• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengukuran status gizi remaja putri menurut indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), siswi dengan kategori status gizi kurus sebesar 5,6%, gemuk 14,4%, dan obesitas 5,6%. Persentase status gizi gemuk dan obesitas siswi SMK Negeri 2 Sibolga lebih tinggi dibandingkan persentase status gizi gemuk dan obesitas di wilayah Sumatera Utara dan secara nasional juga.

Status gizi berdasarkan IMT/U merupakan gambaran keadaan gizi masa sekarang. Status gizi kurang dan lebih masih menjadi masalah gizi kesehatan masyarakat. Status gizi yang baik akan menunjang setiap aktivitas dan menjadi salah satu gambaran kesehatan bagi setiap orang terutama bagi remaja.

5.4.1 Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan makan kurang baik terjadi pada siswi yang berstatus gizi kurus dan normal masing-masing 50%. Sementara tidak ada siswi dengan kebiasaan makan kurang baik terjadi pada siswi yang memiliki status gizi gemuk dan obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,049, artinya ada hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.

Salah satu penyebab kurang gizi yang berkaitan dengan kebiasaan makan adalah karena makanan yang tidak cukup jumlahnya serta terlalu rendah mutu gizinya, dan jika berlangsung lama menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, sehingga otak tidak berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan

kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan berat badan terganggu, bahkan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang kecil. Kekurangan gizi berakibat pada menurunnya kecerdasan remaja yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa (Cakrawati, 2012).

Berdasarkan penelitian siswi dengan jenis makanan, sebagian besar menunjukkan siswi yang memiliki jenis makan tidak beragam berada pada status gizi normal (69,0%). Hal ini menunjukkan siswi dengan makanan yang tidak beragam belum tentu memiliki status gizi yang buruk, namun pada kenyataannya banyak juga siswi yang memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,458, artinya tidak ada hubungan bermakna antara jenis makanan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga. Tidak ada satu jenis makanan yang lengkap mengandung seluruh jenis zat gizi yang diperlukan tubuh. Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gemuk lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan energi tidak sesuai anjuran 15,1% dari pada siswi yang berstatus gizi kurus (4,7%). Tidak ada siswi yang memiliki konsumsi energi sesuai anjuran memiliki status gemuk dan obesitas. Namun, sebagian besar siswi mengonsumsi eergi tidak sesuai anjuran tetapi memiliki status gizi normal. Berdasarkan hasil recall, siswi yang mengalami status gizi kurang tidak membiasakan pola konsumsi yang beranekaragam dan tidak membiasakan sarapan, sehingga nutrisi tidak dalam kesehariannya belum sesuai dengan

69

kebutuhan gizi siswi, yang pada akhirnya mengakibatkan status gizi kurang. Hasil uji statistik chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi (p= 0,297). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Savitri (2015) yaitu ada hubungan bermakna antara konsumsi energi dengan status gizi. Hal ini menunjukkan jika asupan energi seseorang rendah memiliki peluang lebih besar untuk berada pada kategori status kurang. Asupan energi dapat mempengaruhi status gizi seseorang.

Pada hasil penelitian juga menujukkan bahwa siswi dengan konsumsi energi sesuai anjuran pada status kurus sebanyak 25%.. Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan seseorang menjadi status gizi kurang, hal ini dikarenakan asupan gizi yang kurang menyebabkan kebutuhan tubuh akan nutrisi tidak terpenuhi. Sedangkan asupan energi yang berlebih dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi gizi lebih (Serly, 2015).

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa siswi dengan jumlah kecukupan protein tidak sesuai anjuran dialami oleh siswi yang memiliki status gizi normal (73,4%), dan tidak ada siswi berstatus gizi kurus mengalami kecukupan protein sesuai anjuran. Namun sebaliknya sebanyak 7,8% konsumsi protein tidak sesuai anjuran dialami oleh siswi yang berstatus gizi kurus. Sumber protein yang sering dikonsumsi oleh siswi pada penelitian ini adalah telur, tahu, tempe, ikan teri, ikan asin, dan ikan tongkol. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi (p=0,497). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Savitri (2015) ada hubungan bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta. Hal

ini menunjukkan konsumsi protein yang memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan akan menghasilkan status gizi yang baik.

Protein tidak berhubungan dengan obesitas, hal ini kemungkinan disebabkan karena konsumsi energi siswi yang tinggi sehingga fungsi protein sebagai sumber energi kurang berperan dalam meningkatkan berat badan yang dapat mengakibatkan obesitas. Dalam hal ini protein dalam tubuh lebih berperan ke fungsinya sebagai zat pembangun bagi pemeliharaan jaringan tubuh. Dalam hal ini protein menjalankan fungsi utamanya yaitu sebagai pemeliharaan dan membangun sel-sel serta jaringan tubuh sehingga protein tidak berbungsi sebagai penghasil energi di dalam tubuh karena dalam keadaan yang berlebih protein dapat diubah menjadi energi dan lemak yang disimpan dalam tubuh (Almatsier, 2010).

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa siswi dengan jumlah kecukupan lemak pada kategori tidak sesuai anjuran memiliki status gizi gemuk sebanyak 13,9%. Namun sebanyak 77,2% konsumsi lemak tidak sesuai anjuran dialami oleh siswi yang berstatus gizi normal. Penelitian ini juga menunjukkan walaupun konsumsi lemak sudah baik (sesuai anjuran) tetapi masih banyak siswi yang status gizi kurus maupun gemuk. Sebaliknya, ada siswi yang memiliki asupan lemak lebih tetapi memiliki status gizi kurus. Walaupun mereka telah memiliki asupan lemak yang sesuai anjuran, namun kurangnya aktivitas fisik responden menyebabkan kegemukan atau obesitas. Namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi (p= 0,198). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Savitri (2015) menunjukkan ada hubungan

71

antara asupan lemak dengan status gizi, dimana seorang remaja yang asupan lemaknya berlebih akan beresiko mengalami gizi lebih dibanding dengan remaja yang asupannya tidak lebih.

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa tidak ada siswi kurus dan obesitas mengalami konsumsi karbohidrat sesuai anjuran, namun sebanyak 6,1% siswi kurus dan 13,4 siswi gemuk mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai anjuran.. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi (p=0,647). Hal ini sejalan dengan penelitian Savitri (2015) ada hubungan bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan status gizi.

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh yang diperlukan untuk melakukan aktivitas. Sebagain karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2010).

5.4.2 Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian diketahui siswi dengan aktivitas fisik ringan lebih banyak dialami oleh siswi yang berstatus gizi normal. Tidak ada siswi dengan aktivitas berat yang mengalami status gizi kurang, bahkan sebanyak 40% dialami oleh siswi yang berstatus gizi gemuk dan 20% berstatus gizi obesitas. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara

aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,319). Pada penelitian ini ada beberapa responden yang memiliki aktivitas fisik berat tetapi status gizinya lebih, Hal ini dapat diasumsikan pola konsumsinya yang tidak baik, sehingga walalupun aktivitas fisiknya berat tetapi status gizinya tergolong lebih.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Lingga (2014) terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan aktivitas fisik. Walaupun status gizi remaja putri baik tetapi remaja tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Hal ini dikarenakan aktivitas remaja putri merupakan rutinitas dan sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata pelajaran olahraga.

Aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi dengan keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, dan overweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya energi yang tertumpuk di dalam tubuh dikarenakan tidak adanya pembakaran kalori ditubuh karena aktivitasnya tidak cukup (Serly, 2015).

5.4.3 Status Gizi Berdasarkan Body Image

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa status gizi gemuk lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki body image negatif 17,6%. Body image negatif juga banyak dialami siswi yang memiliki status gizi obesitas yaitu 9,8% daripada siswi yang memiliki body image positif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswi dengan status gizi normal sebagian besar memiliki

73

body image negatif. Hal ini menunjukkan walaupun sudah memiliki staus gizi normal tetapi siswi kebanyakan merasa dirinya masih kurus. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan status gizi.

Sejalan dengan penelitian Erison (2014) tidak terdapat hubungan antara body image dengan status gizi, namun demikian body image yang positif kebanyakan terdapat pada siswi yang berstatus gizi normal bila dibandingkan dengan siswi yang berstatus gizi kurus atau lebih. Hasil penelitian Savitri (2015) menyatakan bahwa ada siswi yang memiliki status gizi normal namun tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Ketidakpuasan ini dikarenakan merasa tubuhnya terlalu gemuk dan terdapat beberapa bagian tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, sehingga terlihat tidak proporsional.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait