• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCATATAN PERKAWINAN

C. Akta Nikah

Akta nikah adalah sebuah daftar besar (Register Nikah) yang merupakan bukti autentik bagi masing-masing yang bersangkutan, karena ia dibuat oleh pegawai umum (openbaar ambtenaar).18 Akta Nikah memuat antara lain sebagai berikut (Pasal 12 PP) :

1. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman suami istri. Jika pernah kawin disebutkan juga nama suami atau istri terdahulu.

2. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka. 3. Izin kedua orang tua bagi yang melangsungkan perkawinan belum mencapai

umur 21 tahun, atau dari wali atau dari pengadilan sebagaimana dimaksud pasal 6 (2-5) UU No.1 Tahun 1974.

4. Dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang ditujuk oleh kedua orang tua, bagi yang melakukan perkawinan dibawah umur 19 tahun bagi pria, dibawah umur16 tahun bagi wanita.

5. Izin pengadilan bagi seorang suami yang akan melangsungkan perkawinan lebih dari seorang istri.

6. Persetujuan dari kedua orang tua.

18

M Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Perdata Peradilan Agama dan

7. Izin dari pejabat yang ditunjuk mentri HANKAM atau PANGAB bagi anggota TNI/POLRI.

8. Perjanjian perkawinan jika ada.

9. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam.

10.Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan atau tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.19

Akta nikah oleh Pegawai Pencatat nikah (PPN) dibuat rangkap 2, helai pertama disimpan dikantor pencatatan (KUA), sedang helai kedua dikirim ke pengadilan yang daerah hukumnya mewilayahi kantor pencatatan tersebut (Pasal 13 PP).20

Akta nikah ini dapat digunakan oleh masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya.21 Akta nikah juga berguna untuk membuktikan keabsahan anak yang terlahir dari pernikahan tersebut.

Kegunaan dari akta nikah adalah sebagai berikut:

1. Bukti otentik perkawinan yang sah (UU No 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1-5) 2. Adanya jaminan dan kepastian hukum (UU No 1 Tahun 1974 Bab VI)

19

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat,

Hukum Agama (Bandung: Mandar maju ,2003),Cet ke-2. h.92

20

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia;Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No 1/1974 Sampai KHI, h.128

21

Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika.2007), cet

3. Menjamin hak-hak waris (UU No 1 Tahun 1974 Bab VII Pasal 35-37)

4. Membuat akta kelahiran/akta kenal lahir anak (UU No 1 Tahun 1974 Bab IX) 5. Menjamin hak-hak anak/keturunan (UU No 1 Tahun 1974 Bab X Pasal 45-49) 6. Pengurusan Dokumen pentingseperti: Pasport, Akta Kelahiran, Kartu Keluarga

(KK), Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Ibadah Haji dan Umroh, Akta Cerai/Talak, Akta Waris, Kepemilikan harta gono-gini (harta bersama), Pengajuan KPR BTN, Kredit Bank/Lembaga Keuangan, Klaim Asuransi,

Pensiun, Pengajuan daftar gaji untuk mendapatkan tunjangan.

D. Urgensi Pencatatan Perkawinan

Kehidupan modern seperti saat ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain masalah pencatatan perkawinan. Sehingga pencatatan perkawinan ini kemudian menjadi hal yang sangat penting. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian maka akan muncul kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat, mengingat jumlah manusia yang sangat banyak dan permasalahan kehidupan yang semakin kompleks. Mengetahui hubungan perkawinan seseorang dengan pasangannya mungkin akan sulit apabila perkawinan itu tidak tercatat. Terutama apabila terjadi sengketa, antara lain mengenai sah atau tidaknya anak yang dilahirkan, hak dan kewajiban keduanya sebagai suami istri. Bahkan dengan tidak tercatatnya hubungan suami-istri itu sangat mungkin salah satu pihak berpaling dari tanggung jawabnya dan menyangkal hubungan suami-istri.22

22

Pada dasarnya syariat Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan perkawinan, namun dilihat dari segi manfaatnya pencatatan perkawinan sangat diperlukan. Karena pencatatan perkawinan dapat dijadikan alat bukti autentik agar seseorang mendapatkan kepastian hukum.23 Hal ini sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al- Baqarah ayat 282:



























































...



Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan

ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.24

Setelah mendapatkan sumber nash yang menjadi dasar rujukan untuk memahami hukum pencatatan nikah, kemudian mencari illat yang sama-sama

terkandung dalam akad nikah dan akad mu’amalah, yaitu adanya penyalahgunaan

atau mudharat apabila tidak ada alat bukti tertulis. Hal ini juga sejalan dengan Qaidah fiqhiyah :

23

Hasan M Ali, Pedoman hidup berumah Tangga dalam Islam (Jakarta: Prenada

Media,2003), Cet ke-1 h. 123

24

M Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka

“menolak kemudharatan lebih didahulukan dari pada memperoleh kemaslahatan.”25

Jadi qiyas disini dapat dilakukan. Untuk itulah kita dapat mengatakan bahwa pencatatan nikah disini wajib sebagaimana diwajibkan pada akad muamalah.

Dengan adanya alat bukti ini, pasangan suami-istri dapat terhindar dari mudharat dikemudian hari karena bukti tertulis dapat memproses secara hukum berbagai persoalan rumah tangga, terutama sebagai alat bukti paling shahih di Pengadilan Agama.26

Pencatatan Perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan karena pencatatan perkawinan merupakan suatu syarat sah dan tidaknya perkawinan oleh negara, begitu pula sebagai akibat yang timbul dari perkawinan tersebut.27 Dimana fungsi dan kegunaan pencatatan adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh-sunguh, berdasarkan i’tikad yang baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensinya atau akibat hukum dari perkawinan yang dilaksanakannya itu.28

Tujuan utama pencatatan perkawinan ini adalah untuk memperoleh bukti autentik dari suatu perkawinan yang akan melegitimasi perkawinan tersebut. Dengan

25

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyyah dalam perspektif Fiqih (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya dengan Anglo Media,2004), Cet ke-1. h.148.

26

Happy Susanto, Nikah Sirri apa Untungnya?? (Jakarta: Visimedia,2007), h.57

27

Saidus Sahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya (Jakarta:

Alumni, 1981), h.108

28

Yayan Sopyan, Islam Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional. h.131

adanya surat bukti tersebut maka dapatlah dibenarkan ataupun dicegah suatu perbuatan lain. Dengan demikian pencatatan perkawinan selain berfungsi untuk menjaga ketertiban juga untuk menjamin kepastian hukum.29 Selain itu juga merupakan suatu upaya yang diwujudkan perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus lagi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan berumah tangga.30

Lembaga perkawinan bukan saja merupakan syarat administratif yang subtansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban umum, namun ia juga mempunyai cakupan manfaat yang besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan.31

Lebih jelasnya manfaat pencatatan perkawinan antara lain sebagai berikut: a. Mendapat perlindungan hukum

b. Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan pernikahan c. Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum32

E. Dampak Perkawinan yang Tidak Tercatat

Adapun dampak dari tidak dicatatatkannya perkawinan adalah:

29

Rusdi Malik, Peranan Agama dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. h 41

30

Huzaimah Tahido Yanggo, Perkawinan yang Tidak Dicatat Pemerintah (Jakarta; GTZ dan GG PAS, 2007), h.17

31

Yayan Sopyan, Islam Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional. h.134

32

Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraysi, 2005), h. 70-76.

1. Perkawinan dianggap tidak sah.

Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor catatan sipil.

2. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Anak-anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain tidak sah juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu (pasal 42 dan pasal 43 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Sedangkan hubungan anak dengan ayahnya tidak ada.

3. Anak dan ibunya tidak berhak mendapatkan waris dan Nafkah. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya.33

33LBH Apik,”Dampak Perkawinan Bawah Tangan Bagi Perempuan”, diakses pada tanggal

31

1.Pengertian dan Dasar Hukum Itsbat Nikah.

Itsbat Nikah secara terminologi terdiri dari dua kata “itsbat” dan “nikah”. Itsbat berasal dari bahasa arab yang berarti “penetapan” atau “pembuktian”.1

Sedangkan nikah adalah suatu akad yang suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai tujuan keluarga yang sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.2 Dan lebih lanjut Itsbat Nikah didefinisikan sebagai suatu penetapan, penentuan, pembuktian atau pengabsahan Pengadilan Agama terhadap pernikahan yang telah dilakukan dengan alasan-alasan tertentu.3

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa itsbat nikah adalah

Dokumen terkait