• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.3 Beluntas ( Pluchea Indica L Less.)

2.3.3 Aktivitas Komponen Bioaktif Daun Beluntas

Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir. Daun tersebut, pada manusia, berkhasiat menghilangkan bau badan dan penyegar (Dalimartha 1999). Flavonoid mempunyai banyak efek biokimia dan farmakologi termasuk antibakteri, antioksidan, juga dilaporkan mempunyai kemampuan sebagai antikanker (Schewe dan Sies 2003).

Penelitian Ardiansyah (2005) menunjukkan bahwa ekstrak polar daun beluntas dapat menghambat bakteri patogen penyebab keracunan makanan (seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Baccilus cereus), bakteri penyebab kebusukan makanan (Pseudomonas fluorescens) dan bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan (Escherichia coli) sehingga diakui daun beluntas bermanfaat menyembuhkan berbagai penyakit yang diakibatkan infeksi bakteri.

Adanya penghambatan bakteri diduga karena daun beluntas mengandung komponen aktif pluchine, asam kafeoilkunat, saponin, flavonoid (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991), fenol hidrokuinon (Ardiansyah 2002).

Beluntas (Pluchea indica L. Less) merupakan salah satu tanaman herba, mengandung fenol (Andarwulan et al. 2008), flavonoid (Van Valkenburg dan Bunyapraphatsara 2001; Widyawati 2004) dan vitamin C (Traithip 2005). Kandungan total fenol dan total flavonoid daun beluntas

masing-masing sebesar 1 030,03 mg/100 g b.k dan 79,19 mg/100 g b.k. Kandungan fenol dan flavonoid beluntas lebih rendah dari sayuran indigenous lain, yaitu kenikir dan lebih tinggi dari kemangi. Total fenol dan flavonoid kenikir berturut-turut sebesar 1 225,88 mg/100 g b.k dan 420,85 mg/100 g b.k., sedangkan total fenol dan flavonoid kemangi masing-masing sebesar 784,32 mg/100 g b.k dan 69,78 mg/100 g b.k. Ketiga jenis sayuran indigenous tersebut mempunyai kapasitas antioksidan yang diukur dengan metode TBA (penghambatan pembentukan MDA) masing-masing sebesar 95,15%, 98,55% dan 97,04% (Andarwulan et al. 2008). Senyawa fenol asal tanaman mempunyai kemampuan sebagai antioksidan (Kruawan & Kangsadalampai 2006; Apak et al. 2007; Huda-Faujan et al. 2007; Ribeiro et al. 2007; Huda-Faujan et al. 2009; Ahmed dan Beigh 2009), melindungi sel dari kerusakan oksidatif (Moskaug et al. 2005) atau menetralkan oksidan reaktif dengan cara mendonorkan hidrogen, menghelat logam, interaksi dengan protein, menghambat kerja beberapa enzim (lipoksigenase, siklooksigenase, xantin oksidase). Hidrogen akan bereaksi dengan reaktif oksigen spesies (ROS) atau reaktif nitrogen spesies (RNS) pada tahap reaksi terminasi yang akan memutus siklus generasi radikal baru (Pereira et al. 2009).

Flavonoid menunjukkan kemampuannya sebagai antioksidan (Beecher 2003; Apak et al. 2007) dengan cara : (1) menangkap radikal bebas: ROS (.OH, O2-, 1O)2, dan RNS (RO., ROO.; (2) menghelat ion logam, jadi

menutupi aksi prooksidan; (3) menghambat kerja enzim prooksidan (lipoxygenase). Lipoksigenase sebagai katalis enzim lipid peroksidasi yang mempunyai kemampuan mendioksigenasi tidak hanya asam arachidonat dan linoleat, tetapi juga fosfolipid, ester kolesterol dan bahkan struktur biologis kompleks seperti biomembran dan plasma lipoprotein.

Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan dengan cara menghelat logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas (scavenger) seperti pada Gambar 5 (Cadenas 2004).

Beluntas mengandung flavonoid jenis flavonol: kuersetin, mirisetin dan kaemperol (Andarwulan et al. 2008). Kuersetin mempunyai aktivitas

antioksidan yang tinggi (Kahkonen dan Heinonen 2003; Prior 2003; Cadenas 2004; Simić et al. 2007). Kuersetin dapat menurunkan kolesterol, sehingga flavonoid ini sangat menguntungkan dalam penanggulangan penyakit jantung koroner/atherosclerosis (Ricardo et al. 2001). Flavonoid (kuersetin dan isorhamnetin 3-O-asilglukosida) menekan ledakan oksidatif dan melindungi membran terhadap peroksidasi lipid (Zieliñska et al. 2001).

Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan (Panovskai et al. 2005) atau antiradikal karena adanya orto hidroksilasi pada cincin B dari molekul flavonoid, sejumlah gugus hidroksil bebas, ikatan rangkap C-C pada cincin C, atau adanya kelompok 3-hidroksil (Burda dan Oleszek β001; Zieli ska et al. 2001), susunan katekol pada cincin B atau A, grup karbonil dengan ikatan rangkap 2,3 pada cincin C (Schewe dan Sies 2003).

Gambar 5 Penghambatan peroksidasi lemak oleh flavonoid (Cadenas 2004)

Vitamin C disebut sebagai antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya vitamin C dapat mencegah senyawa lain teroksidasi (Padayatty et al. 2003). Vitamin C tidak hanya dapat menetralkan radikal hidroksil (.OH), alkoksil (.OL) dan peroksil (LOO.) dengan mendonorkan hidrogen, vitamin C juga bisa menetralisir bentuk radikal antioksidan lain, seperti glutation (.GS) dan vitamin E/tokoferol (.Toc) (Best 2010).

Vitamin C berfungsi sebagai scavenger, merusak singlet oksigen, aktif pada kondisi oksigen tinggi dan sebagai regenerator vitamin E (Cadi Group

Mengkelat logam Antioksidan pemutus rantai Menangkap radikal bebas Inisiasi Propagasi Alkil radikal Peroksil radikal Lipid peroksida Alkoksil radikal Alkohol

1997). Vitamin C berperan sebagai antioksidan hidrofilik, sedangkan vitamin E berperan sebagai antioksidan lifofilik (Niki et al. 1995). Vitamin C melindungi membran terhadap peroksidasi melalui peningkatan aktivitas vitamin E. Vitamin C menurunkan pembentukan radikal tokoperoksil (mempertahankan aktivitas penangkapan radikal oleh vitamin E).

Beta-karoten berfungsi sebagai pemutus reaksi berantai, menangkap radikal bebas, menetralisir singlet oksigen dan aktif pada kondisi oksigen rendah. Beta-karoten adalah molekul yang panjang saling berikatan dengan 11 ikatan rangkap konjugasi. Satu molekul beta-karoten dapat menangkap lebih dari 1000 molekul singlet oksigen (Gambar 6). Sifat ini membuat beta- karoten sebagai penangkap singlet oksigen yang sangat potensial (Cadi Group 1997).

Gambar 6 Aktivitas beta-karoten sebagai antioksidan

Niki et al. (1995) mengemukakan bahwa beta-karoten mempunyai sifat sinergistik dengan vitamin E pada membran sel dan LDL. Vitamin E bekerja pada permukaan sel, sedang beta-karoten bekerja di bagian dalam sel. Mekanisme penghambatan oksidasi oleh vitamin C, beta-karoten, dan vitamin E disajikan pada Gambar 7.

Polifenol merupakan antioksidan yang bersama-sama dengan antioksidan lainnya seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid melindungi jaringan tubuh dari kerusakan akibat stress oksidatif (Scalbert & Williamson 2000). Polifenol merupakan antioksidan yang paling banyak dalam makanan, dan asupannya dapat mencapai 1 g/hari atau 10 kali lebih tinggi dari asupan vitamin C, 100 kali lebih tinggi dari vitamin E dan

Beta Karoten

Radikal Beta Karoten Radikal

karotenoid (Scalbert et al. 2005). Fenolik dan kombinasi vitamin C dengan agen penghelat memberikan proteksi terhadap oksidasi lipid yang terbaik (Caldironi dan Bazan 1982). Lutein (kelompok carotenoid) asal kaliandra mampu bertindak sebagai antioksidan dan mengurangi jumlah vakuola lemak hati. Lutein mampu berikatan dengan lemak sehingga tidak berdiri sendiri sebagai radikal bebas, karotenoid mempunyai sifat antioksidan yang sangat baik, dan perubahan pengaruh pakan baru terlihat paling sedikit setelah dua minggu pemberian (Sinaga 2006).

Gambar 7 Skema penghambatan oksidasi pada membran dan LDL oleh kombinasi - karoten (B), vitamin C (C), dan vitamin E (E) LH = Lipida; L = radikal lipida; LO2= radikal lipida peroksil; LOOH =

lipida hidroperoksida; B = radikal derivasi - karoten; BO2 = radikal -

karoten ; BOOH = -karoten hidroperoksida’E= radikal vitamin E; C= radikal vitamin C (Niki et al. 1995)

Selain itu, flavonoid juga mempunyai kemampuan menonaktifkan enzim 5-lipoksigenase yang berperan menstimulir pembengkakan sel (Schewe dan Sies 2003). Menurut Li dan Tian (2004) dari 15 flavonoid ada 9 yang mempunyai 2 gugus hidroksil pada cincin B dan 5,7 gugus hidroksil pada cincin A kombinasi dengan ikatan rangkap C-2,3 dapat menghambat aktivitas enzim FAS (Fatty Acid Synthase). Fatty Acid Synthase mensintesis asam lemak terutama palmitat dari substrat asetil CoA (Ac- CoA), malonil CoA (Mal-CoA), dan NADPH melalui keenam sisi aktif enzim tersebut

(acetyl/malonyl transferase; -ketoacyl synthase; -ketoacyl reductase; - hydroxyacyl dehydratase; enoyl reductase; dan thioesterase). Fatty Acid

Synthase merupakan enzim penting yang berperan dalam metabolisme energi di dalam tubuh dan berhubungan dengan berbagai penyakit pada manusia. Hasil penelitian Dragland et al. (2003) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan salah satu tanaman herba Jepang (Sho-Danau Sai) yang biasa digunakan untuk mengobati hepatitis kronis, juga dapat menghambat perkembangan karsinoma hepatoseluler, dan mengurangi peroksidasi lipid dan fibrosis hati pada hewan percobaan. Asupan flavonoid dilaporkan dapat mengurangi risiko kanker, dengan cara menghambat kerja enzim prostaglandin sintase, lipoksigenase, dan siklooksigenase yang terkait dengan pembentukan tumor (Zang dan Hamauzu 2003).

Dokumen terkait