dana karena peserta telah mengamanahkan pengelolaan dana tersebut kepada perusahaan asuransi syariah sebagai mudharib.
Akad mudharabah tidak digunakan dalam asuransi umum (general insurance) yang dijalankan oleh asuransi takaful, karena dalam operasionalnya asuransi takaful menggunakan akad wakalah bi ujrah dimana setiap peserta mempunyai hak untuk menerima pengembalian dana tabarru’ sebagai surplus yang sudah diperjanjikan dalam klausula.
3. Akad Wakalah/Akad Wakalah bil Ujrah
Wakalah atau Wakilah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat dengan menunjuk seseorang mewakilinya dalam hal melakukan sesuatu secara sukarela atau dengan memberikan imbalan berupa upah (ujrah).
Wakalah merupakan perjanjian mengenai pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu sebatas atas nama pihak pertama, untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama.
99
Akad wakalah merupakan perjanjian pendelegasian dan penunjukkan seseorang dalam hal ini agen untuk mewakili badan/perusahaan dalam hal mensosialisasikan, memasarkan dan menjual produk asuransi syariah. Akad wakalah bil ujrah merupakan perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dengan pihak lain dimana salah satu pihak memberikan amanah dan pihak lain menerima amanah untuk melakukan suatu perbuatan yang telah ditentukan dengan memberikan ujrah atas jasa yang telah dilakukan. Akad wakalah/wakalah bil ujrah ini merupakan jenis akad yang bersifat tabarru’ yaitu untuk saling tolong menolong dalam hal ini lending yourself dimana perusahaan maupun mitra kerjanya meminjamkan/memberikan jasa kepada pihak lain dalam hal pengelolaan dana melalui investasi syariah sekaligus asuransi syariah. Dengan demikian asuransi syariah merupakan ta’awun dan isti’mar mindedsehingga asuransi ini berbeda dengan asuransi konvensional.
Tidak setiap peserta asuransi paham akan akad wakalah/wakalah bil ujrah ini, karena perjanjian asuransi syariah yaitu polis asuransi syariah mengandung prinsip tabarru’ dan mudharabah yang merupakan salah satu dari hak dan kewajiban setiap peserta. Namun demikian, asuransi syariah akad wakalah/wakalah bil ujrah ini mengandung pengertian sebagai berikut: 210
a. Setiap peserta memberikan amanah kepada perusahaan untuk mengelola dananya berupa premi yang disetor secara syariah dan memberikan perlindungan terhadap dirinya apabila mengalami musibah yang diperjanjikan dengan memberikan fee kepada perusahaan.
b. Dalam akad wakalah perusahaan merupakan wakil dari peserta berdasarkan amanah yang telah diberikan olehnya untuk mengelola premi