• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Bakteri Patogen S aureus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Bakteri Patogen S aureus

Hasil pengujian aktivitas ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan. Besarnya daya hambat pertumbuhan mikroba uji oleh ekstrak terlihat sebagai wilayah jernih di sekililing cakram yang mengandung ekstrak (Gambar 2).

Gambar 2. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus, ekstrak n-heksana (kiri), etil asetat (tengah), dan metanol (kanan)

Masing-masing jenis ekstrak memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan yang berbeda terhadap bakteri patogen S. aureus dan semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak tersebut. Hasil pengukuran diameter zona hambat aktivitas ekstrak herba meniran terhadap bakteri patogen S. aureus dapat dilihat pada (Tabel 1).

Tabel 1. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus

Pelarut Konsentrasi (%) Rata-rata (mm)

N-neksan 0 6.00a 1 6.97ab 5 7.34ab 10 7.34ab Etil asetat 0 6.00a 1 8.58b 5 9.60b 10 10.62b Metanol 0 6.00a 1 15.30c 5 17.32c 10 21.29d

Keterangan : Notasi berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Duncan New Multiple Range Test (DNMRT)

Dari Tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba meniran terhadap bakteri patogen S. aureus menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar atau yang berbeda sangat nyata terdapat pada ekstrak metanol konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 21,29 mm, diikuti dengan ekstrak metanol konsentrasi 5% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 17,32mm, dan kemudian ekstrak metanol konsentrasi 1% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 15,30 mm. Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ini secara maksimal dilakukan dengan menggunakan ekstrak metanol. Data pengamatan diameter zona hambat aktivitas antimikroba ekstrak herba meniran terhadap bakteri patogen S. aureus dapat dilihat

pada Lampiran 5. Dari hasil Analysis of Variance menunjukkan bahwa ekstrak metanol herba meniran mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen S. aureus (Lampiran 8).

Kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan mikroba kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak herba meniran. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia diperoleh hasil bahwa ekstrak metanol herba meniran mengandung senyawa alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin, tanin, dan flavonoida (Tabel 5). Senyawa-senyawa itulah yang berperan sebagai bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen S. aureus.

Diantara berbagai kerusakan yang dapat terjadi pada sel mikroba yang mungkin disebabkan oleh pemberian ekstrak herba meniran adalah penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Ini didasarkan pada adanya kandungan flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Senyawa fenol ini dapat merusak rantai peptida yang menjadi salah satu komponen pembentuk dinding sel bakteri (peptidoglikan). Flavonoida yang dikandung oleh beberapa tumbuhan obat tradisional memiliki aktivitas yang beragam diantaranya mempunyai efek sebagai anti virus (Cody 1985

dalam Adfa 2005). Selain itu, daya antimikroba ekstrak herba meniran juga berkaitan dengan senyawa alkaloida, yang seperti halnya senyawa flavonoida, juga dapat mempengaruhi dinding sel (Ajizah et al. 2007). Senyawa alkaloida dalam daun P. guajava bersifat antibakteri (Dzulkarnain et al. 1996). Gunawan et al. (2008)

sekokladielan memiliki aktivitas antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri E. coli

ATCC 25292 dan S. aueus ATCC 25293. Selain itu menurut Habtemariam et al.

(1990) dalam Nursal et al. (2006) senyawa triterpenoid yang terdapat pada ekstrak daun Premna schimperi dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri S. aureus dan

B. subtilis pada konsentrasi 20-25 µg/ml.

Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa senyawa flavonoida yang dikandung kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Selain itu Zuhud et al. (2001) melaporkan bahwa senyawa saponin dan tanin yang dikandung oleh ekstrak kedaung (Parkia roxburghii G.Don) memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. aureus dan E. coli.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Proses perakitan dinding sel bakteri diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel bakteri. Selain itu menurut Morin & Gorman (1995) dalam Ajizah et al.

(2007) pada S. aureus pemberian senyawa antimikroba dapat menghambat perakitan dinding sel dan mengakibatkan penggabungan rantai glikan tidak terhubung silang ke

dalam peptidoglikan. Dinding sel menuju suatu struktur yang lemah dan menyebabkan kematian bakteri.

Setiap senyawa yang menghalangi tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan akan menyebabkan dinding sel bakteri diperlemah dan menjadi lisis (Jawetz et al.

1996). Lisisnya sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding sel yang mempertahankan bentuk dan melindungi bakteri yang memiliki tekanan osmotik yang tinggi. S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki tekanan osmotik 3-5 kali lebih besar dari bakteri gram negatif, sehingga lebih mudah mengalami lisis (Jawetz et al. 1996). Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al. 1991 dalam Ajizah et al. 2007). Oleh karena itu, adanya gangguan atau penghambatan pada perakitan dinding sel serta lisisnya dinding sel dapat menjelaskan efek penghambatan pertumbuhan bakteri patogen S. aureus oleh ekstrak herba meniran.

Penggunaan konsentrasi ekstrak herba meniran yang berbeda juga memberikan tingkat pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus. Pada ekstrak etil asetat dan metanol, semua jenis konsentrasi (1%, 5%, dan 10%) berbeda nyata pada kontrol negatif (0%). Pada konsentrasi 1% dan 5% diameter zona hambat yang terbentuk lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 10%, karena pada konsentrasi tersebut hanya sedikit bahan aktif antimikroba yang terlarut di dalamnya, sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroba secara sepenuhnya. Berdasarkan besar diameter zona hambat yang terbentuk yaitu yang

benar dihambat pada konsentrasi 10%. Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak herba meniran, pertumbuhan bakteri patogen S. aureus semakin dihambat karena semakin banyak bahan aktif yang terlarut dalam ekstrak.

Pada ekstrak n-heksana hampir tidak menunjukkan aktivitas antimikroba yang berbeda nyata sama sekali, mikroba dapat memperlihatkan resistensinya, karena hanya sedikit senyawa aktif yang larut dalam larutan n-heksana. Beberapa mekanisme resistensi mikroba meliputi: 1) mikroba menghasilkan enzim yang merusak senyawa aktif, 2) mikroba mengubah permeabilitasnya terhadap senyawa aktif, 3) mikroba mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap senyawa aktif tersebut, 4) mikroba mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi yang dihambat oleh senyawa tersebut, 5) mikroba membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahan tetapi enzim tersebut masih dapat menjalankan fungsi metabolismenya serta tidak terlalu dipengaruhi oleh senyawa aktif seperti enzim pada mikroba yang peka (Jawetz et al. 1996).

4.2. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Bakteri Patogen

Dokumen terkait