• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGELOLAAN DANA NASABAH PADA PERUSAHAAN

C. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Asuransi Takaful

Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasi yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk kemudian dikurangi “bebas asuransi’ (klaim, premi asuransi). Bila terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudhorobah. Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan.

Di Indonesia kegiatan asuransi merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda,163

162 Ibid, hal.334.

163 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 277

dimulai sejak terjadinya migrasi usaha ini dari Negeri Belanda yang dibawa oleh para intelektual Negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai seperti N.V. Levensverzekering Maatschappij van de Nederlanden van

74

1845, N.V. Levensverzekering Maatschappij NILLMIJ van 1859, dan Onderlinge Levensverzekering Genootschap de Olveh van 1879.164 Sedangkan perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994 yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994 dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga yang melayani asuransi jiwa (life) melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-385/KMK.017/1994.165 Setahun kemudian yaitu pada tahun 1995 beroperasilah Asuransi Takaful Umum yang melayani asuransi umum (general).166

Melihat pertumbuhan asuransi syariah yang begitu pesat maka ke depan perusahaan asuransi syariah berpeluang tumbuh lebih cepat lagi karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.

167

Hukum positif yang mengatur tentang asuransi syariah sangatlah minim karena masih menginduk kepada peratuan yang mengatur perasuransian konvensional, yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah.Asuransi syariah dalam menjalankan usahanya hanya menggunakan pedoman yang

Pertumbuhan asuransi yang begitu pesat tersebut bukan berarti tidak ada tantangan-tantangan yang merupakan kendala bagi pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia, di antaranya adalah minimnya regulasi asuransi syariah. Selama ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur asuransi syariah sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kesemrawutan.

164

AM. Hasan Ali, Op.Cit. hal.74 165 Ibid., hal. 76

166 Karnoto Mohamad, Peran dan Prospek Asuransi Takaful di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007), hal. 99

75

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.168

Peran pemerintah dalam pengembangan asuransi salah satunya adalah melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong pembangunan nasional.

Ada lima (lima) fatwa yang terkait dengan asuransi, yaitu Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 39/DSN-MUI/X/2002 Tentang Asuransi Haji, Fatwa Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, serta Fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah.

169

Sehingga pada tanggal 17 Oktober 2014, Pemerintah mengesahkan UU Perasuransian kepada pelaku industri perasuransian di Indonesia, untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan diterbitkannya UU Perasuransian ini penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan perlindungan kepentingan masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan.170

Peran pemerintah dalam asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) UU Perasuransian bahwa Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Kebijakan umum dalam rangka pengembangan

168 Ibid., hal. 101

169 AE. Sumanto, Op.Cit, hal.48.

76

pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional meliputi hal kepemilikan asing atas perusahaan perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiscal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah.171

UU Perasuransian sudah mengakomodir keberadaa secara lebih lengkap, diharapkan industri asuransi syariah akan semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia. Para praktisi asuransi syariah akan sangat terbantu dalam pengembangan bisnisnya dengan dukungan penerapan UU Perasuransian.

UU Perasuransian merupakan salah satu unsur penting guna memajukan industri asuransi syariah di tanah air. Adanya regulasi tersebut, industri asuransi syariah akan bisa bergerak lebih optimal ke depannya dan bisa terus berkembang, setelah sebelum ini stagnan saja perkembangannya akibat terkendala banyak hal, termasuk diantaranya regulasi yang kurang mendukung. Dengan ketentuan UU Perasuransian ini, setiap perusahaan yang memiliki unit syariáh wajib segera menyampaikan business plan mengenai portofolio unit syariahnya.

Salah satu poin yang penting dari UU Perasuransian adalah pada Pasal 87 tentang ketentuan terhadap perusahaan asuransi yang di dalam pengaturan operasional asuransi syariáh yang harus diterapkan secara full-fledged (operasi penuh, bukan lagi melalui unit syariah).

77

UU Perasuransian menegaskan, bahwa perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya, atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah.172

Ketentuan dalam regulasi di atas banyak menentukan arah masa depan usaha perasuransian syariah di Indonesia. Karena dengan begitu, maka ke depannya tidak bisa lagi perusahaan asuransi (konvensional) menjual produk asuransi syariah ke nasabahnya. Begitu pula agen (utamanya di asuransi), tidak bisa lagi menjual dua produk bersamaan, karena akan terbentur aturan bahwa seorang agen hanya boleh bekerja mewakili sebuah perusahaan.

UUPerasuransian juga mengamanatkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk asuransi syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentuka

Secara umum pengaturan dalam UU Perasuransian mencerminkan perhatian dan dukungan besar bagi upaya perlindungan konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yang lebih terbuka

172 Ibid. hal.114

78

pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan dan pengawasan industri perasuransian.173

173 Ibid. hal.116

Dengan UU Perasuransian sudah mengakomodasi keberadaan asuransi syariah secara lebih lengkap, sehingga industri asuransi syariah semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia.

79

A. Pengelolaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.

Sistem pengelolaan dana pada asuransi syariah adalah perusahaan sebagai mudharib atau pemegang amanah. Asuransi syariah secara professional dan transparan melakukan investasi dana tabarru yang terkumpul dari konstribusi peserta untuk instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’.174 Dalam pengelolaan dana tabarru mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Mudharib berkewajiban membayar klaim apabila salah satu peserta mengalami musibah.175

Setiap peserta asuransi syariah wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi tergantung kepada kemampuan peserta, dimana jumlah minimum premi yang akan dibayarkan ditetapkan oleh perusahaan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:176

1. Rekening tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang akan dibayarkan jika perjanjian terakhir, peserta mengundurkan diri, dan peserta meninggal dunia.

2. Rekening tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan tolong-menolong dan saling

174

AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah (Bandung: PT Karya Kita, 2009), hal. 85

175Ibid, hal. 86

176 Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan Operasionalnya

80

membantu, yaitu dibayarkan bila peserta meninggal dunia atau perjanjian telah berakhir (ketika ada surplus dana).

Dana yang berasal dari konstribusi peserta dikelola oleh mudharib berdasarkan akad mudharobah yang kemudian diinvestasikan secara syariah ke instrument-instrumen investasi yang dibenarkan oleh syara’. Hasil investasi adalah setelah dikurangi biaya-biaya operasional, seperti klaim, reasuransi, komisi broker. Profit tersebut dibagi hasil antara mudharib dan shahibul maal sesuai dengan perjanjian bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya.177

Dalam asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana antara dana peserta dengan dana pemegang saham. Pada asuransi syariah untuk produk yang mengandung unsur tabungan kedua sumber dana dipisahkan secara tegas yang mana di dalam mekanismenya terdapat dua alur yaitu alur Dana Peserta Takafuli (DPT) dan alur Dana Pemegang Saham.178 Dana tersebut kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dalam suatu kumpulan dana investasi. Hasil investasi dikembalikan secara proporsional ke masing-masing dua alur dana tadi, setelah dilakukan pembagian keuntungan antara peserta sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan perusahaan sebagai pengelola (mudharib). Sementara mekanisme dana pada non saving dana kontribusi/iuran peserta yang merupakan dana tabarru’ atau dana tolong menolong terkumpul dalam Total Dana Peserta (TDP), kemudian diinvestasikan oleh perusahaan.179

TDP plus investasi yang dihasilkan kemudian dikurangi dengan beban asuransi (klaim, reasuransi, dan sebagainya). Keuntungan yang diperoleh dibagi

177 Ibid, hal.83

178 AE. Sumanto, Op.Cit, hal.85 179 Ibid, hal.86

81

antara peserta (sahibul mal) dan pengelola (mudharib). Sistem opreasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertangung jawab, bantu-membantu dan saling melindungi antara para pesertanya.180

Peserta takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul mal) dan perusahaan takaful berfungsi sebagai pemeganga amanah (mudharib). Keuntugan yang diperoleh dari pengembagan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang telah disepakati. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem :

Perusahaan asuransi syariah diberi kepercayaan atau oleh amanah oleh peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan cara yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan isi akta perjanjian. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil).

181

1. Sistem Pada Produk Saving (Ada Unsur Tabungan).

Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung pada keuangan peserta. perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisahkan dalam dua rekening yang berbeda yaitu :

a. Rekening Tabungan Peserta, yaitu ada yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila:

1) Perjanjian berakhir.

180 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.96 181 Ibid.

82 2) Peserta mengundurkan diri 3) Peserta meninggal dunia.

b. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:

1) Peserta meninggal dunia.

2) Perjanjian telah berahir (jika ada surpls dana)

Sistem inilah sebagai implementasi dari akad takaful dan akad mudharabah, sehingga asuransi syariah dapat terhindar dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat IIslam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip al-mudharobah. Presentase pembagian mudharabah dibuat dalam perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dan peserta.

2. Sitem pada produk non saving

Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimaksukkan dalam rekening tabarru’ perusahaan. Yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan apabila:

a. Peserta meninggal dunia.

b. Perjanjian telah berahir (jika ada surplus dana)

Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Keuntungan hasil investasi setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip

al-83

mudharabah dalam suatu perbandingan tetap bedarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan (takaful) dan peserta.

Dengan demikian jelaslah bahwa pengelolaan unit usaha takaful adalah sebagai berikut :182

1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.

2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).

Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) daripengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).

B. Transaksi Pemisahan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.

Bisnis asuransi syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan peningkatan sektor perbankan syariah. Perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.183

182 Ibid, hal.105

183Halim Alamsyah, Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:

Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, (Jakarta: Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), 2012),

hal.2

Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem

84

keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.

Jenis akad yang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah dipengaruhi oleh para pihak dalam perjanjian asuransi syariah tersebut maupun produk dasar asuransi syariah.184

Konsep asuransi umum syariah menggunakan jenis akad sebagai berikut :

1. Akad Tabarru’

Akad tabarru’ dalam asuransi syariah merupakan akad tabarru’ dalam bentuk lending yourself dan giving something mengingat dalam asuransi syariah ini terdapat beberapa pihak yang terlibat akad tabarru’. Akad tabarru’ ini mendudukkan perusahaan sebagai pengelola dana tabarru’ (lending yourself) dan peserta memberikan konstribusi dana sebagai iuran kebajikan yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah (giving something). Perjanjian asuransi syariah merupakan akad takafuli dan didalamnya mengandung prinsip akad tabarru’.185

Perusahaan menerima amanah dari peserta asuransi syariah untuk mengelola hartanya (premi), yang mana premi tersebut akan dikelola dalam dua rekening yang berbeda yaitu rekening tabungan dan rekening tabarru’ dan di sisi lain peserta memberikan sebagian dana yang telah disetornya sebagai santunan

184 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.84 185 Ibid, hal.87.

85

kebajikan untuk saling berbagi resiko apabila ada diantara peserta yang mengalami musibah.

Rekening tabarru’ untuk pengelolaan kumpulan dana tabarru’ dari seluruh peserta akan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim diantara salah seorang peserta serta keuntungan yang didapat dari pengelolaan dana ini akan dikembalikan dalam rekening tabarru’. Ini berarti dalam tabarru’ lending yourself perusahaan asuransi syariah memberikan jasa kepada peserta asuransi dengan keahlian dan skill yang dipunyainya untuk mengelola premi dari peserta termasuk di dalamnya premi tabarru’ secara profesional, dan di dalam tabarru’ giving something seorang peserta memberikan kontribusi berupa premi dan dari sebagian premi tersebut didermakan untuk menyantuni apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah melalui premi tabarru’. Adanya tabarru’ lending yourself dan giving something ini mencerminkan bahwa dalam asuransi syariah terdapat risk sharing diantara para pihaknya.186

Tabarru’ adalah dana yang dihibahkan oleh peserta kepada kumpulan peserta asuransi syariah sebagai derma/dana kebajikan untuk tujuan tolong menolong dan saling menanggung diantara peserta apabila terjadi klaim karena mengalami musibah yang ditentukan/dijamin dalam polis asuransi syariah, yang pengelolaannya diamanahkan kepada pengelola takaful (perusahaan asuransi syariah).187

Dana tabarru’ akan menjadi santunan kebajikan untuk membiayai klaim apabila salah seorang dari peserta mengalami musibah atau membayar kerugian yang akan timbul, sehingga dengan dana tabarru’ ini berarti terjadi perlindungan

186 Ibid, hal.89

187 Maghfur Wahid, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), hal. 190

86

bersama antar peserta asuransi syariah (risk sharing).188

Akad tabarru’, menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, merupakan akad yang melekat pada semua produk asuransi yaitu akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ ini sekurang-kurangnya harus menyebutkan mengenai:

Mengenai besarnya dana tabarru’ antara peserta yang satu dengan peserta lainya mempunyai prosetase yang tidak sama, ini dipengaruhi oleh masa perjanjian dan usia peserta.

189 a. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu.

b. Hak dan kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok.

c. Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;

d. Syarat-syarat lain yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Akad tabarru’ yaitu kontrak dimana peserta adalah pihak yang menanggung resiko bersama bukan perusahaan, dalam hal ini perusahaan bukanlah pemilik dana tetapi hanya mengelolanya sesuai dengan amanah dari peserta dan pengelola tidak boleh menggunakan dana–dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.190

Peserta memberikan kontribusi berupa dana yang diikhlaskan(tabarru’ fund) untuk tolong menolong antar peserta dan diantara peserta saling menanggung setiap resiko yang ada diantara peserta(risk sharing), ada saat

188 Hamid Hisa Hasan, Asuransi Dalam Hukum Islam (Tinjauan atas Riba, Maisir, dan

Gharar) (Jakarta: Firdaus Press, 2006), hal. 35

189 Ibid, hal. 38 190 Ibid, hal.40

87

membayar dan menerima bantuan untuk membagi resiko yang ada bagi setiap peserta, sehingga premi yang dibayar bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan dan klaim yang diterima bukan merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, serta bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan tetapi untuk kemaslahatan umat (social oriented).

Implementasi akad tabarru’ menurut masyarakat yang menjadi peserta asuransi syariah adalah: 191

a. Wujud dari adanya akad tabarru’ berupa premi tabarru’ yang merupakan sebagian premi yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah dan mengajukan klaim terhadap musibah tersebut sehingga pembayaran klaim diambilkan dari premi tabarru’ yang terkumpul dari seluruh peserta.

b. Berupa premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetor dan besarnya berdasarkan prosentase yang telah ditentukan oleh perusahaan, yang nantinya kan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim dari salah seorang peserta.

c. Diwujudkan dalam bentuk premi tabarru’ yang akan digunakan sebagai santunan kebajikan dan sumber pembayaran klaim.

d. Berupa premi tabarru’ sebagai dana yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan diantara sesama peserta.

e. Premi tabarru’ untuk dana sosial diantara peserta apabila salah satu peserta meninggal dunia.

88

f. Berupa premi tabarru’ yang ditentukan berdasarkan prosentase dari perusahaan sebagai santunan kebajikan apabila salah seorang diantara peserta mengalami musibah.

Pelaksanaan akad tabarru’ pada perusahaan asuransi syariah diwujudkan dengan adanya premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetorkan oleh peserta berdasarkan prosentase yang telah ditetapkan perusahaan, premi tabarru’ ini merupakan dana yang berasal dari peserta yang dimasukkan dalam rekening tabarru’ kemudian diinvestasikan melalui instrumen syariah, dan akan digunakan untuk membayar klaim sebagai santunan kebajikan diantara para peserta.

Dana tabarru’ yang dimasukkan dalam rekening khusus tabarru’ dan diinvestasikan ini akan mendapatkan hasil investasi. Menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, terdapat 3 (tiga) opsi mengenai perlakuan terhadap dana peserta dalam rekening tabarru’ yaitu: 192

a. Keuntungan hasil dana tabarru’ akan kembali dalam akun tabarru’ (tabarru’ back to tabarru’) yaitu diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.

b. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen resiko.

c. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada perusahaan dan peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian

89

lainnya kepada perusahaan dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.

Hasil investasi dari dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan akan dikembalikan seluruhnya dalam rekening tabarru’ dan digunakan untuk santunan kebajikan (pembayaran klaim meninggal dunia) diantara peserta, sehingga ahli waris/orang yang ditunjuk dari peserta yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan kebajikan, tabungan yang terkumpul dan mudharabah hasil investasi dari rekening tabungan.

Perlakuan terhadap hasil investasi dana tabarru ini terdapat perbedaan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Dana tabarru’ yang terkumpul ini nantinya akan diinvestasikan ke dalam rekening tabarru’ dan akan digunakan untuk santunan kebajikan apabila terjadi klaim atas meninggalnya salah seorang dari peserta asuransi syariah. Perlakuan atas hasil investasi dana tabarru’ ini berbeda dengan perlakuan hasil investasi yang dikelola oleh perusahaan asuransi yang lain yaitu apabila dalam pengelolaan investasi dana tabarru terjadi surplus maka hasil investasi ini akan dibagikan kepada peserta berupa pengembalian surplus tabarru’dengan ketentuan peserta tidak menerima pembayaran atau sedang mengajukan klaim atas polis, peserta tidak membatalkan perjanjian dan terdapat surplus dana tabarru’ diakhir manfaat takaful.193

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa akad tabarru’, pada asuransi syariah terjadi antara perusahaan dengan individu/lembaga/perusahaan lain baik berkedudukan sebagai peserta maupun mitra kerja terikat dalam akad tabarru’

90

lending yourself. Sedangkan hubungan antara peserta asuransi syariah dalam akad tabarru’ giving something yaitu dengan adanya unsur tabarru’ yang tertuang

Dokumen terkait