• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun tanoh .1 Hewan percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun tanoh .1 Hewan percobaan

Hasil identifikasi hewan percobaan yang dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Hewan, Departemen Biologi FMIPA USU menyebutkan bahwa hewan yang digunakan adalah cacing Pheretima posthuma (Lampiran 2 halaman 57). Cacing Pheretima posthuma memiliki warna tubuh bagian dorsal coklat keunguan, bagian ventral abu-abu keputihan, panjang tubuh 143-176 mm, diameter 3,5-6 mm dan jumlah segmen 125-137 (Lampiran 9 halaman 65).

Pheretima posthuma digunakan dalam penelitian ini karena memiliki

kemiripan struktur anatomi dan fisiologis dengan cacing yang menginfeksi saluran cerna manusia (Vennila, et al., 2015; Nitave, et al, 2014; Borah, et al., 2013; Subash, et al., 2012; Sharma, et al., 2011; Sharma, 2010).

4.5.2 Pengaruh etanol terhadap Pheretima posthuma

Pengaruh pemberian etanol dalam berbagai konsentrasi terhadap

Pheretima posthuma dapat dilihat pada Tabel 4.4. dan Lampiran 10 halaman 66.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi etanol yang tidak menyebabkan No Golongan Metabolit Sekunder Simplisia Ekstrak

1 Alkaloid - - 2 Flavonoid + + 3 Tanin + + 4 Glikosida + + 5 Saponin + + 6 Steroid/ Triterpenoid + +

kematian Pheretima posthuma adalah tidak lebih dari 1%, namun etanol 1% menimbulkan perubahan morfologis seperti perubahan warna dan bentuk tubuh

Pheretima posthuma. Maka konsentrasi etanol yang digunakan sebagai pelarut

dalam penelitian ini adalah 0,5%.

Tabel 4.4. Pengaruh etanol terhadap Pheretima posthuma

4.5.3 Aktivitas antelmintik

Aktivitas antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh ditentukan berdasarkan waktu paralisis dan waktu kematian terhadap cacing Pheretima

posthuma (Tabel 4.5. dan Lampiran 11 halaman 67). Tabel 4.5 menunjukkan

bahwa ekstrak etanol daun pugun tanoh (EEDPT) pada konsentrasi uji menyebabkan paralisis P heretima posthuma.

Tabel 4.5. Uji aktifitas antelmintik terhadap Pheretima posthuma (n = 3)

Keterangan : EEDPT = Ekstrak etanol daun pugun tanoh Konsentrasi

Etanol (%)

Pengamatan Terhadap Cacing Pheretima posthuma Kondisi Waktu Kematian (menit)

0,5 Hidup 0 1 Hidup 0 2 Mati 272 4 Mati 10 6 Mati 16 8 Mati 15 10 Mati 14

Sampel Waktu Paralisis

(menit)

Waktu Kematian (menit)

Larutan NaCl (kontrol negatif) _ _

Etanol 0,5% (kontrol pelarut) _ _

Albendazole 20 mg/ml (kontrol positif) 77,33 ± 3,055 205,00 ± 9,539 EEDPT 5 mg/ml 157,00 ± 5,033 238,33 ± 6,506 EEDPT 10 mg/ml 88,33 ± 6,506 158,00 ± 5,292 EEDPT 20 mg/ml 47,33 ± 2,082 86,67 ± 5,033 EEDPT 30 mg/ml 49,33 ± 2,082 55,00 ± 3,605

Analisis statistika (Lampiran 25 halaman 85) menunjukkan bahwa efek paralisis EEDPT 20 mg/ml dan 30 mg/ml > EEDPT 10 mg/ml dan albendazole 20 mg/ml > EEDPT 5 mg/ml. Efek paralisis EEDPT terhadap Pheretima posthuma dipengaruhi oleh konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi EEDPT, waktu paralisis semakin cepat.

Efek paralisis EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi lebih lemah dibandingkan efek paralisis EEDPT hasil maserasi. Menurut Patilaya dan Husori (2015), efek paralisis pemberian EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi konsentrasi 10, 20 dan 30 mg/ml masing-masing terlihat pada 41,28; 23,27 dan 12,18 menit. Terdapat perbedaan waktu paralisis Pheretima posthuma yang terpapar EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi dan EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh bedanya metode ekstraksi, konsentrasi pelarut yang digunakan, sumber tanaman, ukuran tubuh Pheretima posthuma dan waktu melakukan penelitian.

Tabel 4.5. juga menunjukkan bahwa EEDPT menyebabkan kematian

Pheretima posthuma. Efek kematian Pheretima posthuma dipengaruhi oleh

konsentrasi EEDPT. Semakin tinggi konsetrasi EEDPT, waktu kematian

Pheretima posthuma semakin cepat. Analisis statistika (Lampiran 26 halaman 89)

menunjukkan bahwa efek EEDPT 5, 10, 20 ,30 mg/ml dan albendazole 20 mg/ml berbeda secara signifikan (p < 0,05). Efek kematian EEDPT 30 mg/ml terhadap

Pheretima posthuma > EEDPT 20 mg/ml > EEDPT 10 mg/ml > albendazole 20

mg/ml > EEDPT 5 mg/ml.

Efek kematian EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi lebih lemah dibandingkan efek kematian EEDPT hasil maserasi. Menurut Patilaya dan Husori (2015), efek kematian pemberian EEDPT yang diperoleh dengan metode

maserasi konsentrasi 10, 20 dan 30 mg/ml masing-masing terlihat pada 47,09; 27,41 dan 16,66 menit. Terdapat perbedaan waktu kematian Pheretima posthuma yang terpapar EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi dan EEDPT yang diperoleh dengan metode sokletasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh bedanya metoda ekstraksi, konsentrasi pelarut yang digunakan, sumber tanaman, ukuran tubuh Pheretima posthuma dan waktu melakukan penelitian.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa EEDPT memiliki aktivitas antelmintik terhadap Pheretima posthuma. Aktivitas antelmintik EEDPT kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa tanin, saponin, flavonoid, steroid/terpenoid dan glikosida. Metabolit sekunder dapat bekerja sendiri atau dalam kombinasi sehingga menyebabkan paralisis (kelumpuhan) atau menyebabkan kematian cacing. Interaksi sinergis dari beberapa metabolit telah terbukti lebih efektif daripada metabolit tunggal (Mukherjee dan Houghton, 2009). Metabolit-metabolit tersebut dapat bertindak di satu atau beberapa lokasi target pada cacing (Wynn dan Fougere, 2007).

Tanin merupakan salah satu senyawa aktif yang mempunyai kemampuan mengendapkan protein dengan membentuk kompleks yang kuat (Makkar, 1993). Kemampuan tanin tersebut akan menyebabkan terjadinya penghambatan enzim dan kerusakan membran (Shahidi dan Naczk, 1995). Terhambatnya kerja enzim dapat menyebabkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing akan kekurangan nutrisi pada akhirnya cacing akan mati karena kekurangan tenaga. Membran cacing yang rusak karena tanin menyebabkan cacing paralisis yang akhirnya mati. Tanin dapat mengikat protein bebas pada saluran pencernaan cacing atau glikoprotein pada kutikula cacing sehingga mengganggu fungsi fisiologis seperti motilitas, penyerapan nutrisi dan reproduksi (Hoste, et al., 2006;

Githiori, et al., 2006). Tanin juga memiliki aktivitas ovisidal, yang dapat mengikat telur cacing yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk (Tiwow, et al., 2013).

Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan membran sel serta menghambat enzim asetil kolin sehingga dapat menimbulkan paralisis pada cacing (Tyler, 1976). Saponin juga mampu merusak membran mukosa pencernaan cacing sehingga mengganggu penyerapan makanan (Tjokropranoto, et al., 2011; Tyler, 1976) sehingga cacing akan kekurangan energi dan mengalami kematian (Mukherjee dan Houghton, 2009). Flavonoid menyebabkan degenerasi neuron pada tubuh cacing sehingga mengakibatkan kematian (Tjokropranoto, et al., 2011). Steroid mampu menginhibisi motilitas spontan cacing Pheretima posthuma sehingga menyebabkan paralisis (Tjokropranoto, et al., 2011). Cara kerja glikosida adalah dengan mengganggu pembentukan energi pada cacing melalui fosforilasi oksidatif atau berikatan dengan glikoprotein pada kutikula cacing yang menyebabkan kematian cacing (Choudhary, 2013). Mekanisme kerja antelmintik senyawa metabolit sekunder telah diketahui, tetapi mekanisme efek antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh masih belum jelas. Maka penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menjelaskan mekanisme kerja antelmintik EEDPT.

BAB V

Dokumen terkait