C. Status Gizi Masyarakat
3. Persentase Balita Dengan Gizi Buruk
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus
gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.
Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.
Gambar 3.34 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Balita Gizi Buruk tahun 2013 berjumlah 2.475 (0,30%) meningkat apabila dibandingkan tahun 2012 sejumlah 1.131 (0,06%). Kejadian gizi buruk lebih banyak terjadi di balita perempuan (1.305 kasus) dibandingkan pada balita laki-laki (1.170 kasus). Sementara persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2013 sebesar 100%.
Klaten Banyumas Bj negara Temanggung Kendal Blora Grobogan Demak Sragen Purblg Kebumen Purworejo Cilacap Kr.anyar Pati Rembang Batang Pekalongan Pemalang Brebes Tegal Kota Semarang Cilacap Boyolali Kab Semarang Kota Tegal Jepara Kota Mgl DI. Yogyakarta Kab. Mgl Kudus J A T I M Kota Pekalongan J A B A R Wonogiri Sukoharjo Wonosobo Salatiga Surakarta Keterangan :
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
A. Pelayanan Kesehatan1. Pelayanan Kesehatan Ibu
a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1
Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal, pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2013 sebesar 98,65% sedikit lebih rendah bila dibanding dengan cakupan tahun 2012 yang sebesar 98,89%. Ada 17 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Cakupan terendah Kabupaten Boyolali (93,9%).
b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4
Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4) Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC)
Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 92,13% menurun bila dibandingkan dengan cakupan
tahun 2012 (92,99%) dan masih dibawah target SPM 2015 (95%). Cakupan tertinggi (98,8%) di Kabupaten Pekalongan dan terendah (80,8%) di Kabupaten Rembang. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 9 kabupaten/kota (25,71%) yang telah melampaui target SPM.
90 91 92 93 94 95 96 Cak. K4 93.39 92.04 93.71 92.99 92.13 Target 95 95 95 95 95 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013
c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 98,08% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 (97,14%). Semua Kabupaten/Kota sudah mencapai target SPM 2015 (90%).
Data cakupan mulai tahun 2009 sampai dengan 2013 secara keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
85 90 95 100 Cak. Linakes 93.03 93.62 96.79 97.14 98.08 Target 90 90 90 90 90 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013
Cakupan tertinggi sebesar 102,8% di Kabupaten Pekalongan dan terendah adalah Kabupaten Karanganyar (90,5%). Dengan semakin naiknya angka cakupan pertolongan persalinan menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik dari ibu, suami maupun dukungan keluarga.
d. Cakupan Pelayanan Nifas
Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus.
Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2013 yaitu 94,06% lebih rendah bila dibandingkan cakupan tahun 2012 (95,54%) tetapi sudah melampaui target SPM tahun 2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan dan Kota Magelang. Kabupaten yang terendah capaiannya adalah Kota Semarang (83,3%). Dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target SPM ada 3 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Semarang dan Kota Semarang.
e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani
Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Komplikasi dalam kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis Gravidarum, (c) Perdarahan per vaginam, (d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban pecah dini. Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan letak/presentasi janin, (b) Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e) Infeksi
berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan ganda. Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).
Jumlah komplikasi kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 124.946 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2013 sebesar 102,2% meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2012 sebesar 90,81%. Pencapaian cakupan tahun ini sudah melampaui target SPM tahun 2015 (80%).
2. Pelayanan Kesehatan Anak a. Cakupan Kunjungan Neonatus
Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/Th. 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi menjadi 3, yaitu: KN1 adalah kunjungan pada 0-2 hari ,KN2 adalah kunjungan 2-7 hari dan KN3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 98,83%. Cakupan KN1 pada kelompok neonatus laki-laki (99,17%) lebih besar dibandingkan cakupan KN1 neonatus perempuan (98,91%). Cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar 96,95% dimana cakupan neonatus perempuan (98,18%) lebih tinggi dibanding pada neonatus laki-laki (96,20%). Dari 35 kabupaten/kota, cakupan KN3 rata-rata sudah lebih dari 90%, namun masih ada Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90% yaitu Kabupaten Pekalongan (87,77%).
Untuk meningkatkan Kunjungan Neonatus di Kabupaten/Kota, pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan
kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan neonatus (KN3) di Jawa Tengah pada tahun 2009-2013 dapat digambarkan sebagai berikut: 85 90 95 100 105 KN3 99.37 94.86 95.19 96.7 97 Target 90 90 90 90 90 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus (KN3) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013
Secara keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu juga adanya upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA serta meningkatnya pengetahuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk bayinya.
b. Cakupan Kunjungan Bayi
Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 95,59%, menurun apabila dibandingkan tahun 2012 (96,95%). Cakupan Kunjungan Bayi laki-laki (95,98%) lebih tinggi dibandingkan cakupan pada bayi perempuan (95,18%).
Cakupan kunjungan bayi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2013 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten Kendal (70,3%). Adapun grafik cakupan bayi 2009 - 2013 dapat digambarkan sebagai berikut:
50 60 70 80 90 100 Kunjungan Bayi 95.07 93.73 92.64 96.95 95.59 Target 80 80 80 80 80 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013
c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani
Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan komplikasi.
Tahun 2013 perkiraan neonatal dengan komplikasi yang dihitung dari banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 85.838 bayi lebih rendah dibandingkan perkiraan neonatal komplikasi tahun 2012 yang sebanyak 86.252 bayi. Dari jumlah perkiraan tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang pelayanan kesehatan tahun 2013 sebanyak 64.689 bayi (75,36%) meningkat dibandingkan cakupan tahun 2012 sebesar 66,38%
(57.276 bayi). Cakupan neonatal risti/komplikasi pada kelompok bayi laki-laki (76,8%) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok bayi perempuan (74,6%). Cakupan Neonatus Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target cakupan sebesar 80%.
Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan. Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal resiko tinggi seharusnya 15% dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum semua kabupaten/kota mempunyai persepsi/pemahaman yang sama.
d. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Anak balita adalah anak berumur 12–59 bulan. Setiap anak umur 12– 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 x dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah, Buku KIA/KMS atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan pertinggi/panjang badan (BB/TB). Di tingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-Kanak, serta Raudatul Athfal dll. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut.
Pemantauan perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya dengar, daya lihat. Jika ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas. Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan perkembangan harus dilakukan rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-59 bulan dilaksanakan melalui pelayanan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan Prasekolah atau pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan SDIDTK dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak. Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak umur 12–59 bulan 2 kali per tahun ( bulan Februari dan Agustus)
Jumlah anak balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 2.195.357, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.823.780 (83,07%) sedikit menurun dibandingkan cakupan tahun 2012 (83,15). Cakupan pelayanan anak balita laki-laki (83,18%) sedikit lebih besar dibandingkan cakupan pelayanan anak balita perempuan (82,97%). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten Kebumen dan kabupaten Tegal. Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Sukoharjo (57,14%)
e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah.
Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100% mendapatkan pemantauan kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit.
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2013 sebesar 87,79%,
lebih tinggi dibandingkan cakupan tahun 2012 (70,08%). Cakupan penjaringan kesehatan pada siswa SD Laki-laki (89,62%) lebih tinggi dibandingkan cakupan penjaringan kesehatan pada siswa SD perempuan (85,93%). Cakupan terendah di Kabupaten Pati (30,52%) dan tertinggi di Kabupaten Banyumas (101,09%).
Adapun grafik cakupan penjaringan kesehatan siswa SD/MI tahun 2009 - 2013 dapat digambarkan sebagai berikut:
0 20 40 60 80 100 120 Cakupan 43,8 52,61 81,02 70,08 87,79 target 100 100 100 100 100 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.5 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013
3. Pelayanan Gizi
a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.
Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi tahun 2013 sebesar 98,15%, menurun dibandingkan tahun 2012 sebesar 98,74%. Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada bayi laki-laki (98,43%) lebih tinggi dibanding cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada bayi perempuan (97,87%).
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi selama 5 tahun terakhir (2009-2013) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
95 96 97 98 99 100 Cakupan 98,11 96,84 99,08 98,74 98,15 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.6 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi Tahun 2009 – 2013
b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita
Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.
Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah anak umur 12–59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Anak Balita tahun 2013 sebesar 90.37%, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 (98.34%). Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada anak balita perempuan (90,32%) sedikit lebih rendah dibandingkan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak balita laki-laki (90,42%). Cakupan anak balita mendapat vitamin A tertinggi (100%) sudah dapat dicapai oleh 7 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Semarang dan Kota Pekalongan. Sedangkan yang cakupannya terrendah adalah Kabupaten Wonosobo (53,52%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita selama 5 tahun terakhir (2009-2013) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
70 75 80 85 90 95 100 Cakupan 82,44 96,76 98,45 98,34 90,37 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.7 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009–2013
c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas
Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A.
Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2013 sebesar 94,59%, menurun dibandingkan tahun 2012 (95,90%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai oleh Kabupaten Klaten, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kota Semarang. Sementara cakupan terendah di Kabupaten Kendal sebesar 61,23%.
Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A selama 5 tahun terakhir (2009-2013) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
82 84 86 88 90 92 94 96 98 Cakupan 87.31 92.78 96.43 95.9 94.59 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat Kapsul Vit. A di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009–2013
Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya:
1) Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi.
2) Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait.
3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.
4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.