AKTIVITAS ANTIMIKROBA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP BAKTERI DAN KHAMIR PATOGEN
TESIS
VIVI DESFITA
087030029
BIOLOGI/MIKROBIOLOGI
PROGRAM MAGISTER BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
AKTIVITAS ANTIMIKROBA HERBA MENIRAN (Phyllanthus
niruri L.) TERHADAP BAKTERI DAN KHAMIR PATOGEN
TESIS
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara
OLEH:
VIVI DESFITA 087030029 Biologi / Mikrobiologi
PROGRAM MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Aktivitas Antimikroba Herba Meniran (Phyllanthus
niruri L.) terhadap Bakteri dan Khamir Patogen
Nama Mahasiswa : Vivi Desfita
NIM : 087030029
Program Studi : Biologi
Menyetujui Komisi pembimbing
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.)
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.) (Dr. Sutarman, M.Sc.)
Telah diuji pada Tanggal : 7 Mei 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. Anggota : 1. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.
PERNYATAAN
AKTIVITAS ANTIMIKROBA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP BAKTERI DAN KHAMIR PATOGEN
TESIS
Saya mengaku bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Apabila terbukti menciplak hasil karya orang lain saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Medan, 7 Mei 2011
Vivi Desfita
AKTIVITAS ANTIMIKROBA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP BAKTERI DAN KHAMIR PATOGEN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antimikroba herba meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap bakteri dan khamir patogen. Herba meniran diekstrak dengan pelarut yang berbeda yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak herba meniran dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Eschericia coli serta khamir patogen
Candida albicans dengan besar zona penghambatan yang berbeda. Ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba optimal dihasilkan dengan menggunakan pelarut metanol. Semakin besar konsentrasinya semakin besar pula aktivitas antimikrobanya. Ekstrak herba meniran memiliki aktivitas sitotoksik dengan nilai LC50 < 1000 µg/ml.
Analisis senyawa kimia menunjukkan dalam ekstrak herba meniran mengandung alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin, tanin dan flavonoida.
The Antimicrobial Activity of Meniran (Phyllanthus niruri L.) on Pathogenic
Bacteria and Yeast
ABSTRACT
The aim of this study was to investigate the antimicrobial activity of meniran (Phyllanthus niruri L.)on pathogenic bacteria and yeast. The meniran was extracted with several solvent, such as n-hexane, etyl acetate, and methanol. The result of this study showed that the extracts inhibitated the growth of pathogenic bacteria
Staphylococcus aureus and Eschericia coli, and yeast Candida albicans to some extent. The optimal antimicrobial activity was obtained from methanol extract. The high concentration showed inhibition zone accordingly. The extract showed cytotoxic activity with the value of LC50 < 1000 µg/ml. The chemical compound
analysis showed that extract of meniran contains alkaloid, glicoside, steroid and free triterpene, saponin, tannin, and flavonoid.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan ridho-Nya dan berkat
keyakinan, kesehatan, dan kesempatan yang telah diberikan-Nya hasil penelitian ini
dapat diselesaikan.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1.Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing I. Terima
kasih penulis haturkan atas perhatian, kesabaran dan kebaikan dalam memberikan
bimbingan dan arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.
2.Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. sebagai dosen pembimbing II. Penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus atas segala perhatian dan kesabaran dalam
memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan dan penulisan tesis ini.
3.Bapak Dr. Ir. Eddy Batara Mulya Siregar, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Herla
Rusmarilin, M.S. selaku dosen penguji dan sekaligus Bapak Prof. Dr.
Syafruddin Ilyas, M.Biomed. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Biologi
FMIPA USU yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk
penyempurnaan tesis ini.
4.Rekan-rekan Program Studi Magister Biologi Universitas Sumatera Utara
angkatan 2008 yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami,
berbagai pihak yang banyak membantu kami yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
5.Ayahanda Yusdi dan Ibunda Hj. Syafiani, S.Pd., Kakanda Yovi Susanto dan dr.
Yuniati Yusdi, serta seluruh keluarga besar yang telah tulus ikhlas memberikan
do’a, dana, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini.
6.Kakanda H. Muhammad Nur Ilham, SE. yang selama ini telah banyak
memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis dalam perkuliahan dan
penyelesaian tesis ini. Dan juga kepada seluruh rekan-rekan yang namanya tidak
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gebang tanggal 15 Desember 1986. Anak dari bapak
Yusdi dan Ibu Hj. Syafiani, S.Pd. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Berkat didikan orang tua, penulis dapat menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri 3
Gebang tamat tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Gebang tamat
tahun 2001, dan melanjutkan lagi ke SMA Negeri 1 Gebang tamat tahun 2004
selanjutnya masuk di Universitas Negeri Medan pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Program Studi Pendidikan Biologi tamat
tahun 2008.
Penulis mendapat kesempatan melanjutkan Pendidikan Sekolah Pascsarjana
pada Universitas Sumatera Utara Program Studi Biologi Konsentrasi Mikrobiologi
DAFTAR ISI
3.5. Pengenceran Ekstrak Herba Meniran 14 3.6. Penyiapan Bakteri dan Khamir Uji 14 3.7. Uji Ekstrak Meniran terhadap Bakteri dan KhamirPatogen 15
3.8. Persiapan Uji Brine Shrimp 16
3.9. Persiapan Ekstrak Sampel Tumbuhan 16 3.10.Prosedur Kerja Uji Brine Shrimp 16
3.11.Uji Fitokimia Herba Meniran 17
3.12.Analisis Data 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran
4.2. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran
terhadap Bakteri Patogen E. coli 26
4.3. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran
terhadap Khamir Patogen C. albicans 29 4.4. Uji Sitotoksik Ekstrak Herba Meniran dengan
Metode Brine Shrimp 32
4.5. Uji Fitokimia Herba Meniran 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 37
5.2. Saran 37
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap
pertumbuhan bakteri patogen S. aureus 22 2. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap
pertumbuhan bakteri patogen E. coli 28 3. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap
pertumbuhan khamir patogen C. albicans 30 4. Jumlah kematian larva A. salina yang dipapar ekstrak herba
meniran (µg/ml) 32
5. Hasil uji fitokimia masing-masing ekstrak herba meniran 35
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) 9 2. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri
patogen S. aureus 21
3. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen E. coli 27 4. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan khamir
patogen C. albicans 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Alur kerja ekstraksi herba meniran 42 2. Alur kerja pembuatan suspensi bakteri dan khamir uji dan
pembuatan media uji 43
3. Pengujian ekstrak herba meniran 44 4. Alur kerja uji brine shrimp 45 5. Diameter daya hambat ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan
bakteri patogen S. aureus (mm) 46
6. Diameter daya hambat ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan
bakteri patogen E. coli (mm) 47
7. Diameter daya hambat ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan
khamir patogen C. albicans (mm) 48
8. Hasil analis data dengan menggunakan uji Analysis of Variance
(Anova) dan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) 49 9. Data hasil analisis probit ekstrak herba meniran 55 10.Dokumentasi ekstraksi herba meniran 58 11.Dokumentasi uji sitotoksik ekstrak herba meniran 59
12.Dokumentasi uji fitokimia 60
AKTIVITAS ANTIMIKROBA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
TERHADAP BAKTERI DAN KHAMIR PATOGEN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antimikroba herba meniran (Phyllanthus niruri L.)terhadap bakteri dan khamir patogen. Herba meniran diekstrak dengan pelarut yang berbeda yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak herba meniran dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Eschericia coli serta khamir patogen
Candida albicans dengan besar zona penghambatan yang berbeda. Ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba optimal dihasilkan dengan menggunakan pelarut metanol. Semakin besar konsentrasinya semakin besar pula aktivitas antimikrobanya. Ekstrak herba meniran memiliki aktivitas sitotoksik dengan nilai LC50 < 1000 µg/ml.
Analisis senyawa kimia menunjukkan dalam ekstrak herba meniran mengandung alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin, tanin dan flavonoida.
The Antimicrobial Activity of Meniran (Phyllanthus niruri L.) on Pathogenic
Bacteria and Yeast
ABSTRACT
The aim of this study was to investigate the antimicrobial activity of meniran (Phyllanthus niruri L.)on pathogenic bacteria and yeast. The meniran was extracted with several solvent, such as n-hexane, etyl acetate, and methanol. The result of this study showed that the extracts inhibitated the growth of pathogenic bacteria
Staphylococcus aureus and Eschericia coli, and yeast Candida albicans to some extent. The optimal antimicrobial activity was obtained from methanol extract. The high concentration showed inhibition zone accordingly. The extract showed cytotoxic activity with the value of LC50 < 1000 µg/ml. The chemical compound
analysis showed that extract of meniran contains alkaloid, glicoside, steroid and free triterpene, saponin, tannin, and flavonoid.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan istilah obat tradisional,
terlebih setelah krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Obat tradisional semakin
diminati untuk pengobatan suatu penyakit atau untuk sekedar pencegahan.
Pemanfaatan obat tradisional pun telah mendapatkan perhatian yang besar, baik dari
masyarakat maupun pemerintah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan jumlah
industri obat tradisional dan fitofarmaka, serta dukungan dari pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI dalam mengupayakan perluasan penggunaan obat
tradisioanl di masyarakat (Rukmana 1995).
Meskipun perkembangan obat modern maju pesat, namun pengobatan
tradisional tak pernah surut dari arus kemajuan teknologi kedokteran. Hal ini karena
pengobatan tradisional telah diakui fungsinya sebagai sarana penyembuhan berbagai
penyakit yang dikenal secara khusus oleh masyarakat (Aziddin & Syarifuddin 1990).
Keuntungan penggunaan obat tradisional antara lain karena bahan bakunya mudah
diperoleh dan harganya murah. Obat tradisional mempunyai makna yang sangat
penting karena disamping ketidakmampuan masyarakat untuk memperoleh
Indonesia merupakan salah satu negara megadiversitas untuk tumbuhan obat
di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah Brazilia. Dari 40.000
jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940
jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam
pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah
tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang
terdapat di kawasan Asia (Puslitbangtri 1992). Bahan alam yang terdapat di Indonesia
terutama yang berasal dari tumbuhan masih banyak yang belum dimanfaatkan secara
optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian fitokimia dan farmakologi secara
berkesinambungan (Kasim et al. 2005).
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah herba meniran (Phyllanthus niruri L.). Meniran
dapat dipakai untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Pada dosis 10 mg per
200 g BB ekstrak metanol herba meniran efektif menurunkan kadar glukosa darah
tikus putih (Rattus norvegitus L.) diabetik (Fahri et al. 2005). Berdasarkan
kemampuannya mengatasi berbagai macam penyakit, serta untuk mencari alternatif
obat tradisional agar dapat menghindari dampak negatif dari obat-obatan modern,
perlu diuji pengaruh ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri dan khamir
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan, yaitu sejauhmana
kemampuan ekstrak herba meniran dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan
khamir patogen.
1.3.Tujuan Penelitian
1. Membuktikan adanya pengaruh pemberian ekstrak herba meniran terhadap
pertumbuhan bakteri dan khamir patogen
2. Mengidentifikasi konsentrasi optimum yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dan khamir patogen
3. Mengetahui nilai Lethal Concentration 50 (LC50
4. Mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak herba meniran ) ekstrak herba meniran
1.4. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan aktivitas antimikroba dari masing-masing jenis ekstrak herba
meniran dan masing-masing konsentrasinya
2. Ekstrak herba meniran memiliki nilai LC50
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
bagi masyarakat bahwa ekstrak herba meniran dapat digunakan sebagai antimikroba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang
sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek
moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik penyakit
dalam maupun penyakit luar. Obat tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan
pengalaman. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat begitu
saja menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian
Indonesia saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan modern menjadi mahal.
Oleh karena itu peranan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat
ditingkatkan, perlu dilakukan upaya pengenalan, penelitian, pengujian, dan
pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan obat (Yuharmen et al. 2002).
Menurut Tampubolon (1995) tumbuhan obat adalah tumbuh-tumbuhan yang
berkhasiat maupun diperkirakan berkhasiat sebagai obat, dan khasiatnya ini diketahui
berdasarkan penuturan orang tua atau dari pengalaman. Meskipun perkembangan
obat modern maju pesat, namun pengobatan tradisional tak pernah surut dari arus
kemajuan teknologi kedokteran (Aziddin & Syarifuddin 1990). Saat ini pengobatan
ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat (Hayati 2003).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat merupakan warisan nenek moyang.
Tumbuhan obat tesebut telah digunakan dalam waktu cukup lama hampir seluruh
negara di dunia (Djauhariya & Hernani 2004). Penggunaan tanaman atau ekstrak
tanaman untuk tujuan pengobatan telah berlangsung selama beribu-ribu tahun, dan
herbalisme serta obat rakyat, baik yang kuno maupun yang modern merupakan
sumber terapi yang banyak berguna (Foye 1996).
Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat
sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik,
makanan dan minuman. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam bentuk
simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun).
Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, buah, biji, terna dan kulit batang
(Syukur & Hernani 2001).
Pada umumnya sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan
terhadap masalah kesehatan memanfaatkan pengobatan tradisional sebagai salah satu
pilihannya. Sebagian kecil masyarakat di Indonesia akan mencoba mengobati sendiri
terlebih dahulu kalau sakit, dengan cara-cara atau bahan-bahan tradisional yang
sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga. Biasanya masyarakat
memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat dalam keadaan segar, artinya yang
baru diambil langsung dari alam, maupun yang telah dikeringkan sehingga dapat
obat yaitu karena biaya relatif murah dan cara pengolahannya sangat sederhana,
disamping itu bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung unsur kimia yang
biasanya reaktif. Reaksi kimia kadang mempunyai efek samping yang kurang baik
terhadap sel-sel syaraf pada organ tertentu. Rendahnya resiko yang ditimbulkan oleh
obat-obatan tradisional dikarenakan efek dari bahannya yang bersifat alamiah, tidak
sekeras obat-obatan kimia (Hayati 2003).
Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara
tradisional tersebut selain tidak menimbulkan efek samping, juga
tumbuhan-tumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, serta mudah dibuat.
Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada
yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang
diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan peroral (diminum)
(Pudjarwoto et al. 1992).
2.2. Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)
Meniran merupakan herba, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm,
bercabang–cabang. Batang berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling.
Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan
bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm,
berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga
daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil,
keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Syamsyuhidayat & Hutapea 1991).
Herba meniran tumbuh liar di dataran dan daerah pegunungan dari ketinggian
1 mm sampai 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar di tempat
terbuka pada tanah gembur, berpasir di ladang, di tepi sungai dan di pantai, bahkan
tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah (Dalimarta 2000). Pemanenan dilakukan
setelah tanaman berumur 2-3 bulan. Ciri tanaman meniran yang siap dipanen adalah
daun tampak hijau tua hampir menguning dan buah agak keras jika dipijit.
Potensi herba meniran di Indonesia untuk dijadikan obat alternatif terhadap
berbagai penyakit sangat besar. Hal ini disebabkan karena herba meniran mudah
ditemukan di Indonesia. Herba meniran telah digunakan masyarakat untuk
pengobatan diabetes. Pada dosis 10 mg per 200 g BB ekstrak metanol herba meniran
efektif menurunkan kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegitus L.) diabetik
(Fahri et al. 2005).
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa herba meniran memiliki
efek imunostimulator dan aktivitas antiviral terhadap virus Hepatitis B dan virus
Herpes Simpleks. Selain itu pada hewan uji mencit, ketika diberikan infusa herba
meniran menunjukkan efek yang relatif tidak berbeda dengan kotrimoksazol dalam
pengobatan infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus subkutan.
Masa penyembuhan hewan uji yang diinfeksi kulitnya dengan S. aureus adalah 22,10
hari dengan menggunakan ekstrak herba meniran dan 20,77 hari dengan
mengandung senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria. Pada
dosis 800.128 mg/kg BB hewan uji optimal dalam menghambat pertumbuhan 6182
parasitemia tiap 10000 eritrosit dalam tubuh hewan uji (Latra 2004).
Herba meniran (Gambar 1) memiliki sistematika sebagai berikut: kingdom
Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa
Euphorbiales, suku Euphorbiaceae, marga Phyllanthus, jenis P. niruri Linn (Van
Steenis 2003).
Gambar 1. Herba meniran (Phyllanthus niruri L)
Nama lain dari Phyllanthus niruri L. adalah Phyllanthus urinaria L.,
Phyllanthus alatas BI, Phyllanthus cantonensis Hornen, Phyllanthus echinatus Wall,
meniran hijau. Sunda: memeniran. Maluku: gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta
2000).
2.3. Bakteri dan Khamir Patogen
Bakteri dan khamir yang digunakan pada penelitian ini merupakan mikroflora
normal yang dapat bersifat patogen pada manusia. Bakteri dan khamir patogen
tersebut adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan khamir Candida
albicans.
S. aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di
bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk
kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Beberapa strain dapat
menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami beberapa tipe infeksi
S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan
makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. S.
aureus merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri ini bersifat Gram-positif dan
hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini
(Jawetz et al. 1996) . S. aureus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan penyakit keracunan makanan (Ajizah et al. 2007).
E. coli salah satu jenis
kelompok bakteri Enterobacteriaceae yang hidup di dalam saluran pencernaan
menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Jawetz et al. 1996). Walaupun E. coli
merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tetapi galur-galur
tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi
pada manusia dan hewan. Pengujian mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa
mikroorganisme tersebut merupakan indikator adanya mikroorganisme patogen dan
pencemaran pada suatu ekosistem yaitu dari jumlah E. coli
C. albicans adalah suatu khamir lonjong, bertunas yang menghasilkan
pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Khamir ini
adalah anggota flora normal selaput mukosa saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan genitalia wanita. Di tempat-tempat ini, khamir dapat menjadi dominan dan
menyebabkan keadaan-keadaan patologik. Candida dapat menimbulkan invasi dalam
aliran darah, tromboflebilitas, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ
lain bila dimasukkan secara intravena (kateter, jarum, hiperalimentasi,
penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya) (Jawetz et al. 1996). C. albicans
merupakan spesies khamir terpatogen dan menjadi penyebab utama kandidias.
Khamir ini tumbuh sebagai kelompok-kelompok blastospora yang dirangkaikan oleh
hifa semu (Budiyanto 2002).
yang diperoleh (WHO
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai November 2010 yang bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU, Laboratorium Polimer FMIPA USU,
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU dan Pusat Pembibitan Udang
(Hatcheri) Desa Sentang, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Herba meniran yang telah dikeringanginkan selama ± 1 minggu lalu dipotong
berukuran 1 cm, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender kering.
2. Bahan kimia yang digunakan adalah agar dekstrosa kentang (potato dextrose
agar), agar nutrisi (nutrient agar), Mueller Hinton agar (MHA), NaCl
fisiologis 0,9%, alkohol 70%, n-heksana, etil asetat, metanol, aquades,
dimetilsulfoksida (DMSO), aluminium foil, spiritus, dan lain-lain.
3. Alat yang digunakan antara lain mikroskop, autoklaf, cawan petri, tabung reaksi,
kotak penyimpan biakan, erlenmeyer, gelas ukur, kertas label, kamera, jangka
sorong, oven, jarum ose, spatula, desikator, pinset, bunsen, pisau, blender, corong,
3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan
tiga ulangan yang terdiri dari satu faktor, yaitu : konsentrasi ekstrak herba meniran,
yang meliputi ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol,
masing-masing terdiri dari :
1. konsentrasi 0%
2. konsentrasi 1%
3. konsentrasi 5%
4. konsentrasi 10%
Bakteri dan khamir uji yang digunakan adalah :
1.
2.
Staphylococcus aureus
3. Candida albicans Escherichia coli
3.4. Pembuatan Ekstrak Herba Meniran
Herba meniran diperoleh dari Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara. Tanaman dicuci bersih, lalu dikeringanginkan pada suhu ruangan
tanpa terkena sinar matahari langsung selama ± 1 minggu, kemudian dipotong
kecil-kecil (± 1 cm). Sampel kemudian diblender kering hingga menjadi serbuk (simplisia).
Selanjutnya ditimbang sebanyak 300 g dan dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer
3 hari dan pengadukan dilakukan setiap hari. Setelah 3 hari pemaserasian, maserat
kemudian disaring. Filtrat dipisahkan dan ampasnya direndam kembali dengan
larutan yang baru. Maserasi dilakukan 5 kali hingga diperoleh maserat yang terakhir
berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator pada
suhu tidak lebih dari 50º C dan diuapkan in vacuo sehingga terpisah pelarutnya
dengan ekstrak kental herba meniran. Ekstrak kental kemudian dimasukkan ke dalam
botol vial dan dikeringkan dalam desikator sehingga diperoleh ekstrak kering.
Maserasi dilakukan dengan pola peningkatan polaritas menggunakan 3 jenis pelarut,
yaitu: n-heksana, etil asetat, dan metanol (Soemiati et al. 2009). Perlakuan yang sama
juga dilakukan terhadap larutan etil asetat dan metanol.
3.5. Pengenceran Ekstrak Herba Meniran
Sebanyak 1 g ekstrak herba meniran dilarutkan dengan DMSO sehingga
larutan menjadi 10 ml di dalam botol vial steril sehingga diperoleh larutan induk
(konsentrasi 10%). Selanjutnya dilakukan pengenceran sehingga diperoleh ekstrak
sampel dengan konsentrasi 5% dan 1%.
3.6. Penyiapan Bakteri dan Khamir Uji
Masing-masing bakteri uji yakni S. aureus, E. coli, yang diperoleh dari
Laboratorium Rumah Sakit Adam Malik Medan diinokulasikan ke dalam media
miring NA. Sedangkan untuk khamir uji C. albicans yang juga diperoleh dari
miring PDA. Inokulum selanjutnya diinkubasi pada suhu 37º C selama 24 jam. Dari
stok kultur tersebut diambil biakan dengan jarum ose steril dan disuspensikan ke
dalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl fisiologis 0,9%. Kemudian
dihomogenkan dengan vortex hingga diperoleh kekeruhan suspensi sebanding dengan
kekeruhan larutan McFarland yang setara dengan 108 CFU/ml.
3.7. Uji Ekstrak Meniran terhadap Bakteri dan Khamir Patogen
Dalam pengujian ekstrak herba meniran digunakan kertas cakram kosong
dengan diameter 6 mm. Cakram dimasukkan ke dalam cawan petri kosong steril.
Larutan ekstrak yang telah diencerkan dengan konsentrasi 10%, 5% dan 1%
masing-masing dipipet sebanyak 10 µl selanjutnya diteteskan pada permukaan cakram dan
ditunggu selama ± 1 jam hingga larutan ekstrak berdifusi ke dalam cakram.
Sebanyak 10 ml media MHA dituangkan ke dalam cawan petri steril dan
dibiarkan memadat. Lidi kapas steril dicelupkan pada suspensi biakan, dan diusapkan
perlahan-lahan pada permukaan media secara merata, selanjutnya dibiarkan
mengering pada suhu kamar selama beberapa menit. Dengan menggunakan pinset
steril, cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda diletakkan
secara teratur pada permukaan media uji.
Kultur diinkubasi pada suhu optimum pertumbuhan 37-38º C untuk bakteri uji
dan 32º C untuk khamir uji selama 24 jam. Setelah masa inkubasi, diameter zona
sekitar cakram. Daerah bening di sekitar kertas cakram menunjukkan uji positif
(Yuharmen et al. 2002).
3.8. Persiapan Uji Brine Shrimp
Hewan uji yang digunakan adalah larva udang (Artemia salina). Kista A.
salina ditetaskan di dalam bejana yang telah diisi air laut dan dilengkapi dengan alat
aerasi. Bejana terbagi menjadi 2 bagian yang saling berhubungan, dimana salah satu
bagian gelap dan sisi yang lain diberi lampu untuk menarik udang yang telah menetas
melalui lubang sekat. Sehingga larva A. salina terpisahkah dari bagian telur atau kulit
telur. Selanjutnya dibiarkan selama 48 jam hingga kista menetas dan tumbuh dewasa
(nauplii).
3.9. Persiapan Ekstrak Sampel Tumbuhan
Larutan induk untuk setiap uji dibuat dengan melarutkan 10 mg ekstrak
metanol masing-masing sampel dalam 2 ml dimetilsulfoksida. Larutan uji 1000 ppm
dibuat dengan memipet larutan induk sebanyak 500 µl, sedangkan larutan uji 100
ppm dan 10 ppm dibuat dengan memipet 50 µl dan 5 µl dari larutan induk. Perlakuan
yang sama juga dilakukan dengan ekstrak n-heksana dan etil asetat.
3.10. Prosedur Kerja Uji Brine Shrimp
Larutan uji yang telah dibuat untuk konsentrasi 1000 µg/ml, 100 µg/ml dan 10
sama tetapi tanpa menggunakan ekstrak. Ke dalam setiap vial ditambahkan DMSO
sebanyak 50 µl dan ditambahkan air laut sebanyak 2 ml. Sebanyak 10 ekor larva
udang dimasukkan ke dalam masing-masing vial dan ditambahkan air laut hingga
volume total 5 ml. Kematian larva udang diamati setelah 24 jam. Data yang diperoleh
diolah dengan analisis probit menggunakan program SPSS 15.0 for windows untuk
mengetahui nilai LC50 (Cahyadi 2009).
3.11. Uji Fitokimia Herba Meniran
Uji fitokimia herba meniran adalah uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi
senyawa-senyawa kimia yang terkandung didalamnya. Senyawa kimia yang diuji
antara lain: alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin,
cyanogenik glikosida, antrakinon glikosida, tanin, dan flavonoida. Prosedur kerja uji
fitokimia dapat dilakukan dengan cara :
1.Alkaloida
Sebanyak 1 g ekstrak metanol herba meniran ditambahkan ke dalam 10 ml 0,2 N
HCl, kemudian dipanaskan selama 10 menit pada suhu 100º C, selanjutnya
didinginkan dan disaring. Lalu ditambahkan 2 tetes larutan iodium ke dalam 0,5 ml
filtrat, jika terdapat kekeruhan maka mengandung alkaloida (Depkes RI 1995).
2. Glikosida
Membuat larutan percobaan
selama 10 menit, lalu larutan tersebut didinginkan dan disaring. Kemudian 25 ml air
dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M ditambahkan ke dalam 20 ml filtrat, kemudian
dikocok dan didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat diekstrak sebanyak 3
kali dengan menambahkan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2). Kemudian
ditambahkan Na2SO4
Cara percobaan
anhidrat ke dalamnya, lalu disaring dan diuapkan pada suhu
tidak lebih dari 50º C. Selanjutnya sisa filtrat dilarutkan dengan 2 ml metanol.
Sebanyak 0,1 ml larutan di atas diuapkan dengan penangas air. Kemudian sisanya
dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrat, ditambahkan pula 10 tetes asam sulfat
pekat, maka akan terjadi warna biru atau hijau, jika mengandung glikosida (reaksi
Libermann-Bouchard) (Depkes RI 1995).
3. Steroida dan Triterpen Bentuk Bebas
Sebanyak 1 g ekstrak metanol herba meniran dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2
jam, lalu disaring. Kemudian 5 ml filtrat diuapkan di dalam cawan penguap, lalu
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat, maka akan
terbentuk warna ungu atau hijau jika mengandung steroida atau triterpen (Farnsworth
1996).
4. Saponin
Sebanyak 10 ml air panas ditambahkan ke dalam 0,5 g ekstrak metanol herba
meniran, lalu didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Apabila terbentuk
ditambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang maka ekstrak tersebut mengandung
saponin (Depkes RI 1995).
5. Sianogenik Glikosida
Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dilembabkan dengan air. Kertas
saring yang telah dibasahi dengan larutan natrium pikrat dijepitkan dengan bantuan
gabus pada mulut labu. Kemudian sampel tersebut dibiarkan terkena sinar matahari.
Apabila timbul warna merah pada kertas saring menunjukkan adanya sianogenik
glikosida (Depkes RI 1995).
6. Antrakinon Glikosida
Sebanyak 2 ml larutan FeCl3
7. Tanin
dan 8 ml air serta 5 ml HCl pekat ditambahkan ke
dalam 200 mg ekstrak metanol herba meniran, lalu dididihkan, kemudian
didinginkan. Selanjutnya 5 ml benzen ditambahkan ke dalamnya, kemudian dikocok
dan dibiarkan sampai lapisan benzen memisah, lalu dicuci 2 kali dengan 2 ml air,
sampai lapisan benzen bewarna kuning. Kemudian 2 ml NaOH 2 N ditambahkan dan
dikocok. Jika lapisan benzen tidak berwarna dan lapisan air berwarna merah, maka
menunjukkan adanya antrakinon (Depkes RI 1995).
Sebanyak 10 ml air ditambahkan ke dalam 1 g ekstrak metanol herba meniran,
kemudian disaring dan diencerkan sampai hampir tidak berwarna. Kemudian 1-2 tetes
larutan FeCl3 10% ditambahkan ke dalam 2 ml larutan sampel, jika muncul warna
8. Flavonoida
Sebanyak 10 ml metanol ditambahkan ke dalam 0,5 g ekstrak metanol herba meniran,
kemudian direfluks dengan menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit, lalu
disaring dengan kertas saring kecil berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air.
Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dan dikocok dengan hati-hati,
lalu didiamkan. Kemudian diuapkan pada suhu 40º C untuk membuang lapisan
metanol. Filtrat dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, lalu disaring. Selanjutnya 1 ml
larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml
etanol 95%, ditambahkan 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml HCl 2 N, lalu didiamkan selama 1
menit. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi
warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoida (glikosida-3-flavonol)
(Depkes RI 1995).
Uji yang sama juga dilakukan terhadap ekstrak n-heksana herba meniran dan
ekstrak etil-asetat herba meniran.
3.12. Analisis Data
Data pengamatan diameter zona hambat ekstrak herba meniran dianalisis
dengan metode Analysis of Variance. Jika terdapat perbedaan nyata dilanjutkan
dengan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) dengan menggunakan program
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Bakteri Patogen S. aureus
Hasil pengujian aktivitas ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri
patogen S. aureus menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan.
Besarnya daya hambat pertumbuhan mikroba uji oleh ekstrak terlihat sebagai wilayah
jernih di sekililing cakram yang mengandung ekstrak (Gambar 2).
Gambar 2. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus, ekstrak n-heksana (kiri), etil asetat (tengah), dan metanol (kanan)
Masing-masing jenis ekstrak memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan
yang berbeda terhadap bakteri patogen S. aureus dan semakin besar konsentrasi
ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak tersebut.
Hasil pengukuran diameter zona hambat aktivitas ekstrak herba meniran terhadap
Tabel 1. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen S. aureus
Pelarut Konsentrasi (%) Rata-rata (mm)
N-neksan 0 6.00a
Keterangan : Notasi berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Duncan New Multiple Range Test (DNMRT)
Dari Tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba
meniran terhadap bakteri patogen S. aureus menunjukkan bahwa hambatan
pertumbuhan terbesar atau yang berbeda sangat nyata terdapat pada ekstrak metanol
konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 21,29 mm, diikuti
dengan ekstrak metanol konsentrasi 5% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar
17,32mm, dan kemudian ekstrak metanol konsentrasi 1% yaitu dengan diameter zona
hambat sebesar 15,30 mm. Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri ini secara maksimal dilakukan dengan
menggunakan ekstrak metanol. Data pengamatan diameter zona hambat aktivitas
pada Lampiran 5. Dari hasil Analysis of Variance menunjukkan bahwa ekstrak
metanol herba meniran mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri patogen S. aureus (Lampiran 8).
Kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan mikroba kemungkinan
disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak herba
meniran. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia diperoleh hasil bahwa ekstrak
metanol herba meniran mengandung senyawa alkaloida, glikosida, steroida dan
triterpen bentuk bebas, saponin, tanin, dan flavonoida (Tabel 5). Senyawa-senyawa
itulah yang berperan sebagai bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen S. aureus.
Diantara berbagai kerusakan yang dapat terjadi pada sel mikroba yang
mungkin disebabkan oleh pemberian ekstrak herba meniran adalah penghambatan
terhadap sintesis dinding sel. Ini didasarkan pada adanya kandungan flavonoid yang
merupakan senyawa fenol. Senyawa fenol ini dapat merusak rantai peptida yang
menjadi salah satu komponen pembentuk dinding sel bakteri (peptidoglikan).
Flavonoida yang dikandung oleh beberapa tumbuhan obat tradisional memiliki
aktivitas yang beragam diantaranya mempunyai efek sebagai anti virus (Cody 1985
dalam Adfa 2005). Selain itu, daya antimikroba ekstrak herba meniran juga berkaitan
dengan senyawa alkaloida, yang seperti halnya senyawa flavonoida, juga dapat
mempengaruhi dinding sel (Ajizah et al. 2007). Senyawa alkaloida dalam daun P.
sekokladielan memiliki aktivitas antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri E. coli
ATCC 25292 dan S. aueus ATCC 25293. Selain itu menurut Habtemariam et al.
(1990) dalam Nursal et al. (2006) senyawa triterpenoid yang terdapat pada ekstrak
daun Premna schimperi dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri S. aureus dan
B. subtilis pada konsentrasi 20-25 µg/ml.
Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa senyawa flavonoida yang dikandung
kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.
aureus. Selain itu Zuhud et al. (2001) melaporkan bahwa senyawa saponin dan tanin
yang dikandung oleh ekstrak kedaung (Parkia roxburghii G.Don) memiliki aktivitas
antimikroba terhadap S. aureus dan E. coli.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif. Dinding sel bakteri
gram positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan kekakuan
untuk mempertahankan keutuhan sel. Proses perakitan dinding sel bakteri diawali
dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida
yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga
menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau
ada hambatan dalam pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga
bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan
kematian sel bakteri. Selain itu menurut Morin & Gorman (1995) dalam Ajizah et al.
(2007) pada S. aureus pemberian senyawa antimikroba dapat menghambat perakitan
dalam peptidoglikan. Dinding sel menuju suatu struktur yang lemah dan
menyebabkan kematian bakteri.
Setiap senyawa yang menghalangi tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan
akan menyebabkan dinding sel bakteri diperlemah dan menjadi lisis (Jawetz et al.
1996). Lisisnya sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding sel
yang mempertahankan bentuk dan melindungi bakteri yang memiliki tekanan osmotik
yang tinggi. S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki tekanan osmotik
3-5 kali lebih besar dari bakteri gram negatif, sehingga lebih mudah mengalami lisis
(Jawetz et al. 1996). Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan terhadap
pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al. 1991 dalam Ajizah et al. 2007). Oleh
karena itu, adanya gangguan atau penghambatan pada perakitan dinding sel serta
lisisnya dinding sel dapat menjelaskan efek penghambatan pertumbuhan bakteri
patogen S. aureus oleh ekstrak herba meniran.
Penggunaan konsentrasi ekstrak herba meniran yang berbeda juga
memberikan tingkat pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri patogen S.
aureus. Pada ekstrak etil asetat dan metanol, semua jenis konsentrasi (1%, 5%, dan
10%) berbeda nyata pada kontrol negatif (0%). Pada konsentrasi 1% dan 5% diameter
zona hambat yang terbentuk lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 10%,
karena pada konsentrasi tersebut hanya sedikit bahan aktif antimikroba yang terlarut
di dalamnya, sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroba secara
benar dihambat pada konsentrasi 10%. Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak herba meniran, pertumbuhan bakteri patogen S. aureus semakin
dihambat karena semakin banyak bahan aktif yang terlarut dalam ekstrak.
Pada ekstrak n-heksana hampir tidak menunjukkan aktivitas antimikroba yang
berbeda nyata sama sekali, mikroba dapat memperlihatkan resistensinya, karena
hanya sedikit senyawa aktif yang larut dalam larutan n-heksana. Beberapa mekanisme
resistensi mikroba meliputi: 1) mikroba menghasilkan enzim yang merusak senyawa
aktif, 2) mikroba mengubah permeabilitasnya terhadap senyawa aktif, 3) mikroba
mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap senyawa aktif tersebut, 4)
mikroba mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi yang
dihambat oleh senyawa tersebut, 5) mikroba membentuk suatu enzim yang telah
mengalami perubahan tetapi enzim tersebut masih dapat menjalankan fungsi
metabolismenya serta tidak terlalu dipengaruhi oleh senyawa aktif seperti enzim pada
mikroba yang peka (Jawetz et al. 1996).
4.2. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Bakteri Patogen E. coli
Hasil pengujian aktivitas ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri
patogen E. coli menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan. Besarnya
daya hambat pertumbuhan mikroba uji oleh ekstrak terlihat sebagai wilayah jernih di
Gambar 3. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen E. coli, ekstrak n-heksana (kiri), etil asetat (tengah), dan metanol (kanan)
Masing-masing jenis ekstrak memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan
yang berbeda-beda terhadap bakteri patogen E. coli, dan semakin besar konsentrasi
ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak tersebut.
Hasil pengukuran diameter zona hambat aktivitas ekstrak herba meniran terhadap
bakteri patogen E. coli dapat dilihat pada (Tabel 2).
Dari Tabel 2 dapat dilihat hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba
meniran terhadap bakteri patogen E. coli menunjukkan bahwa hambatan
pertumbuhan terbesar atau yang berbeda sangat nyata terdapat pada ekstrak metanol
konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 16,33 mm, diikuti
dengan ekstrak metanol konsentrasi 5% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar
14,63 mm, dan ekstrak metanol konsentrasi 1% yaitu dengan diameter zona hambat
sebesar 13,01 mm. Ini menunjukkan bahwa ekstrak yang dapat menghambat
meniran terhadap bakteri patogen E. coli dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil
Analysis of Variance menunjukkan bahwa ekstrak metanol herba meniran mempunyai
pengaruh yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli
(Lampiran 8).
Tabel 2. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan bakteri patogen E. coli
Keterangan : Notasi berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Duncan New Multiple Range Test (DNMRT)
Kemampuan ekstrak herba meniran dalam menghambat pertumbuhan bakteri
patogen E. coli disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada
ekstrak herba meniran tersebut. Namun dapat dilihat ada perbedaan besarnya daya
hambat antara bakteri patogen S. aureus dan bakteri patogen E. coli (Tabel 1 dan
Tabel 2). Penghambatan pertumbuhan yang dilakukan ekstrak herba meniran
pertumbuhan pada bakteri S. aureus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain
dikarenakan bakteri gram positif memiliki tekanan osmotik lebih besar dibandingkan
bakteri gram negatif, hal tersebut juga disebabkan karena ada perbedaan komponen
dinding sel antara bakteri E. coli yang merupakan gram positif dan bakteri S. aureus
yang merupakan gram negatif. Komponen khusus dinding sel bakteri gram positif
terdiri dari asam teikhuronat dan polisakarida, sedangkan komponen khusus dinding
sel bakteri gram negatif terdiri dari lipoprotein, selaput luar, dan polisakarida. Selaput
luar dinding sel bakteri negatif merupakan selaput ganda fosfolipid yang sebagian
besar diganti dengan molekul lipopolisakarida (Masduki 1996).
4.3. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Meniran terhadap Khamir Patogen C. albicans
Hasil pengujian aktivitas ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan khamir
patogen C. albicans menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan.
Besarnya daya hambat pertumbuhan mikroba uji oleh ekstrak terlihat sebagai wilayah
jernih di sekililing cakram yang mengandung ekstrak (Gambar 4).
Masing-masing jenis ekstrak memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan
yang berbeda-beda terhadap khamir patogen C. albicans, dan semakin besar
konsentrasi ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak
tersebut. Hasil pengukuran diameter zona hambat aktivitas ekstrak herba meniran
Gambar 4. Penghambatan ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan khamir patogen C. albicans, ekstrak n-heksana (kiri), etil asetat (tengah), dan metanol (kanan)
Tabel 3. Diameter zona hambat (mm) ekstrak herba meniran terhadap pertumbuhan khamir patogen C. albicans
Keterangan : Notasi berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Duncan New Multiple Range Test (DNMRT)
Dari Tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba
meniran terhadap khamir patogen C. albicans menunjukkan bahwa hambatan
konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 17,63. Ini menunjukkan
bahwa ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan khamir ini secara optimal
dilakukan dengan menggunakan ekstrak metanol. Data pengamatan diameter zona
hambat aktivitas antimikroba ekstrak herba meniran terhadap khamir patogen C.
albicans dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari hasil Analysis of Variance menunjukkan
bahwa ekstrak metanol herba meniran mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
menghambat pertumbuhan khamir patogen C. albicans (Lampiran 8).
Kemampuan ekstrak herba meniran dalam menghambat pertumbuhan khamir
patogen C. albicans disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung
pada ekstrak tersebut. Osbourne (2003) dalam Sugiyarto et al. (2006) mengatakan
bahwa saponin memiliki aktivitas antifungal.
Dari ketiga jenis ekstrak diketahui aktivitas optimum penghambat
pertumbuhan bakteri dan khamir patogen dimiliki oleh ekstrak metanol. Konsentrasi
optimum yang dapat menghambat perumbuhan ketiga jenis mikroba uji terdapat pada
konsentrasi 10% atau dengan kata lain, semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin
besar pula aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri dan khamir uji tersebut.
Ginting (2008) melaporkankan bahwa diameter zona bening antibiotik
kloromfenikol 30 µg/ml yang diujikan terhadap S. aureus dan E. coli adalah berturut
turut 29,98 mm dan 28,65 mm dan antibiotik penisillin 10 µg/ml berturut turut adalah
13,63 mm dan 5,00 mm. Kemudian diameter zona bening antibiotik ketokonazol 100
bila dibandingkan ekstrak herba meniran memiliki aktivitas sebanding dengan
antibiotik-antibiotik tersebut.
4.4. Uji Sitotoksik Ekstrak Herba Meniran dengan Metode Brine Shrimp
Metode brine shrimp sering digunakan untuk pra-skrining terhadap senyawa
aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak
perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Sundari 2007 dalam Cahyadi 2009).
Selain itu uji ini juga digunakan untuk pra-skrining terhadap senyawa-senyawa yang
diduga berkhasiat anti tumor. Ekstrak dikatakan aktif atau memiliki aktivitas
sitotoksik yang tinggi jika memiliki nilai LC50
Jumlah kematian larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji dalam < 1000 µg/ml (Juniarti et al. 2009).
berbagai konsentrasi perlakuan ekstrak herba meniran ditunjukkan pada Tabel 4. Dari
tabel tersebut dapat diketahui bahwa berbagai konsentrasi ekstrak herba meniran pada
percobaan ini memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kematian larva A.
salina.
Tabel 4. Jumlah kematian larva A. salina yang dipapar ekstrak herba meniran (µg/ml)
Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Ulangan 1000 100 10 0 1000 100 10 0 1000 100 10 0
1 1 0 0 0 5 3 2 0 10 6 3 0
2 1 1 0 0 6 5 1 0 10 4 1 0
3 3 1 0 0 4 3 1 0 9 6 2 0
Rata-rata 1,7 0,7 0 0 5 3,7 1,3 0 9,7 5,3 2 0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kematian larva A. salina terbesar
terdapat pada konsentrasi ekstrak metanol 1000 µg/ml yaitu menyebabkan kematian
97% hewan uji, sedangkan pada ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana
menyebabkan kematian 50% dan 17% hewan uji secara berturut-turut. Mekanisme
kematian larva A. salina berhubungan dengan fungsi senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak herba meniran yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant).
Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach
poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke
dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini
menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva
gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya
sehingga larva mati kelaparan (Cahyadi 2009).
Data yang telah diolah dengan analisis probit menunjukkan aktivitas
sitotoksik tertinggi dimiliki oleh ekstrak metanol dengan nilai LC50 sebesar 59,70
µg/ml, kemudian disusul oleh ekstrak etil asetat dengan nilai LC50 sebesar 748,86
µg/ml, sedangkan ekstrak n-heksana tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik, dengan
nilai LC50
Aktivitas sitotoksik yang dimiliki ekstrak metanol herba meniran tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak etanol daun puding merah sebesar 16251,25 µg/ml. Data hasil analisis probit dapat dilihat pada
Lampiran 9. Aktivitas sitotoksik yang dimiliki herba meniran disebabkan oleh
2006) , ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) yang memiliki nilai LC50
sebesar 519,226 µg/ml (Cahyadi 2009), ekstrak metanol daun saga (Abrus
precatirius L.) yang memiliki nilai LC50 sebesar 606,736 µg/ml (Juniarti et al. 2009),
dan ekstrak n-heksana makro alga (Turbinaria decurrens) yang memiliki nilai LC50
Model ideal dalam pencarian obat antitumor atau anti kanker potensial adalah
senyawa bioaktif yang dapat membunuh sel tumor namun memiliki toksisitas rendah
terhadap sel normal. Ekstrak T. decurrens menunjukkan potensi bioaktivitas sebagai
antitumor HeLa dan mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit manusia
(Fajarningsih et al. 2008).
sebesar 672,59 µg/ml (Fajarningsih et al. 2008).
4.5. Uji Fitokimia Herba Meniran
Hasil pengujian masing-masing ekstrak herba meniran memperlihatkan bahwa
pelarut yang paling optimal dalam menarik senyawa-senyawa aktif yang terkandung
dalam herba meniran adalah pelarut metanol. Ekstrak metanol herba meniran
mengandung senyawa alkaloida, glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas,
saponin, tanin, dan flavonoida. Sedangkan pelarut etil asetat dan n-heksana bukan
merupakan pelarut yang potensial untuk menarik senyawa-senyawa aktif yang
terkandung dalam herba meniran. Ekstrak etil asetat herba meniran diketahui
mengandung senyawa glikosida, saponin, tanin, dan flavonoida. Ekstrak n-heksana
herba meniran diketahui hanya mengandung senyawa steroida dan triterpen bentuk
Hasil pengujian fitokimia herba meniran dengan menggunakan berbagai jenis
pelarut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji fitokimia masing-masing ekstrak herba meniran
Golongan senyawa Ekstrak
Hasil pengujian fitokimia herba meniran ini sesuai dengan hasil pengujian
aktivitas antimikroba dan hasil pengujian sitotoksik herba meniran. Ekstrak metanol
merupakan ekstrak yang paling potensial dalam menghambat pertumbuhan bakteri
dan khamir patogen, begitu juga hasil uji sitotoksik menyatakan ekstrak metanol pula
yang memiliki nilai LC50
Menurut Robinson (1995) senyawa alkaloida yang dikandung brotowali dapat
mengganggu terbentuknya jembatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu menurut Schlegel & Schmidt (1994) tertinggi yaitu 59,97 µg/ml, sesuai dengan hasil pengujian
fitokimia bahwa ekstrak metanol yang paling banyak mengandung senyawa-senyawa
alkaloida mampu berikatan dengan DNA, sehingga menghambat pembentukan enzim
penting dari mikroorganisme dan perusakan senyawa protein dari mikroorganisme.
Senyawa golongan terpenoid dapat berikatan dengan protein dan lipid yang
terdapat pada membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel (Nursal et
al. 2006). Menurut Schlegel & Schmidt (1994) flavonoida merusak dinding sel
bakteri karena sifatnya yang lipofilik, saponin menyerang membran sel bakteri
melalui pembentukan ikatan senyawa polar saponin dengan lipoprotein dinding sel
dan gugus nonpolar saponin dengan lemak sel bakteri, sehingga terjadi gangguan
semipermeabilitas membran sitoplasma yang mengakibatkan terjadinya gangguan
fungsi sel, diikuti dengan pecahnya sel dan kematian sel mikroba. Ajizah (2004)
menyebutkan tanin mempunyai sifat pengelat berefek plasmolitik yang dapat
mengerutkan dinding sel atau membran sel bakteri sehingga mengganggu
permeabilitas sel tersebut, kemudian sel tidak dapat melakukan aktivitas dan
pertumbuhan sel terhambat bahkan mati. Masduki (1996) juga menjelaskan bahwa
tanin aktif antibakteri dengan cara mempresipitasikan protein, berekasi dengan
membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Masing-masing ekstrak herba meniran memiliki aktivitas antimikroba yang
berbeda. Ekstrak yang paling potensial adalah ekstrak metanol.
2. Ekstrak herba meniran memiliki nilai LC50
3. Ekstrak herba meniran mengandung senyawa aktif antimikroba seperti alkaloida,
glikosida, steroida dan triterpen bentuk bebas, saponin, tanin dan flavonoida. < 1000 µg/ml.
5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjut dengan menggunakan beberapa jenis
bakteri dan khamir patogen lainnya dan dengan metode yang lain pula sehingga
diketahui besar konsentrasi masing-masing senyawa aktif yang terkandung dalam
DAFTAR PUSTAKA
Adfa M. 2005. Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine Shrimp
Beberapa Tumbuhan Obat Trasdisional Suku Serawai di Propinsi Bengkulu.
Jurnal Gradien 1(1) : 43-50.
Agoes A & Jacob T. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia. Cetakan 1. Penerbit EGC : Jakarta.
Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. Jurnal Bioscientise 1(1) : 31-38.
Ajizah A, Thihana, & Mirhanuddin. 2007. Potensi Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara invitro. Jurnal Bioscientiae 4(1) : 37-42.
Aziddin Y & Syarifuddin. 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Kalimantan Selatan. Depdikbud : Jakarta.
Budiyanto AK. 2002. Mikrobiologi Terapan. Edisi 1. Cetakan 3. Universitas Muhammadiyah Malang Press : Malang.
Cahyadi R. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L.) terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro : Semarang.
Dalimartha S. 2000. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol.
Penebar Swadaya : Jakarta.
Depkes RI. 1995. Materia MedikaIndonesia. Jilid VI. Depkes RI : Jakarta.
Djauhariya E & Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Cetakan I. Penebar Swadaya : Jakarta.
Dzulkarnain B, Sundari D, & Chozin A. 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 110 : 35-48.
Fajarningsih ND, Nursid M, Wikanta T, & Marraskuranto E. 2008. Bioaktivitas Ekstrak Turbinaria deccurens Sebagai Antitumor (HeLa dan T47D) serta Efeknya Terhadap Proliferasi Limfosit. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3(1) : 21-27.
Farnsworth NR. 1996. Biologycal and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Science. 55(3) : 257-263.
Foye WO. 1996. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Jilid 2. Edisi 2. Cetakan I. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta.
Ginting GR. 2008. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kembu-Kembu Callicarpa candicans burm.F. dan Rintih Bulung Piper muricatum Bl. terhadap Bakteri dan Khamir Patogen serta Uji Toksisitas terhadap Brine Shrimp. Skripsi.
Departemen Biologi FMIPA USU : Medan.
Gunawan IWG, Bawa IGAG, & Sutrisnayanti NL. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Kimia 2(1) : 31-39.
Hayati M. 2003. Terampil Membuat Ekstrak Temu-Temuan. Edisi 1. Cetakan 1. Penerbit Adicita : Jakarta.
Jawetz E, Melnick JL, & Adelberg EA. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Juniarti, Osmeli D, & Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). Jurnal Makara Sains 13( 1) : 50-54.
Kasim E, Yulinery T, Hardiningsih R, Triana E, & Napitupulu RNR. 2005. Daya Anti
Staphylococcus aureus dari Fermentasi Daun Beberapa Jenis Tumbuhan Obat.
Jurnal Biologi Indonesia 3(9) : 397-404.
Latra IN. 2004. Analisis Peranan Tanaman Herba Meniran sebagai Anti Malaria terhadap Pertumbuhan Plasmodium berghei dalam Kultur In Vivo pada Mencit. Abstrak Tesis. Institut Teknologi Surabaya : Surabaya.
Masduki I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S. aureus dan E. coli in vitro. Cermin Dunia Kedokteran 109 : 21-24.
Nursal, Wulandari S, & Juwita WS. 2006. Bioaktivitas Ekstrak Jahe (Zingeber
officinale Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri
Escherchia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2) : 64-66.
Praseno, Nuryastuti T, & Mustafa M. 2001. Perbandingan Efikasi Infusa Meniran (Phyllanthus niruri L.) dan Kotrimoksazol pada Pengobatan Infeksi Kulit oleh
Staphylococcus aureus. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran 33(2) : 89-93.
Pudjarwoto T, Simanjuntak CH, & Indah NP. 1992. Daya Anti Mikroba Obat Tradisional Diare terhadap Beberapa Jenis Bakteri Enteropatogen. Cermin Kedokteran 76(1) : 45-47.
Puslitbangtri. 1992. Sepuluh Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 1982-1991 Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan Perkebunan Rakyat. Deptan RI : Jakarta.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Penerbit ITB : Bandung.
Sastrosupandi A. 2002. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Kanisius : Yogyakarta.
Schlegel HG & Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi 6. Alih Bahasa : Baskoro T. UGM-Press : Yogyakarta.
Soemiati A, Elya B, & Utami DA. 2009. Isolasi dan Identifikasi Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.). Di dalam : Prosiding Seminar Nasional
Tumbuhan Obat Indonesia XXXVII. Departemen Farmasi FMIPA-UI :
Jakarta.
Sugiyarto, Setyawan AD, & Pitoyo A. 2006. Estimasi Kelimpahan dan Distribusi Plantago major L. Di Gunung Lawu. Jurnal Biodiversitas 7(2) : 143-146.
Syamsuhidayat SS & Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I.
Departemen kesehatan R.I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta.
Tampubolon OT. 1995. TumbuhanObat Bagi Pecinta Alam. Bhratara : Jakarta.
Van Steenis CGGJ. 2003. Flora untuk Sekolah di Indonesia, Alih Bahasa : Surjowinoto, M. PT. Pradnya Paramita : Jakarta.
WHO. 1982. Bacteriological Examination in : Examination of Water Pollution Control. Academic Press : New York.
Yuharmen YH, Eryanti Y, & Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikrba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurnal Natur 4(2) : 1-7.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja Ekstraksi Herba Meniran
Lampiran 2. Alur Kerja Pembuatan Suspensi Bakteri dan Khamir Uji dan
Pembuatan Media Uji
a.Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
diambil sebanyak 1-2 ose
dimasukkan ke dalam tabung berisi NaCl fisiologis 0,9%
dihomogenkan dengan vortex
dibandingkan kekeruhan dengan McFarland 0,5 standar yang setara dengan 108
Suspensi Biakan
b. Pembuatan Media Uji
CFU/ml
dituangkan ke dalam cawan petri steril
dibiarkan memadat
diusapkan suspensi biakan dengan lidi kapas steril
dibiarkan selama ± 1 jam
Media Uji Biakan uji
Suspensi biakan
Lampiran 3. Pengujian Ekstrak Herba Meniran
diletakkan cakram yang mengandung ekstrak herba meniran
diletakkan cakram pembanding
diinkubasi pada 37ºC selama 24 jam
diamati dan diukur zona bening di sekitar cakram Media uji
Lampiran 4. Alur Kerja Uji Brine Shrimp
Kista Arthemia salina Ekstrak herba meniran
Larutan induk
Konsentrasi 1000 ppm 3 vial + 1 kontrol
Konsentrasi 100 ppm 3 vial + 1 kontrol
Larva
Arthemia salina
Lar uji (1000, 100, 10 ppm)
+ DMSO + air laut
Larva udang yang mati
Hasil
Lampiran 5. Diameter Daya Hambat Ekstrak Herba Meniran terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen S. aureus (mm)
Pelarut Konsentrasi Ulangan Zona Hambat (mm) Rata-rata
Lampiran 6. Diameter Daya Hambat Ekstrak Herba Meniran terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen E. coli (mm)
Pelarut Konsentrasi Ulangan Zona Hambat (mm) Rata-rata
Lampiran 7. Diameter Daya Hambat Ekstrak Herba Meniran terhadap Pertumbuhan Khamir Patogen C. albicans
Pelarut Konsentrasi Ulangan Zona Hambat (mm) Rata-rata
Lampiran 8. Hasil Analis Data dengan menggunakan Uji Analysis of Variance (Anova) dan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT)
S. aureus
Corrected Total 867.538 35
Pengaruh Pelarut dan Konsentrasi Ekstrak
Pelarut Konsentrasi Rata-rata Std. Error