• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.3 Beluntas ( Pluchea Indica L Less.)

2.3.5 Metabolisme Antioksidan

Oksidasi adalah transfer elektron dari satu atom ke atom lain dan menggambarkan bagian yang esensial dalam makhluk hidup yang menggunakan oksigen dalam metabolisme, karena oksigen adalah akseptor elektron terakhir dalam sistem aliran elektron yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Akan tetapi, apabila dalam sistem aliran elektron ada yang tidak dilepaskan (menstransfer satu elektron tidak berpasangan), maka akan terbentuk senyawa-senyawa yang dikenal sebagai ROS (Reactive Oxigen Species) (Pietta 2000) dan RNS (Reactive Nitrogen Species) (Surai 2003). Asal metabolik Diet Diet Acetyl-KoA C 3,6,9 3 : 18 Linolenat C16:0 Palmitat C18:0 Stearat C20:0 Arakidat C22:0 Behenat C24:0 Lignoserat C167:1 Palmitoleat C187:1 Vassenat C189:1 Oleat C209:1 C229:1 Erusat C249:1 Nervonat C 6,9 2 : 18 Linoleat C 9,12 2 : 18 C 9,12 2 : 20 C 6,9,12 3 : 18 C 9,12,15 3 : 20 C 6,9,12 3 : 20 Homo--linolenat Prosta-glandin PGE1 Prosta-glandin PGE2 C206:4,9,12,15 Arakidonat 2C 2C 2C 2C 2C 2C 2C -2H -2H -2H

Reactive Oxygen Species dan RNS terbentuk secara reguler sebagai hasil fungsi normal tubuh atau sebagai hasil kelebihan stres oksidatif (Surai 2003). Menurut Halliwell dan Gatteridge (1999), diacu dalam Surai (2003) yang termasuk dalam ROS dan RNS ádalah senyawa radikal seperti alkoksil (RO*), hidroperoksil (HOO*), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*), superoksid (O2*), nitrik oksid (NO*) dan nitrogen dioksid (NO2*), dan

senyawa non-radikal yang reaktif seperti hidrogen peroksid (H2O2), asam

hipoklorus (HOCl), ozon (O3), singlet oksigen (1O2), peroksinitrit (ONOO-),

nitroksil anion (NO-) dan asam nitrus (HNO2). Spesies reaktif superoksid

(O2-), hidrogen peroksid (H2O2), hidroksil radikal (HO*), nitrogen oksid

(NO*), peroksinitrit (ONOO-), dan asam hipoklorus (HOCl) merupakan produk normal dalam jalur (pathways) metabolik organ manusia. Superoksid, sumber paling penting dalam inisiasi radikal in vivo, yang diproduksi di mitokondria selama rantai transfer elektron dan secara reguler bocor keluar dari mitokondria.

In vivo, ROS memegang dua peran yang berbeda yaitu positif dan negatif. Peran positifnya, berkaitan dengan produksi energi, phagocytosis, pengaturan pertumbuhan sel, pemberi isyarat di dalam sel, dan sintesis senyawa yang secara biologis penting. Sebaliknya, jika ROS berlebih akan menjadi senyawa yang berbahaya, karena dapat menyerang lipid pada membran sel, protein dalam jaringan atau enzim, karbohidrat dan DNA, yang menyebabkan kerusakan membran, modifikasi protein (termasuk enzim), dan DNA. Kerusakan oksidatif ini dianggap memegang peran dalam proses penuaan dan beberapa penyakit degeneratif yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti penyakit jantung, katarak, tidak berfungsinya kesadaran/pengertian dan kanker (Pietta 2000).

Untuk mempertahankan keseimbangan oksidasi reduksi, organ tubuh melindungi diri sendiri dari toksisitas kelebihan ROS/RNS dengan berbagai cara, termasuk menggunakan antioksidan endogen dan eksogen. Perlindungan oleh antioksidan berlokasi di organel, bagian subseluler atau ruang ekstraseluler termasuk sel. Pertahanan pertama adalah mencegah terjadinya pembentukan radikal dengan cara memindahkan prekursor

radikal bebas atau menginaktifkan katalis oleh enzim superoksida dismutase (SOD), Se-glutation peroksidase (GSH-Px), katalase, sistem glutation dan tioredoksin, dan logam pengikat protein. Pertahanan kedua adalah mencegah dan membatasi pembentukan reaksi berantai atau propagasi oleh antioksidan, misalnya vitamin A, E, C, karotenoid, ubiquinols, glutation dan asam urat. Pertahanan ketiga adalah penghilangan dan perbaikan bagian molekul yang rusak oleh enzim lipase, peptidase, protease, transferase, enzim perbaikan DNA, dan lainnya (Pietta 2000; Surai 2003).

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari polifenol yang telah diketahui sebagai antioksidan (Burda dan Oleszek 2001) karena kemampuannya menurunkan pembentukan radikal bebas dan menangkap radikal bebas. Kemampuan sebagai antioksidan memberi efek terapi terhadap penyakit jantung, radang usus, kanker (patologi hati) (González- Gallego et al. 2007). Juga berperan penting sebagai anti alergi, anti viral, antiinflamasi, kemampuan memperlebar pembuluh darah (Pietta 2000; González-Gallego et al. 2007 ). Berdasarkan derajat oksidasi pada cincin-C, pola hidroksilasi dari struktur cincin dan substitusi pada posisi-3 cincin C (Gambar 3) polifenol yang banyak terdapat pada pangan dapat dibagi menjadi 6 kelas utama, yaitu flavanol (contoh, epikatekhin), flavonol (contoh, kuersetin), flavone (contoh, luteolin), flavanone (contoh, naringenin), isoflavone (contoh, genistein), dan antosianidin (contoh, sianidin). Sampai saat ini, kemampuan flavonoid sebagai antioksidan dilaporkan berpengaruh pada kesehatan. Akan tetapi, potensi sebagai antioksidan, potensi bioaktivitasnya in vivo bergantung pada penyerapan, metabolisme, distribusi, dan ekskresi senyawa tersebut di dalam tubuh setelah pencernaan dan daya guna dari metabolit yang dihasilkannya (Gambar 10).

Gambar 10 Pembentukan metabolit dan konjugasi flavonoid pada manusia

Pemecahan prosianidin mungkin terjadi di lambung pada lingkungan pH rendah. Semua kelas flavonoid selanjutnya dimetabolis di jejunum dan ileum usus kecil dan metabolit yang dihasilkannya akan masuk ke vena vortal dan selanjutnya dimetabolis di hati. Mikroflora kolon mendegradasi flavonoid menjadi asam fenolik yang lebih kecil, yang mungkin diserap. Hampir semua metabolit diekskresikan di ginjal. Adanya senyawa ini masuk ke dalam sel dan jaringan tidak diketahui (Spencer 2003)

Struktur kimia dan biokimia polifenol akan berpengaruh pada fungsi biologisnya, seperti ketersediannya (bioavailabity), aktivitasnya sebagai antioksidan, interaksi spesifik dengan sel reseptor dan enzim serta fungsi lainnya. Fungsí biologis polifenol bergantung pada bioavailability (Manach et al. 2004). Potensinya sebagai antioksidan in vivo bergantung pada metabolismenya, absorpsi dan ekskresi senyawa ini di dalam tubuh setelah dicerna dan peran metabolitnya (Spencer et al. 1999). Struktur kimia polifenol menentukan laju dan penyerapan di usus dan sirkulasi metabolit alami yang ada dalam plasma. Struktur kimia polifenol juga mempengaruhi reaksi konjugasi dengan metil, sulfat atau kelompok glukoronik dan sejumlah metabolit alam atau yang terbentuk oleh mikroflora saluran pencernaan yang diserap di kolon. Kelompok tertentu dari polifenol seperti flavonols, isoflavones, flavones, dan antosianin biasanya terglikosilasi. Gula yang terikat umumnya glukosa atau rhamnosa, tetapi dapat juga galaktosa,

arabinosa, xilosa, asam glukoronik, atau gula-gula lain (Scalbert dan Williamson 2000). Banyaknya gula umumnya satu, tapi dapat dua atau tiga dan ada beberapa posisi yang memungkinkan untuk digantikan, misalnya oleh gugus asam malonik. Glikosilasi mempengaruhi fungsí secara kimia, fisik dan biologis polifenol. Polifenol yang terglikosilasi, untuk dapat berdifusi secara pasif melalui sisir dinding usus diduga harus menghilangkan gugus hidrofiliknya. Oleh karena itu, tahap pertama metabolisme polifenol adalah glikosilasi, yaitu menghilangkan gula dengan enzim (glikosidase). Aktivitas enzim glikosidase dapat terjadi di dalam bahan makanan tersebut (endogenus atau ditambahkan selama pemrosesan) atau pada sel mukosa saluran pencernaan atau disekresikan oleh mikroflora yang ada di kolon. Pada flavonoid seringkali diasilasi, khususnya dengan asam galik, tetapi pengaruhnya pada bioavailaility polifenol tidak sedramatis glikosilasi. Flavanols tampak dapat melewati membran secara biologis dan diserap tanpa dikonjugasi atau hidrolisis (Scalbert dan Williamson 2000). Flavones dan flavonols glikosida dan aglikonnya

diglukoronidasi (peningkatan gugus OH pada posisi γ’ dan 4’ cincin B)

selama transfer melintasi jejunum dan ileum tanpa memerlukan miroflora saluran pencernaan, karena adanya enzim glikosidase seperti halnya enzim UDP-glukoronil transferase di jejunum. Sebaliknya, kuersetin-3-glukosida dan rutin umumnya diserap tanpa dimetabolis (Spencer et al. 1999). Ester asam fenolik dimetabolis oleh enzim yang dihasilkan mikroflora kolon. Penyerapan polifenol bergantung pada bobot molekul. Proantosianidin merupakan biopolimer berbobot melekul besar, sehingga sulit diserap di usus halus. Setelah turunan polifenol dihidrolisis menjadi aglikon (polifenol bebas/tidak terikat dengan senyawa gula), polifenol bebas dikonjugasi/diikat dengan cara metilasi, sulfasi, glukoronidasi, atau kombinasinya. Tahapan ini dikontrol oleh enzim spesifik yang mengkatalis reaksi tersebut. Polifenol tidak diserap di lambung. Polifenol diserap, dimetabolis di hati dan diekskresi di empedu atau secara langsung dari enterosit kembali ke usus halus juga akan mencapai kolon, tetapi dalam bentuk kimia yang berbeda, seperti glukoronida. Mikroflora kolon mengkatalisis pemecahan polifenol

menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam fenolik. Diduga metabolit yang terbentuk di dalam jaringan tubuh atau mikroflora kolon sangat berkontribusi terhadap kapasitas antioksidan.

Dokumen terkait