• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola pembayaran langsung (out of pocket) yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan menjadi penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan pra upaya.

Di Indonesia, ada dua kelompok peserta jaminan pemeliharan kesehatan yaitu kelompok penduduk non maskin yang membayar sendiri premi jaminan pemeliharaan kesehatannya dan kelompok maskin yang ditanggung oleh pemerintah. Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013, kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 71,64%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2012 (65,52%). Kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan

Sedangkan untuk masyarakat miskin, pemerintah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), di mana semua biaya pemeliharaan kesehatan untuk masyarakat miskin ini semua ditanggung oleh pemerintah. 0 20 40 60 80 Cakupan 19.37 21.59 36.18 65.52 71.64 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013

Selain jamkesmas, banyak kabupaten/kota yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan tujuan agar masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda. Kepesertaan jeminan pemeliharaan untuk masyarakat miskin (Jamkesmas) di Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 sebesar 42,54% dari total penduduk, mengalami penurunan bila dibandingkan kepesertaan Tahun 2012 sebesar 48,40%.

Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (7,49%), Jamsostek (4,11%), Askeskin/Jamkesmas (42,54%), Jamkesda (8,80%) dan lain-lain (11,67%).

KEPESERTAAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

8,80%

42,54 % 4,11 % 7,49 % 11,67 %

Askes Jamsostek Jamkesmas Jamkesda Lain-lain

Gambar 4.30 Cakupan Kepesertaan Program JPK Pra Bayar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Sejak 1 Januari 2014, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah melaunching BPJS Kesehatan yang pesertanya dimulai dari peserta Askes, Jamsostek, dan jaminan kesehatan anggota TNI/Polri. Pada Tahun 2019 ditargetkan “Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2019 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Terdapat dua cara pembayaran premi yaitu untuk masyarakat non miskin premi dibayar sendiri oleh peserta, sedangkan untuk masyarakat miskin, premi dibayarkan oleh pemerintah.

2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien. Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat

inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang medik, serta pelayanan tindakan dan operasi.

Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2013 sebanyak 15.926.850 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebanyak 5.561.947 (34,9%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 564.099 (3,5%).

3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap.

Pada Tahun 2013, jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1 sebanyak 295.164 (1,93%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak 389.993 (2,45%).

4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan Kesehatan

Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan ini meliputi kunjungan rawat jalan di Puskesmas, kunjungan rawat jalan di rumah sakit, dan kunjungan rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan kunjungan rawat jalan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 51,87%.

Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat inap ini meliputi kunjungan rawat inap di Puskesmas, kunjungan rawat inap di rumah sakit, dan kunjungan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 3,17%.

5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan

perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.

Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa. Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa.

KUNJUNGAN GANGGUAN JIWA

32,71%

67,29% Rumah Sakit Pusk. & Sarkes Lain

Gambar 4.31 Kunjungan Gangguan Jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 121.962. Sebagian besar kunjungan gangguan jiwa adalah di rumah sakit (67,29%), sedangkan 32,71% lainnya di Puskesmas dan sarkes lain.

6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit

a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross

Death Rate (GDR)

Angka kematian umum penderita yang dirawat di RS/GDR (Gross Death Rate) berguna untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan di Rumah Sakit.

Semakin rendah GDR, berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Angka yang dapat ditolerir untuk GDR ini maksimum 45.

0 10 20 30 40 50 60 70 GDR 34,01 59,4 44,47 2011 2012 2013

Gambar 4.32 Angka Rata-rata Gross Death Rate di Rumah Sakit Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013

GDR rata-rata di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 44,47, berarti masih dalam angka yang dapat ditolerir, dan masih lebih baik bila dibandingkan dengan GDR tahun 2012 sebesar 59,4. Dari 198 RS yang melapor, sebanyak 20 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka yang dapat ditolerir (kurang baik).

b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death

Rate (NDR)

Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit, berarti bahwa mutu pelayanan/perawatan rumah sakit tersebut makin baik. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar.

0 10 20 30 40 GDR 17,07 29,7 36,16 2011 2012 2013

Gambar 4.33 Angka Rata-rata Net Death Rate di Rumah Sakit Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013

Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 36,16, berarti sudah melampaui batas yang bisa ditolerir dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan NDR tahun 2012 sebesar 29,7.

Dari 171 rumah sakit yang melapor, sebanyak 14 rumah sakit mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Berdasarkan data GDR dan NDR tersebut berarti pada tahun 2013 terjadi penurunan mutu pelayanan atau perawatan di rumah sakit sehingga diperlukan pembinaan lebih lanjut.

7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit

Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit, indikator yang digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah penduduk. Pada tahun 2013 jumlah keseluruhan rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 271, bertambah 8 rumah sakit dari tahun 2012. Gambar berikut adalah Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan kepemilikannya.

Tabel 4.1 Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

NO RUMAH SAKIT JUMLAH TEMPAT TIDUR

TOTAL KELAS III

1 RSU Pemerintah 51 12.329 6281 2 RS TNI/Polri 11 1.060 411 3 RSU Swasta 141 20.028 12.240 4 RS Khusus Pemerintah 7 1.779 1.454 5 RS Khusus Swasta 60 1.508 728 6 RS Khusus TNI/Polri 1 50 22 JUMLAH 271 36.754 21.136

a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR)

BOR merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (>80%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat

tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%.

Pada tahun 2013, rata-rata BOR di Provinsi Jawa Tengah sebesar 49,39 masih di bawah BOR ideal. Dari 188 rumah sakit yang melapor, 49 RS (26,06%) mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal, 24 RS (12,77%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 113 RS (60,11%) tingkat pemanfaatannya masih kurang. Rumah sakit dengan BOR tinggi pada umumnya terdapat di rumah sakit pemerintah baik milik pemerintah pusat, provinsi, maupun kab/kota. Sedangkan yang mempunyai tingkat pemanfaatan rendah kebanyakan adalah rumah sakit swasta tipe D.

b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/Average Length of Stay

(ALOS)

Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/Average Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6 – 9 hari. Rata-rata lama rawat seorang pasien di rumah sakit se Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 3,45 hari, lebih rendah dari ALOS ideal. Dari 186 rumah sakit yang melapor, hanya 5 RS (2,7%) yang mempunyai nilai ALOS ideal, 6 RS (3,2%) mempunyai ALOS yang tinggi melebihi ALOS ideal, dan 175 RS (94,09%) mempunyai ALOS yang rendah dibawah 6.

Rumah Sakit yang memiliki ALOS ideal adalah RS PKU Muhammadiyah Kutowinangun Kebumen, RSUD Kudus, RSU Adella, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUD Kardinah Kota Tegal. Sedangkan yang mempunyai ALOS yang tinggi kebanyakan adalah Rumah Sakit Jiwa.

c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval

(TOI)

TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 3,54 hari, di atas kisaran TOI ideal. Hal ini berarti mengalami penurunan efisiensi penggunaan tempat tidur dari tahun 2012 dimana TOI adalah 2,8 hari atau berada dalam kisaran TOI ideal.

Dari 186 RS yang lapor, 89 RS (47,8%) mempunyai nilai TOI lebih tinggi dari pada nilai ideal, 25 RS (13,44%) mempunyai nilai TOI lebih kecil dari nilai ideal, dan 72 RS (38,7%) mempunyai nilai TOI ideal.

Angka BOR, ALOS, dan TOI rata-rata di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 tersebut menunjukkan bahwa kinerja pelayanan rumah sakit masih kurang baik, sehingga diperlukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan tersebut.

Dokumen terkait