• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.3 Aktivitas Antibakteri Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp

Gambar 40 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt,

50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa zona bening terbesar yang terbentuk pada perlakuan jenis pakan N. oculata maupun pakan Prochloron sp. yaitu pada salinitas 40 ppt.

4.2.3 Aktivitas Antibakteri Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp.

Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. yang digunakan sebagai pakan B. rotundiformis juga diuji aktivitas antibakterinya untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh alga mikro terhadap pembentukan zona bening pada ekstrak kasar B. rotundiformis. Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. diekstrak dan diuji terhadap tiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli. Hasil uji aktivitas antibakteri dari alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. menunjukkan bahwa alga mikro N. oculata terdeteksi memiliki aktivitas antibakteri dengan terbentuknya zona bening, sedangkan ekstrak dari alga mikro Prochloron sp. tidak terdeteksi aktivitas antibakteri dengan pembentukan zona

50 T 60 40 4 20 M E. coli

bening. Tabel 13 dan Gambar 41 menunjukkan besarnya diameter zona bening yang terbentuk pada alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp.

Tabel 13 Diameter zona bening (mm) alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri uji

Zona Bening (mm)

Pakan V. cholerae B. subtilis E. coli

N. oculata 1,5 ± 0 1,5 ± 2,30 2,66 ± 1,15 Prochloron sp. 0 0 0 0 5 10 15 20 25 D ia m et er z o n a b e n in g ( m m )

N. oculata Prochloron sp. Metanol Antibiotik

Perlakuan Pakan

V. cholerae

B. subtilis

E. coli

Gambar 41 Diameter zona bening alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp.

Hasil pengujian terhadap rotifera B. rotundiformis diketahui bahwa dalam tubuh B. rotundiformis terdeteksi senyawa antibakteri, tetapi jenis pakan juga memberi pengaruh. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan aktivitas dari ekstrak B. rotundiformis yang diberi alga mikro yang berbeda, karena yang diberi alga mikro N. oculata zona beningnya lebih besar jika dibandingkan dengan yang diberi alga mikro Prochloron sp.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata diameter zona bening pada ekstrak alga mikro N. oculata lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter zona bening dari B. rotundiformis dengan pakan N. oculata, sehingga dapat dipastikan bahwa

B. rotundiformis itu sendiri, tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis. Konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji mempengaruhi diameter zona bening, semakin tinggi konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji maka semakin besar diameter zona bening yang dibentuk (Pelczar dan Chan 1988). Berdasarkan perlakuan salinitas, secara umum B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 40 ppt dengan pakan alga mikro N. oculata memiliki aktivitas antibakteri yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan B. rotundiformis yang dikultur dengan alga mikro Prochloron sp. dan salinitas lainnya. Disamping itu juga dari hasil perhitungan persentase miksis diketahui bahwa persentase miksis terbesar terlihat pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata. Informasi persentase miksis mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis dan diyakini hal ini memicu produksi senyawa bioaktif.

Analisis ragam terhadap diameter zona bening menunjukkan bahwa pada ketiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli, diameter zona bening dipengaruhi oleh interaksi antara jenis pakan dan salinitas. Pengaruh utama jenis pakan dan salinitas secara nyata berpengaruh terhadap besarnya zona bening. Uji beda rata-rata diameter zona bening menunjukkan bahwa B. rotundiformis hasil kultur pada salinitas 20 ppt lebih kecil dari pada salinitas 4 ppt dan 50 ppt pada bakteri V. cholerae, kemudian lebih kecil dibanding dengan salinitas 40 ppt pada E. coli dan lebih kecil lagi jika dibandingkan dengan salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt pada B. subtilis. Lebih kecilnya zona bening pada salinitas 20 ppt karena salinitas 20 ppt merupakan salinitas optimal bagi B. rotundiformis sehingga B. rotundiformis tidak mengalami stres atau tekanan lingkungan (James dan Abu 1990).

Pada kondisi lain dengan menganggap jenis bakteri sebagai satu perlakuan tersendiri yang dikombinasikan dengan pengaruh salinitas dan pakan, maka besarnya zona bening sangat ditentukan oleh interaksi antara jenis pakan, salinitas dan bakteri yang digunakan, meskipun pengaruh faktor tunggal bakteri tidak berbeda nyata dalam membentuk zona bening. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dikatakan bahwa besarnya zona bening yang terbentuk dipengaruhi oleh salinitas dan jenis pakan yang digunakan. Untuk menjelaskan hubungan antara salinitas dengan aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis maka dilakukan regresi

antara salinitas dengan diameter zona bening yang terbentuk pada tiga jenis bakteri. Analisis regresi dilakukan baik pada jenis pakan N. oculata maupun pakan Prochloron sp. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa diameter zona

bening yang terbentuk pada B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan N. oculata bakteri B. subtilis nyata berkorelasi linier positif dengan salinitas sedangkan pada bakteri V. cholerae dan E. coli tidak memperlihatkan korelasi yang nyata dengan salinitas. Hubungan antara diameter zona bening (Y) dengan

salinitas (X) pada bakteri B. subtilis mengikuti persamaan regresi Y= 0,223 + 0,051X (R2 = 0,714) (Lampiran 13). Dapat dikatakan bahwa aktifitas

antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada bakteri B. subtilis meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10 ppt. Berbeda dengan respon yang ditunjukkan oleh B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan Prochloron sp. Analisis regresi antara diameter zona bening (Y) dengan salinitas (X) menunjukkan hubungan linier positif yang nyata hanya terlihat pada bakteri E. coli yang mengikuti persamaan Y = -0,580 + 0,058 X (R2 = 0,926) (Lampiran 14). Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. pada bakteri E. coli meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10 ppt. Berdasarkan hasil analisis regresi antara diameter zona bening dengan salinitas dan jenis pakan untuk uji aktivitas antibakteri B. rotundiformis pada tiga jenis bakteri uji, maka sebaiknya kultur B. rotundiformis dilakukan pada salinitas dan jenis pakan tertentu.

Untuk menjelaskan seberapa besar respon aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis dipengaruhi oleh jenis pakan atau diakibatkan oleh aktifitas

biologis dalam tubuh B. rotundiformis itu sendiri maka dilakukan analisis untuk melihat pengaruh dari ekstrak alga mikro terhadap aktivitas pembentukan zona bening sebagai kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan aktivitas antibakteri dalam tubuh B. rotundiformis dan pengaruh alga mikro dalam proses tersebut. Dengan demikian dilakukan pembandingan antara zona bening yang diperlihatkan pada ekstrak B. rotundiformis hasil kultur berbagai kombinasi salintas dan pakan dengan zona bening yang dihasilkan oleh alga mikro yang digunakan sebagai pakan B. rotundiformis.

Zona bening yang terbentuk antara B. rotundiformis yang diberikan pakan N. oculata dengan alga mikro N. oculata, yaitu lebih besar yang dihasilkan oleh B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan N. oculata, salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt, pada bakteri uji B. subtilis dari pada yang dihasilkan oleh alga mikro N. oculata itu sendiri. Senyawa bioaktif dalam tubuh B. rotundiformis dipengaruhi oleh pakannya dan hanya terjadi pada salinitas ekstrim lebih tinggi pada bakteri B. subtilis tetapi tidak untuk bakteri V. cholerae dan E. coli. Hal ini

mengindikasikan bahwa zona bening yang terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis dengan pakan N. oculata terhadap bakteri V. cholerae dan

E. coli, lebih besar dipengaruhi alga mikro N. oculata itu sendiri sebagai pakan dibandingkan dengan proses fisiologi dalam B. rotundiformis.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan besarnya zona bening yang terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. dengan ekstrak alga mikro Prochloron sp. sebagai kontrol. Pada bakteri uji V. cholerae, zona bening yang terbentuk lebih besar kecuali pada salinitas 20 ppt. Mekanisme pembentukan senyawa antibakteri terhadap bakteri uji E. coli terlihat pada kondisi ekstrim yaitu salinitas lebih tinggi sedangkan pada bakteri uji V. cholerae terjadi baik pada kondisi salinitas tinggi maupun rendah.

Untuk mengetahui kontribusi B. rotundiformis menghasilkan senyawa antibakteri, maka dihitung efisiensi relatif B. rotundiformis hasil kultur pada beberapa tingkatan salinitas dan pakan serta antibiotik yang digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi relatif B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan N. oculata dan salinitas 4 ppt lebih efektif dalam pembentukan zona bening pada bakteri V. cholerae, sedangkan respon pada bakteri B. subtilis lebih efektif pada salinitas 50 ppt dan 60 ppt. Efektifitas yang paling besar dalam pembentukan zona bening yaitu pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata, salinitas 40 ppt, dan bakteri uji E. coli (Tabel 14). Untuk B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. tidak terdeteksi senyawa antibakteri, sehingga efektifitas B. rotundiformis menjadi 100% yang berarti bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan karena proses biologi dari dalam tubuh B. rotundiformis.

Tabel 14 Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap pakan N. oculata dan Prochloron sp. dalam pembentukan zona bening

N. oculata Prochloron sp.

Salinitas(ppt) V.cholerae B.subtilis E.coli V.cholerae B.subtilis E.coli

4 65,36 0 40 100 100 100

20 33,33 40 45,65 100 100 100

40 60 57,14 67,81 100 100 100

50 53,85 66,67 42,31 100 100 100

60 50 64,71 6,25 100 100 100

Hasil perhitungan efisiensi relatif B. rotundiformis dalam menghasilkan senyawa antibakteri terhadap antibiotik menunjukkan bahwa pemberian pakan N. oculata relatif lebih efektif dibandingkan dengan pemberian pakan Prochloron sp. Zona bening yang terbentuk pada ketiga jenis bakteri uji yaitu lebih besar yang diberi perlakuan pakan N. oculata. Efisiensi relatif B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada salinitas 4 ppt dan 40 ppt pada bakteri V. cholerae melampaui 50% dari antibiotik, kemudian salinitas 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt pada bakteri B. subtilis dan salinitas 40 ppt pada bakteri E. coli. Efisiensi relatif pembentukan zona bening dari B. rotundiformis pada perlakuan pakan Prochloron sp. tidak mencapai 50% dari antibiotik (Tabel 15).

Tabel 15 Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap antibiotik dalam pembentukan zona bening

N. oculata Prochloron sp.

Salinitas(ppt) V.cholerae B.subtilis E.coli V.cholerae B.subtilis E.coli

4 63,40 0 36,60 29,28 32,94 0

20 32,94 36,60 40,41 0 0 0

40 54,90 51,24 68,23 48,76 36,60 29,28

50 47,58 65,89 38,07 43,92 29,28 32,94

Dokumen terkait