• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian dari 90 siswi menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswi siswi memiliki aktivitas ringan yaitu sebanyak 77,8%. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa siswi lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan jenis aktivitas ringan dan sedang dibandingkan dengan jenis aktivitas fisik berat. Hal ini dikarenakan status mereka yang masih pelajar, sehingga

kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam keseharian siswi kurang lebih menghabiskan waktu 8 jam di sekolah. Hal ini sejalan dengan menurut WHO (2013) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar.

5.3 Body Image

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak siswi yang memiliki body image negatif, yaitu sebesar 56,7%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 52,9% mengalami distorsi body image (Savitri, 2015). Hal ini menunjukkan masih banyak siswi yang memiliki body image negatif.

Remaja putri memilih bentuk tubuh ideal remaja putri pada gambar 1,2,3,4 dan 5. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuh ideal adalah gambar nomor 3 dan nomor 2. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Lingga (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memilih gambar nomor 3 sebagai gambar bentuk tubuh ideal. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi tubuh ideal bagi remaja putri adalah persepsi tubuh yang cenderung kearah kurus. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikkan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan ketidakluwesan dalam beraktivitas.

Remaja putri memilih gambar 1 sampai 5 untuk mempersepsikan bentuk tubuh yang diharapkan oleh dirinya sendiri. Gambar yang paling banyak dipilih

63

remaja putri adalah gambar nomor 2 dan 3. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Isnani (2014) bahwa gambar yang paling bahwa gambar yang paling banyak dipilih siswi sebagai tubuh yang diharapkan mereka adalah gambar nomor 3. Hal ini berarti bahwa sebagian besar remaja putri mengharapkan bentuk tubuh yang cenderung kearah kurus.

5.3.1 Kebiasaan Makan Berdasarkan Body Image

Berdasarkan hasil penelitian siswi SMK Negeri 2 Sibolga, siswi dengan body image positif dan body image negatif masing-masing sebagian besar memiliki kebiasaan makan baik dan siswi dengan kebiasaan makan kurang baik pun masing-masing dengan jumlah yang sama memiliki persepsi body image positif maupun negatif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,847, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan kebiasaan makan. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2014) tidak terdapat hubungan signifikan antara persepsi body image dan kebiasaan makan. Hal ini menunjukkan semakin baik kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai persepsi body image positif. Sebaliknya semakin buruk kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai persepsi body image negatif.

Sebaliknya pada penelitian Lingga (2014) menyatakan terdapat hubungan antara body image dengan perilaku makan. Menurutnya, citra tubuh atau gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari. Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat untuk dirinya.

Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya.

Menurut penelitian Khomsan dalam Erison (2014) menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya memiliki hubungan dengan perilaku makannya, seseorang yang memiliki ketakutan terhadap keadaan bentuk tubuh yang tidak normal kerap kali melakukan diet yang salah, seperti halnya seseorang beranggapan bahwa tidak melakukan sarapan akan membuat keadaan bentuk tubuh normal karena tidak menerima asupan makanan. Hal ini di duga karena pada saat pengambilan data seseorang tersebut sudah memiliki kebiasaan makan yang baik dan sudah memiliki body image yang positif.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswi body image positif memiliki jenis makanan yang tidak beragam (64,1%). Sedangkan siswi body image negatif memiliki jenis makanan beragam hanya 37,3%. Hal ini menunjukkan banyak siswi yang memiliki persepsi tubuh positif tetapi memupunyai kebiasaan makan dengan jenis makanan yang tidak beragam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,700, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan jenis makanan.

Menurut penelitian Anggraeni (2015) siswa dengan jenis makanan tidak baik sebanyak 59% memiliki body image negatif dan 41% body image positif. Sedangkan siswa dengan jenis makanan tidak baik sebesar 33% memiliki body

65

image positif dan 67% memiliki body image negatif. Menurutnya, jenis makan dan frekuensi makan tidak berpengaruh secara langsung dengan body image.

Berdasarkan hasil penelitian siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi energi sesuai AKG (3,9%) dan siswi dengan body image positif memiliki konsumsi energi tidak sesuai AKG (94,1%). Hal ini menunjukkan siswi yang memiliki body image positif belum tentu memiliki konsumsi energi sesuai anjuran, dan siswi yang memiliki body image negatif belum tentu memiliki konsumsi energi tidak sesuai anjuran. Hasil uji statistik juga menunjukkan nilai p=0,584, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi protein sesuai AKG (33,3%) dan tidak sedikit juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi protein tidak sesuai AKG (76,9%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,204, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi protein.

Hasil penelitian terhadap konsumsi lemak menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi lemak tidak sesuai AKG (82,4%). Ada juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi lemak sesuai AKG (5,1%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,067 artinya tidak ada hubungan bermakna antara status body image dengan konsumsi lemak. Hal ini menunjukkan body image positif belum tentu memiliki konsumsi lemak secara baik, sebaliknya body image negatif belum tentu memiliki konsumsi lemak secara kurang atau lebih.

Untuk konsumsi karbohidrat berdasarkan body image menunjukkan siswi sebagian besar siswi yang memiliki body image positif (10,3%) mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG dan yang memiliki body image negatif (92,2%) mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,484 artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi karbohidrat siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Penelitian Nurcahyani (2014) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan tingkat konsumsi yang meliputi tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat. Menurutnya body image tidak mempengaruhi tingkat konsumsi namun ada kecenderungan pengaruhnya dari pola konsumsi makanan yang dikonsumsi sehingga body image mempengaruhi status gizi.

5.3.2 Aktivitas Fisik Berdasarkan Body Image

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas ringan lebih banyak dialami oleh siswi yang body image-nya negatif (76,5%) daripada positif (30,3%). Begitu juga aktivitas sedang, lebih banyak dialami siswi yang memiliki body image negatif (19,6%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,548 artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan aktivitas fisik siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Salah satu aktivitas fisik adalah olahraga. Dengan berolahraga tidak hanya terbukti sebagai kegiatan yang dapat mempertahankan kesegaran jasmani namun terbukti dapat memperbaiki suasana hati, mengurangi ketegangan, dan memberi kesejahteraan bila dilakukan secara teratur, karena mampu mengontrol diri,

67

mengurangi kecemasan, serta memperbaiki body image yang kurang baik pada seseorang (Romansyah, 2012).

Dokumen terkait