• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Kanker merupakan penyakit dimana kontrol pertumbuhan hilang dari satu atau lebih sel yang mengarah menjadi massa padat (Thurston 2006). Jenis kanker yang menyebabkan tingginya angka kematian pada perempuan adalah kanker leher rahim (serviks). Menurut WHO (2008), kasus kanker serviks di negara berkembang memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Berdasarkan wilayahnya, kasus kanker serviks tertinggi terdapat di wilayah Afrika, diikuti wilayah Asia Tenggara.

Kapang Xylaria psidii KT30 menghasilkan protein yang memiliki aktivitas antikanker terhadap kanker serviks (Tarman et al. 2012). Aktivitas antikanker protein kapang KT30 tersebut masih rendah sehingga perlu dilakukan optimasi pertumbuhan dan pemurnian untuk menghasilkan aktivitas yang lebih tinggi. Selain diuji aktivitas antikanker, karakterisasi protein fraksi amonium sulfat kapang KT30 juga dilakukan untuk mengetahui sifat-sifatnya. Karakterisasi protein yang biasa dilakukan meliputi bobot molekul dan stabilitas terhadap suhu, pH, enzim, inhibitor, dan detergen.

Penelitian mengenai aktivitas dan karakterisasi antikanker dari protein kapang jumlahnya masih sangat terbatas. Park et al. (2009) melaporkan bahwa protein dengan bobot molekul 12 kDa dari kapang Cordyceps sinensis bersifat sitotoksik terhadap sel kanker payudara dan kandung kemih. Hasil penelitian Zheng et al. (2010) menunjukkan bahwa protein kapang Clytocibe sinopica

memiliki bobot molekul 44 kDa, stabil pada suhu 20-60oC dan pH 4-9. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bobot molekul protein bioaktif bervariasi pada tiap sampel, misalnya Scylla serrata 10,8 kDa dan bullfrog

3,691 kDa.

Pengukuran kadar protein pada kapang KT30 juga dilakukan untuk mengetahui konsentrasi protein yang dihasilkan. Konsentrasi protein berkaitan dengan aktivitas biologis yang dihasilkan oleh kapang KT30. Pengukuran dilakukan pada setiap tahap pemurnian protein mulai dari supernatan hingga fraksi aktifnya. Tujuan tahap penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antikanker dan menentukan karakter (bobot molekul dan stabilitas) protein kapang KT30.

Bahan dan Metode

Tahapan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei - September 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Protein Rekombinan, Vaksin, dan Sistem Pengantaran Terarah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bioteknologi, Cibinong, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akrilamid, sukrosa, amonium persulfat (APS), N,N,N´,N´-tetrametiletilendiamina (TEMED), bufer SDS, loading dye 2x, larutan fixing (etanol 30% dan asam asetat 10%), larutan

larutan asam asetat 10%, sel HeLa (kanker serviks), sel Chang (sel hati),

Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Bovine Serum (FBS), penicillin, streptomycin, Phosphate Buffer Saline (PBS), MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromid), 10% SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) dalam 0,01% HCl, Dimethyl Sulfoxide (DMSO), Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Escherichia coli, Bacillussubtilis, dan larutan NaCl 0,85%, pepsin, tripsin, lisozim, EDTA, tween 20, dan triton X-100.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah comb, alat elektroforesis (ATTO), thermometer (Taylor), 96-well plate, ELISA reader (Spectramax 250),

hemocytometer (Reicuel), timbangan (CHQ-DJ1002B), autoklaf (Tomy ES-315),

hot plate (Cimarec-HP914515), petri, inkubator (NB-205 V), dan

spektrofotometri (Gene Quant).

MTT sitotoksik (CCRC 2009)

Prinsip metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromid) oleh sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan tidak larut air. Penambahan reagen stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan kristal berwarna ini yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader. Intensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Jika intensitas warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak.

Sel normal dan kanker yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel Chang (sel hati) dan HeLa (kanker serviks). Sel Chang dan HeLa dikultur pada inkubator (37oC, CO2 5%) dengan media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium

(DMEM) yang mengandung 10% Fetal Bovine Serum (FBS), penicillin (100 unit/mL), dan streptomycin sulfat (10 μg/mL) selama 24 jam. Komposisi DMEM adalah garam anorganik, asam amino, vitamin, D-glukosa, asam piruvat,

phenol red, L-glutamin. Sel Chang dan HeLa yang telah confluent, kemudian dicuci dan dipanen.

Sel Chang dan HeLa dikultur dalam 96-well plate dengan kepadatan 104 sel/100 μL pada setiap sumur, lalu diinkubasi selama 24 jam (37o

C, CO2 5%). Setiap sumur dicuci dengan 100 μL PBS. Sel tersebut kemudian diberi perlakuan dengan berbagai konsentrasi dari sampel (triplo) dan kontrol sel yang berisi media kultur dan sel. Setelah 24 jam, sel dicuci dengan 100 μL PBS, dan ditambahkan dengan 0,01 mL MTT per sumur. Plate diinkubasi pada suhu 37oC dalam kondisi CO2 5% selama 4 jam, lalu ditambahkan 10% SDS dalam 0,01% HCl sebagai

stopper. Setelah diinkubasi, absorbansi diukur pada 595 nm menggunakan ELISA reader dan dibandingkan dengan kontrol. Jumlah sel yang hidup dihitung untuk mengetahui konsentrasi IC50 dengan menggunakan persamaan berikut:

% ���ℎ����= (������������� − ���������)

������������� 100%

Kadar protein kapang KT30 (PIERCE 2003)

Kadar protein kapang KT30 dilakukan dengan menggunakan bicinchoninic acid (BCA) protein assay kit. Larutan standar bovine serum albumin (BSA) dengan konsentrasi 20-2000 µg/mL dibuat sebagai tahap persiapan. Pembuatan

larutan standar BSA dengan konsentrasi 20-2000 µg/mL dapat dilihat pada Tabel 4.1. Working reagent dibuat dengan mencampurkan reagent A dan B (50:1). Protein kapang KT30 sebanyak 0,1 mL ditambahkan 2 mL working reagent yang dibuat sebelumnya, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Absorbansi sampel protein kapang KT30 di ukur pada panjang gelombang 562 nm.

Tabel 4.1 Pembuatan larutan standar BSA dengan konsentrasi 20-2000 µg/mL Tabung Volume Dilusi (μL) Volume dan Sumber BSA (μL)

Konsentrasi BSA (μg/mL)

A 0 300 dari stok 2.000

B 125 375 dari stok 1.500

C 325 325 dari stok 1.000

D 175 175 dari dilusi tabung B 750

E 325 325 dari dilusi tabung C 500

F 325 325 dari dilusi tabung E 250

G 325 325 dari dilusi tabung F 125

H 400 100 dari dilusi tabung G 25

I 400 0 0

SDS-PAGE (Laemmli 1970)

Analisis SDS-PAGE dilakukan dalam 4 tahap yaitu pembuatan gel

separating dan stacking, persiapan sampel, running gel, dan pewarnaan gel. Pada tahap awal, gel separating dan stacking disiapkan dengan komposisi sesuai dengan Tabel 4.2. Gel separating dibuat dalam kaca pencetak, lalu ditambahkan akuades hingga penuh dan didiamkan selama 30–60 menit. Stacking gel dibuat dalam pencetak hingga penuh, lalu dipasangkan comb, dan didiamkan ± 30 menit.

Sampel dan loading dye 2x dengan perbandingan 1:4 disiapkan untuk preparasi sampel. Air dipanaskan pada hot plate, lalu sampel dimasukkan ke dalam penangas air (± 95oC) selama 15 menit dengan tujuan denaturasi protein. Sampel diangkat, lalu disentrifugasi dan ditunggu hingga dingin. Pada tahap

running gel, pasang gel pada alat elektroforesis dan ditambahkan bufer SDS. Sampel dimasukkan dengan volume 10 μL, lalu diatur kondisi running

sesuai dengan tipe gel, SDS-PAGE dimulai pada 30 V dan dipertahankan tegangan hingga sampel setelah melewati stacking gel. Setelah selesai running

gel, gel dikeluarkan dengan hati-hati untuk dilakukan pewarnaan gel. Pewarnaan gel dilakukan dengan metode silver staining menggunakan kit.

Tabel 4.2 Konsentrasi separating dan stacking gel

Stacking 4% Separating 16% 1 Gel 2 Gel 1 Gel 2 Gel 1,5 M Tris-HCl (0,4% SDS) pH 8,8 (mL) - - 1,875 3,75 0,5 M Tris-HCl (0,4% SDS) pH 6,8 (mL) 0,625 1,25 - - 30% Akrilamid (mL) 0,325 0,65 4 8 Aquabidest (mL) 1,525 3,05 1 2 Sukrosa (g) - - 0,9 1,8 APS (μL) 12,5 25 25 50 TEMED (μL) 2,5 4,5 2,5 4,5

Stabilitas suhu, pH, enzim, inhibitor dan detergen (Todorov et al. 2007)

Uji stabilitas suhu terhadap protein Fraksi amonium sulfat 90% kapang KT30 dilakukan dengan dipanaskan pada suhu 40oC, 60oC, 80oC, dan 100oC selama 10, 30, dan 60 menit. Fraksi amonium sulfat 90% kapang KT30 kemudian diuji antibakteri dengan metode Lay (1990). Uji stabilitas pH terhadap Fraksi amonium sulfat 90% kapang KT30 dilakukan dengan ditambahkan 90 µL bufer dengan pH 2, 4, 6, 8, 10, dan 12, kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4oC dan diuji antibakteri. Enzim yang digunakan pada uji stabilitas enzim terhadap fraksi amonium sulfat kapang KT30 adalah lisozim, tripsin, dan pepsin. Fraksi amonium sulfat 90% kapang KT30 ditambahkan enzim (1 mg/mL) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam, kemudian fraksi amonium sulfat kapang KT30 diuji antibakteri. Uji stabilitas detergen dan inhibitor terhadap fraksi amonium sulfat 90% kapang KT30 dilakukan menggunakan SDS, tween 20, triton X-100, dan EDTA. Fraksi amonium sulfat tersebut ditambahkan detergen (1%) diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 jam, kemudian protein kapang KT30 tersebut diuji antibakteri.

Hasil dan Pembahasan Aktivitas antikanker protein kapang KT30

Uji antikanker protein kapang X. psidii KT30 dilakukan pada sel normal (sel Chang) dan sel kanker (sel HeLa). Pengobatan kanker dengan kemoterapi dan radioterapi memberikan efek samping terhadap sel normal. Oleh karena itu, pengobatan dianjurkan menggunakan senyawa yang memiliki jalur penyerangan hanya terhadap sel kanker. Hal ini berkaitan dengan penyesuaian dosis obat sehingga hanya sel kanker yang mati dan tidak menyerang sel normal didekatnya (Gomes et al. 2010).

Hasil uji antikanker terhadap sel Chang menunjukkan bahwa protein KT30 bersifat tidak toksik. Inhibisi fraksi amonium sulfat 90% dengan konsentrasi 500 dan 1.000 ppm mencapai 3,30% dan 19,78%, sedangkan pada fraksi 11-12 tidak ada inhibisi terhadap sel Chang. Hasil tersebut berarti protein KT30 aman digunakan sebagai bahan obat. Sel Chang pada uji antikanker dapat dilihat pada Gambar 4.1. Haglund (2011) menyatakan bahwa toksisitas agen antikanker biasanya mempengaruhi sel misalnya sel pembentuk darah, sel epithelium, hati, dan ginjal. Dalam pengembangan obat, antikanker baru harus memiliki efek klinis yang baik dan toksisitasnya rendah terhadap sel normal.

Berdasarkan hasil uji antikanker protein kapang KT30 terhadap sel HeLa, fraksi amonium sulfat 90% dan fraksi 11-12 bersifat tidak toksik. Menurut National Cancer Institute (NCI), suatu senyawa memiliki potensi sebagai antikanker apabila memiliki nilai IC50≤ 20 µg/mL. Berdasarkan perhitungan yang disajikan pada Lampiran 5, nilai IC50 fraksi amonium sulfat 90% dan fraksi 11-12 adalah 670,86 dan 1451,68 µg/mL. Sel HeLa pada uji antikanker dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hasil uji antikanker protein KT30 pada media NaCl 0% selama 15 hari tersebut masih rendah dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Tarman

et al. (2012) melaporkan bahwa pelet dan fraksi 1 protein kapang KT30 pada media NaCl 3% selama 7-9 hari memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 450,8 dan 264,7 µg/mL.

Sampel Konsentrasi (ppm) 125 250 500 1000 Pelet protein (Sel Chang) Fraksi 11-12 (Sel Chang) Pelet protein (Sel HeLa) Fraksi 11-12 (Sel HeLa) (Kontrol Sel Chang) (Kontrol Sel HeLa)

Gambar 4.1 Sel Chang dan HeLa pada uji antikanker

Berdasarkan hasil tersebut, maka protein yang dibutuhkan untuk membunuh 50% sel HeLa jumlahnya banyak, tetapi tidak bermasalah karena protein kapang KT30 tidak bersifat toksik terhadap sel normal. Pengunaan protein sebagai bahan obat memiliki keunggulan yaitu dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan efek sampingnya sedikit (Arifudin et al. 2001). Aktivitas protein antikanker dari kapang Cordyceps militaris (CMP) juga dilaporkan oleh Park et al. (2009). CMP memiliki nilai IC50 9,3 µM untuk kanker payudara dan 8,1 µM untuk kanker kandung kemih. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kapang merupakan sumber protein baru yang dapat diaplikasikan dalam bidang biologi dan pengobatan.

Kadar protein kapang KT30

Kadar protein kapang KT30 dihitung pada setiap tahap pemurnian yang meliputi ekstrak kasar (supernatan), fraksi amonium sulfat 90%, dan fraksi protein hasil kromatografi filtrasi gel. Fraksi protein yang dihitung kadar proteinnya adalah fraksi 11-12 karena memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Tabel 4.3 menunjukkan kadar protein kapang

X. psidii KT30. Perhitungan kadar protein dilakukan berdasarkan kurva standar pada Lampiran 6. Berdasarkan perhitungan tersebut, kadar protein pada fraksi amonium sulfat 90% adalah 9,013 mg/mL. Penambahan amonium sulfat pada saturasi tinggi diduga menyebabkan interaksi air pada protein menurun dan protein akan saling berinteraksi, agregat, dan mengendap (salting out). Pada

umumnya, protein yang mengendap pada saturasi amonium sulfat tinggi adalah protein dengan bobot molekul rendah (Widyarti 2006).

Tabel 4.3 Kadar protein kapang X. psidii KT30

Sampel Volume (ml) Kadar protein (mg/ml) Total Protein (mg) Ekstrak Kasar (Supernatan) 150 5,715 857,297 Fraksi Amonium Sulfat 90% 3 9,013 27,038 Fraksi 11-12 (Sephadex G-50) 1 0,604 0,604

Fraksi 11-12 memiliki kadar protein sebesar 0,604 mg/mL, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan protein dari kapang Cordyceps militaris (CMP). Park et al. (2009) melaporkan bahwa CMP memiliki kadar protein sebesar 0,2 mg/mL. CMP diperoleh dari hasil pemurnian dengan metode kromatografi penukar ion dan filtrasi gel. Haghbeen et al. (2004) juga melaporkan mengenai kadar protein dari jamur komersial. Fraksi protein dari hasil kromatografi filtrasi gel memiliki kadar protein sebesar 0,394 mg/mL dengan total protein sebesar 10,4 mg.

Bobot molekul protein kapang KT30

Bobot molekul protein kapang X. psidii KT30 dilakukan dengan metode SDS-PAGE. Konsentrasi gel pemisah (separating) yang digunakan adalah 18%. Sampel yang digunakan untuk analisis bobot molekul adalah fraksi amonium sulfat 90% dan fraksi aktif hasil pemurnian. Marka (penanda) yang digunakan adalah protein standard dual color (Bio-rad) dengan rentang 10-250 kDa. Bobot molekul protein kapang X. psidii KT30 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Berdasarkan hasil SDS-PAGE, fraksi 11-12 menunjukkan adanya 3 pita protein yang dominan. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 7, pita ke-1 memiliki bobot molekul 23,42 kDa, pita ke-2 20,09 kDa, dan pita ke-3 14,33 kDa. Bobot molekul protein yang dihasilkan pada setiap organisme sangat bervariasi, misalnya protein yang dihasilkan kapang Cordyceps militaris (CMP) memiliki bobot molekul 12 kDa pada gel 15 % (Park et al. 2009). Kapang

Clitocybe sinopica memiliki bobot molekul 44 kDa dari hasil pemurnian dengan kromatografi filtrasi gel menggunakan kolom Superdex 75. Fraksi protein tersebut memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas batatae, Erwinia herbicola, E. coli, dan Staphylococcus aureus (Zheng et al. 2010). Selain dari kapang, protein bioaktif juga diisolasi dari kepiting bakau (Scylla serrata) dan kodok raksasa/bullfrog (Rana catesbiana). Huang et al. (2006) melaporkan protein antibakteri dari S.serrata yang dihasilkan memiliki bobot molekul 10,8 kDa, dan berhasil diidentifikasi dari database protein sebagai scygonadin. Berdasarkan hasil penelitian Minn et al. (1998), bullfrog menghasilkan dua protein antibakteri yang teridentifikasi dengan nama bullfrog Pepsinogen a-derived Antimicrobial Peptide

(bPaAP) dan bullfrog Pepsinogen c-derived Antimicrobial Peptide (bPcAP). Kedua senyawa protein tersebut memiliki bobot molekul sebesar 1,8655 kDa dan 3,691 kDa.

Gambar 4.2 Bobot molekul protein kapang X. psidii KT30

Stabilitas suhu, pH, enzim, inhibitor dan detergen protein kapang KT30

Aktivitas protein sebagai antibakteri dan antikanker dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, inhibitor, konsentrasi, substrat, ion logam, dan faktor lainnya. Oleh karena itu dilakukan karakterisasi protein kapang KT30 untuk mengetahui kondisi optimumnya. Stabilitas protein kapang X. psidii KT30 terhadap suhu, pH, detergen, inhibitor, dan enzim dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Aktivitas antibakteri dari protein kapang KT30 relatif sama pada suhu 40°C dan 60°C. Aktivitasnya optimum pada suhu 60°C setelah pemanasan 30 menit dengan diameter zona hambat sebesar 3 mm terhadap E. coli dan 2 mm terhadap

B. subtilis. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Ivanova et al. (1998) yang menyatakan bahwa protein yang diisolasi Streptococcus thermophilus 81, aktivitasnya optimum pada suhu 60°C. Pada suhu diatas 60°C, aktivitas antibakterinya relatif menurun. Menurut Malik et al. (2008), penurunan aktivitas biologi setelah pemanasan terjadi karena perubahan struktur kimia protein akibat adanya denaturasi pada suhu yang tinggi.

Protein kapang KT30 memiliki aktivitas antibakteri pada kisaran pH 6-12. Aktivitas antibakterinya menurun dibawah pH 6. Hasil tersebut sesuai dengan laporan Zheng et al. (2010), protein yang diproduksi dari kapang Clitocybe sinopica memiliki kisaran pH yang sama. Kisaran pH yang luas (asam-basa) menunjukkan ketahanan terhadap pH yang luas sehingga dapat dilakukan pengembangan sebagai bahan obat. Profil dari aktivitas pH menggambarkan pH pada saat memberi dan menerima proton pada sisi aktif protein pada tingkat ionisasi yang diinginkan. Pada kisaran pH tertentu dapat menyebabkan protein terdenaturasi yang menyebabkan kehilangan aktivitas biologisnya (Lehninger 1993).

Protein kapang KT30 cenderung tidak stabil terhadap detergen tween 20, SDS, dan triton X-100 yang ditandai turunnya aktivitas antibakteri dibandingkan dengan kontrol. Hal ini ditandai dengan turunnya aktivitas antibakteri protein kapang KT30 yang hanya mampu menghambat bakteri E.coli. Stabilitas protein kapang KT30 terhadap EDTA cenderung tidak stabil karena aktivitasnya hanya ada pada bakteri E. coli. Protein kapang KT30, sisi aktifnya dihambat oleh EDTA yang berperan sebagai inhibitor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein

14.33 kDa 23.42 kDa Pelet 0% M Fraksi 11-12 10 15 25 250 20 37 50 20.09 kDa

kapang KT30 aktivitasnya stabil terhadap enzim pepsin, lisozim, dan tripsin terutama pada bakteri E. coli. Menurut Ivanova et al. (1998), hasil tersebut menunjukkan bahwa sisi aktif pada protein tidak dipengaruhi oleh enzim pepsin, lisozim, dan tripsin. Sifat resisten terhadap enzim tersebut menunjukkan tidak ada bagian yang terlepas dari protein yang diperlukan untuk aktivitas biologisnya (Malik et al. 2008).

Tabel 4.4 Stabilitas protein kapang X. psidii KT30 pada suhu, pH, detergen, inhibitor, dan enzim

Diameter Zona Hambat (mm)

Escherichia coli Bacillus subtilis

Jam ke-4 Jam ke-20 Jam ke-4 Jam ke-20

Suhu (oC) Waktu 40 10 3 1 3 2 30 3 3 3 1 60 3 7 3 2 60 10 3 7 3 2 30 3 3 3 2 60 3 1 3 2 80 10 1 - 1 - 30 1 - 1 - 60 2,5 - 2,5 - 100 10 2,5 - 2,5 - 30 2 - 2 - 60 2 - 2 - pH pH 2 0,5 - 1 - pH 4 0,5 - 1 - pH 6 0,5 - 1,5 - pH 8 0,5 - 1,5 - pH 10 0,5 - 1,5 - pH 12 0,5 - 1,5 -

Detergen, Inhibitor, dan Enzim

Tween 20 1,3 0,8 0,8 - SDS 1,5 - 1,5 - Triton X-100 2,0 1,8 1,3 - EDTA 0,8 3 0,8 - Pepsin 2,0 1,5 0,5 - Tripsin 2,0 2,0 0,5 0,8 Lisozim 2,5 1,5 1,3 1,3 Kontrol 2 1 3 2

Simpulan

Protein kapang KT30 tidak toksik terhadap sel Chang dan memiliki aktivitas terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 670,86 µg/mL pada fraksi amonium sulfat 90%) dan 1451,8 µg/mL pada fraksi 11-12. Fraksi amonium sulfat 90% dan fraksi 11-12 memiliki kadar protein sebesar 9,189 mg/mL dan 0,604 mg/mL. Fraksi 11-12 kapang X. psidii KT30 memiliki 3 pita protein dengan bobot molekul masing-masing sebesar 23,42 kDa, 20,09 kDa, dan 14,33 kDa. Protein kapang KT30 stabil pada suhu 60°C setelah pemanasan 30 menit, kisaran pH 6-12, serta enzim pepsin, tripsin, dan lisozim. Protein kapang KT30 tidak stabil terhadap inhibitor EDTA serta detergen tween 20, SDS, dan triton X-100.

Dokumen terkait