• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Sudarmaji (2009) aktivitas enzim papain dinyatakan sebagai kemampuan enzim untuk mereduksi protein menjadi asam amino tiap satuan berat enzim dalam tiap satuan waktu. Ekstrak papain kasar yang didapatkan dengan proses ekstraksi berdasarkan metode Hasbulloh (2001) dalam Konsentrat Papain, menghasilkan aktivitas enzim papain sebesar 21,15 mg asam amino/50 mg enzim/jam (Lampiran 10).

Nilai ini berarti dalam tiap 50 mg asam amino mampu mendegredasi sejumlah 21,15 mg protein dalam miofibril per jamnya. Nilai aktivitas ini lebih tinggi dari aktivitas enzim papain komersial yang menunjukkan nilai 6,01 mg asam amino/50 mg enzim/jam (Lampiran 10) dan nilai aktivitas ekstrak papain kasar pada penelitian Sebayang (2006) yang menyatakan aktivitas enzim ekstrak papain kasar sebesar 55 unit/ml yang setara dengan 55 µg tirosin/ml/20 menit (8,25 mg asam amino/50 mg enzim/jam). Hasil ini disebabkan perbedaan varietas jenis buah yang digunakan dalam pengujian (Rimayoga, 2010). Sumber ekstrak papain kasar pada penelitian ini berasal dari getah papaya Thailand yang dimungkinkan memiliki kadar aktivitas yang lebih tinggi.

Metode pemurnian enzim juga dapat berpengaruh terhadap perbedaan nilai aktivitas papain (Muchtadi et al., 1992). Metode pemurnian berdasarkan prosedur dalam Hasbulloh (2001) merupakan metode untuk mendapatkan enzim papain kering. Sementara pada metode pemurnian enzim pada Sebayang (2006) merupakan metode untuk mendapatkan enzim kering standar. Oleh karenanya nilai aktiviatas papain berbeda. Rimayoga (2010) menambahkan dalam penelitannya yang menyatakan bahwa getah papaya Thailand memiliki nilai aktivitas papain yang tertinggi dibanding varietas papaya yang lain.

commit to user B. pH Daging

Rata-rata nilai pH daging ayam petelur afkir selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam

Waktu Pelayuan (jam)

Dosis injeksi ekstrak papain kasar (mg/bb) Rerata

0 1 2 3

0 5,91 6,10 6,11 6,19 6,08A

4 5,68 6,06 6,09 6,09 5,98AB

8 5,63 5,95 6,03 6,07 5,92B

Rerata 5,74A 6,04B 6,08B 6,12B

Keterangan: A, B Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Grafik B.1. Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb.

Grafik B.2. Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6 6.1 6.2 0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb 5.74 6.04 6.08 6.12 5.8 5.85 5.9 5.95 6 6.05 6.1

0 jam 4 jam 8 jam

6.08

5.98

commit to user

Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, dan 3 mg/bb masing-masing adalah 5,74, 6,05, 6,08, dan 6,12. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian injeksi ekstrak papain kasar secara antemortem pada dosis yang berbeda memberikan perbedaaan sangat nyata (P<0,01) terhadap pH daging ayam petelur afkir. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik B.1. diatas menunjukkan bahwa injeksi ekstrak papain kasar mampu meningkatkan nilai pH daging. Hasil ini disebabkan karena meningkatnya kepolaran protein. Menurut Irma et al. (1997) proses hidrolisis protein akan menambah kepolaran protein. Asam amino polar mengandung gugus fungsionil yang membentuk ikatan hidrogen dengan air. Banyaknya ikatan hidrogen berpengaruh terhadap konsentrasi OH- dalam daging, semakin meningkat kosentrasi OH- dalam daging mengakibatkan pH daging meningkat (Lehninger, 1982). Perlakuan dosis injeksi 0 mg/bb menghasilkan nilai peningkatan pH yang berbeda sangat nyata dengan dosis injeksi 1, 2, dan 3 mg/bb. Adanya peningkatan ion OH- dalam bahan karena intensifnya proses hidrolisis enzim mengakibatkan perlakuan injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan pH daging.

Peningkatan nilai pH daging melambat pada penambahan dosis injeksi diatas 1 mg/bb. Anonim (2008) menjelaskan keuntungan dari penggunaan enzim papain adalah tidak mengubah pH bahan secara drastis. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya dosis injeksi masih dapat mempertahankan nilai pH daging dalam kisaran normal 5,8-6,2. Adanya sifat enzim dimana kecepatan aktivitasnya menurun jika mendekati konsentrasi jenuh enzim dan subtrat menghasilkan percepatan hidrolisis yang tetap (Girindira, 1990). Oleh karena itu dihasilkan nilai yang relatif sama pada injeksi dengan dosis 1 mg/bb hingga 3 mg/bb.

Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir selama pelayuan 0, 4 dan 8 jam adalah 6,08, 5,98, dan 5,92. Hasil analisis statistik menunjukkan lama waktu pelayuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH daging. Proses pelayuan menyebabkan penurunan pH daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik B.2. diatas menunjukkan bahwa semakin lama

commit to user

waktu pelayuan mengakibatkan penurunan pH daging. Penurunan nilai pH ini disebabkan adanya hasil dari proses glikolisis posmortem yaitu asam laktat (Soeparno, 2005). Penelitian Thielkhe et al. (2005) menunjukkan bahwa semakin lama waktu pelayuan nilai pH daging ayam turun, dalam penelitiannya dijelaskan selama jam pertama postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis postmortem. Waktu rigormortis daging ayam dimulai sekitar 4 sampai dengan 5 jam setelah postmortem sehingga penurunan pH selama pelayuan 4 jam mulai tampak.

Pelayuan selama 8 jam menghasilkan rata-rata pH daging yang berbeda sangat nyata dengan kontrol dan tidak berbeda nyata dengan pelayuan selama 4 jam. Hal ini dapat dijelaskan karena akumulasi asam laktat yang semakin tinggi dan terhentinya proses glikolisis posmortem. Proses rigormortis yang sudah selesai menunjukkan terhentinya proses perubahan

glikogen menjadi asam laktat yang menandakan habisnya ATP

(Soeparno, 2005; Young L. L., 1997). Oleh karenanya sudah tidak terjadi peningkatan asam laktat, namun demikian penurunan pH akan terus berlangsung hingga dicapai pH ultimate daging (Kusmadjadi, 2009).

Hasil interaksi kombinasi perlakuan dosis injeksi ekstrak papain kasar dan waktu pelayuan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pH daging. Hal ini disebabkan adanya sifat hidrofobik dan hidrofilik potein. Sifat ini timbul oleh adanya rantai sisi polar disepanjang rantai peptida yaitu gugus karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung N atau O yang tidak berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H+ dari air (Damadran dan Paraf, 1997). Selama pelayuan terdapat pembebasan ion H+, hal ini menunjukkan bahwa selama pelayuan dengan injeksi ekstrak papain kasar menghasilkan rata-rata nilai pH yang tidak berbeda, karena kemungkinan terjadi akumulasi konsentrasi ion OH- dan H+. Namun demikian perlakuan injeksi antemortem ekstrak papain kasar yang disertai pelayuan menunjukkan nilai pH daging yang masih dalam kisaran normal.

commit to user C. Daya Ikat Air Daging (DIA)

Rata-rata nilai daya ikat air daging selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 3. Rerata nilai daya ikat air daging dengan perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, dan 3 mg/bb masing-masing adalah 14,51%, 19,66%, 27,11%, dan 27,46%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap DIA daging.

Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.1. dibawah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan nilai daya ikat air daging. Menurut Muchtadi (1992) daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP, oleh karenanya peningkatan nilai DIA ini kemungkinan dipengaruhi oleh naiknya nilai pH daging perlakuan dan meningkatnya kepolaran protein dalam daging, sehingga menyebabkan banyak air yang terikat dengan protein. Menurut Lawrie (1995) pada pH yang lebih tinggi dari pH isoleutrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen, sehingga memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Meningkatnya molekul air yang mengisi ruang-ruang dalam interfilamen mengakibatkan peningkatkan nilai DIA daging.

Tabel 3. Nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam (dalam %).

Waktu Pelayuan (jam)

Dosis injeksi ekstrak papain kasar (mg/bb) Rerata

0 1 2 3

0 13,65 26,52 35,32 33,94 27,36A

4 14,12 17,18 29,82 31,22 23,08B

8 15,77 15,30 16,21 17,21 16,12C

Rerata 14,51A 19,66B 27,11C 27,46C

Keterangan: A, B, C Superskrip yang berbeda pada kolom dan atau baris yang sama

commit to user

Grafik C.1. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb.

Rerata nilai DIA perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0 mg/bb berbeda sangat nyata dengan injeksi pada level dosis 1, 2, dan 3 mg/bb. Hasil DIA yang lebih rendah ini kemungkinan karena nilai pH daging kontrol yang lebih rendah dari pH daging perlakuan yang mengakibatkan ruang interfilamen berkurang ukurannya sehingga lebih sedikit air yang mengisi ruang interfilamen (Lawrie, 1995).

Perlakuan dosis injeksi 1 mg/bb berbeda sangat nyata dengan dosis injeksi 2 dan 3 mg/bb, sementara dosis injeksi 2 mg/bb tidak berbeda nyata dengan dosis injeksi 3 mg/bb. Hasil ini dimungkinkan terjadi karena semakin intensifnya hidrolisis protein dengan meningkatnya dosis injeksi yang menyebabkan peningkatan kepolaran protein, sehingga banyak ion air yang terikat dalam daging (Lehninger, 1982). Nilai DIA daging yang relatif sama pada injeksi ekstrak papain kasar dosis 2 dan 3 mg/bb dimungkinkan karena konsentrasi enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga menghasilkan percepatan hidrolisis yang tidak berbeda nyata pada pemberian dosis injeksi diatas 2 mg/bb (Girindira, 1990). 0 5 10 15 20 25 30 0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb 14.51 19.66 27.11 27.46

commit to user

Grafik C.2. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.

Rerata nilai daya ikat air daging selama pelayuan 0, 4, dan 8 jam adalah 27,36%, 23,08%, dan 16,12%. Berdasarkan perhitungan statistik perlakuan lama waktu pelayuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya ikat air daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.2. diatas menunjukkan perlakuan pelayuan dapat menurunkan daya ikat air daging, hal ini disebabkan karena daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP. Menurut Soeparno (2005) pH otot paskamerat akan menurun pada saat pembentukan asam laktat yang mengakibatkan menurunnya DIA, serta akan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot yang bebas meninggalkan serabut otot. pH daging yang mencapai titik isoelektrik protein miofibril, menyebabkan filamen miosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen menjadi kecil. Daya Ikat Air akan menurun pada saat pemecahan dan habisnya ATP serta pada saat terbentuknya rigormortis.

Rerata nilai DIA pada pelayuan 0 jam berbeda sangat nyata dengan pelayuan selama 4 jam dan 8 jam, sedangkan pelayuan 4 jam berbeda sangat nyata dengan pelayuan selama 8 jam, hal ini dimungkinkan karena semakin menurunnya pH daging menyebabkan enzim proteolisis aktif dan terjadi pemotongan ikatan peptida dalam miofibril (Soeparno, 2005). Akibatnya semakin lama waktu pelayuan menyebabkan semakin banyak air yang keluar, sehingga menurunkan daya ikat air daging (Irma et al., 1997). Nilai pH

0 5 10 15 20 25 30

0 jam 4 jam 8 jam

27.36

23.08

commit to user

daging yang rendah pada pelayuan 8 jam menyebabkan kekuatan protein untuk menahan air dalam daging juga menurun, sehingga nilai DIA daging pada pelayuan yang lebih lama semakin rendah dibanding kontrol yang memiliki pH lebih tinggi.

Grafik C.3. Nilai interaksi daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.

Data yang digambarkan pada Grafik C.3. diatas menunjukkan terdapat interaksi (P<0,01) antara kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu pelayuan terhadap daya ikat air daging. Perlakuan kombinasi antara dosis injeksi dan lama waktu pelayuan mengakibatkan penurunan DIA daging. Hal ini disebabkan dengan semakin bertambahnya hidrolisis protein menyebabkan semakin banyak air yang keluar. Menurut Irma et al. (1997) proses pemecahan protein oleh enzim mernbentuk ikatan-ikatan dipeptida dan dalam setiap ikatan dipeptida dibebaskan satu molekul air, sehingga dengan semakin tingginya dosis injeksi dan lama pelayuan mengakibatkan semakin banyak hirolisis pada protein daging yang menyebabkan nilai DIA turun.

Dosis injeksi 2 mg/bb disertai pelayuan selama 0 dan 4 jam mampu memberikan perbedaan sangat nyata dari kontrol, Tabel 3 diatas juga menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi diatas 2 mg/bb tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Namun nampak berbeda pada dosis 2

0 10 20 30 40 0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb 0 Jam 4 Jam 8 Jam

commit to user

mg/bb dan 3 mg/bb yang disertai pelayuan selama 4 jam, hal ini dimungkinkan semakin intensifnya hidrolisis protein oleh enzim proteolitik. Sementara pelayuan 4 jam dengan injeksi ekstrak papain kasar 0 dan 1 mg/bb tidak berbeda dengan pelayuan selama 8 jam pada injeksi dengan dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb, hal ini dimungkinkan karena habisnya ATP setelah 4 jam pertama pelayuan (Ionescu et al., 2005). Oleh kerena itu perlakuan kombinasi setelah pelayuan selama 4 jam menghasilkan nilai DIA yang relatif sama. Nilai interaksi dihasilkan pada dosis injeksi 1 mg/bb dan pelayuan 4 jam.

Dokumen terkait