• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Sitotoksik Ekstrak Herba Meniran dengan Metode Brine Shrimp

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Uji Sitotoksik Ekstrak Herba Meniran dengan Metode Brine Shrimp

Metode brine shrimp sering digunakan untuk pra-skrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Sundari 2007 dalam Cahyadi 2009). Selain itu uji ini juga digunakan untuk pra-skrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat anti tumor. Ekstrak dikatakan aktif atau memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi jika memiliki nilai LC50

Jumlah kematian larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji dalam < 1000 µg/ml (Juniarti et al. 2009).

berbagai konsentrasi perlakuan ekstrak herba meniran ditunjukkan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berbagai konsentrasi ekstrak herba meniran pada percobaan ini memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kematian larva A. salina.

Tabel 4. Jumlah kematian larva A. salina yang dipapar ekstrak herba meniran (µg/ml) Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Ulangan 1000 100 10 0 1000 100 10 0 1000 100 10 0

1 1 0 0 0 5 3 2 0 10 6 3 0

2 1 1 0 0 6 5 1 0 10 4 1 0

3 3 1 0 0 4 3 1 0 9 6 2 0

Rata-rata 1,7 0,7 0 0 5 3,7 1,3 0 9,7 5,3 2 0 Keterangan : larva yang digunakan dalam setiap uji sebanyak 10 ekor

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kematian larva A. salina terbesar terdapat pada konsentrasi ekstrak metanol 1000 µg/ml yaitu menyebabkan kematian 97% hewan uji, sedangkan pada ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana menyebabkan kematian 50% dan 17% hewan uji secara berturut-turut. Mekanisme kematian larva A. salina berhubungan dengan fungsi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak herba meniran yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan (Cahyadi 2009).

Data yang telah diolah dengan analisis probit menunjukkan aktivitas sitotoksik tertinggi dimiliki oleh ekstrak metanol dengan nilai LC50 sebesar 59,70

µg/ml, kemudian disusul oleh ekstrak etil asetat dengan nilai LC50 sebesar 748,86

µg/ml, sedangkan ekstrak n-heksana tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik, dengan nilai LC50

Aktivitas sitotoksik yang dimiliki ekstrak metanol herba meniran tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak etanol daun puding merah

sebesar 16251,25 µg/ml. Data hasil analisis probit dapat dilihat pada Lampiran 9. Aktivitas sitotoksik yang dimiliki herba meniran disebabkan oleh senyawa bioaktif yang terkandung dalam tanaman tersebut.

2006) , ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) yang memiliki nilai LC50

sebesar 519,226 µg/ml (Cahyadi 2009), ekstrak metanol daun saga (Abrus precatirius L.) yang memiliki nilai LC50 sebesar 606,736 µg/ml (Juniarti et al. 2009),

dan ekstrak n-heksana makro alga (Turbinaria decurrens) yang memiliki nilai LC50

Model ideal dalam pencarian obat antitumor atau anti kanker potensial adalah senyawa bioaktif yang dapat membunuh sel tumor namun memiliki toksisitas rendah terhadap sel normal. Ekstrak T. decurrens menunjukkan potensi bioaktivitas sebagai antitumor HeLa dan mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit manusia (Fajarningsih et al. 2008).

sebesar 672,59 µg/ml (Fajarningsih et al. 2008).

4.5. Uji Fitokimia Herba Meniran

Hasil pengujian masing-masing ekstrak herba meniran memperlihatkan bahwa pelarut yang paling optimal dalam menarik senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam herba meniran adalah pelarut metanol. Ekstrak metanol herba meniran mengandung senyawa alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin, tanin, dan flavonoida. Sedangkan pelarut etil asetat dan n-heksana bukan merupakan pelarut yang potensial untuk menarik senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam herba meniran. Ekstrak etil asetat herba meniran diketahui mengandung senyawa glikosida, saponin, tanin, dan flavonoida. Ekstrak n-heksana herba meniran diketahui hanya mengandung senyawa steroida dan triterpen bentuk bebas.

Hasil pengujian fitokimia herba meniran dengan menggunakan berbagai jenis pelarut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji fitokimia masing-masing ekstrak herba meniran Golongan senyawa Ekstrak

metanol Ekstrak etil-asetat Ekstrak n-heksana Alkaloida + - - Glikosida + + -

Steroida dan triterpen bentuk bebas + - +

Saponin + + -

Sianogenik glikosida - - -

Antrakinon glikosida - - -

Tanin + + -

Flavonoida + + -

Hasil pengujian fitokimia herba meniran ini sesuai dengan hasil pengujian aktivitas antimikroba dan hasil pengujian sitotoksik herba meniran. Ekstrak metanol merupakan ekstrak yang paling potensial dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan khamir patogen, begitu juga hasil uji sitotoksik menyatakan ekstrak metanol pula yang memiliki nilai LC50

Menurut Robinson (1995) senyawa alkaloida yang dikandung brotowali dapat mengganggu terbentuknya jembatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu menurut Schlegel & Schmidt (1994)

tertinggi yaitu 59,97 µg/ml, sesuai dengan hasil pengujian fitokimia bahwa ekstrak metanol yang paling banyak mengandung senyawa-senyawa aktif antimikroba.

alkaloida mampu berikatan dengan DNA, sehingga menghambat pembentukan enzim penting dari mikroorganisme dan perusakan senyawa protein dari mikroorganisme.

Senyawa golongan terpenoid dapat berikatan dengan protein dan lipid yang terdapat pada membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel (Nursal et al. 2006). Menurut Schlegel & Schmidt (1994) flavonoida merusak dinding sel bakteri karena sifatnya yang lipofilik, saponin menyerang membran sel bakteri melalui pembentukan ikatan senyawa polar saponin dengan lipoprotein dinding sel dan gugus nonpolar saponin dengan lemak sel bakteri, sehingga terjadi gangguan semipermeabilitas membran sitoplasma yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sel, diikuti dengan pecahnya sel dan kematian sel mikroba. Ajizah (2004) menyebutkan tanin mempunyai sifat pengelat berefek plasmolitik yang dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel bakteri sehingga mengganggu permeabilitas sel tersebut, kemudian sel tidak dapat melakukan aktivitas dan pertumbuhan sel terhambat bahkan mati. Masduki (1996) juga menjelaskan bahwa tanin aktif antibakteri dengan cara mempresipitasikan protein, berekasi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.

BAB V

Dokumen terkait