• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat perceraian ialah bahwa suami dan isteri hidup sendiri-sendiri, isteri atau suami dapat bebas untuk menikah lagi dengan orang lain. Perceraian membawa konsekwensi yuridis yang berhubungan dengan status isteri, status anak dan status harta kekayaan. Sesudah perceraian bekas isteri dapat bebas untuk menikah setelah masa iddah berakhir. Persetubuhan antara bekas suami dan bekas isteri dilarang, sebab mereka sudah tidak terikat dalam pernikahan yang sah lagi. Terhadap isteri, sebagai akibat terjadinya perceraian, isteri dapat menikah kembali setelah masa iddah berakhir baik dengan bekas suami ataupun dengan orang lain.29

29

Masyudin, ‘Akibat Perceraian’, Artikel Diakses Pada Tanggal 19 Juli 2010 dari http://www.Skripsi-Tesis.com,

Akibat dari perceraian tersebut yaitu berdampak terhadap isteri yang berstatus janda atau suami yang berstatus duda, perebutan hak asuh anak, perkembangan anak dan psikologi terhadap anak, kecewanya orang tua dari masing pihak yang melihat anaknya telah bercerai dan masih banyak lagi akibat dari perceraian.

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai, dan perceraian yang diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada pasal-pasal berikut ini, yaitu :

1. Dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197430 disebutkan, akibat putusnya perkawinan karena percerian ialah :

a. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan menghindari keputusan:

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang di perlukan anak itu; Bilamna bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut:

30

Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), h. 549

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri;

2. Dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI)31 dinyataakan, bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. Memberikan Mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al-Dukhul;

b. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil:

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila Qobla al-Dukhul;

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun:

e. Dalam Pasal 150 dinyatakan, bekas suami berhak melakukan rujuk’ kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah;

f. Dalam Pasal 151 dinyatakn, Bekas Isteri selama dalam masa iddah, wajib menjaga dirinya tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain;

31

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta ; Akademik Presindo, 2004), h. 149

g. Dalam Pasal 152 dinyatakan, Bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz;

h. Dalam Pasal 156 dinyatakan Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu; 2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu; 6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah; b. Anak yang sudah mumayiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);

e. Bilammana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b),(c), dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

Menurut masyarakat Desa Kadu Ti’is perceraian itu bisa berdampak kepada semua orang. Berdampak di sini dibagi menjadi dua bagian yaitu dampak positif dan dampak negatif.

a. Dampak Positif

Perceraian adalah perbuatan yang sangat di benci oleh Allah SWT. Karena perceraian itu bisa berdampak kepada semua orang, seperti berdampak kepada diri sendiri, orang tua dan yang terutama berdampak buat anak sendiri. Walaupun perceraian itu di benci oleh Allah tapi masih ada saja yang melakukan perceraian karena jalan terakhirnya adalah perceraian dan hanya jalan itu yang terbaik buat keduanya.

Di Desa Kadu Ti’is perceraian menurut masyarakatnya berbeda-beda, ada yang mengatakan perceraian yang mereka lakukan itu yang terbaik buat keduanya, ada juga yang mengatakan bahwa perceraian itu mereka lakukan karena sang suami yang kunjung tidak ada kabarnya dan tidak memberikan nafkah lagi kepada isteri dan anaknya, ada juga yang mengatakan bahwa dari

pada harus menahan rasa sakit hati karena melihat suami selingkuh lebih baik perceraianlah yang Ibu Nengsih lakukan.

Menurut masyarakat Desa Kadu Ti’is perceraian dimana-mana berdampak negatif tidak ada dampak positifnya. Penulis penasaran dengan pengakuan dari salah seorang Ibu Nengsih yang menyatakan bahwa ia mengalami perceraian oleh suaminya dikarenakan adanya perselingkuh antara suami saya dengan perempuan lain selama ia bekerja di Jakarta. Mengapa penulis penasaran dengan perceraian yang dialami oleh ibu Nengsih?

Karena ibu Nengsih satu-satunya masyarakat di Desa Kadu Ti’is yang mengatakan bahwa perceraian berdampak positif buat dirinya sendiri dan anaknya, walaupun tidak menutup kemungkinan perceraian tersebut berdampak negatif buat sang buah hati (anak).

Timbul pertanyaan penulis mengapa ibu Nengsih mengatakan bahwa perceraian ini berdampak positif bagi ibu sendiri. Perrtanyaan penulis dijawab bahwa32: ”Dampak positifnya status bagi saya jadi lebih jelas dan tidak digantung oleh yang tidak kunjung pulang dan menunggu kiriman uang buat kebutuhan hidup sehari-hari saya dengan anak tidak kunjung dikirim, saya lama-lama jenuh menunggu yang tidak jelas dan tidak ada kepastian dari suami sehingga saya mengambil tindakan menuntut bercerai dengan suami. Alasan lain sehingga saya berkeras menuntut bercerai diketahui bahwa selama ini suami saya tidak mengirimkan uang dan tidak pernah pulang-pulang ke

32

kampung, karena suami saya telah berselingkuh dengan perempuan lain di Jakarta.

Setelah saya bercerai dengan suami saya, saya merasa lega dan senang karena pada akhirnya saya mempunyai status yang saya sandang yaitu single

parent walaupun sebenarnya di dalam hati saya merasakan sakit yang begitu

mendalam karena saya tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suami saya.33

Sebenarnya mempunyai status single parent tersebut tidaklah mudah karena saya harus berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan anak saya, yang pada saat itu masih kecil. Hidup diperkampungan seperti ini memanglah sulit karena jauh dari mana-mana apa lagi pekerjaan. Pekerjaan saya hanya bertani menanam padi agar hasil padi saya bisa di jual ke luar kota dan yang pastinya saya bisa menghasilkan uang agar saya bisa memenuhi kehidupan saya dan anak saya.34

Dampak positif yang ibu Nengsih rasakanpun bukan hanya itu saja tapi ibu Nengsih bisa lebih banyak mendapatkan pengalaman hidup, bisa mengontrol emosinya sendiri, bisa menata hidupnya kembali dengan orang lain dan lain sebagainya. Dengan kesabaran ibu Nengsih dan terus menjalankan hidupnya sendiri beserta anaknya dan mendidiknya dengan sungguh-sungguh.

33

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nengsih, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010 34

Seperti yang telah kita ketahui menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 153 ayat 2 b : Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang- kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.35

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sebelum Ibu Nengsih menjalankan masa Iddah selama 3 (tiga) kali suci selama masih datang bulam jika tidak datang bulan maka masa Iddah 90 (sembilan puluh) hari setelah masa Iddah selesai maka Ibu Nengsih diperbolehkan menikah kembali.

Setelah menikah dan mempunyai keluarga baru, ibu Nengsih tidak ingin mengalami perceraian untuk yang kedua kalinya, untuk itu ibu Nengsih akan lebih memperbaiki lagi kehidupannya.

b. Dampak Negatif

Jika kita melihat dari sisi negatif perceraian, maka dampak dari perceraian itu sangatlah buruk kepada psikologi anak dan perkembangan anak itu sendiri. Memang sangat tidak adil khususnya buat anak sendiri yang harus melihat kedua orang tuanya berpisah atau bercerai. Mengapa sebagai orang tua tidak pernah melihat atau memikirkan dampak dari perceraian yang mereka lakukan terhadap anaknya dan kenapa harus anak yang menjadi korban dari perceraian orang tua kita

35

Idealnya, seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Tetapi kadangkala keadaan ”memaksa” seorang ibu membesarkan anak seorang diri. Meski si ibu sudah merawat dan memperhatikan si anak, tapi tetap saja ada dampak psikologis yang akan dialami oleh anak yang dibesarkan tanpa figur ayah.36

Menurut Lifina Dewi, M. Psi, psikolog dari Universitas Indonesia, ”Pada anak-anak yang memiliki sifat tegar atau tidak memperdulikan keadaan yang sebenarnya mungkin dampaknya tidak terlalu terlihat tapi untuk anak yang sensitif pasti akan terjadi perubahan perilaku, misalnya jadi pemurung atau suka menangis diam-diam, hal ini biasanya terjadi pada anak yang orang tuanya bercerai.37

Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orang tua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.

Jika memang perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan tak terhindar lagi, apa tindakan terbaik yang harus dilakukan

36

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

37

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

oleh orang tua (Mama dan Papa) untuk mengurangi dampak negatif perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Dengan kata lain bagaimana orang tua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian.38

Sebagai orang dewasa, mudah bagi kita memahami bahwa pernikahan tidak selamanya berlangsung sesuai harapan dan rencana. Setiap orang berubah, perubahan berdampak pada penyesuaian kebutuhan; termasuk kebutuhan untuk diperhatikan dan dicintai. Kondisi ini beresiko mengubah perasaan pada pasangan, rasa cinta bekurang, atau jatuh cinta pada orang lain, hingga akhirnya berujung pada keputusan untuk berpisah.39

Entah apapun penyebabnya, perpisahan selalu menciptakan kesedihan bagi pihak yang merasa ditinggalkan, atau dikhianati. Akan lebih mudah kondisinya jika perpisahan hanya melibatkan pasangan.

Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak.”Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, tidak sabaran, impulsif, dan lain-lain. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orang tuanya. ”Anak akan mempunyai pikiran: ’Ah jangan-jangan saya yang membuat papa dan mama bercerai,’ sehingga muncul rasa marah dan bersalah

38

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

39

pada dirinya.” Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak antara suami isteri. ”Anak menjadi sulit untuk memilih, pingin ikut ayah, tapi kok akhirnya ikut sang ibu. Ia akan merasa menjadi biang keladi perebutan hak asuh anak.” Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengruh oleh perceraian orang tuanya. ”Orang tua harus berhati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa menjadi tidak percaya diri dan merasa takut menjalani kedekatan dengan lawan jenis, anak bisa jadi akan dendam pada orang tuanya, seperti terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri.”40

Psikolog, Dra. Sugiarti Musabiq, M. Kes, mengungkap pentingnya ayah dan ibu yang telah berpisah untuk tidak mementingkan kepentingan diri sendiri. ”Perceraian, bagaimanapun prosesnya, memang tetap mengandung konflik dan mempengaruhi emosi pasangan maupun anak. Senantiasa ada masa transisi yang relatif berat. Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan keadaan yang semula tenang menjadi bergejolak karena ketidaksepahaman maupun konflik antara pasangan, yang mau tidak mau

40

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

berefek pada sikap, tingkah laku dan perkataan, baik yang disadari maupun tidak”.41

Agar dampak proses perceraian dapat diminimalisasi pada anak, pastikanlah anda dan pasangan melakukan langkah-langkah berikut ini :

a. Sampaikan baik-baik

Anak mengingat saat-saat orang tua menyampaikan berita perceraian dalam waktu yang sangat panjang. Karena berita ini membuatnya panik, menguncang rasa aman dirinya. Idealnya berita ini disampaikan bersama- sama pada anak oleh anda dan pasangan. Sampaikan bahwa keputusan itu diambil untuk kebaikan bersama. Jelaskan juga bahwa pernikahan ini diawali oleh cinta, dan sebenarnya anda mengharapkan untuk selalu bersama. Tetapi setelah dijalani hal tersebut tidak terlaksana. Ungkapan juga bahwa anda sebenarnya sedih dan kecewa. Pastikan pula bahwa perpisahan ini bukan salah anak, anda dan pasangan tetap akan mencintai mereka dan selalu menemani mereka sekalipun berpisah.42

b. Jangan saling menjelekkan

Sekalipun tergolong sulit, sebaiknya anda tidak mengungkapkan hal- hal buruk tentang pasangan. Jika anda butuh bercerita atau ingin curhat tentang pasangan, pastikan anak tidak mendengar apapun. Tidak mengabaikan. Hal yang menjadi masalah pada anak-anak korban perceraian

41

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

42

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

adalah mereka selalu menduga-duga tentang kepastian mendapat perhatian dari orang tua. Karenanya sebaiknya anda dan pasangan selalu menepati janji dan jadwal yang berhubungan dengan anak.

c. Masa transisi

Kondisi yang paling menegangkan bagi anak adalah ketika dia pergi meninggalkan orang tua yang satu ke orang tua yang lain. Hal ini disebabkan karena anak merasakan ketegangan diantara kedua orang tuanya. Atasi kondisi ini dengan memberi penguatan positif bahwa anda dan pasangan mencintai mereka, dan sangat ingin mereka menikmati suasana yang gembira ketika berada bersama anda ataupun pasangan.

d. Tenggang rasa

Umunya orang tua berpikiran bahwa agar semuanya berjalan lancar, peraturan yang diterapkan ketika anak bersama ibu haruslah konsisten diterapkan saat ia ada bersama ayah. Sebenarnya tidak perlu demikian, tidak perlu membuat perdebatan baru dengan mantan. Anak yang paling kecil sekalipun bisa menemukan dan memahami bahwa ayah ibunya berbeda, demikian pula aturan ketika dia bersama ayah atau ibunya.

e. Kepentingan bersama.

Jika anda adalah orang tua yang mendapatkan mandat perwalian anak, pastikan bahwa mantan pasangan tahu bahwa anda sangat menginginkan

keterlibatannya dalam kehidupan anak. Hal ini akan membuat mantan pasangan merasa lebih nyaman ketika ia akan bertemu dengan anak.43

f. Menikmati hubungan baru

Sekalipun semula tidak terpikirkan, sebaiknya sejak awal dipahami bahwa anda ataupun pasangan memiliki kemungkinan menjalin hubungan baru. Pastikan anda siap menghadapi situasi ini.

Hal yang penting untuk diingat bahwa reaksi dan dampak perceraian terhadap anak sebenarnya dapat diatasi jika anda dan pasangan memberi dukungan yang positif pada anak sejak awal. Tetapi jika perceraian anda sudah terlanjur mengarah ke situasi yang negatif, tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaikinya, karena anak-anak anda membutuhkannya, berapa pun usia mereka.

Keinginan untuk menarik anak ke salah satu pihak dan menentang pihak yang lain akan sangat menonjol pada model perceraian tersebut. Tapi jika itu dilakukan, berarti orang tua sungguh-sungguh merupakan individu egois yang hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak memikirkan kesejahteraan dan masa depan anak.

Kalau perceraian memang tidak terhindar lagi, maka mari membuat perceraian tersebut menjadi perceraian yang tidak merugikan anak. Suami isteri memang bercerai, tapi jangan sampai anak dan orang tua ikut juga

43

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

bercerai. Anak-anak sangat membutuhkan cinta dari kedua orang tua dan menginginkan kedua orang tuanya menjadi bagian dalam hidup mereka. Bagi anak, rasa percaya diri, rasa terima dan bangga pada dirinya sendiri bergantung pada ekspresi cinta kedua orang tuanya. Bagi anda yang akan atau sedang atau telah bercerai, cobalah untuk selalu mengingat hal tersebut dan masa depan anak-anak anda. Perhatian berupa materi memang perlu, namun itu saja sangat tidak memadai untuk membuat anak mampu beradaptasi dengan baik. Jangan lagi menjadikan negeri ini semakin riwet dengan membiarkan anak-anak kita yang tidak berdosa menjadi terlantar.44

Perceraian yang dilakukan di Desa Kadu Ti’is ini memang dilihat dari Undang-Undang tidak sah karena tidak ada kekuatan hukum tetapnya, tetapi masyarakat di Desa ini yang sudah bercerai tidak pernah ada masalah sama sekali seperti masalah kepada anak, harta bersama serta masalah pendidikan dan pemeliharaan anak sekalipun. Memang setelah orang tuanya bercerai anaklah yang menjadi korbannya tetapi mereka bercerai secara baik-baik dan tidak meninggalkan tanggung jawabnya kepada anak mereka masing-masing.

Seperti dengan perceraian yang dialami oleh ibu Nengsih dengan mantan suaminya. Mereka bercerai dengan mempunyai anak yang masih kecil, lalu mereka berdua tidak memperebutkan anaknya harus ikut dengan siapa karena mereka sebagai orang tua tahu bahwa dengan perceraian mereka

44

Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

sudah membuat anak mereka menjadi hancur hatinya, maka dari itu mereka berdua sebagai orang tuanya tidak mengharuskan anaknya ikut dengan siapa. Bagi ibu Nengsih serta mantan suami anaknya adalah segala-galanya buat mereka dan mereka tidak akan pernah menghilangkan rasa kasih sayang mereka buat anak-anaknya.

Ibu Nengsih dan mantan suami mempercayai anaknya dididik oleh neneknya karena ibu Nengsih dan mantan suami harus bekerja di jakarta untuk memenuhi kebutuhan hidup buat anaknya juga agar anaknya bisa terpenuhi semua kebutuhannya. Bukan hanya itu saja tapi ibu Nengsih dan mantan suami tidak pernah lepas untuk memberikan kasih sayang mereka kepada anaknya seperti menjenguk atau merawatnya sesekali jika mereka sedang pulang ke kampung. Selama mereka berada di kampung mereka tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang, merawatnya, mendidiknya, memberikan apa yang dibutuhkan anaknya walaupun sebenarnya keadaan mereka sangat sulit dalam perekonomiannya mereka tetap berusaha membuat anaknya senang dan bahagia, bagi mereka apapun yang akan mereka lakukan, itu yang terbaik buat anaknya.

Ibu Nengsih beruntung anaknya tidak berdampak terhadap perceraian mereka, tetapi sesungguhnya ibu Nengsih serta mantan suami tidak mengetahui bahwa anaknya mempunyai rasa minder atau tidak percaya diri

jika kumpul dengan ibu Nengsih dengan suami barunya dan bapak dengan isteri barunya yang masing-masing sudah diberikan anak.45

Penulis yang kebetulan dekat dengan anak dari ibu Nengsih yang bernama Suprana yang sudah dewasa berusia kira-kira 25 tahun dan yang pada saat itu dia bersedia di wawancarai oleh penulis tentang bagaimana perceraian yang dialami oleh kedua orang tuanya lalu bagaimana dengan perasaan Suprana sendiri melihat orang tuanya sudah bercerai. Suprana menceritakan semua kepada penulis.46

Pertama kali Suprana melihat orang tuanya bercerai adalah perasaan yang sangat sedih dan merasa dirinya tidak berguna bagi orang tuanya terutama dirinya sendiri. Dia juga mempunyai perasaan minder atau tidak percaya diri bila mendekati seorang wanita yang dia sukai, selain itu juga dia merasa minder jika harus kumpul sama bapak tiri dan adek-adek tirinya