• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik,Body Image Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smk Negeri 2 Sibolga Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik,Body Image Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smk Negeri 2 Sibolga Chapter III VI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kebiasaan makan, aktivitas fisik, body image, dan status gizi pada remaja putri di SMK Negeri 2 Sibolga. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau periode tertentu dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Sibolga pada bulan Juni 2016 sampai bulan Maret 2017. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan alasan bahwa masih banyak remaja putri yang mempunyai kebiasaan makan lebih suka mengonsumsi camilan daripada sayur dan buah-buahan, selain itu juga banyak siswi yang memiliki status gizi lebih dan memiliki persepsi tubuh negatif.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penelitian ini diambil dari sekolah SMK Negeri 2 Sibolga yaitu siswi kelas X, XI, dan XII.

3.3.1 Populasi

(2)

27

3.3.2 Sampel

Besar sampel penelitian akan dihitung dengan menggunakan rumus Slovin:

Keterangan: n = sampel N = populasi

d = nilai presisi 90% atau sig. = 1

Tabel 3.1 Jumlah siswi di SMK Negeri 2 Sibolga

Jurusan Jumlah siswi

Besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 82 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional stratified random sampling. Sampel diambil kelas X, XI, XII secara seimbang atau sebanding agar

memperoleh sampel representatif. Penarikan sampel dari masing-masing kelas dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan teknik acak

(3)

gulungan kertas. Berikut ini pengambilan sampel secara proportional sample. Tabel 3.2 Nama Kelas dan Jumlah Sampel Minimal yang Diambil

No. Kelas Populasi Siswi Perhitungan Besar Sampel Minimal

1. X 162 162/449 x 82 30

2. XI 135 135/449 x 82 25

3. XII 152 152/449 x 82 27

Total 449 82

3.4Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer penelitin ini adalah sebagai berikut.

a. Data karakteristik individu (nama, tempat dan tanggal lahir, usia) diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner.

b. Data antropometri remaja meliputi berat badan dan tinggi badan yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak yang mempunyai kapasitas 120 kg dan alat ukur tinggi badan yaitu microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan dengan indikator IMT berdasarkan Kemenkes 2010.

(4)

29

d. Data body image diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan alat bantu kuesioner melalui metode Figure Rating Scale (FRS).

e. Data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall 1x24 jam pada hari sekolah dan akan dihitung dengan rumus (total aktivitas fisik dalam jam/24 jam)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Data siswa (jumlah siswi)

2. Lokasi sekolah (lokasi dekat dengan fasilitas umum dan sekolah dilalui alat transportasi apa saja)

3. Fasilitas sekolah (bangunan dan lahan)

3.5Variabel dan Definisi Operasional

Berdasarkan variabel penelitian yaitu variabel kebiasaan makan, aktivitas fisik, body image, dan status gizi remaja putri.

1. Kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan frekuensi, jenis, makanan keseharian remaja putri yang diukur dalam bentuk kuesioner dan food recall 24 jam untuk mengukur kebutuhan gizi siswi.

2. Aktivitas fisik adalah kegiatan fisik yang dilakukan oleh remaja putri selama 24 jam yang diukur menggunakan Physical Activity Rasio (PAR).

(5)

bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya. Body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

4. Status gizi adalah keadaan gizi seorang remaja putri yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator IMT/U.

3.6 Metode Pengukuran

Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kebiasaan makan, aktivitas fisik, body image, dan status gizi remaja putri.

3.6.1 Kebiasaan Makan

Pengukuran kebiasaan makan diukur dari beberapa pertanyaan dalam kuesioner ditambah dengan jenis makanan, kecukupan gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak) dan frekuensi makan.

a. Pengukuran dengan kuesioner pertanyaan ada 6 pertanyaan. Setiap pertanyaan mempunyai 3 jawaban, dimana jawaban pertama mempunyai skor 3, jawaban kedua mempunyai skor 2, jawaban ketiga mempunyai skor 1. Skor tertinggi dari pertanyaan ini ada 18 skor sedangkan skor terendah adalah 6.

b. Frekuensi Makan

(6)

31

(1) Selalu : 1-3 kali sehari (diberi skor 3) (2) Sering : 3-5 kali seminggu (diberi skor 2) (3) Jarang : 1-2 kali sebulan (diberi skor 1) (4) Tidak pernah (diberi skor 0)

Total skor tertinggi dari frekuensi makan ada 12 skor. c. Jenis Makanan

Jenis makanan diukur dengan menggunakan food recall. Jenis makanan juga dapat dilihat dari kelengkapan jumlah makanan yang dikonsumsi, kategorinya:

(1) Beragam : Apabila dalam konsumsi makan utama terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah buahan, dan diberi skor 2.

(2)Tidak Beragam: Apabila dalam konsumsi makan utama tidak ada salah satu dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah-buahan, dan diberi skor 1.

Skor tertinggi dari jenis makanan adalah 2 skor. d. Kecukupan Gizi

(1) Kecukupan Energi

Kecukupan energi dihitung dengan menggunakan rumus: Kecukupan Energi = Konsumsi Energi x 100%

Angka Kecukupan Energi

(7)

(b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80% AKG) (diberi skor 1)

(2) Kecukupan Karbohidrat

Kecukupan karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus: Kecukupan Karbohidrat = Konsumsi Karbohidrat x 100%

Angka Kecukupan Karbohidrat

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004), sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu: (a) Sesuai AKG : Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2)

(b)Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110% AKG) dan Kurang (< 80% AKG) (diberi skor 1)

(3) Kecukupan Protein

Kecukupan protein dihitung dengan menggunakan rumus: Kecukupan Protein = Konsumsi Protein x 100%

Angka Kecukupan Protein

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004), sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu: (a) Sesuai AKG : Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2) (b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80%

AKG) (diberi skor 1) (4) Kecukupan Lemak

Kecukupan lemak dihitung dengan menggunakan rumus: Kecukupan Lemak = Konsumsi Lemak x 100%

(8)

33

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004), sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu: (a) Sesuai AKG : Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2) (b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80%

AKG) (diberi skor 1)

Total skor tertinggi dari kecukupan gizi ada 8 skor.

Skor kebiasaan makan tertinggi adalah 40. Untuk pengukuran kebiasaan makan diambil dari nilai median dan dibedakan atas dua kategori yaitu:

(a)Baik : ≥ 50% (jika responden mendapat nilai skor ≥ 20) (b) Kurang : < 50% (jika responden mendapat nilai skor < 20) 3.6.2 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran energi. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) untuk setiap kegiatan ditunjukkan dalam Tabel 3.1. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik. Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan PAR (Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas

(FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL: Physical Activity Level (PAL) = ∑ (Lama melakukan aktivitas x PAR)

(9)

Tabel 3.3 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi

Jenis Kegiatan Durasi (Jam) PAR Total (PAL) Aktivitas Ringan

(10)

35

Kategori tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan

menjadi tiga , yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.

1. Aktivitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1,40-1,69. Seseorang yang mempunyai aktivitas ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan hanya dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. 2. Aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1,70-1,99. Seseorang yang

mempunyai tingkat aktivitas sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi daripada kegiatan aktivitas ringan.

3. Aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL 2,00-2,39. Aktivitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001)

3.6.3 Body Image

(11)

Persepsi body image menggunakan kuesioner yang terdiri pertanyaan mengenai persepsi tubuh saat ini, persepsi bentuk tubuh ideal dan persepsi tubuh yang diharapkan berdasarkan persepsi mereka. Pertanyaan persepsi bentuk tubuh ideal dan persepsi tubuh yang diharapkan berdasarkan persepsi mereka di deskripsikan satu per satu sesuai dengan jawaban contoh. Body image diukur dengan membandingkan status gizi aktual terhadap bentuk tubuh aktualnya. a. Negatif, apabila bentuk tubuh aktual tidak sesuai dengan status gizi aktual

diberi kategori 1.

b. Positif, apabila bentuk tubuh aktual sesuai dengan status gizi aktual diberi kategori 2.

Hasil persepsi body image baik negatif atau positif diolah secara deskriptif.

3.6.4 Status Gizi

(12)

37

badan siswi. Kategori dan ambang batas status gizi anak sekolah berdasarkan IMT/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010):

a. Kurus : -3 SD sampai dengan < -2 SD b. Normal : -2 SD sampai dengan 1 SD c. Gemuk : >1 SD sampai dengan 2 SD d. Obesitas : >2 SD

3.7Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini meliputi editing, coding, dan entry. 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data yang sudah terkumpul akan diolah melalui langkah-langkah berikut:

a. Editing

(13)

b. Coding

Coding merupakan kegiatan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan coding. Pemberian kode dilakukan setelah semua data telah dikumpulkan.

c. Entry

Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan data ke dalam template yang telah disediakan. Agar mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

3.7.2 Analisis Data

(14)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMK Negeri 2 Sibolga terletak di jalan Jenderal Maraden Panggabean No. 18 Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Pendidik dan tenaga pendidik terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan 77 orang guru. SMK N 2 Sibolga terdiri dari 7 paket keahlian yaitu teknik konstruksi kayu, teknik fabrikasi logam, busana butik, jasa boga, teknik sepeda motor, teknik audio video, dan teknik pembuatan kain.

SMK Negeri 2 Sibolga memiliki ruang belajar 13 ruangan dengan didukung ruang belajar lainnya yang terdiri dari ruangan perpustakaan, ruangan laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, ruang praktik TKK, ruang praktik TFL, ruang praktik TSM, ruang praktik TAV, ruang praktik TPK, ruang praktik TBG, ruang praktik TBS. Ruang kantor terdiri dari ruang kepala sekolah/wakil kepala sekolah, ruang kantor guru, ruang TU. Ruang penunjang terdiri dari gudang, kamar mandi guru, kamar mandi siswa, ruang bimbingan konseling, UKS, musholla, hall/lobi, kantin, bangsal kendaraan, rumah penjaga sekolah.

(15)

basket. Lapangan olahraga yang tersedia lebih banyak digunakan siswa putra daripada siswa putri, sedangkan siswa putri lebih memilih di dalam kelas atau dikantin daripada ikut olah raga.

Proses belajar mengajar dilakukan setiap hari Senin sampai hari Sabtu mulai pukul pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 13.30 WIB. Kegiatan di sekolah juga diisi dengan ekstrakurikuler bagi pelajar dengan memilih beberapa pilihan kegiatan yang disediakan di sekolah. Aktivitas ekstrakuriler ini terdiri atas kegiatan olah raga, pramuka, UKS.

Makanan yang tersedia dikantin merupakan jenis makanan gorengan yang terdiri dari tahu goreng, bakwan, tahu isi goreng, ubi goreng, dan snack-snack ringan lainnya. Minuman yang tersedia terdiri dari minuman gelas yang mempunyai rasa dan warna beragam.

(16)

41

4.2Karakteristik Responden

Hasil penelitian diketahui bahwa kategori umur siswi terbanyak berada pada kategori umur 17-19 tahun yaitu sebanyak 50 siswi (55,6%).

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur pada siswi SMK N 2 Sibolga

No. Umur (Tahun) Jumlah Persentase

1. 14-16 40 44,4

2. 17-19 50 55,6

Total 90 100

4.3Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan siswi SMK Negeri 2 Sibolga menurut hasil penelitian pada variabel kebiasaan makan berdasarkan pertanyaan kuesioner, frekuensi makan, jenis makanan , dan kecukupan gizi. Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki kebiasaan makan tidak baik (2,2%), berdasarkan pengisian kuesioner frekuensi makanan, siswi yang memiliki kebiasaan makan tidak baik yaitu tidak pernah sama sekali melakukan sarapan pagi, frekuensi

(17)

4.3.1 Jenis Makanan

Jenis makanan dikategorikan menjadi dua yaitu beragam apabila konsusmsi makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk pauk (nabati atau hewani), sayuran, buah buahan dan tidak beragam apabila dalam konsumsi makanan pokok tidak ada salah satu dari makanan pokok, lauk pauk (nabati atau hewani), sayuran, buah buahan. Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar siswi mengkonsumsi jenis makanan yang tidak beragam yaitu sebanyak 63,3%. Hal ini dikarenakan jenis makan siswi yang tidak beragam yang menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi. Siswi lebih sering mengonsumsi makanan pokok dan lauk saja serta jarang mengonsumsi sayur dan buah dalam sehari.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Jenis Makanan Frekuensi %

Tidak Beragam 57 63,3

Beragam 33 36,7

Jumlah 90 100

4.3.2 Kecukupan Gizi

(18)

43

Tingkat kecukupan protein siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah mayoritas pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 71,1%. Sumber protein yang sering dikonsumsi siswi adalah sumber protein hewani dan juga nabati. Untuk sumber protein hewani siswi sering mengkonsumsi telur. Sumber protein nabati yang sering dikonsumsi siswi adalah tahu.

Tingkat kecukupan lemak siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah mayoritas pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 87,8%. Hal ini dikarenakan siswi sering mengkonsumsi makanan yang digoreng dan digulai yang mengandung banyak minyak dan juga lemak dari pada makanan yang direbus tanpa menggunakan minyak menyebabkan siswi kebanyakan konsumsi lemaknya lebih.

Tingkat kecukupan karbohidrat siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah mayoritas pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 91,1%. Sumber karbohidrat utama yang dikonsumsi siswi adalah nasi dimana nasi dapat menyumbangkan karbohidrat terbesar. Seluruh siswi setiap hari mengkonsumsi nasi.

(19)

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kecukupan Energi, Kecukupan Protein, Kecukupan Lemak, Dan Kecukupan Karbohidrat Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Kecukupan Gizi Frekuensi %

Energi

Aktivitas fisik dikategorikan menjadi tiga yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, aktivitas sedang. Sebagian besar siswi berada pada kategori aktivitas ringan. Hal ini dikarenakan sebagian siswi tidak pernah berolahraga. Aktivitas fisik yang banyak dilakukan siswi adalah belajar di sekolah dan menonton TV.

Sedangkan siswi yang beraktivitas berat sebanyak 5,6% melakukan kegiatan bersawah dan ada yang menimba air dalam waktu cukup lama. Ada juga siswi yang melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci dan menggosok pakaian dirumah sendiri dan dirumah orang.

(20)

45

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Aktivitas Fisik Frekuensi %

Body image diukur dengan membandingkan status gizi aktual terhadap

bentuk persepsi tubuh saat ini. Dilihat dari tabel 4.10 diketahui bahwa siswi banyak berpersepsi bentuk tubuh aktualnya seperti pada gambar 3 yaitu kategori normal.

Merujuk ke Gambar2.1 Halaman 25

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,7% orang siswi memiliki body image negatif, dan sebanyak 43,3% siswi memiliki body image positif. Banyak

siswi yang berpersepsi negatif karena banyak yang sudah memiliki status gizi normal namun merasa tubuhnya kurus, mereka berpersepsi tubuhnya seperti pada gambar 1 dan 2.

(21)

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Body Image Siswi SMK Negeri 2

Berdasarkan jawaban siswi tentang bagaimana bentuk tubuh ideal bagi remaja dan harapan tubuh yang mereka inginkan berdasarkan gambar Figure Rating Scale (FRS) dapat dilihat pada tabel 4.12 dan 4.13.

4.5.1 Tubuh Ideal

Persepsi responden terhadap bentuk tubuh ideal bagi remaja dapat dilihat pada tabel berikut. Hasil penelitian menunjukkan jawaban terbanyak ada pada gambar nomor 3 sebanyak 46,7%, siswi berpersepsi bahwa gambar nomor 3 merupakan tubuh yang ideal bagi remaja. Bentuk tubuh gambar nomor 3 menunjukkan remaja kategori status gizi normal.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tubuh Ideal Siswi SMK Negeri 2

Merujuk ke Gambar2.1 Halaman 25

4.5.2 Harapan Tubuh

(22)

47

mengharapkan bentuk tubuh mereka pada kategori status gizi kurus. Sedangkan sebanyak 45,6% siswi juga menginginkan bentuk tubuh seperti gambar nomor 3.

Persepsi responden terhadap harapan tubuh yang diinginkan siswi dapat dilihat pada tabel berikut.

Merujuk ke Gambar2.1 Halaman 25

4.6Status Gizi

Status gizi dikategorikan menjadi empat yaitu kurus ( -3SD sampai <-2 SD), normal ( -2 SD sampai 1 SD), gemuk (>1 SD sampai 2 SD), obesitas (>2 SD). Diketahui dari tabel 4.15 bahwa siswi yang berstatus gizi kurus dan obesitas mempunyai frekuensi yang sama yaitu 5,6%. Sedangkan siswi yang berstatus gizi normal sebanyak 74,4% dan berstatus gizi gemuk sebanyak 14,4%. Siswi yang berstatus gizi gemuk dan obesitas memiliki gaya hidup kurang beraktivitas fisik sedangkan siswi yang berstatus gizi kurus dikarenakan asupan gizi yang kurang.

(23)

4.7Kebiasaan Makan Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan body image positif memiliki kebiasaan makan baik sebesar 97,4% dan kurang baik sebesar 2,6%. Siswi dengan body image negatif memiliki kebiasaan makan baik sebesar 98,0% dan kurang

baik 2,0%. Hal ini menunjukkan lebih banyak siswi dengan body image negatif memiliki kebiasaan makan baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan kebiasaan makan (p=0,847).

Distribusi kebiasaan makan siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Makan dengan Body Image

Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Body Image

Kebiasaan Makan Jumlah p

Baik Kurang Baik

n % n % n %

Positif 38 97,4 1 2,6 39 100

0,847

Negatif 50 98,0 1 2,0 51 100

4.7.1 Jenis Makanan Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan banyaknya siswi yang memiliki body image negatif dengan jenis makanan yang tidak beragam sebesar 62,7%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan jenis makanan (p=0,700).

(24)

49

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Antara Jenis Makanan dengan Body Image Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

4.7.2 Konsumsi Energi Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi energi tidak sesuai AKG (96,1%) dan siswi

dengan body image positif memiliki konsumsi energi sesuai AKG (5,1%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,584).

Distribusi konsumsi energi siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Energi dengan Body Image

Siswi SMK Negeri 2 Sibolga Body

Image

Konsumsi Energi

Jumlah p

Tidak Sesuai AKG Sesuai AKG

N % n % n

Negatif 49 96,1 2 3,9 51

0,584

Positif 37 94,9 2 5,1 39

4.7.3 Konsumsi Protein Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi protein tidak sesuai AKG (66,7%) dan tidak

(25)

Distribusi konsumsi protein siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Protein dengan Body Image

Siswi SMK Negeri 2 Sibolga Body

Image

Konsumsi Protein

Jumlah p

Tidak Sesuai AKG Sesuai AKG

n % n % n

Negatif 34 66,7 17 33,3 51

0,204

Positif 30 76,9 9 23,1 39

4.7.4 Konsumsi Lemak Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi lemak tidak sesuai AKG (82,4%). Banyak juga

siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi lemak sesuai AKG (5,1%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status body image dengan konsumsi lemak (p=0,067).

Distribusi konsumsi lemak siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Lemak dengan Body Image

Siswi SMK Negeri 2 Sibolga Body

Image

Konsumsi Lemak

Jumlah p

Tidak Sesuai AKG Sesuai AKG

n % n % n

Negatif 42 82,4 9 75,6 51

0,067

Positif 37 94,9 2 5,1 39

4.7.5 Konsumsi Karbohidrat Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image positif (10,3%) mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG dan yang memiliki

(26)

51

uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi karbohidrat siswi SMK Negeri 2 Sibolga(p=0,484).

Distribusi konsumsi karbohidrat siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Karbohidrat dengan Body

Image Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Body Image

Konsumsi Karbohidrat

Jumlah p

Tidak Sesuai AKG Sesuai AKG

n % n % n

Negatif 47 92,2 4 7,8 51

0,484

Positif 35 89,7 4 10,3 39

4.8Aktivitas Fisik Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif mempunyai aktivitas fisik ringan (76,5%). Hasil uji statistik

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan aktivitas fisik siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,548).

Distribusi konsumsi karbohidrat siswi berdasarkan body image disajikan pada tabel di bawah ini.

(27)

4.9Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Makan

Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan kebiasaan makan baik banyak memiliki status gizi normal. Hal ini menunjukkan kebiasaan makan yang baik mempunyai dampak positif bagi status gizi siswi. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,049).

Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan kebiasaan makan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kebiasaan Makan Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Kebiasaan Makan

Status Gizi

Jumlah p

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

0,049 Baik 4 4,5 66 75,0 13 14,8 5 5,7 88 100

Kurang

Baik 1 50,0 1 50,0 0 0 0 0 2 100

4.9.1 Status Gizi Berdasarkan Jenis Makanan

Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan status gizi gemuk dan obesitas banyak memiliki konsumsi jenis makanan yang tidak beragam dibandingkan dengan status gizi kurus. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara jenis makanan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,458).

(28)

53

Tabel 4.19 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Jenis Makanan Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % N % n % n % n %

Beragam 1 3,1 27 84,4 3 9,4 1 3,1 32 100

0,458 Tidak

Beragam 4 6,9 40 69,0 10 17,2 4 6,9 58 100

4.9.2 Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Gizi

Hasil penelitian menunjukkan 4 orang siswi mngonsumsi energi tidak sesuai AKG memiliki status gizi kurus, dan 1 orang siswi mengonsumsi energi sesuai AKG memiliki status kurus. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi (p= 0,297)

Hasil penelitian pada konsumsi protein siswi dengan konsumsi protein tidak sesuai AKG sebanyak 9 orang dengan status gizi gemuk dan 3 orang dengan status gizi obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi (p= 0,497).

(29)

status gizi lebih maupun obesitas namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Hasil penelitian pada konsumsi karbohidrat sebanyak 6,1% siswi memiliki status gizi kurus dengan konsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG, sedangkan 25% siswi yang berstatus gizi gemuk mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG. Karbohidrat merupakan salah satu suplai energi bagi tubuh dan jika karbohidrat berlebih dapat menyebabkan obesitas, sebaliknya jika karbohidrat kurang dapat menyebabkan status gizi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan status gizi (p= 0,647).

(30)

55

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kecukupan Gizi (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat) Siswi SMK Negeri 2

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Tidak

Sesuai AKG 5 6,1 61 74,4 11 13,4 5 6,1 82 100

Sesuai AKG 0 0 6 75 2 25 0 0 8 100 0,647

4.10 Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

(31)

kalori dan lemak tubuh yang berlebih tidak keluar dari tubuh. Hal ini dikarenakan siswi jarang berolahraga baik di rumah maupun di sekolah. Sarana olahraga yang tersedia di sekolah sebagian besar digunakan oleh siswa laki-laki. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (p= 0,319).

Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan aktivitas fisik disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.21 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Aktivitas Fisik Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Ringan 4 5,7 52 74,3 10 10,1 4 5,7 70 100

0,319 Sedang 1 6,7 13 86,7 1 6,7 0 0 15 100

Berat 0 0 2 40,0 2 40,0 1 20,0 5 100

4.11 Status Gizi Berdasarkan Body Image

Hasil penelitian menunjukkan banyak siswi dengan body image negatif memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 35 orang. Hal ini menunjukkan banyak siswi merasa tubuhnya terlalu kurus padahal status gizi mereka sudah normal. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan status gizi (p= 0,124).

(32)

57

Tabel 4.22 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Body Image Siswi SMK Negeri 2 Sibolga

Body Image

Status Gizi

Jumlah

p

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n %

Positif 3 7,7 32 82,1 4 10,3 0 0 39 100

0,124 Negatif 2 3,9 35 66,8 9 17,6 5 9,8 51 100

(33)

BAB V PEMBAHASAN 5.1Kebiasaan Makan

Gambaran kebiasaan makan siswi berdasarkan hasil penelitian di SMK Negeri 2 Sibolga, dari 90 siswi hanya 2,2% yang memiliki kebiasaan makan kurang baik, selebihnya sudah memiliki kebiasaan makan yang baik. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Tanti (2013) , bahwa kebiasaan makan pada peserta didik SMK N 6 Yogyakarta, sebanyak 2,4% berada pada kategori kebiasaan makan baik, 86,9% berada pada kategori cukup baik, dan 10,7% berada pada kategori tidak baik. Hal ini menunjukkan tindakan remaja terhadap konsumsi makanan berbeda-beda. Remaja telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang disenangi. Pada masa remaja kebiasaan makan telah terbentuk. 5.1.2 Frekuensi Makan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makanan pokok yang sering dikonsumsi sebagian besar adalah nasi. Hal ini dikarenakan nasi masih menjadi makanan pokok utama di sebagian besar wilayah Indonesia dan dikonsumsi lebih dari satu kali dalam sehari.

(34)

59

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian besar remaja masih sedikit yang sarapan sebelum pergi ke sekolah, ada yang sarapan dirumah, ada yang sarapan di sekolah, bahkan ada yang tidak pernah sarapan sama sekali saat ingin berangkat sekolah. Alasan mereka buru-buru pergi ke sekolah, malas, dan memang tidak suka sarapan. Sebagian besar makanan yang biasa dimakan oleh remaja putri pada saat sarapan di rumah yaitu nasi dengan telur yang digoreng dan beberapa menambahkan sayur pada menu mereka. Sedangkan makanan yang biasa dimakan ketika sarapan di sekolah yaitu biskuit, gorengan, mie.

5.1.3 Jenis Makanan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jenis makanan yang dikonsumsi siswi sebagian besar adalah tidak beragam sebanyak 63,3%, sedangkan konsumsi makan beragam hanya 36,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar makanan yang dikonsumsi siswi belum beragam karena tidak mengonsumsi sayur ataupun buah setiap harinya. Hal ini dikarenakan, sebagian siswi menganggap sayuran dan buah bukan kebutuhan makanan yang wajib dipenuhi, selain itu sebagian siswi lain mengonsumsi sayur dan buah, jika hanya tersedia saja. Padahal seharusnya, mengonsumsi sayur dan buah sangat dianjurkan dalam setiap kali makan. Ini dikarenakan sayur dan buah mengandung serat yang tinggi, sehingga sangat baik untuk orang yang mengalami berat badan lebih.

(35)

susunan makanan mengandung gizi yang lengkap. Jika makanan yang dikonsumsi semakin beragam maka komposisi zat gizi semakin lengkap. Asupan gizi yang diperoleh dan mengonsumsi berbagai makanan mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral (Arisman, 2010).

5.1.4 Jumlah Makanan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kecukupan energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga sebagian besar tidak sesuai AKG sebanyak 95,6%. Menurut Arisman (2010) energi merupakan kebutuhan gizi utama manusia, karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai dengan dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein dan mineral.

Belum tercukupinya asupan energi pada remaja putri dikarenakan sebagian kecil remaja putri mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara dengan siswi yang menunjukkan bahwa pada umumnya siswi sering mengonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja rata-rata tidak lebih dari 3 kali sehari, bahkan ada yang makan hanya 2 kali sehari.

(36)

61

Asupan karbohidrat siswi berdasarkan hasil penelitian yang paling banyak adalah tidak sesuai AKG sebanyak 91,1%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam, diketahui bahwa asupan karbohidrat responden sebagian besar berasal dari konsumsi nasi. Selain itu asupan karbohidrat responden juga diperoleh dari konsumsi makanan olahan lainnya seperti mie, roti, dan sebagainya. Salah satu fungsi karbohidrat adalah sebagai penghemat protein, yaitu bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhn energi tubuh dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai pembangun (Almatsier, 2010).

Asupan lemak siswi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan separuh dari siswi memiliki asupan lemak tidak sesuai AKG sebanyak 87,8%. Berdasarkan hasil penelitian dari lembar food recall, diketahui bahwa asupan lemak responden sebagian besar berasal dari makanan yang digoreng dengan lemak atau minyak, yaitu goreng-gorengan. Selain itu asupan lemak responden juga berasal dari konsumsi daging, telur, susu, dan kacang-kacangan. Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown dalam Savitri,2015).

5.2 Aktivitas Fisik

(37)

kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam keseharian siswi kurang lebih menghabiskan waktu 8 jam di sekolah. Hal ini sejalan dengan menurut WHO (2013) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar.

5.3 Body Image

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak siswi yang memiliki body image negatif, yaitu sebesar 56,7%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 52,9% mengalami distorsi body image (Savitri, 2015). Hal ini menunjukkan masih banyak siswi yang memiliki body image negatif.

Remaja putri memilih bentuk tubuh ideal remaja putri pada gambar 1,2,3,4 dan 5. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuh ideal adalah gambar nomor 3 dan nomor 2. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Lingga (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memilih gambar nomor 3 sebagai gambar bentuk tubuh ideal. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi tubuh ideal bagi remaja putri adalah persepsi tubuh yang cenderung kearah kurus. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikkan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan ketidakluwesan dalam beraktivitas.

(38)

63

remaja putri adalah gambar nomor 2 dan 3. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Isnani (2014) bahwa gambar yang paling bahwa gambar yang paling banyak dipilih siswi sebagai tubuh yang diharapkan mereka adalah gambar nomor 3. Hal ini berarti bahwa sebagian besar remaja putri mengharapkan bentuk tubuh yang cenderung kearah kurus.

5.3.1 Kebiasaan Makan Berdasarkan Body Image

Berdasarkan hasil penelitian siswi SMK Negeri 2 Sibolga, siswi dengan body image positif dan body image negatif masing-masing sebagian besar

memiliki kebiasaan makan baik dan siswi dengan kebiasaan makan kurang baik pun masing-masing dengan jumlah yang sama memiliki persepsi body image positif maupun negatif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,847, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan kebiasaan makan. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2014) tidak terdapat hubungan signifikan antara persepsi body image dan kebiasaan makan. Hal ini menunjukkan semakin baik kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai persepsi body image positif. Sebaliknya semakin buruk kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai persepsi body image negatif.

(39)

Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya.

Menurut penelitian Khomsan dalam Erison (2014) menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya memiliki hubungan dengan perilaku makannya, seseorang yang memiliki ketakutan terhadap keadaan bentuk tubuh yang tidak normal kerap kali melakukan diet yang salah, seperti halnya seseorang beranggapan bahwa tidak melakukan sarapan akan membuat keadaan bentuk tubuh normal karena tidak menerima asupan makanan. Hal ini di duga karena pada saat pengambilan data seseorang tersebut sudah memiliki kebiasaan makan yang baik dan sudah memiliki body image yang positif.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswi body image positif memiliki jenis makanan yang tidak beragam (64,1%). Sedangkan siswi body image negatif memiliki jenis makanan beragam hanya 37,3%. Hal ini

menunjukkan banyak siswi yang memiliki persepsi tubuh positif tetapi memupunyai kebiasaan makan dengan jenis makanan yang tidak beragam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,700, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan jenis makanan.

(40)

65

image positif dan 67% memiliki body image negatif. Menurutnya, jenis makan

dan frekuensi makan tidak berpengaruh secara langsung dengan body image. Berdasarkan hasil penelitian siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi energi sesuai AKG (3,9%) dan siswi dengan body image positif memiliki konsumsi energi tidak sesuai AKG (94,1%). Hal ini menunjukkan siswi yang memiliki body image positif belum tentu memiliki konsumsi energi sesuai anjuran, dan siswi yang memiliki body image negatif belum tentu memiliki konsumsi energi tidak sesuai anjuran. Hasil uji statistik juga menunjukkan nilai p=0,584, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi protein sesuai AKG (33,3%) dan tidak sedikit

juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi protein tidak sesuai AKG (76,9%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,204, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi protein.

(41)

Untuk konsumsi karbohidrat berdasarkan body image menunjukkan siswi sebagian besar siswi yang memiliki body image positif (10,3%) mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG dan yang memiliki body image negatif (92,2%) mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,484 artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan

konsumsi karbohidrat siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Penelitian Nurcahyani (2014) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan tingkat konsumsi yang meliputi tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat. Menurutnya body image tidak mempengaruhi tingkat konsumsi namun ada kecenderungan pengaruhnya dari pola konsumsi makanan yang dikonsumsi sehingga body image mempengaruhi status gizi.

5.3.2 Aktivitas Fisik Berdasarkan Body Image

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas ringan lebih banyak dialami oleh siswi yang body image-nya negatif (76,5%) daripada positif (30,3%). Begitu juga aktivitas sedang, lebih banyak dialami siswi yang memiliki body image negatif (19,6%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,548 artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan aktivitas fisik siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

(42)

67

mengurangi kecemasan, serta memperbaiki body image yang kurang baik pada seseorang (Romansyah, 2012).

5.4 Status Gizi

Hasil pengukuran status gizi remaja putri menurut indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), siswi dengan kategori status gizi kurus sebesar 5,6%, gemuk 14,4%, dan obesitas 5,6%. Persentase status gizi gemuk dan obesitas siswi SMK Negeri 2 Sibolga lebih tinggi dibandingkan persentase status gizi gemuk dan obesitas di wilayah Sumatera Utara dan secara nasional juga.

Status gizi berdasarkan IMT/U merupakan gambaran keadaan gizi masa sekarang. Status gizi kurang dan lebih masih menjadi masalah gizi kesehatan masyarakat. Status gizi yang baik akan menunjang setiap aktivitas dan menjadi salah satu gambaran kesehatan bagi setiap orang terutama bagi remaja.

5.4.1 Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan makan kurang baik terjadi pada siswi yang berstatus gizi kurus dan normal masing-masing 50%. Sementara tidak ada siswi dengan kebiasaan makan kurang baik terjadi pada siswi yang memiliki status gizi gemuk dan obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,049, artinya ada hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

(43)

kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan berat badan terganggu, bahkan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang kecil. Kekurangan gizi berakibat pada menurunnya kecerdasan remaja yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa (Cakrawati, 2012).

Berdasarkan penelitian siswi dengan jenis makanan, sebagian besar menunjukkan siswi yang memiliki jenis makan tidak beragam berada pada status gizi normal (69,0%). Hal ini menunjukkan siswi dengan makanan yang tidak beragam belum tentu memiliki status gizi yang buruk, namun pada kenyataannya banyak juga siswi yang memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,458, artinya tidak ada hubungan bermakna antara jenis makanan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga. Tidak ada satu jenis makanan yang lengkap mengandung seluruh jenis zat gizi yang diperlukan tubuh. Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif.

(44)

69

kebutuhan gizi siswi, yang pada akhirnya mengakibatkan status gizi kurang. Hasil uji statistik chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi (p= 0,297). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Savitri (2015) yaitu ada hubungan bermakna antara konsumsi energi dengan status gizi. Hal ini menunjukkan jika asupan energi seseorang rendah memiliki peluang lebih besar untuk berada pada kategori status kurang. Asupan energi dapat mempengaruhi status gizi seseorang.

Pada hasil penelitian juga menujukkan bahwa siswi dengan konsumsi energi sesuai anjuran pada status kurus sebanyak 25%.. Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan seseorang menjadi status gizi kurang, hal ini dikarenakan asupan gizi yang kurang menyebabkan kebutuhan tubuh akan nutrisi tidak terpenuhi. Sedangkan asupan energi yang berlebih dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi gizi lebih (Serly, 2015).

(45)

ini menunjukkan konsumsi protein yang memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan akan menghasilkan status gizi yang baik.

Protein tidak berhubungan dengan obesitas, hal ini kemungkinan disebabkan karena konsumsi energi siswi yang tinggi sehingga fungsi protein sebagai sumber energi kurang berperan dalam meningkatkan berat badan yang dapat mengakibatkan obesitas. Dalam hal ini protein dalam tubuh lebih berperan ke fungsinya sebagai zat pembangun bagi pemeliharaan jaringan tubuh. Dalam hal ini protein menjalankan fungsi utamanya yaitu sebagai pemeliharaan dan membangun sel-sel serta jaringan tubuh sehingga protein tidak berbungsi sebagai penghasil energi di dalam tubuh karena dalam keadaan yang berlebih protein dapat diubah menjadi energi dan lemak yang disimpan dalam tubuh (Almatsier, 2010).

(46)

71

antara asupan lemak dengan status gizi, dimana seorang remaja yang asupan lemaknya berlebih akan beresiko mengalami gizi lebih dibanding dengan remaja yang asupannya tidak lebih.

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa tidak ada siswi kurus dan obesitas mengalami konsumsi karbohidrat sesuai anjuran, namun sebanyak 6,1% siswi kurus dan 13,4 siswi gemuk mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai anjuran.. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi (p=0,647). Hal ini sejalan dengan penelitian Savitri (2015) ada hubungan bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan status gizi.

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh yang diperlukan untuk melakukan aktivitas. Sebagain karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2010).

5.4.2 Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

(47)

aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,319). Pada penelitian ini ada beberapa responden yang memiliki aktivitas fisik berat tetapi status gizinya lebih, Hal ini dapat diasumsikan pola konsumsinya yang tidak baik, sehingga walalupun aktivitas fisiknya berat tetapi status gizinya tergolong lebih.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Lingga (2014) terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan aktivitas fisik. Walaupun status gizi remaja putri baik tetapi remaja tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Hal ini dikarenakan aktivitas remaja putri merupakan rutinitas dan sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata pelajaran olahraga.

Aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi dengan keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, dan overweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya energi yang tertumpuk di dalam tubuh dikarenakan tidak adanya pembakaran kalori ditubuh karena aktivitasnya tidak cukup (Serly, 2015).

5.4.3 Status Gizi Berdasarkan Body Image

(48)

73

body image negatif. Hal ini menunjukkan walaupun sudah memiliki staus gizi

normal tetapi siswi kebanyakan merasa dirinya masih kurus. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan status

gizi.

(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan

1. Kebiasaan makan remaja putri SMK Negeri 2 Sibolga pada umumnya sudah baik.

2. Aktivitas fisik remaja putri SMK Negeri 2 Sibolga sebagian besar tergolong aktivitas ringan.

3. Body image remaja putri SMK Negeri 2 Sibolga sebagian besar memiliki body image negatif.

4. Status gizi remaja putri SMK Negeri 2 Sibolga sebagian besar tergolong memiliki status gizi normal.

6.2Saran

(50)

75

Gambar

Tabel 3.2 Nama Kelas dan Jumlah Sampel Minimal yang Diambil
Tabel 3.3 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi
Gambar 2.3 Kantin Tata Boga SMK Negeri 2 Sibolga
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur pada siswi SMK N 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

data lisan dan tulisan. Pengumpulan data lisan dilakukan dengan metode cakap yaitu percakapan peneliti dengan narasumber. Selanjutnya pengumpulan data tulisan dilakukan dengan

LUKISAN MERUPAKAN SUATU KARYA SENI / YANG MENJADI MEDIA CURAHAN PERASAAN DARI SANG PELUKIS // LAIN LAGI YANG. DIALAMI OLEH JAYA

Pada sistem penyortiran ini, program dibuat agar dapat menerima input dari NRF24L01 yang dikirimkan dari modul server dan memberikan output lagi ke NRF24L01 mengirim

2013.Perancangan Prototipe Smart Building Berbasis

In pursuant of these numerous benefits of outdoor and green use, the present study seeks to examine the use and quality of the departmental/faculty parks on LAUTECH campus which is

Kebutuhan mendasar pemerintah daerah Kabupaten Konawe Utara dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah adalah (1) penambahan jumlah guru di Kabupaten Konawe

Hal yang layak diperhatikan adalah realitas mengenai tidak dijumpainya seorang pun di antara para pengikut Khawa &gt; rij yang berasal dari keturunan suku Quraisy sehingga

Peserta Bimtek mampu mengidentifikasi komponen dalam RPP tematik. sesuai dengan